Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/127

e-Wanita edisi 127 (15-5-2014)

Pendidikan bagi Kaum Wanita

_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________
                 TOPIK: Pendidikan bagi Kaum Wanita
                         Edisi 127/Mei 2014
                     
e-Wanita -- Pendidikan bagi Kaum Wanita
Edisi 127/Mei 2014

Salam damai,

Pendidikan kini tidak lagi menjadi sesuatu yang eksklusif bagi kaum 
wanita. Semangat emansipasi dan persamaan gender umumnya telah merasuk 
ke dalam setiap segi kehidupan wanita, di segala tempat dan usia. Oleh 
karena itu, ruang bagi isu-isu yang merendahkan kaum wanita semakin 
kecil. Wanita kini bukan lagi objek, tetapi subjek dan partner yang 
setara dengan kaum pria. Namun, di balik permasalahan dan isu sekuler 
yang mendominasi topik pendidikan bagi kaum wanita, apakah kita telah 
mengetahui dasar alkitabiah mengenai hal ini?

Publikasi e-Wanita edisi ini menyajikan artikel yang memberikan 
pengetahuan mengenai pendidikan bagi kaum wanita, dilihat dari sudut 
pandang Alkitab, dan semua manfaatnya bagi kehidupan wanita Kristen. 
Kami sungguh berharap, apa yang kami sajikan dalam edisi ini dapat 
menambah wawasan Anda untuk menjadi lebih kritis dan bersemangat dalam 
mengembangkan diri dan pribadi demi kemuliaan nama Kristus. Selamat 
membaca, Tuhan Yesus memberkati!

Staf Redaksi e-Wanita,
N. Risanti
< http://wanita.sabda.org/ >


                  DUNIA WANITA: PENDIDIKAN PEREMPUAN
                     Diringkas oleh: S. Setyawati

Karya tulis Daniel Defoe yang berjudul "Pendidikan Kaum Wanita" adalah 
salah satu karya yang memberi inspirasi bagi pendidikan perempuan. 
Defoe membuat tulisan ini pada tahun 1719 sebagai teguran terhadap 
negara dan kelompok yang tidak banyak memberi perhatian tentang 
pendidikan bagi perempuan.

Setelah revolusi feminis [gerakan yang menuntut penghapusan hambatan-
hambatan hukum dalam kesetaraan gender, ketidakadilan de facto, 
ketidakadilan dalam hukum, seksualitas, keluarga, tempat kerja, dan 
hak-hak reproduksi - Red.], jumlah perempuan yang bergelar sarjana 
semakin banyak dibandingkan laki-laki, "ayah rumah tangga" semakin 
banyak, dan banyak perempuan yang masuk ke "area" mata kuliah dan 
pekerjaan laki-laki seperti dunia teknik. Gerakan ini sepertinya 
membela para wanita terdidik, tetapi sebenarnya mengabaikan pola Kitab 
Suci bagi wanita.

Meskipun dalam kekristenan konservatif ada beberapa reaksi berlebihan 
terhadap feminisme, tetapi Russell Moore, seorang teolog sekaligus 
pemimpin Southern Baptist Ethics & Religious Liberty Commission, 
mengatakan bahwa wanita Kristen tidak perlu khawatir mengenai apa yang 
dipikirkan kaum laki-laki tentang mereka, termasuk dalam hal seksual 
dan pendidikan. Perempuan memiliki hak yang sama, meskipun di beberapa 
budaya mengharuskan istri untuk tunduk kepada suaminya dalam segala 
hal. Laki-laki Kristen tetap harus menghargai perempuan sekalipun 
pendapatnya mungkin bertentangan dengan pendapat mereka. Sebab, secara 
alkitabiah, wanita yang berpendidikan memiliki hak sosial dan 
intelektual untuk terlibat dalam percakapan politik, teologis, atau 
bahkan sepak bola, dengan laki-laki, selama ia melakukannya dalam 
penundukan kepada suaminya sendiri.

Pemikiran bahwa wanita harus diam di rumah dan mengurus keluarga, pada 
dasarnya merupakan faktor yang membuat gereja miskin. Wanita perlu 
dididik, tetapi bukan untuk memberi mereka wewenang atau meningkatkan 
harga diri mereka atau memampukan mereka mengambil alih pemerintahan. 
Wanita perlu dididik untuk membekali mereka menjadi penolong sepadan 
yang kompeten, ibu yang cakap, dan pelayan yang terampil di gereja. 
Wanita tidak perlu masuk perguruan tinggi agar berguna bagi Kerajaan 
Allah, tetapi harus menggunakan pikiran yang Allah berikan dengan 
baik. Entah Anda memiliki gelar Doktor atau tidak tamat SMA, Anda 
harus terus mengembangkan pikiran Anda.

Seorang wanita yang berpendidikan adalah suatu anugerah bagi suaminya. 
Matthew Henry mengatakan dalam komentarnya pada kitab Kejadian bahwa 
Allah membuat wanita dari bagian samping pria untuk memerintah 
bersamanya. Untuk itu, Anda perlu memahami dunia tempat suami Anda 
berinteraksi dan pekerjaannya. Defoe meminta "para pria mengambil 
wanita untuk menjadi pendamping, dan mendidik mereka sesuai dengan 
peranannya." Seorang suami lebih senang mendiskusikan tentang 
pekerjaannya, peristiwa-peristiwa dunia, dsb. dengan istrinya daripada 
mendengarkan cerita tentang banyaknya popok yang bocor.

Seorang wanita yang berpendidikan adalah suatu anugerah bagi anak-
anaknya. Dalam dunia "home schooling", saya mendengar para ayah 
menjelaskan mengapa anak-anak gadis mereka tidak melanjutkan ke 
perguruan tinggi. Mereka berasumsi bahwa Allah menginginkan anak 
perempuan mereka menjadi seorang ibu. Padahal, bukan hanya itu.

Apabila Anda ingin membesarkan dan mendidik anak Anda untuk menjadi 
pendeta, misionaris, dll., Anda perlu memberikan pendidikan yang 
seharusnya ia peroleh. Hal ini tidak berarti bahwa Anda harus memiliki 
gelar sarjana, tetapi Anda harus membaca banyak buku, terutama 
mengenai sejarah gereja dan teologi sehingga Anda dapat membentuk 
jiwa-jiwa muda tersebut untuk pekerjaan Kerajaan dan kekekalan. 
Seorang wanita yang tidak memiliki gelar, tetapi memiliki pengetahuan 
yang baik tentang dunia serta buku-buku alkitabiah dan pemahaman 
teologis, dapat memberikan pembekalan untuk mempersiapkan anak-anaknya 
pergi dan memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus dalam dunia postmodern. 
Anak-anaknya menjadi sangat diberkati karena ibunya yang 
berpendidikan.

Pendidikan juga merupakan suatu anugerah bagi wanita itu sendiri. 
Pasalnya, dengan pendidikan wanita dapat memahami dunia serta mampu 
mengetahui dan menilai segala sesuatu yang didengarkannya. Amsal 19:8 
mengatakan kepada kita bahwa "Siapa memperoleh akal budi, mengasihi 
dirinya; siapa berpegang pada pengertian, mendapat kebahagiaan." 
Seorang wanita yang berpendidikan secara teologi akan bertumbuh dalam 
kekudusan dan hikmat jauh lebih cepat daripada mereka yang 
mengabaikannya. Defoe juga menambahkan bahwa seorang wanita dikatakan 
tidak berpendidikan jika ia menyia-nyiakan kemampuan mental yang 
dikaruniakan Allah. Jika pengetahuan dan pengertian tidak memberikan 
tambahan yang berarti kepada semua jenis kelamin, Allah yang Mahakuasa 
tidak akan memberikan kapasitas kepada keduanya4 karena Ia tidak 
membuat sesuatu yang tidak berguna.

Selain itu, wanita yang berpendidikan adalah anugerah bagi gereja. 
Kitab Suci dan sejarah gereja didukung dengan contoh-contoh para 
wanita yang berpendidikan dan bijaksana, yang menggunakan karunia dan 
kemampuan mereka untuk memberkati gereja. Mereka tidak berusaha 
menguasai laki-laki [suami], tetapi memerintah di sampingnya, seperti 
yang dijelaskan Matthew Henry. "Seorang wanita yang berakal dan 
melahirkan keturunan akan memberikan cemoohan yang mengusik hak 
istimewa pria sebanyak cemoohan pria yang berakal untuk menindas 
kelemahan wanita," kata Defoe.

Ketakutan akan feminisme, akan perasaan tidak hormat, atau kurangnya 
penundukan seharusnya tidak membuat seorang wanita Kristen tidak 
menggunakan pikirannya. Sebaliknya, rasa takut kalau-kalau tidak 
menggunakan kemampuan yang telah diberikan Allah, seharusnya 
memotivasi wanita-wanita Kristen untuk lebih mengasihi Dia dengan 
segenap hati, segenap jiwa, dan segenap pikiran (Matius 22:37). (t/N. 
Risanti)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: The Christian Pundit
Alamat URL: http://thechristianpundit.org/2011/12/12/the-education-of-women/
Judul asli artikel: The Education of Women
Penulis: Rebecca VanDoodewaard
Tanggal akses: 4 Februari 2014


   WOMEN TO WOMEN: KOREA UTARA -- 48 JAM YANG PALING PENTING DARI 
                         KEHIDUPAN MEREKA

Begitu pintu terbuka, jam mulai berdetak. Rekan OD (Open Doors), Sun-
Hi, selalu sadar akan waktu. Dia terus-menerus sibuk menemui pengungsi 
Korea Utara di China. Salah seorang yang ditemuinya telah menunjukkan 
minat kepada iman Kristen, tetapi dia hanya memiliki 48 jam sebelum ia 
harus pergi ke orang berikutnya. Dua hari yang dapat mengubah hidup 
mereka dan menentukan apakah gereja Korea Utara dapat menyambut 
anggota baru, atau akan hilang untuk selamanya.

Banyak orang lokal China ketakutan terhadap pengungsi Korea Utara. 
Dan, untuk alasan yang baik, mendukung mereka dengan cara apa pun 
adalah ilegal, itu bisa berbahaya. Setelah bertahun-tahun terjadi 
indoktrinasi, penindasan, dan kelaparan, banyak pembelot telah belajar 
bahwa jika mereka membutuhkan sesuatu, mereka harus mendapatkannya 
sendiri. Mereka bisa menjadi brutal. Baru-baru ini, pengungsi Korea 
Utara memaksa diri memasuki rumah warga China, mereka mengikat warga 
di kursi serta merampas uang dan barang berharga mereka.

Namun, tidak semua pengungsi melakukan kekerasan. Beberapa dari mereka 
ada yang meminta bantuan. Mereka tahu bahwa menemukan orang-orang 
Kristen itu penting, meskipun mereka mendapatkan pengajaran bahwa 
orang Kristen adalah orang-orang berbahaya, mata-mata milik Barat, dan 
keluar untuk membunuh warga Korea Utara. Namun, ada yang mengatakan 
bahwa orang Kristen adalah satu-satunya pendukung sebenarnya bagi 
pembelot. "Pada awalnya, pengungsi akan mendekati seorang Kristen 
China dan hanya meminta uang," kata Sun-Hi. "Orang Kristen akan 
memberinya sekitar 500 yuan (sekitar Rp 942.780) dan menjelaskan 
kepadanya bahwa dia memberikan uang ini "karena kasih Yesus". Beberapa 
sumber menunjukkan meningkatnya minat para pengungsi dalam mengetahui 
lebih banyak tentang siapa Yesus ini. Kemudian, mereka dibawa ke 
sebuah rumah yang aman dan mereka menerima Alkitab."

Kebanyakan pengungsi menelusuri firman Tuhan, lalu menyimpannya, dan 
menonton televisi sepanjang hari. Sun-Hi berkata, "Alkitab adalah 
sebuah buku yang sulit, terutama jika Anda tidak terbiasa dengan hal 
itu. Para pengungsi Korea Utara tidak memiliki konteks apa pun. Itu 
sebabnya, secara teratur saya sisihkan satu minggu untuk mengunjungi 
tiga pengungsi dan menghabiskan dua hari dengan masing-masing dari 
mereka. Tujuannya adalah untuk memberi mereka banyak informasi dan 
latar belakang yang saya bisa sampaikan karena banyak yang kembali ke 
Korea Utara dalam waktu satu bulan. Ini mungkin satu-satunya 
kesempatan bagi saya untuk bertemu mereka. Mudah-mudahan, mereka 
kembali sebagai pengikut Kristus."

Sun-Hi memulai "kursus kilatnya" dengan menjelaskan tentang penciptaan 
dan kejatuhan manusia dalam Kejadian 1 sampai 11. Hal ini biasanya 
memakan waktu sepanjang pagi. Mereka melihat bagaimana TUHAN 
menciptakan dunia, ini konsep yang asing bagi orang Korea Utara, yang 
telah diindoktrinasi dengan teori evolusi dan teori "big bang". 
Dilanjutkan dengan rayuan si Ular kepada Hawa dan Adam, dan bagaimana 
dosa memisahkan mereka dari Tuhan. Hasilnya jelas dapat diketahui 
dalam bab-bab berikutnya. Kain membunuh Habel, manusia tampaknya 
melupakan Tuhan, dan Dia menghancurkan semua manusia, kecuali Nuh dan 
keluarganya, dengan banjir besar. Sejarah berulang dengan sendirinya 
ketika orang mencoba membuat nama untuk diri mereka sendiri dengan 
membangun sebuah menara besar di Babel.

"Pada titik ini, banyak yang menyadari betapa jauhnya mereka dari 
Tuhan dan betapa kita sangat membutuhkan seseorang untuk menjembatani 
kesenjangan antara Tuhan dan manusia", kata Sun-Hi. Jadi, saya 
melompat dari Kejadian sampai Yesus dan menunjukkan dari Alkitab 
tentang Kristus, bagaimana Dia mengurbankan diri-Nya dan membawa 
penebusan bagi kita. Ia mengembalikan apa yang tidak bisa kita 
perbaiki. Jika Korea Utara siap dan bersedia, kami berdoa bahwa ia 
akan menyerahkan hidupnya kepada Kristus. Ini selalu merupakan momen 
besar."

Sisa waktu Sun-Hi bersama para pengungsi dipakai dengan melakukan 
perjalanan menelusuri Alkitab dari Abraham sampai Wahyu, terutama 
kitab-kitab nubuatan seperti Yesaya, Amos, dan Yehezkiel, yang sangat 
menyentuh hati mereka. "Ini seperti negara kita," kata mereka. Dan, 
mereka meyakini betapa manusia terpisah dari Tuhan sehingga 
menenggelamkan Yesus, bahkan lebih. "Ini melelahkan. Aku hampir tidak 
tidur, kami hampir tidak bisa makan. Lidah dan bibirku pecah-pecah. 
Saya mengajukan banyak pertanyaan. Saya benar-benar ingin mengenal 
orang tersebut dan mengajarkan mereka jalan Tuhan. Dan setelah 48 jam, 
saya harus pergi kepada orang berikutnya. Jika orang Korea Utara 
menetap lebih dari sebulan, saya akan mencoba untuk mengunjungi dia 
atau pada lain waktu. Jika tidak, setidaknya dia telah memiliki 
konteks dalam membaca Alkitab. Jadi, ketika seseorang membaca Alkitab, 
dia akan lebih memahami dan imannya tumbuh. Mudah-mudahan, dia akan 
kembali sebagai seorang murid Yesus."

Menghabiskan dua hari dengan pengungsi Korea Utara tidak selalu mudah. 
Baru-baru ini, ada seorang wanita yang cukup memusuhi saya. Saya 
mencoba untuk mengajar dan menceritakan kisah Alkitab, tetapi dia 
tidak mau mendengarkan. Aku berdoa pada malam hari agar sesuatu akan 
terjadi. Hari berikutnya, ia terbuka dan meminta maaf atas 
perilakunya. Dia berkata, "Saya pikir Anda semacam agen rahasia. Aku 
tidak tahu mengapa Korea Utara melarang orang untuk mendengar tentang 
Tuhan. Ketika aku kembali, aku akan berbagi dengan kerabat saya 
tentang apa yang saya dengar." Ketika kami mengucapkan salam 
perpisahan, dia berjanji akan mencoba datang ke China lagi musim 
dingin ini. Saya berdoa itu akan terjadi.

Open Doors bekerja dalam kemitraan dengan gereja lokal di kalangan 
pengungsi Korea Utara di China. Mereka, pengungsi sementara, pergi ke 
China untuk mencari makanan dan mendapatkan uang, yang mereka gunakan 
untuk mendukung keluarga. Mereka tumbuh dan disebut "gereja pengungsi" 
(orang Kristen yang bertobat di China dan kembali ke tempat asalnya) 
di Korea Utara. Karena banyak yang baru bertobat dan hampir mustahil 
untuk memberi mereka Alkitab dan pelatihan di dalam negerinya, Open 
Doors perlu melatih mereka secara intensif ketika mereka berada di 
China. Selain pendidikan Alkitab, para pembelot menerima penampungan, 
makanan, obat-obatan, pakaian, dan dukungan keuangan, dan mereka 
berbagi dengan kerabat mereka.

Diambil dan disunting dari:
Judul buletin: Frontline Faith, Januari -- Februari 2013
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Open Doors Indonesia, 2013
Halaman: 7


STOP PRESS: BERGABUNGLAH DALAM KELAS PERNIKAHAN KRISTEN (PKS) 2014

Pernikahan pada zaman ini sangat rentan terhadap pengaruh pandangan-
pandangan postmodern, yang dapat menjauhkan kita dari tujuan awal 
Allah membentuk sebuah lembaga pernikahan.

Bagaimana membuat pernikahan anak-anak Tuhan dapat terus berjalan 
sesuai dengan visi Allah? Berkaitan dengan bahasan ini, Yayasan 
Lembaga SABDA < http://ylsa.org > melalui program PESTA (Pendidikan 
Elektronik Studi Teologi Awam) akan membuka kelas diskusi Pernikahan 
Kristen Sejati (PKS) periode Juli/Agustus. Dalam kelas ini, peserta 
dapat belajar bersama-sama tentang dinamika pernikahan Kristen dan 
bagaimana menjalankan pernikahan berdasarkan firman Tuhan. Kami 
mengundang Anda yang sudah menikah untuk ambil bagian dalam kelas 
diskusi ini. Kelas diskusi dibuka untuk umum dan akan berlangsung 
mulai tgl. 3 Juli 2014. Jangan tunda lagi! Segeralah mendaftarkan diri 
ke admin PESTA < kusuma(at)in-christ.net >.

Silakan unduh Modul PKS di: < http://pesta.org/pks_sil >


Kontak: wanita(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati dan N. Risanti
Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org