Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/124

e-Reformed edisi 124 (1-2-2012)

Pandangan Tentang Waktu

______________________Milis Publikasi e-Reformed______________________

DAFTAR ISI:
ARTIKEL: PANDANGAN TENTANG WAKTU
STOP PRESS: PENDAFTARAN KELAS PESTA PASKAH 2012

Dear e-Reformed Netters,

Setelah sekian lama tidak berjumpa, senang sekali akhirnya kami bisa
menjumpai lagi para pelanggan e-Reformed. Doa kami, kiranya Anda
memaafkan keabsenan e-Reformed selama satu setengah tahun terakhir ini
dan menyambut baik kemunculan kembali e-Reformed di tahun 2012.

Edisi Januari 2012 di bawah ini ingin mengajak Anda untuk merenungkan
kembali tentang konsep WAKTU, sebuah artikel yang kami ambil dari buku
yang berjudul "Waktu dan Hikmat" yang merupakan transkrip khotbah dari
Pdt. Dr. Stephen Tong.

Melalui perenungan artikel ini saya berharap Anda akan lebih
berhati-hati menggunakan waktu Anda, dan menggunakannya untuk sesuatu
yang bermakna kekal. Kalau selama ini Anda hanya melewatkan waktu
seadanya saja, tanpa dipikirkan, semoga setelah membaca artikel ini
Anda bertobat dan bisa menjadi lebih berhikmat karena tahu bahwa waktu
adalah anugerah kesempatan yang Tuhan berikan untuk melakukan apa yang
berkenan kepada-Nya, yaitu memuliakan nama-Nya. Mari kita menjalani
tahun 2012 dengan cara pandang waktu yang alkitabiah sehingga Tuhan
dimuliakan melalui hidup kita dan kita tidak memakai hidup kita dengan
sia-sia.

Selamat menyimak.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Yulia Oeniyati
< yulia(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >

                   ARTIKEL: PANDANGAN TENTANG WAKTU

"Kita perlu pula memikirkan kembali pandangan orang-orang dunia
mengenai waktu. Mereka sering berkata, `Time is Money` -- Waktu adalah
uang."

Apakah Waktu Itu?

Agustinus mengakui, "Kalau ditanyakan pada saya, baru saya sadar bahwa
saya tidak mengerti apa itu waktu." Seorang sastrawan China pernah
mengatakan, "Waktu adalah sesuatu yang tidak kelihatan, tetapi begitu
nyata." Pada waktu kita berjalan, waktu itu lewat di antara kaki kita.
Pada waktu kita tidur, "waktu" sedang lewat di sekitar tempat tidur
kita. Ini semua memberikan keinsafan kepada kita, bahwa waktu sedang
kita pakai, baik secara sadar maupun tidak. Kita sedang menjelajah di
dalam sejarah, memakai waktu yang diberikan Tuhan kepada kita.

Di dalam sejarah filsafat, kita melihat pada abad ke-20, kesadaran dan
kepekaan tentang waktu yang ditulis oleh banyak orang. Salah seorang
pemikir terbesar dari Jerman di abad ke-20, yang bernama Martin
Heidegger (1889-1976), menulis buku "Being and Time" (1927) --
Keberadaan dan Waktu, yang tebalnya lebih dari 1500 halaman.
Kesimpulannya, manusia harus hidup secara otentik, hidup di dalam
waktu. Tetapi para penganut eksistensialisme yang lebih pesimis
mengatakan bahwa, keadaan dari keberadaan akan ditelan oleh
ketidakberadaan. Maksudnya, ketika waktu kita selesai, kita akan
menjadi nihil. Ini bukan konsep Kristen, tetapi konsep ini sudah
muncul dalam pemikiran beberapa tokoh eksistensialisme sayap kiri yang
atheis, seperti Jean-Paul Sartre (1905-1980). Inilah pemikiran orang-
orang yang belum mengenal kebenaran, keberadaan manusia menuju kepada
keberadaan yang nihil atau kosong. Artinya, sekarang kita ada, hidup
dan menikmati segala sesuatu. Tetapi, pada suatu hari, pada waktu kita
mati, segalanya selesai dan tidak ada apa-apa.

Kita sudah belajar bahwa salah satu hal yang paling sulit untuk kita
mengerti mengenai waktu adalah realitas waktu itu sendiri. Ada
beberapa butir yang penting mengenai waktu. Pertama, waktu merupakan
sesuatu esensi proses di dalam dunia yang relatif; waktu berkaitan
dengan proses. Segala sesuatu yang berada di dalam proses tidak
bersifat mutlak. Ini dalil yang sangat penting. Hanya Allah yang
bersifat mutlak. Allah adalah Pencipta langit dan bumi; Dia telah
menciptakan dunia relatif, maka Dia sendiri tidak terikat atau
terbatas di dalam dunia relatif. Itulah sebabnya Allah tidak
memerlukan proses; Dia adalah "I Am that I Am" -- Yang Ada dan Kekal
Sampai Kekal, Yang Tidak Berubah. Tetapi kita semua yang diciptakan di
dalam dunia mengalami proses, dan di dalam proses kita memerlukan
waktu, dan proses mengalami suatu esensi waktu. Itulah sebabnya, waktu
adalah esensi dari proses di dalam dunia relatif.

Kedua, waktu merupakan suatu harta milik yang bersifat paradoks dan
eksistensi kita. Uang, rumah, mobil, emas, dan segala sesuatu yang
kita miliki merupakan harta milik kita di luar diri kita, tetapi waktu
merupakan harta milik di dalam diri kita. Jadi, waktu merupakan
sesuatu yang begitu penting dan serius, karena waktu adalah harta
milik yang selalu dijalankan oleh manusia. Banyak orang mementingkan
uang, harta di luar diri mereka, dan menggantinya dengan harta di
dalam diri mereka; sering kali mereka merasa menjadi orang yang sangat
pandai karena bisa mendapatkan banyak uang. Namun, pada saat mereka
kehilangan waktu yang ada dalam diri mereka untuk mendapatkan sesuatu
yang nilainya kurang daripada waktu, mereka sebenarnya adalah
orang-orang bodoh. Setelah mereka mendapatkan segala sesuatu, pada
waktu mereka akan mati, mereka baru menyadari bukan saja semua itu
tidak bisa dibawa mati, tetapi juga mereka sudah menghamburkan waktu
yang penting untuk hal yang tidak bernilai kekal.

Uang memang penting dan kita perlukan, tetapi uang tidak pernah
menjadi lebih penting daripada hidup kita. Mengapa kita harus
menghabiskan waktu berpuluh-puluh tahun hanya untuk uang; beruang
hanya untuk satu nilai? Salah satu penilaian yang paling tidak
bernilai adalah penilaian yang diwarisi oleh kebudayaan Tionghoa,
"Nilai satu-satunya adalah uang." Apakah bangsa yang paling
mementingkan (mengejar) uang menjadi bangsa yang terkaya di dunia?
Belum tentu! Sayang sekali, jika manusia tidak memunyai tujuan hidup
yang lain, kecuali mencari uang; mereka sebenarnya adalah orang-orang
miskin. Kita tidak boleh lupa, waktu yang ada pada kita adalah harta
milik yang sangat penting dan paling berharga, dan yang tidak dapat
digantikan oleh apa pun.

Musa begitu sadar akan hal ini. Dia adalah orang pertama yang mendapat
wahyu Tuhan tentang ciptaan, tentang segala perubahan, tentang banjir
besar pada zaman Nuh, tentang permulaan dosa dan kematian, dan dia
orang pertama yang mencatat sejarah manusia. Waktu Musa mencatat, dia
menyadari orang pertama (Adam) 930 tahun umurnya, yang paling tua
(Metusalah) 969 tahun. Nuh 950 tahun, Abraham 175 tahun, Harun 123
tahun, dan Musa sendiri 120 tahun. Sedangkan orang-orang sezamannya
kebanyakan hanya berusia 70 sampai 80 tahun. Dari sinilah Musa
memunyai kesadaran yang belum pernah ada pada orang lain. Kesadaran
ini begitu dalam di dalam diri Musa, sehingga dia menuliskan, "Tuhan,
hari-hari kami dihanyutkan, dihanguskan di dalam gemas dan kemarahan-Mu".

Konsep waktu kita mengerti dengan jelas pada waktu kita memunyai
keadaan yang memiliki relasi dengan Tuhan Allah. Kalau kita tidak
hidup tanpa kesadaran eksistensi menghadap Tuhan Allah, kita akan
hidup tanpa kesadaran akan waktu. Inilah perbedaan antara manusia
dengan binatang. Manusia diciptakan bagi Allah, dengan pengertian dan
kesadaran menghadap Allah, maka manusia memunyai kemungkinan kesadaran
akan waktu, sedangkan binatang tidak. Binatang tidak pernah sadar
bahwa waktu sedang memproses mereka menjadi tua dan mati. Musa adalah
orang yang paling mengerti paradoks tentang waktu ini.

Ketiga, waktu merupakan suatu realitas yang berhubungan dengan ruang.
Semua yang diciptakan Allah memunyai tiga unsur yang paling penting,
yaitu ruang, waktu, dan eksistensi. Ruang dan waktu merupakan wadah
eksistensi segala yang diciptakan Allah. Maksudnya, Allah menciptakan
segala sesuatu dan segala sesuatu itu ditaruh di dalam dua wadah,
yaitu ruang dan waktu. Sering kali kita hanya memikirkan ruang sebagai
wadah, padahal waktu pun merupakan wadah. Jadi, ruang dan waktu
merupakan wadah yang menampung eksistensi kita; ini penting kita
sadari. Di surat kabar, kedua wadah ini secara tidak sadar diakui,
hari ini tanggal..., terbit... halaman. Demikian juga di batu-batu
nisan, lahir di...,	tanggal/tahun...

Banyak orang hanya memikirkan soal ruang; sudah berapa luas tanah yang
mereka beli, rumah yang mereka miliki, uang dan kekayaan yang mereka
punyai, dan sebagainya. Sedangkan soal waktu mereka sama sekali buta.
Mengapa sering kali manusia hanya melihat ruang sebagai wadah dan
kurang bisa memandang waktu juga sebagai wadah? Karena sebagai wadah,
ruang kelihatan lebih konkret dibandingkan dengan waktu. Orang yang
bijaksana memunyai kepekaan terhadap waktu, dan waktu dengan ruang
diseimbangkan; orang ini akan memunyai kekuatan yang luar biasa di
dalam hidupnya.

Pengertian dan kesadaran akan waktu ini penting sekali. Dan kalau kita
mau menggarap pekerjaan Tuhan, kita tidak boleh membuang-buang waktu
hanya untuk perselisihan dan saling mengkritik. Ada orang yang
demikian sempit di dalam memandang Kerajaan Allah. Paulus berkata,
"Asal Injil (Kristus) diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun
dengan jujur." (Filipi 1:18) Dia melihat waktu lebih penting daripada
metode dan yang lainnya. Tetapi ini tidak berarti motivasi kita di
dalam melayani Tuhan tidak penting, karena kita akan bertanggung jawab
di hadapan Tuhan.

Keempat, waktu merupakan kebutuhan bagi benda bergerak di dalam ruang.
Pada waktu suatu benda di dalam ruang bergerak, mendatangkan dimensi
yang keempat. Apakah hal-hal rohani termasuk dimensi keempat? Bukan,
karena hal-hal rohani termasuk dimensi tidak terbatas. Kalau kita
mengerti hal-hal rohani hanya di dalam dimensi keempat, ini akan
menjadi sangat sempit (dangkal). Sebenarnya, istilah dimensi keempat
ini sudah dipakai di dalam bidang fisika sebelum tahun empat puluhan
oleh Albert Einstein; dia mengatakan bahwa ruang adalah tiga dimensi,
tetapi waktu termasuk dimensi keempat. Pada waktu titik bergerak
menjadi garis, garis bergerak menjadi bidang, bidang bergerak menjadi
ruang, dan pada saat ruang bergerak memerlukan waktu; inilah yang
dimaksud oleh Einstein sebagai dimensi keempat.

Dimensi keempat ini hanyalah merupakan suatu pelengkap dimensi ketiga
(ruang); keduanya sama-sama diciptakan Allah sebagai wadah bagi
ciptaan. Sedangkan hal-hal rohani, hubungan kita dengan Tuhan,
termasuk dimensi tidak terbatas, jauh lebih tinggi daripada dimensi
keempat; semua yang terbatas tidak mungkin mengerti hal rohani. Di
dalam peribahasa Tionghoa kuno, alam semesta dilukiskan dengan dua
istilah. Istilah pertama, berarti atas, bawah, dan keempat sudut.
Istilah kedua berarti dulu, sekarang, dan selama-lamanya. Atas, bawah,
dan keempat sudut melukiskan ruang. Dulu, sekarang, dan seterusnya
melukiskan garis waktu. Maka, ruang dan waktu membentuk alam semesta.
Demikianlah waktu merupakan dimensi yang keempat, yang memperlengkapi
ketiga dimensi lain yang menjadi unsur pertama.

Pada waktu Musa sudah tua, dia mengetahui usianya sudah cukup panjang,
dan dia sadar waktu hidupnya sudah semakin singkat. Dia mau masuk ke
dalam tanah yang dijanjikan Tuhan; waktunya sudah terbatas, tetapi
ruangnya masih banyak sekali. Lalu dia mohon kepada Tuhan, "Izinkanlah
aku masuk ke tanah yang Kau janjikan itu." Tetapi Tuhan berkata,
"Tidak, karena engkau pernah tidak menguduskan Aku di hadapan umat-Ku"
(Bilangan 27:12-14; Ulangan 3:23-27, 32:48-52). Tuhan hanya
memerintahkan Musa naik ke puncak gunung Pisga dan memandang tanah
perjanjian itu, tetapi dia tidak diperkenankan masuk ke sana; ruangnya
bisa dilihat, tetapi waktunya tidak ada lagi.

Kelima, waktu merupakan suatu wadah untuk menampung segala peristiwa
sejarah. Sejarah dicatat dalam buku, tetapi sejarah tidak ditampung di
dalam buku, melainkan di dalam waktu. Waktu membentuk sejarah. Waktu
dan kejadian-kejadian yang berada di dalam kelangsungan proses waktu
membentuk keseluruhan sejarah; dan ini merupakan suatu hal yang sangat
serius. Wells, seorang sejarawan Inggris yang bukan Kristen, pernah
berkata, "Setiap titik dari sejarah demikian dekat pada Allah."
Sayangnya, kita tidak memunyai kesempatan untuk menanyakan apa maksud
perkataannya itu sebenarnya. Tetapi kebanyakan orang yang menyelidiki
sejarah memang memunyai kepekaan yang luar biasa tentang waktu.
Mengapa tidak semua yang terjadi di dalam waktu dicatat sebagai
sejarah? Karena dianggap tidak bermakna. Hanya kejadian-kejadian yang
bermakna yang dikumpulkan dan dicatat sebagai sejarah.

Di dalam bahasa Yunani (bahasa yang dipakai Allah untuk mewahyukan
kebenaran Kitab Suci), kata yang dipakai untuk waktu ada dua, yaitu
"kronos" dan "kairos". "Kronos" adalah urutan waktu, sedangkan
"kairos" menunjukkan hakikat waktu. Orang Yunani sangat peka mengenai
waktu, sehingga waktu dibagi ke dalam 64 tense. Bahasa Inggris
memunyai 16 tense. Bahasa Indonesia tidak mengenal sistem seperti ini.
Kalau kita mempelajari kebudayaan Yunani sebelum Kristus datang ke
dunia, kita akan merasa kagum. Di dalam seni, mereka berusaha memakai
ruang untuk menangkap waktu, dan hal ini diwariskan sampai
Renaissance, bahkan hingga zaman modern. Lukisan, ukiran, dan
patung-patung seni yang bermutu selalu berusaha menggabungkan ruang
dan waktu. Banyak karya seni yang tinggi mencetuskan filsafat atau
pikiran orang-orang yang berbobot, dan mengajar kita sebagai manusia
yang pernah hidup di dalam dunia, untuk tidak membiarkan waktu kita
lewat bersama ruang yang sekaligus menjadi wadah (penampung) dari
eksistensi kita. Apalagi sebagai orang Kristen, kita harus memunyai
kepekaan mengenai waktu yang melebihi orang-orang yang bukan Kristen.

Konsep Mengenai Waktu

Kita perlu memikirkan kembali pandangan orang-orang dunia mengenai
waktu. Mereka sering berkata, "Time is Money" -- waktu adalah uang.
Pepatah ini bodoh sekali. Waktu bukan uang; kalau waktu adalah uang,
maka kita bisa menukar waktu dengan uang. Ada peribahasa mengatakan,
"Lebih mudah mencari uang dengan waktu, tetapi tidak mudah dengan uang
mencari waktu." Pepatah Tionghoa kuno mengatakan, "Satu inci waktu
sama dengan satu inci emas nilainya, tetapi satu inci emas tidak bisa
menggantikan satu inci waktu." Kalau orang di Barat berkata, "Time is
Money", maka orang di Timur (Tionghoa) berkata "Time is money, but
money is not time". Kalau waktu bukan uang, bagaimanakah kita
memandang waktu?

1. Waktu adalah Hidup

Berapa panjang hidup kita, itulah seberapa panjang waktu kita; selesai
hidup kita, selesai pula waktu kita; berhentinya eksistensi kita
ditentukan berhentinya waktu yang ada pada kita. Kalau kita
benar-benar mencintai diri kita sendiri, cintailah waktu yang ada
pada hidup kita sendiri. Apa yang dapat kita kerjakan sekarang, jangan
tunda sampai besok; apa yang bisa kita pelajari di masa muda, jangan
tunggu sampai tua. Berapa banyak orang yang menyesali hidupnya;
mengeluh karena tidak mungkin memutar kembali (mengembalikan) sejarah
atau waktu yang sudah lewat. Penyesalan merupakan suatu kesedihan yang
perlu kita prihatinkan, tetapi kita tidak memunyai daya apa-apa untuk
menolong, karena penyesalan berarti mengakui ketidakberdayaan diri
kita yang berada di dalam keterbatasan. Agar hidup kita tidak penuh
penyesalan, kita harus cepat-cepat mengerjakan apa yang Tuhan inginkan
kita kerjakan sekarang.

2. Waktu adalah Kesempatan.

Sebenarnya waktu lebih daripada kesempatan, tetapi setiap kesempatan
tidak mungkin berada di luar waktu. Semua kesempatan berada di dalam
waktu. Hal ini tidak berarti kita boleh memilih setiap kesempatan
berdasarkan interes (keinginan/kecenderungan) kita sendiri, tetapi
kita harus peka terhadap pimpinan Tuhan, lalu kita menangkap semua
kesempatan yang penting.

Di dalam mitologi Yunani, dewa kesempatan dilukiskan dengan kepala
botak di bagian belakang dan rambutnya hanya di bagian depan, dan
memunyai sayap di kakinya, sehingga dewa kesempatan berjalan cepat
sekali. Dewa kesempatan jarang lewat, maka manusia harus mencarinya.
Kalau dewa kesempatan itu lewat dan manusia berusaha mengejarnya; ia
tidak mungkin dapat mengejarnya, karena ia memunyai sayap di kakinya.
Lagi pula kita tidak bisa menangkapnya dari belakang, karena kepala
bagian belakangnya botak. Tetapi kalau manusia sudah bersiap-siap
untuk menangkapnya sebelum dia tiba, dan begitu dia tiba langsung
menangkapnya, masih bisa menangkapnya dengan memegang rambutnya yang
di depan. Kita tidak memercayai mitologi mana pun, tetapi di dalam
mitologi seperti itu ada pelajaran yang bisa kita dapatkan. Hal ini
digabungkan dengan tiga kalimat, "Orang bodoh selalu membuang
kesempatan; orang biasa menunggu kesempatan; orang pandai (bijaksana)
mencari kesempatan". Kalau hari ini kesempatan itu datang, biarlah
kita sudah bersiap-siap menangkapnya. Ketika banyak kesempatan yang
disodorkan kepada kita, kita harus memilih yang terpenting.

Hidup kita hanya sekali; kita tidak kembali lagi setelah mati. Kita
harus mengerjakan apa yang Tuhan ingin kita lakukan selama hari masih
siang, sebab pada waktu malam tidak ada seorang pun dapat bekerja
(band. Yohanes 9:4).

3. Waktu adalah Catatan (Red: "legacy")

Yakni catatan segala sesuatu di dalam hidup pribadi kita
masing-masing. Tidak ada yang lebih serius dibandingkan dengan waktu,
karena segala sesuatu dicatat di dalam waktu; segala sesuatu akan dan
harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Pencipta, Penebus, dan Hakim
kita yang agung. Segala yang kita pikirkan dan kerjakan pasti akan
memperhadapkan kita kepada Tuhan Allah, dan pada waktu itu kelak tidak
ada seorang pun dapat menolong kita. Biarlah sekarang juga kita
bertobat, meninggalkan segala dosa, memperbaiki kehidupan kita
masing-masing, dan serahkan diri kepada Tuhan. Selama kita masih ada
waktu untuk hidup, selama masih bereksistensi, selama masih diberikan
kesempatan oleh Tuhan, biarlah kita gunakan waktu kita sebaik-baiknya.

Kita tidak mengetahui hidup kita di dunia ini berapa lama. Marilah
kita masing-masing menanyakan diri kita sendiri, "Sebelum saya pergi
menuju kekekalan, menghadap Tuhan, apa yang sudah saya persiapkan dan
yang akan saya persembahkan kepada-Nya?" Biarlah setiap kita memunyai
kesadaran akan waktu.

Diambil dari:
Judul buku: Waktu dan Hikmat
Judul bab: Pandangan Tentang Waktu
Penulis: Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit: Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta 1994
Halaman: 29 -- 38

        STOP PRESS: PENDAFTARAN KELAS DISKUSI PESTA PASKAH 2012

Apakah Anda ingin merayakan Paskah dengan lebih bermakna? Menjelang
peringatan perayaan Paskah 2012, Yayasan Lembaga SABDA melalui PESTA
(Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam) < http://pesta.org >
membuka kelas diskusi khusus Paskah, yang akan mempelajari pokok-pokok
penting tentang karya penebusan Kristus. Kami berharap melalui kelas
diskusi ini peserta semakin memahami makna Paskah yang sejati,
sehingga perayaan Paskah tidak hanya sekadar tradisi saja. Kelas ini
terbuka untuk orang Kristen awam yang rindu belajar. Kelas diskusi
akan dimulai pada 22 Februari 2012.

Segera daftarkan diri Anda sekarang juga dalam kelas diskusi PESTA
Paskah 2012 dengan mengirimkan email ke: < kusuma(at)in-christ.net >

Kontak Redaksi: < reformed(at)sabda.org >
Redaksi: Yulia Oeniyati, Novita Yuniarti, Yonathan Sigit, dan Desi Rianto
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/reformed >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(at)hub.xc.org >

______________________________e-Reformed______________________________
Anda terdaftar dengan alamat: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Kontak Redaksi: < reformed(at)sabda.org >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(at)hub.xc.org >
Arsip e-Reformed: < http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed >
SOTeRI: < http://soteri.sabda.org/ >
Situs YLSA: < http://www.ylsa.org/ >
Situs SABDA Katalog: < http://katalog.sabda.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org