Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/163

e-Reformed edisi 163 (23-4-2015)

Mazmur 23

______________________Milis Publikasi e-Reformed______________________

e-Reformed -- Mazmur 23
Edisi 163/April 2015

DAFTAR ISI:
ARTIKEL: MAZMUR 23

Dear e-Reformed Netters,

Dalam edisi kali ini, e-Reformed menyajikan sebuah artikel dari Billy 
Kristanto mengenai Mazmur 23. Mazmur ini merupakan salah satu mazmur 
yang sudah dikenal banyak orang. Mazmur ini begitu meneduhkan hati 
ketika dibaca dan menggambarkan relasi yang sederhana, tetapi 
mendalam, antara sang Gembala dan kawanan domba-Nya. Kiranya mata hati 
kita semakin terbuka melalui sajian yang kami berikan, dan relasi kita 
dengan Allah semakin intim. Solus Christos!

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
< ayub(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >


                         ARTIKEL: MAZMUR 23

Mazmur 23:1-3

1 Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.

2 Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku 
  ke air yang tenang,
3 Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh 
  karena nama-Nya.

Mazmur yang sangat terkenal ini tidak dapat dipisahkan dari Mazmur 
sebelumnya yang berbicara tentang pergumulan sang Mesias dalam 
penderitaan-Nya. "TUHAN adalah gembalaku (Mazmur 23:1) menjadi 
perkataan yang sungguh-sungguh berarti bagi yang mengungkapkan 
penderitaannya, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?" 
(Mazmur 22:2). Dan, tentu saja Mazmur 23 ini lebih "disukai" daripada 
Mazmur 22 (secara tradisi, pasal 23 ini memang mendapatkan tempatnya 
yang tepat untuk penghiburan orang-orang yang ditinggalkan oleh 
seorang yang dikasihi, dan saya pribadi tampaknya belum pernah 
menjumpai kebaktian penghiburan dengan Mazmur 22). Akan tetapi, 
penghiburan yang sesungguhnya adalah penghiburan yang datang pada saat 
penderitaan dan kesusahan.

Kedekatan (intimacy) yang benar adalah kedekatan yang didapatkan 
melalui momen-momen kejauhan. Kita dapat membaca pasal 23 ini dengan 
penghayatan romantik atau bahkan mistik (hubungan antara jiwa dan 
Allah), tetapi penghayatan yang seperti itu saja dapat menjadikan iman 
kita dangkal. Tuhan Yesus (dan juga Daud) mengatakan kalimat-kalimat 
pada pasal ini setelah melalui berbagai pergumulan hidup yang sangat 
berat. Demikianlah "Tuhan adalah gembalaku" teruji bukan hanya pada 
saat pengalaman-pengalaman di atas puncak gunung, melainkan juga dalam 
lembah kekelaman. Kekristenan tidak mengajarkan manusia mencari 
pengalaman-pengalaman yang selalu berada di atas, melainkan bagaimana 
kita tetap dapat mengatakan "Tuhan adalah gembalaku" dalam setiap 
situasi dan kondisi hidup kita.

Pasal ini dimulai dengan sebuah metafora (Tuhan adalah gembala), suatu 
persoalan yang sangat menarik yang dibicarakan dalam filsafat bahasa 
dunia kontemporer. Dalam zaman kita, metafora dianggap sebagai suatu 
terobosan yang sanggup membawa orang dalam kejenuhan pemahaman yang 
bersifat proposisional, yang mendobrak tatanan bahasa yang sudah baku, 
dan yang memberikan suatu momen inspirasi dan imajinasi yang melampaui 
kekayaan definisi-definisi. Namun, metafora juga mengakibatkan makna 
rangkap (atau bahkan lebih) yang dapat memimpin manusia kepada 
kesesatan bahasa atau setidaknya sikap skeptis terhadap makna yang 
sesungguhnya. Menarik jika kita perhatikan struktur dalam pasal 23 
ini, bahwa sesungguhnya firman Tuhan, dengan menggunakan metafora 
gembala, tetap memberikan arah pemahaman terhadap imajinasi manusia 
yang berdosa, dengan mencatat ayat kedua sampai dengan ayat terakhir. 
(Saya sengaja tidak menggunakan kata "batasan" di sini karena kata ini 
bernuansa reduktif sekalipun artinya bisa juga positif.) Lebih menarik 
lagi ketika pemazmur menghubungkan metafora gembala dengan kelimpahan 
hidup, "takkan kekurangan aku" (Mazmur 23:1b).

Metafora sama sekali bukan sesuatu yang baru, yang "ditemukan" pada 
zaman postmodern karena Alkitab sudah menggunakannya sebagai cara 
mengomunikasikan wahyu Allah. Dan, itu berbeda dari filsafat bahasa 
kontemporer yang mengajarkan metafora terutama sebagai momen 
kreativitas dan penerobosan terhadap proposisi. Jadi, dalam Alkitab, 
metafora memiliki dimensi inkarnasi, penyampaian bahasa yang 
akomodatif dari Allah sang Pencipta kepada makhluk ciptaan -- manusia. 
Penggunaan metafora dalam Alkitab adalah Allah yang merendahkan diri-
Nya berbicara dalam bahasa manusia, sementara manusia postmodern 
berusaha menerobos keterbatasannya dan akhirnya menjumpai jalan buntu 
dan kekacauan yang tidak ada habisnya. Kapan manusia mau belajar untuk 
rendah hati seperti Penciptanya?

"... takkan kekurangan aku" (Mazmur 23:1b). Pengenalan akan Tuhan, 
yang adalah Gembala, merupakan satu proklamasi/pemberitaan bahwa hidup 
saya cukup, bahkan berkelimpahan. Ini merupakan salah satu rahasia 
kebahagiaan, yaitu jika manusia merasakan kecukupan bahkan kelebihan 
dalam hidupnya. Banyak orang kaya tidak pernah merasa cukup (content) 
dengan anugerah Tuhan dalam hidupnya. Demikian juga, banyak selebriti 
yang memiliki ribuan pengagum hidup dalam ketersendirian dan 
keterasingan karena tidak belajar mencukupkan diri. Bukankah kita juga 
kadang menjumpai orang yang selalu melihat kekurangan dan kejelekan 
dalam diri orang lain, orang-orang yang selalu kekurangan ketajaman 
mata untuk menyaksikan kebaikan dan berkat Tuhan dalam diri orang 
lain? Orang demikian tidak pernah puas, baik atas dirinya, atas orang 
lain, maupun atas segala sesuatu, dia adalah orang yang senantiasa 
kekurangan. Tidak demikian halnya dengan orang yang gembalanya adalah 
Tuhan. Hidupnya bukan hanya tidak kekurangan, melainkan mengalirkan 
kelimpahan hidup yang terus-menerus bagi orang-orang yang ada di 
sekitarnya. Kelimpahan ini dijelaskan dalam ayat-ayat berikutnya.

Mazmur 23:2 mengatakan hidupnya takkan kekurangan ketenangan dan 
istirahat (rest). Itulah yang dicari di tengah-tengah generasi yang 
sangat sibuk ini. Kita bekerja di tengah-tengah tekanan kota besar dan 
segala macam permasalahannya. Dan, alangkah banyaknya janji yang 
ditawarkan hanya untuk mendapatkan ketenangan. Itulah kehidupan 
manusia: menjaga keseimbangan antara ketenangan dan kepanikan, stres 
dan kesenangan hidup (leisure), bahkan salah satu strategi quantum 
teaching-quantum learning (yaitu, strategi "merayakan") menganjurkan 
agar setiap kerja keras dihadiahi sebuah perayaan sebagai upahnya. 
Kita bekerja keras, menghadapi berbagai macam tekanan, tetapi tidak 
apa-apa, nanti akan ada waktu untuk menikmati diri sendiri, melakukan 
hobi kita sepuas-puasnya.

Akan tetapi, yang Alkitab ajarkan mengenai "istirahat" adalah 
ketenangan di tengah-tengah badai kehidupan, itulah air tenang yang 
sesungguhnya. Ada seorang penulis yang mengatakan bahwa tatkala 
seseorang bekerja seperti melakukan hobinya, sesungguhnya orang itu 
tidak pernah bekerja. Poinnya adalah banyak orang bekerja dan 
merasakan itu sebagai beban berat dan siksaan hidup yang harus kita 
tanggung (akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa, dan karena itu kita 
perlu pelepasan, yaitu waktu-waktu untuk kesenangan/hobi kita). Akan 
tetapi, mereka yang sanggup menemukan kenikmatan dalam pekerjaannya, 
sesungguhnya seperti tidak bekerja (dalam pengertian bekerja sebagai 
tugas dan kewajiban yang melelahkan). Di situ, dia mengalami 
istirahat, air yang tenang di tengah-tengah kesibukan pekerjaannya.

"Ia menyegarkan jiwaku" (Mazmur 23:3a). Gembala itu tidak hanya 
sanggup menyediakan istirahat bagi domba-domba-Nya, melainkan juga 
kesegaran dan pemulihan jiwa (restore). Istirahat dan ketenangan 
memang sering kali dikaitkan dengan pemulihan kesegaran, baik fisik 
maupun jiwa. Dalam kehidupan yang terus berubah, manusia selalu 
berusaha untuk mencari kesegaran melalui segala sesuatu yang baru, 
yang senantiasa berubah. Contoh yang baik yang bisa mewakili adalah 
mode/fashion. Tiap tahun, ada pergantian mode, dan yang tidak 
mengikuti akan merasa diri kurang ada kesegaran karena tidak mengikuti 
perkembangan zaman. Dan, bukan hanya masalah berdandan, dunia 
pemikiran pun memiliki modenya sendiri, demikian juga dengan 
arsitektur, desain interior, lukisan, musik, dan bidang-bidang yang 
lain.

Kesegaran, pembaruan, perubahan yang terus-menerus. Firman Tuhan 
begitu unik dan khusus karena justru sanggup memberikan kesegaran 
dalam ketidakberubahan (baca: kekekalan). Bukankah Mazmur 23 dari dulu 
sampai sekarang tetap sama? Namun, berjuta-juta manusia telah 
disegarkan olehnya dari zaman ke zaman, waktu ke waktu. Demikian juga 
Yesus Kristus tetap sama, baik dulu, sekarang, dan sampai selamanya, 
tetapi dari Dia kita beroleh kesegaran hidup yang terus-menerus karena 
Dia adalah kebenaran yang hidup, yang tidak berubah tetapi 
mengubahkan. Dunia terus mencari dan menjanjikan kesegaran, tetapi 
kesegaran yang sejati hanya ada di dalam Yesus Kristus dan firman-Nya.

"Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya" (Mazmur 
23:3b). 
Gembala itu juga yang akan memimpin hidup kita di jalan yang 
benar. Kita tidak akan kekurangan pimpinan Tuhan. Namun, mengapa 
banyak orang Kristen sepertinya bergumul dan sulit sekali mengetahui 
kehendak Tuhan? Bahkan, tampaknya kita harus bekerja keras untuk 
mengetahuinya, sementara Tuhan sepertinya kurang tergerak untuk 
menjadikan segala sesuatunya jelas. Kita sangat ingin tahu, tetapi 
Tuhan menjadikannya agak kabur (agar kita tetap belajar beriman dan 
bertekun, itulah jawaban yang sering kali kita terima). Seorang 
penulis Kristen berani mengatakan sebaliknya, yaitu bahwa sesungguhnya 
Tuhan sangat ingin kita mengetahui kehendak-Nya, tetapi sesungguhnya 
kitalah yang tidak sungguh-sungguh mau taat sehingga kehendak-Nya 
seperti terselubung, kabur, tidak jelas, lalu kita terus bertekun agar 
Tuhan berkenan untuk menyatakannya, padahal kita seharusnya lebih 
bertekun untuk menyerahkan seluruh hidup kita dalam pimpinan dan 
kehendak Tuhan yang tidak mungkin salah.

Permasalahannya bukan dalam diri Tuhan, melainkan pada ketidaksiapan 
hati kita jika Tuhan segera menyatakannya. Itu yang pertama. Yang 
kedua, sering kali, kita meminta pimpinan atau kehendak Tuhan secara 
khusus atas hidup kita karena kita takut salah jalan, dan akhirnya 
kita harus menuai malapetaka dan bencana yang harus kita terima, 
akibat salah ambil keputusan. Bukankah persoalan mengetahui kehendak 
Tuhan memang sering kali dibicarakan dalam konteks menikah dengan 
siapa, bekerja di mana, studi jurusan apa, tinggal di kota apa, dan 
sebagainya? Pergumulan itu sering kali berpusat pada keinginan kita 
untuk hidup bahagia dengan risiko hidup yang sekecil mungkin, dan 
bukan oleh karena nama-Nya. Karena itu, pimpinan dan kehendak Tuhan 
itu sering kali masih kabur dan tidak jelas karena Tuhan senantiasa 
menunggu dan ingin membentuk kita menjadi seseorang yang bergumul 
untuk menaati pimpinan-Nya, semata-mata karena nama-Nya (kebahagiaan 
akan diberikan sebagai akibat dan bukan sebagai sesuatu yang kita 
kejar sebagai tujuan hidup).

Kita harus belajar untuk bergumul mengetahui kehendak dan pimpinan 
Tuhan secara khusus atas hidup kita karena hidup kita adalah milik 
Tuhan, dan hanya Tuhanlah yang sanggup memberikan kepada kita 
kepenuhan hidup yang sesungguhnya. Kita bahkan tidak mampu 
membahagiakan diri kita sendiri. Mereka yang mengarahkan hidupnya 
untuk Tuhan, menyerahkan diri sepenuhnya bagi Tuhan, akan menyaksikan 
dalam pengalaman yang hidup bahwa Tuhan adalah gembalanya, yang 
menuntunnya di jalan yang benar. Berbahagialah mereka yang gembalanya 
adalah Tuhan karena mereka tidak akan kekurangan ketenangan dan 
peristirahatan, kesegaran jiwa, dan pimpinan Tuhan. Kiranya Ia 
mengaruniakan kehidupan yang sedemikian dalam diri kita semua.

Mazmur 23:4-6

4 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut 
  bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang 
  menghibur aku.

5 Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau 
  mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.

6 Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; 
  dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.

"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut 
bahaya" (Mazmur 23:4a). Kekayaan hidup Daud diwarnai dengan saat-saat 
berjalan dalam lembah kekelaman. Dataran rendah adalah tempat di mana 
domba-domba menghabiskan waktunya pada musim dingin. Lembah-lembah 
ini, sekalipun kaya dengan padang rumput dan air, merupakan tempat 
yang berbahaya. Binatang buas mengintai dan siap menerkam jika domba 
tidak dilindungi. Demikian pula sinar matahari tidak bersinar dengan 
cemerlang ke bagian lembah ini sehingga lembah ini dapat disebut juga 
lembah bayang-bayang maut. Saat-saat bahaya tidak dapat kita hindarkan 
dalam hidup kita. Akan tetapi, sama dengan saat-saat padang rumput dan 
air yang tenang, di sini pun Tuhan kita hadir dan beserta dengan kita.

Banyak komentator yang menyoroti pergantian kata ganti ketiga (Ia) 
menjadi kata ganti kedua (Engkau) pada ayat ini. Sering kali, justru 
pada saat-saat bahaya dan sulit, relasi kita dengan Tuhan menjadi 
begitu bersifat khusus dan pribadi. Sebaliknya, kita dapat juga 
belajar bahwa pada saat-saat bahaya, sesungguhnya hubungan saya dengan 
Tuhanlah yang paling penting (bahkan lebih penting daripada hubungan 
saya dengan jalan keluar permasalahan). Namun, kita juga ingin 
menyoroti penggunaan kata ganti ketiga yang tidak kalah menarik dengan 
perubahan kata ganti kedua ini. Kata ganti ketiga ini tidak berarti 
hubungan dengan Tuhan sebagai orang atau pribadi ketiga, melainkan 
merupakan sebuah kesaksian hidup (testimonia) bagi sesama manusia. 
Sering kali, mazmur ditulis dengan alur balik yang menceritakan 
pergumulan hidup yang dialami sebelumnya. Demikianlah pengalaman 
lembah kekelaman ini mendorong Daud menyaksikan imannya pada Mazmur 
23:1-3. 
Kehidupan Kristen yang utuh adalah kehidupan yang mengenal 
Tuhan dalam relasi orang kedua (bukan hanya mendengar kata orang) dan 
juga menyaksikan Dia kepada orang-orang yang kita jumpai.

"Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku" 
(Mazmur 23:4b). Kita tidak takut bahaya, takkan kekurangan keamanan, 
perlindungan serta penghiburan Tuhan. Dengan gada dan tongkat, Gembala 
itu memimpin serta memerintah kehidupan domba-domba-Nya. Dengan itu, 
Ia memukul dan mengusir musuh-musuh yang berbahaya, dan dengan itu 
pula, seperti dikatakan oleh Spurgeon, Ia mengoreksi jalan yang salah 
dari domba-domba-Nya. Di sini, ada kerendahan hati dari pemazmur yang 
menyadari bahwa jalan kita tidak selalu sejalan dengan Gembala kita. 
Percaya bahwa Tuhan sanggup dan ingin senantiasa mengoreksi perjalanan 
hidup kita adalah penghiburan yang besar.

"Engkau menyediakan (prepare) hidangan bagiku, di hadapan lawanku" 
(Mazmur 23:5a). Seorang gembala yang baik akan mempersiapkan terlebih 
dahulu sebelum domba-dombanya dibawa ke dataran tinggi untuk makan. Ia 
akan menyingkirkan bahaya-bahaya yang ada di sekitarnya, seperti 
mencabut tanaman-tanaman yang beracun dan mengusir pemangsa-pemangsa 
liar. Demikian pula pada zaman kuno, para gembala menggunakan campuran 
minyak untuk melindungi domba-dombanya dari serangga, selain untuk 
menyembuhkan penyakit kulit yang diakibatkan karena infeksi. Kita 
takkan kekurangan pemeliharaan Tuhan, yang senantiasa setia 
menyediakan dan mempersiapkan apa yang sungguh-sungguh kita perlukan.

Pemenuhan kebutuhan ini dikaitkan dengan pengurapan minyak, yang dalam 
bahasa Alkitab melambangkan sukacita, sukacita yang penuh melimpah. 
Perhatikanlah kata "penuh melimpah". Inilah yang banyak disoroti dalam 
tulisan orang-orang Kristen yang saleh karena memang merupakan ciri 
khas kehidupan Kristen yang sesungguhnya. Bukan sekadar sukacita yang 
biasa-biasa saja, melainkan sukacita dalam segala kepenuhan dan 
kelimpahan. Kehidupan Kristen yang diberkati adalah kehidupan yang 
meluber keluar (overflow) karena kepenuhan Kristus. Hidup Kristen 
bukanlah suatu kehidupan yang diusahakan dengan susah payah, sampai 
akhirnya suatu saat orang tersebut akan "burned out", putus asa, 
pesimis, dan depresi karena tidak mencapai target yang ditetapkan 
sendiri. Tidak demikian, melainkan satu kehidupan yang mengalirkan 
sukacita dan berkat Tuhan yang memancar memenuhi kehidupan orang lain.

"Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku" 
(Mazmur 23:6a). Allah yang kita percaya adalah Allah yang positif, 
Allah kebaikan dan kemurahan hati (God of goodness and of mercy). 
Kebaikan dan kemurahan dialami oleh Daud, baik pada saat pengalaman 
rohani yang puncak maupun dalam lembah kekelaman. Itu tidak menjadikan 
Daud menjadi seseorang yang penuh dengan kepahitan dan kekecewaan, 
melainkan membentuk dia menjadi orang percaya yang mempunyai gambaran 
yang begitu indah akan Allahnya. Begitu banyak orang mempertanyakan 
kebaikan Allah setelah mengalami saat-saat yang sulit dalam hidupnya. 
Namun, barangsiapa tetap percaya akan penyertaan Tuhan dalam setiap 
momen hidupnya akan mampu mengatakan bersama dengan Daud bahwa 
sesungguhnya Ia Mahabaik dan Mahamurah.

"Dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa" (Mazmur 23:6b). 
Tuhan sudah menyediakan tempat tinggal kekal bagi mereka yang percaya 
dalam nama-Nya. Ini menjadi keyakinan pemazmur sekaligus mengarahkan 
mata hatinya untuk senantiasa memandang ke depan karena ia tahu pada 
akhirnya adalah tinggal bersama dengan Tuhan selama-lamanya; suatu 
keyakinan iman yang sanggup membawa siapa saja untuk mengarungi 
kehidupan yang sementara ini. Kekuatan harapan mendorong kita untuk 
terus berjalan dan berkarya sebagai seorang musafir yang terus 
berkelana di dunia ini. Salah satu musik yang terindah dari Mazmur 23 
ini ditulis oleh Franz Schubert, seorang komponis zaman Romantik, yang 
mengakhiri lagu ini dengan melodi kromatik pada suara sopran 2 pada 
kata "Ewigen Haus" (rumah yang kekal). Melodi ini mengekspresikan 
perasaan kerinduan yang dalam (yearning quality) sekaligus gerakan 
menuju kepada kekekalan, ditutup dengan akord tonika dasar (bukan 
major 7th) karena harapan itu begitu pasti dan kokoh, tidak 
terguncangkan. Kiranya Tuhan mengaruniakan kepada kita kehidupan yang 
sedemikian!

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Ajarlah Kami Bergumul
Judul bab: Mazmur 23
Penulis: Billy Kristanto
Penerbit: Momentum, Surabaya 2010
Halaman: 96 -- 106


Kontak: reformed(at)sabda.org
Redaksi: Ayub, Yulia Oeniyati, dan N. Risanti
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >


______________________________e-Reformed______________________________
Kontak Redaksi: < reformed(a t)sabda.org >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Arsip e-Reformed: < http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed >
SOTeRI: < http://soteri.sabda.org/ >
Situs YLSA: < http://www.ylsa.org/ >
Situs SABDA Katalog: < http://katalog.sabda.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org