Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/75

e-Wanita edisi 75 (5-1-2012)

Wanita yang Bekerja

_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________
                      TOPIK: Wanita yang Bekerja
                        Edisi 75/Januari 2012

MENU SAJI
RENUNGAN WANITA: DARI YANG TERDEKAT
DUNIA WANITA: SUAMI-ISTRI BEKERJA
STOP PRESS: PENDAFTARAN KELAS PESTA PASKAH 2012

Shalom,

"Selamat Tahun Baru 2012" kami ucapkan kepada Anda semua. Kami sungguh
bersyukur atas penyertaan Tuhan pada tahun-tahun yang lampau, serta
dukungan dan kesetiaan Anda pada publikasi e-Wanita.

Sebagai awal perjumpaan kita di tahun 2012, kami menyiapkan bahan
renungan yang diambil dari Amsal 31:1--31. Kiranya firman Tuhan
memulai langkah kita dalam pertemuan perdana ini sehingga hidup kita
diterangi oleh kehendak-Nya. Simaklah pula artikel mengenai cara
pembagian pekerjaan di rumah, jika suami istri sama-sama berkarier.
Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.

Redaksi e-Wanita,
Fitri Nurhana
< http://wanita.sabda.org/ >

                  RENUNGAN WANITA: DARI YANG TERDEKAT

Bacaan: Amsal 31:10-31

Saat berbincang santai dengan ibu saya yang berumur 83 tahun, saya
menarik-narik pelan kulit tangannya yang sudah menggelambir. Ya, saya
ingat bagaimana tangan itu kadang harus mengangkat papan-papan jati
yang besar dan berat ketika ia membuka dan menutup toko rotinya yang
mungil. Dengan senyum, setiap hari ia melayani pelanggannya selama
hampir 30 tahun. "Dulu tangan ini kuat untuk bekerja sehingga kalian
bertujuh bisa bersekolah dan mandiri. Sekarang aku berbahagia dan
bersyukur atas hidupku," simpulnya saat mengenang masa ia berjuang
demi hari depan anak-anaknya.

Peran wanita dalam Amsal 31 sungguh luar biasa. Ia dapat dipercaya,
dan olehnya, suaminya diberkati (ayat 11,12). Ia rajin dan dapat
mengatur rumah tangga dengan baik, hingga anak-anak dan suaminya
sangat menghargainya (ayat 13-15,27, 28). Ia meniti karier (ayat
16-18), tetapi masih sempat memerhatikan orang lain yang membutuhkan
pertolongan (ayat 20). Penampilannya selalu apik (ayat 22). Ia takut
akan Tuhan (ayat 30). Ia melayani sesama sebagai perwujudan imannya
kepada Tuhan.

Meski mungkin tak selengkap gambaran Amsal 31, setiap wanita juga
dapat mulai memberi hidup bagi sesama, sejak hari ini. Dan bisa mulai
dari keluarga, yang ditemui setiap hari. Mulai dari hal yang biasa
dilakukan untuk mereka. Bila semuanya dilakukan dengan penuh syukur
dan kesetiaan, kelak akan timbul kekaguman karena Tuhan memakai hidup
keseharian seorang wanita menjadi berkat dan memuliakan nama Tuhan.

Orang-orang terdekat kita, apakah mereka merasakan kehadiran, kasih,
dan pelayanan kita?

Jadikan hidup sebagai saluran berkat mulailah dari orang-orang
terdekat.

Diambil dari:
Nama situs: Alkitab SABDA
Alamat URL: http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=4056
Penulis: YS
Tanggal akses: 12 Desember 2011

                   DUNIA WANITA: SUAMI-ISTRI BEKERJA

Keikutsertaan istri bekerja sudah lama dikenal di Indonesia. Banyak
istri berkarya dan berwiraswasta di rumah. Mereka membuat dan menjual
aneka makanan, camilan, minuman, kerajinan tangan, menjahit,
peternakan, pertanian, perkebunan, membuka salon, ruko, menjadi guru
les, praktik kebidanan atau kesehatan di rumah, dll.. Dengan memilih
berkarya di rumah, diharapkan istri, selain bekerja dapat sekaligus
mengurusi, mengawasi anak, serta urusan rumah tangga yang tidak ada
habisnya.

Seiring dengan kemajuan zaman, saat ini kita banyak menjumpai wanita
yang mengenyam pendidikan tinggi. Akibatnya, lebih banyak wanita --
istri yang bekerja di luar rumah, seperti bekerja di berbagai
instansi, kantor, sekolah, perusahaan, toko, rumah sakit, dll..
Keluarga yang suami istri sama-sama bekerja, membutuhkan banyak
penyesuaian.

Sampai saat ini, mayoritas suami mengharapkan istri bertanggung jawab
atas urusan rumah tangga dan anak-anak, baik istri yang bekerja atau
sebagai ibu rumah tangga. Suami menganggap dirinya harus mengembangkan
karier dan mencukupi kebutuhan rumah tangga, sehingga hampir semua
waktunya, dicurahkan untuk pengembangan karier dan mencari uang. Tidak
jarang, suami tidak ada waktu lagi untuk istri dan anak, apalagi
urusan rumah tangga. Sebab itu, bila istri bekerja, baik penuh waktu
atau paruh waktu, istri tetap diharapkan mengerjakan tanggung jawab
rumah tangga, memerhatikan anak dan suami. Dengan kata lain, bila
istri bekerja, dia harus siap mengerjakan dua macam pekerjaan -- satu
pekerjaan yang sesuai dengan profesinya, satu lagi pekerjaan rumah
tangga dan pengasuhan anak. Maka, banyak istri kelelahan, merasa
bersalah bila rumah tangga dan anaknya tidak terurus.

Sebagai contoh: suami Ida menyetujui, bahkan mendorong Ida bekerja di
luar rumah. Tetapi sebelum Ida pergi bekerja, ia harus membereskan
semua tugas rumah tangga, termasuk menyiapkan anak ke sekolah. Sore
hari sepulang kerja, Ida ingin istirahat. Tetapi keinginan itu dengan
cepat disingkirkan, karena segudang tugas rumah tangga menantinya,
belum lagi kedua anaknya perlu dibantu dalam menyelesaikan tugas
sekolah mereka. Sementara itu, suaminya hanya duduk membaca surat
kabar, makan, menonton televisi, lalu tidur. Sewaktu Ida minta uluran
tangan suami untuk meringankan beban rumah tangga, suaminya hanya
mengatakan bahwa itu tanggung jawab istri, karena suaminya beranggapan
tugasnya adalah memberi nafkah keluarga. Selain itu, suaminya sedang
dekat dengan seorang karyawati di kantornya dan mereka sering pergi
bersama. Waktu hubungan gelapnya ketahuan oleh Ida, suaminya menjawab
dengan enteng, "Di rumah saya kurang diperhatikan oleh kamu. Setiap
malam kamu selalu kelelahan." Perbuatan dan sikap suami mengeruhkan
suasana.

Tentunya, dengan suami-istri sama-sama bekerja, harapan untuk
memperoleh penghasilan yang lebih demi mencukupi kebutuhan rumah
tangga dapat terpenuhi. Tetapi, ada suami melarang istrinya bekerja
karena ia merasa dirinya dianggap tidak mampu mencukupi kebutuhan
rumah tangga. Dia merasa malu terhadap orang tua dan teman-teman --
"Aku dianggap laki-laki macam apa, kalau sampai istri harus ikut
bekerja untuk menambah penghasilan keluarga." Selain itu, alasan suami
melarang istri bekerja karena khawatir istrinya terpikat dengan orang
lain. Sebenarnya, baik istri berkarier di luar rumah ataupun seharian
tinggal di rumah dapat menyeleweng. Suami-istri perlu saling
memercayai dan dipercayai. Tanpa rasa percaya, suami-istri akan
mengalami masalah pernikahan.

Ada istri bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi ada juga
istri bekerja untuk menemukan jati dirinya. Dia bukan sekadar Nyonya
Tomi, Bu Anwar, atau mamanya Anton. Dia seorang makhluk ciptaan Tuhan
yang mampu berkarya, mengembangkan diri, dan ingin menyumbangkan
sesuatu bagi Tuhan, masyarakat, dan keluarga. Dengan kata lain, istri
juga memunyai kebutuhan untuk merasa berguna dan dibutuhkan, selain
sebagai ibu rumah tangga. Tugas sebagai ibu rumah tangga adalah tugas
yang mulia. Tetapi istri yang kehidupannya hanya berkisar pada suami,
anak, dan urusan rumah tangga, sering kali cepat menjadi bosan.
Komunikasinya hanya sekitar anak dan rumah tangga. Ada istri yang
tidak puas dengan diri sendiri, lalu menjadi pengomel -- suami dan
anak-anak menjadi sasaran.

Ada istri yang mengalami stres, karena seharian hidupnya hanya sekitar
urusan anak dan rumah tangga. Ia juga akan ketinggalan jauh dari
suaminya. Pengetahuan dan pengalaman suaminya bertambah, sementara
istri terkurung di sangkarnya. Suami yang bijaksana akan mengetahui
kebutuhan istri untuk berkarya, mengembangkan kemampuan yang diberikan
Tuhan kepadanya semaksimal mungkin. Banyak suami didukung oleh istri
supaya hidupnya lebih berhasil dan kariernya menanjak, tetapi berapa
banyak suami yang mendukung istrinya? Berapa banyak suami yang
bersikap kurang baik kepada istrinya, "Mau bekerja, silakan! Tetapi
tanggung sendiri segala akibatnya!"

Kalau suami-istri sepakat untuk sama-sama bekerja, harus ada
kesepakatan pengaturan keuangan, pembagian tugas rumah tangga,
pengasuhan anak, pembagian waktu yang bijaksana, supaya masih ada
waktu untuk pasangan, anak, dan sebagainya. Sungguh tidak realistis
kalau istri harus menanggung semuanya sendirian, sedang suami hanya
berkonsentrasi pada pekerjaan dan tidak mau diganggu urusan lainnya.
Suami perlu membantu dalam pengasuhan anak. Ini selain meringankan
beban istri, juga memenuhi panggilan Tuhan kepada orang tua untuk
mendidik anak. Kebutuhan batin ayah dan anak juga dapat terpenuhi.
Suami dapat ikut merasakan suka dukanya mengasuh anak. Selain itu,
hubungan ayah dan anak dapat dipererat. Anak berkembang dengan lebih
baik kalau memperoleh kasih sayang dan perhatian ayah.

Pengasuhan anak sewaktu mereka masih kecil, sedapat mungkin dilakukan
oleh orang tua sendiri. Pembagian waktu antara karier dan urusan rumah
tangga, mungkin dapat diatur dengan suami bekerja penuh waktu,
sedangkan istri bekerja paruh waktu, supaya istri ada waktu dan tenaga
untuk keluarga dan anak. Istri dapat juga menunda bekerja sampai
anaknya agak besar, walau tentunya pengorbanan bagi istri dan
mengurangi pendapatan keluarga. Dapat juga diatur sedemikian rupa,
setelah memunyai anak, istri memilih pekerjaan yang dapat dilakukan di
rumah. Atau suami-istri sama-sama bekerja penuh waktu, selama bekerja
anak diasuh oleh nenek, bibi, atau anggota keluarga lainnya. Keadaan
yang kurang menguntungkan anak ialah bila anak diasuh perawat,
pembantu, atau dititipkan di Tempat Penitipan Anak.

Suami-istri perlu tahu apakah nenek, bibi, atau keluarga dekat lainnya
itu sungguh-sungguh mau merawat anak Anda atau dikerjakan karena
terpaksa. Anak Andalah yang akan menderita bila dia dirawat oleh orang
yang sebenarnya tidak ingin merawatnya. Sangat disayangkan kalau anak
semata-mata diasuh oleh perawat atau asisten rumah tangga, baik di
rumah sendiri atau di Tempat Penitipan Anak. Anak dapat merasa
ditelantarkan. Memang dengan suami-istri bekerja, orang tua lebih
mampu membeli bermacam-macam barang untuk anak. Tetapi, yang lebih
dibutuhkan anak adalah kasih sayang dan perhatian orang tua, bukan
sekadar barang yang fana. Suami-istri perlu bekerja sama menyediakan
waktu bagi anak.

Jika suami-istri bekerja, urusan rumah tangga sebaiknya tidak menjadi
tanggung jawab istri melulu, tetapi semua anggota keluarga.
Bersyukurlah bila keluarga Anda dibantu oleh seorang asisten rumah
tangga untuk membersihkan rumah, belanja dan memasak, mencuci dan
menyetrika pakaian, dll.. Tetapi kalau tidak ada asisten rumah tangga,
sebaiknya suami dan anak ikut meringankan beban istri, sehingga
keluarga Anda dapat lebih bahagia. Kalau urusan rumah tangga dan
anak-anak ditanggung bersama, istri akan memunyai lebih banyak waktu
untuk suami dan keluarga, dan tidak kelelahan. Dengan demikian,
keluarga Anda memunyai waktu bersama-sama dan dapat saling
memerhatikan.

Keluarga yang sibuk, sebaiknya membuat janji untuk merencanakan waktu
untuk bersama -- berlibur bersama, bepergian bersama. Kalau tidak,
sering kali tanpa disadari, keluarga itu menjadi jauh satu sama
lainnya, karena masing-masing hidup dengan kesibukannya sendiri. Bila
pekerjaan suami atau istri mengharuskannya sering berada di luar kota,
keluarga ini harus banyak berkorban. Idealnya, suami dan istri setiap
hari pulang ke rumah. Hubungan suami-istri dan keluarga akan banyak
terganggu bila suami atau istri bekerja di luar kota, luar pulau, atau
di luar negeri, dan hanya dapat bertemu dalam waktu tertentu. Bila
suami dan istri sama-sama sering dinas di luar kota, keluarga akan
hancur berantakan. Maka, perlu ada penyesuaian tentang jenis pekerjaan
suami-istri. Jika suatu saat Anda -- suami/istri harus pindah ke
tempat lain karena tuntutan pekerjaan, maka kepindahan itu harus
disetujui bersama. Ada baiknya kalau seluruh anggota keluarga ikut
pindah.

Dengan pengaturan waktu yang bijaksana, pengaturan pekerjaan yang
baik, tekad tidak akan menelantarkan anak dan pasangannya, dan dengan
dukungan keluarga, suami-istri dapat sama-sama bekerja dan berkarya,
entah penuh waktu atau salah satu paruh waktu, baik di dalam rumah
atau di luar rumah, sehingga suami-istri dapat mengembangkan diri
semaksimal mungkin tanpa mengurbankan keluarga.

Diambil dari:
Judul buku: Bimbingan Pranikah: Buku Kerja bagi Pasangan Pranikah
Penulis: Dr.Vivian A. Soesilo
Penerbit: SAAT, Malang 1998
Halaman: 71 -- 76

           STOP PRESS: PENDAFTARAN KELAS PESTA PASKAH 2012

Apakah Anda ingin merayakan Paskah dengan lebih bermakna? Menjelang
peringatan perayaan Paskah 2012, Yayasan Lembaga SABDA melalui PESTA
(Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam) < http://pesta.org >
membuka kelas khusus Paskah, yang akan mempelajari pokok-pokok penting
tentang karya penebusan Kristus. Kami berharap melalui kelas diskusi
ini peserta semakin memahami makna Paskah yang sejati, sehingga
perayaannya tidak hanya sekadar tradisi saja. Kelas ini terbuka untuk
orang Kristen awam yang rindu belajar lebih dalam mengenai makna
Paskah. Kelas diskusi akan dimulai pada 22 Februari 2012.

Segera daftarkan diri Anda sekarang juga dalam kelas PESTA Paskah
2012! Anda dapat menghubungi tim PESTA di alamat email:
< kusuma(at)in-christ.net > untuk mendaftarkan diri dan memperoleh
informasi yang lebih lengkap lagi mengenai kelas PESTA Paskah 2012 ini.

Kontak: < wanita(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Fitri Nurhana
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/wanita >
Berlangganan:< subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org