Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/113

e-Reformed edisi 113 (27-7-2009)

Tujuh Langkah Menuju Hidup yang Bijaksana

 
Dear e-Reformed Netters,

Banyak orang Kristen telah diracuni dengan pandangan yang mengatakan 
bahwa kehidupan pribadi, termasuk kehidupan rohani, adalah "privasi". 
Orang lain tidak berhak ikut campur di dalamnya. Secara sekilas, 
pandangan itu kelihatannya arif dan bijaksana. Karena itu, banyak 
orang yang tidak senang ketika ada saudara seiman mulai mengusiknya 
dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini.

  "Bagaimana hubunganmu dengan Tuhan akhir-akhir ini?" "Apa yang kamu 
  dapatkan dari saat teduhmu hari ini?" "Kapan terakhir kali kamu 
  mengaku dosa di hadapan Tuhan?"

Meski menjawab dengan senyum-senyum, dalam hati, mereka pasti jengkel, 
dan kemudian secara diam-diam mulai mengumpat.

  "Apa urusannya menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu?" "Wah 
  ..., sok rohani banget dia itu." "Bokap gua aja nggak pernah nanya 
  yang begituan. Apa sih maunya?"

Bahkan, bukan hanya orang Kristen awam saja yang jadi uring-uringan 
ketika menghadapi pertanyaan-pertanyaan rohani yang sulit dan keras 
seperti itu, gereja dan pendeta pun tidak kalah geramnya. Coba Anda 
bertanya kepada orang yang berkepentingan di gereja dengan pertanyaan 
seperti ini.

  "Mengapa saya merasa tidak bertumbuh di gereja ini?" "Mengapa gereja 
  tidak lagi mengkhotbahkan firman Tuhan?" "Mengapa sudah lama sekali 
  saya tidak mendengar teguran tentang dosa di gereja ini?"

Bukannya mendapat jawaban yang jujur dan benar, kita justru akan 
diserang balik dengan jawaban atau pertanyaan yang mematikan.

  "Kalau kamu tidak bertumbuh, itu urusan pribadimu, jangan 
  menyalahkan gereja." "Tidak baik menjadi orang yang suka mengkritik 
  gereja atau khotbah pendeta. Memangnya kamu bisa berkhotbah lebih 
  baik dari pendeta itu?" "Urusan dosa itu urusan pribadi, tidak perlu 
  digembar-gemborkan di depan semua orang."

Artikel yang saya kutipkan untuk Anda di bawah ini memberikan tujuh 
langkah untuk hidup bijaksana sehingga Anda dapat menghindarkan diri 
dari mengikuti sikap hidup yang saya gambarkan di atas (yang disebut 
oleh penulisnya sebagai sinkretisme). Mari kita simak ketujuh langkah 
ini dan mulai mempraktikkannya!

1. Mulailah pelajari dengan sungguh-sungguh karakter Allah.
2. Jalani kehidupan Anda dengan mawas diri.
3. Lakukan saat teduh pribadi secara teratur.
4. Bentuklah cara pikir yang berbeda dengan cara pikir duniawi.
5. Akuilah sepenuhnya otoritas Alkitab.
6. Mulailah bedakan antara prinsip Alkitab dengan norma-norma budaya.
7. Kembangkanlah hidup yang mau memberikan pertanggungjawaban, baik 
   pada diri sendiri maupun orang lain.

Jika Anda menjalankan ketujuh langkah tersebut, Anda akan dapat 
menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan keras dengan hati yang 
bijaksana, dengan lapang dada dan tidak dengan sikap memusuhi. 
Seharusnya Anda justru bersyukur karena menyadari ternyata masih ada 
saudara-saudara seiman yang peduli dengan Anda dan hidup Anda.

Selamat merenungkan!

In Christ,
Yulia < yulia(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org/ >
< http://blog.sabda.org >

======================================================================

               TUJUH LANGKAH MENUJU HIDUP YANG BIJAKSANA

DUA BAGIAN KEBIJAKSANAAN

John Calvin, yang memainkan peran utama dalam pengembangan pemikiran 
Barat selama era Reformasi, juga dikenal sebagai sosok yang ramah dan 
pandai dalam membina persahabatan.

Ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk meneliti dan menyusun topik-
topik Alkitab ke dalam pola yang rapi dan logis. Dia terus menambahkan 
pemikirannya sehingga hasil akhir bukunya yang besar dan berat yang 
berjudul, "The Institutes of the Christian Religion" (Institusi Agama 
Kristen), berisi lebih dari 1.500 halaman. Semua teolog yang hebat, 
mau tidak mau, harus mempertimbangkan pemikiran-pemikiran Calvin.

Dampak karyanya terhadap semua agama, apalagi melihat panjangnya karya 
itu, membuat kata pengantar dalam karya tulisannya menjadi istimewa 
dan semakin penting. Kata pengantarnya patut mendapat pertimbangan 
khusus. Calvin menulis: "Hampir semua kebijaksanaan yang kita miliki, 
yaitu kebijaksanaan yang benar dan mendalam, terdiri dari dua bagian 
saja: pengetahuan mengenai Tuhan dan pengetahuan mengenai diri kita 
sendiri."

Dengan terus mencari tahu dan mengusahakan pengetahuan tentang Tuhan 
dan pengetahuan mengenai diri sendiri, kita dapat terbang tinggi 
menuju horizon kedamaian, makna, dan tujuan yang kekal. Rahasia 
objektivitas, pertumbuhan, dan kebijaksanaan rohani adalah mencari 
Allah seperti apa adanya Dia dan memeriksa kehidupan kita sendiri 
dengan saksama.

Itu semua adalah unsur-unsur penting yang membangun kehidupan bahagia 
dan memuaskan. Bagaimana kita mencapai hal itu? Apakah tujuan akhir 
usaha kita? Jawaban yang paling benar adalah kebijaksanaan. 
"Kebijaksanaan adalah segala-galanya, karenanya perolehlah 
kebijaksanaan" (Amsal 4:7). Yang dimaksud di sini bukan kebijaksanaan 
duniawi, melainkan kebijaksanaan yang berasal dari Tuhan.

Kebijaksanaan -- mengenal diri sendiri dan Allah seperti apa adanya 
Dia -- akan menghubungkan kita dengan rancangan kekal dari Pribadi 
yang menciptakan kita. Mari kita lihat tujuh hal penting yang bisa 
dilakukan umat Kristen agar tidak menciptakan sinkretisme. Tujuh cara 
ini sekaligus menjadi daftar langkah-langkah yang disarankan, yang 
akan membimbing kita menuju sebuah kehidupan yang bijaksana.

1. MEMPELAJARI KARAKTER ALLAH

Selama bertahun-tahun, saya mendengar beberapa orang yang sangat 
rohani mengatakan kira-kira seperti ini: "Jika Anda benar-benar ingin 
dekat dengan Tuhan, cara terbaik yang dapat Anda lakukan adalah 
mengenali dan mempelajari atribut-atribut-Nya." Saya mendapati hal ini 
benar. Saat kita berhasil menembus kecemerlangan karakter dan atribut 
Allah, sebuah dunia pemahaman rohani yang utuh, baru, dan kaya akan 
terbuka bagi kita.

Kita mempelajari atribut-atribut Allah untuk menemukan siapa 
sebenarnya Dia. Kalau kita tidak berusaha mengenal-Nya, maka kita 
hanya sekadar menjadi orang Kristen tradisi. Orang Kristen tradisi 
berusaha mengenal Allah sebagaimana yang mereka inginkan (yang mereka 
ciptakan), bukan Allah seperti apa adanya Dia. Allah bukanlah Allah 
yang kita ciptakan dalam pikiran kita. Allah adalah Allah, yang tidak 
berubah. Tidak ada tugas yang lebih mulia daripada menyerahkan harapan 
dan presuposisi kita di hadapan takhta anugerah dan rahmat-Nya ... 
sehingga kita dapat semakin mengenal-Nya ... sehingga kita sungguh-
sungguh mengenal-Nya.

Kesan-kesan pertama kita tentang Tuhan Allah dibentuk oleh budaya 
kita: tempat kita lahir, siapa orang tua kita, agama yang kita 
praktikkan, kemampuan kita, dan kekecewaan kita. Kata "Bapa" sangat 
kaya akan makna karena artinya sangat terkait dengan pengalaman kita 
dengan bapak duniawi yang kita miliki. Ini berarti kita harus 
mencurahkan waktu yang banyak untuk mengubah konsep lama kita, sambil 
mengisi hidup baru kita dengan ajaran yang benar mengenai Tuhan.

Tidak banyak orang yang berusaha untuk mencapai kehidupan yang 
bersemangat untuk senantiasa taat pada Allah dan mengenal Allah. 
Menurut Anda, berapa banyak orang yang demikian? Zaman kita sekarang 
ini adalah zaman yang buta Alkitab. Menurut grup riset Barna (Barna 
Research Group), 93% rumah tangga di Amerika memiliki Alkitab, tetapi 
hanya 12% saja yang membacanya setiap hari.

Jika kita memiliki pandangan yang sinkretis mengenai Allah sebagaimana 
adanya Dia, maka kita tidak mengenal Allah, melainkan allah.

[Pertanyaan diskusi:] 

Seberapa baik Anda dapat menggambarkan karakter dan atribut Allah?

2. MENJALANI KEHIDUPAN YANG MAWAS DIRI

Seorang pemuda Kristen yang hampir mencapai usia 30 tahun mengeluh, 
"Saya telah menjadi orang yang sangat tidak peduli dan sinis. Di 
rumah, saya seperti Jekyll yang baik hati, tetapi di kantor, saya 
seperti Hyde yang jahat. Saya khawatir jika saya tidak melakukan 
perubahan yang radikal sekarang ini, mungkin nantinya saya tidak akan 
pernah dapat berubah."

Bagi banyak orang, apa yang tampaknya menyenangkan ternyata merupakan 
suatu lubang rutinitas yang membosankan. Jika kita berada terlalu lama 
dalam lubang itu, suatu saat kita melihat ke atas dan kita tidak dapat 
keluar lagi dari lubang itu menuju pada kebebasan. Seorang teman 
mengatakan: "Lubang itu sama seperti sebuah kuburan tanpa jalan 
keluar."

Saya tidak tahu daerah-daerah di mana Anda sering kali berada, tetapi 
ke mana pun saya pergi sekarang ini, saya selalu menjumpai orang-orang 
yang lelah, bukan hanya lelah jasmani, tetapi juga lelah secara 
mental, emosional, kejiwaan, dan rohani. Orang Kristen tidak kebal 
terhadap kelelahan itu. Jika kita selalu sibuk dan selalu tergesa-
gesa, maka kita pun tidak akan dapat melihat segala sesuatunya dengan 
jelas dan kita akan kehilangan fokus. Orang yang lelah tidak memeriksa 
diri mereka, mereka tidak punya waktu untuk melakukan diagnosa.

Cara tercepat untuk mencapai injil palsu adalah ditipu oleh kehidupan 
yang terlalu sibuk dan tidak pernah memeriksa diri. Salah satu 
penelaahan istilah alkitabiah yang paling membuka pikiran yang pernah 
saya lakukan ialah pada kata "menipu" dan kata-kata perluasannya.

1. Hati adalah bagian yang memunyai keinginan untuk menipu diri 
sendiri. "Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu." 
(Yeremia 17:9)

2. Kita, manusia lama, adalah penipu yang penuh tipu daya. "Manusia 
lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan." 
(Efesus 4:22)

3. Orang dengan sengaja memanipulasi orang lain. "Aku dikepung oleh 
kejahatan pengejar-pengejarku" (Mazmur 49:5). "Janganlah kamu 
disesatkan orang dengan kata-kata hampa." (Efesus 5:6)

4. Para antek setan selalu merancang penipuan. "(Binatang) 
menyesatkan mereka yang diam di bumi." (Wahyu 13:14)

5. Dan sudah jelas, si setan ular itu sendiri adalah raja penipu. 
"Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." (Kejadian 3:13)

Sungguh merupakan skenario yang menyedihkan jika Tuhan tidak 
memberikan bantuan untuk mengatasi jaring-jaring penyesatan itu. 
Penangkalnya adalah menjalani kehidupan yang mawas diri, dan secara 
rutin meninjau cara dan gaya hidup kita.

Kelemahan manusia yang utama pada akhir abad ke 20 (seperti halnya 
pada akhir setiap abad) ialah hidup dengan tidak mawas diri. Kehidupan 
yang tidak mawas diri mau tidak mau merupakan kehidupan yang 
sinkretis, yang berkompromi dengan cara-cara duniawi.

[Pertanyaan diskusi:]

Apakah Anda dapat mengatakan bahwa Anda sudah mengintrospeksi diri 
Anda dengan baik?

3. MELAKUKAN SAAT TEDUH PRIBADI SECARA TERATUR

Richard Dobbins, pendiri Emerge Ministries, bekerja menolong para 
pendeta yang terjerumus ke jurang dosa seksual. Dobbins memerhatikan 
ada satu kesamaan di antara pendeta-pendeta yang terjerumus tadi. Ia 
mengatakan, "Tidak satu pun dari para pendeta itu menyisihkan waktu 
untuk melakukan renungan pribadi setiap hari." Dengan kata lain, pada 
hari-hari, pekan-pekan, dan bulan-bulan sebelum kegagalan moral 
mereka, tugas-tugas kependetaan mereka berjalan terus, tetapi 
pengawasan diri mereka sendiri di hadapan Kristus berhenti. Dobbins 
mengatakan, masalah akan timbul jika kita tidak dapat membedakan 
antara "jalan kita dengan Tuhan" dengan "kerja kita untuk Tuhan".

Jika pendeta saja harus terus waspada untuk menjaga agar kehidupan 
rohaninya tetap segar, betapa rapuhnya kaum awam yang setiap hari 
harus menghadapi dunia keras yang penuh godaan? Saat kita tidak 
memenuhi momen-momen pribadi kita dengan Tuhan, maka hidup kita mulai 
digerakkan oleh tenaga cadangan, dan setelah itu oleh uap. Kita tidak 
memiliki kuasa Roh Kudus untuk menjalani hidup yang patut untuk 
melakukan panggilan yang kita terima kecuali kita berkelimpahan akan 
Kristus. Jika kita minum air hidup dari Tuhan sepenuhnya, kita akan 
memiliki cukup Kristus untuk menyegarkan diri kita sendiri dan 
membagikannya kepada orang lain.

Alkitab sama sekali tidak mengatakan bahwa kita harus membaca Alkitab 
setiap hari. Namun, Alkitab mengatakan bahwa orang yang merenungkan 
ayat-ayat Alkitab setiap hari adalah "bagaikan pohon yang berada di 
tepi sungai yang menghasilkan buah pada musimnya dan yang daun-daunnya 
tidak layu. Apapun yang diperbuatnya berhasil" (Mazmur 1:3). Alkitab 
juga mengatakan, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-
jagalah di dalam doamu itu dengan dengan permohonan yang tak putus-
putusnya." (Efesus 6:18)

Alkitab tidak mengatakan bahwa kita harus membaca Alkitab dan berdoa 
setiap hari. Namun, Alkitab mengatakan bahwa kita sebaiknya 
merenungkan firman Tuhan dan berdoa mengenai segala sesuatu secara 
terus-menerus. Konsep alkitabiahnya adalah kita berkomunikasi dengan 
Tuhan secara terus-menerus. Sebetulnya, konsep saat teduh setiap hari 
adalah akomodasi budaya untuk kehidupan yang sibuk, penuh dengan 
acara. Karena kebanyakan dari kita memunyai jadwal yang padat setiap 
hari, gagasan beberapa menit sehari yang disisihkan khusus untuk 
membaca Alkitab dan berdoa adalah gagasan yang berharga. Saat teduh 
harian dengan Tuhan bukan suatu kewajiban, tetapi tindakan yang 
bijaksana. Coba saja tanyakan kepada setiap pendeta yang pernah 
terjerumus ke dalam dosa.

Secara pribadi, saya tahu banyak orang yang menghadapi pergumulan 
berat meskipun mereka menjaga kehidupan yang dekat dan intim bersama 
Yesus. Tetapi saya melihat tidak seorang pun dari mereka mengalami 
kekecewaan pada akhirnya. "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang 
sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di 
dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi 
sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." 
(Yakobus 1:25)

Di pihak lain, saya tahu banyak orang Kristen yang sangat menderita 
hanya karena mereka tidak mencari hadirat Tuhan melalui saat teduh 
yang teratur saat mereka menghadapi kesulitan hidup. Tanpa waktu 
bersama Tuhan setiap hari, maka benih-benih sinkretisme akan berakar.

Pertimbangkan untuk menetapkan batas waktu yang maksimum untuk bersaat 
teduh, bukan minimum. Hal ini akan meminimalisir kesalahan. Jika 
sebelumnya Anda tidak pernah menyisihkan waktu untuk bersaat teduh, 
mulailah dengan batas waktu maksimum 5 menit. Kalau merasa belum ingin 
berhenti setelah lewat lima menit, bisa diteruskan beberapa saat lagi. 
Bacalah satu bab dalam Perjanjian Baru dan berdoalah (seperti Doa Bapa 
Kami). Jangan berharap kita akan dapat melakukannya setiap hari, 
tetapi pilihlah waktu dan tempat yang tetap sehingga Anda dapat 
melakukannya dengan cukup teratur; lima sampai tujuh kali seminggu. 
Jika Anda membaca satu bab Perjanjian Baru setiap hari selama 5 hari 
dalam seminggu, maka Anda akan selesai membacanya dalam waktu 1 tahun 
(260 bab). Jika batas waktu saat teduh maksimum yang kita tetapkan 
terasa terlalu singkat, batas waktu itu dapat diperpanjang, tetapi 
lakukanlah secara perlahan-lahan dan bertahap. Jika harapan kita 
realistis, kita dapat merancang program saat teduh yang berhasil.

[Pertanyaan diskusi:]

Apakah Anda menyisihkan waktu secara teratur untuk bersaat teduh 
secara pribadi dengan Tuhan? Komitmen untuk bersaat teduh dengan Tuhan 
yang realistis itu seperti apa?

4. BERPIKIR SECARA BERBEDA

Kebanyakan dari kita menambahkan Tuhan Yesus sebagai minat tambahan 
dalam hidup kita yang sudah sibuk dengan jadwal yang padat. Sebut saja 
hal itu sebagai injil tambahan. Injil Yesus Kristus adalah menambahkan 
Dia, tetapi juga mengurangi sesuatu -- yang Alkitab sebut sebagai 
pertobatan. Keselamatan mencakup perubahan dan pertobatan. Paulus 
mengatakan: "bahwa mereka harus bertobat (membuang dosa) dan berbalik 
kepada Allah (berubah dan menambahkan Kristus) serta melakukan 
pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu" (Kis. 26:20). 
Injil Yesus Kristus datang melalui iman dan pertobatan.

Pertobatan berarti berpikir secara berbeda. Tuhan ingin kita berpikir 
berbeda, lain dari yang biasa kita lakukan. Untuk melakukannya, kita 
"menambahkan" sesuatu dalam hidup kita dan mengurangi sesuatu pula. 
Tuhan menggarap rincian karakter dan sifat-sifat kita. Dia ingin 
menambahkan sesuatu ke dalam karakter kita dan membuang sesuatu dari 
karakter kita. Saat kita menambahkan Yesus tetapi tidak menghilangkan 
dosa, kita tidak mengikuti Injil Tuhan, melainkan injil palsu yang 
sinkretis.

[Pertanyaan diskusi:] 

Dalam hal apa Anda sudah berpikir berbeda? 
Apakah Anda sudah berpikir jauh berbeda seperti yang Anda inginkan? 
Bagaimana kita maju lebih jauh lagi?

5. MENERIMA OTORITAS ALKITAB

Seorang perempuan Kristen mengatakan kepada saya bahwa dia bermaksud 
meninggalkan suami dan ketiga anaknya guna mengejar karier 
profesional. Dia meminta saran saya.

  "Menurut Anda, apa kata Alkitab mengenai hal ini?" tanya saya.

  "Alkitab mengatakan bahwa saya seharusnya tidak boleh menceraikan 
  suami saya. Saya tahu itu. Itu sebabnya pikiran saya sangat kacau. 
  Saya merasa ini adalah sesuatu yang harus saya lakukan, tetapi 
  pikiran saya bimbang terus selama berbulan-bulan. Sahabat-sahabat 
  saya berpikir saya tidak waras," katanya.

Sekarang ini kita hidup pada zaman yang memusatkan perhatian pada 
perasaan. Penekanan yang berlebihan pada perasaan merupakan ciri 
relativisme. Namun, orang percaya tidak boleh memercayai perasaan. 
Perasaan harus berada di bawah otoritas moral Alkitab. Perasaan dapat 
menjerumuskan. Perasaan menuntun kita ke arah sinkretisme.

Setiap perasaan yang membawa kita kepada keputusan yang berlawanan 
dengan firman Tuhan, berasal dari daging dan harus dicegah. Alkitab 
harus menjadi otoritas terakhir kita, bukan emosi yang goyah. "Sebab 
firman Allah itu hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang 
bermata dua ... ia sanggup membedakan pertimbangan dan hati kita." 
(Ibrani 4:12)

Salah satu krisis yang paling besar dalam kebudayaan kita adalah 
pemberontakan melawan otoritas. Baru-baru ini, pada waktu saya pergi 
naik mobil ke lapangan kasti liga anak-anak, saya menjumpai sekelompok 
anak laki-laki bersepeda. Salah satu di antara mereka menyerukan 
teriakan yang tidak pernah saya dengar sebelumnya kepada saya -- orang 
yang sudah tua -- sementara yang lain tertawa. Saya pura-pura tidak 
menghiraukan seruan itu dan terus berjalan, tetapi hati saya kesal.

Semenit kemudian, seorang anak menyeberang di depan saya di sebuah 
persimpangan. Lampunya hijau untuk saya dan merah untuk dia. Pada 
waktu saya menginjak rem dengan keras, dia mencemooh saya seolah-olah 
saya orang yang paling bodoh di muka bumi ini. Mungkin dia benar 
karena saya benar-benar merasa bodoh. Jelas saya ingin sekali menabrak 
anak tadi, tetapi saya tahu orang tidak akan mengerti.

Masalahnya adalah anak-anak kecil nakal yang lucu itu tumbuh menjadi 
dewasa. Dan pada waktu mereka dewasa, mereka senang melawan otoritas. 
Mereka bersikap memberontak seperti itu terhadap gereja dan firman 
Tuhan. Bila ada seseorang atau pihak tertentu seperti gereja meminta 
mereka patuh pada otoritas, mereka tidak mau melakukannya.

[Pertanyaan diskusi:]

Apakah ada anak kecil nakal di dalam diri Anda? Apakah Anda bergumul 
dengan masalah otoritas? Mengapa taat terhadap firman Tuhan sebagai 
otoritas moral itu amat penting?

6. MEMBEDAKAN ALKITAB DARI NORMA-NORMA BUDAYA

Dewasa ini, anak-anak perempuan menelepon anak-anak lelaki. Memangnya 
kenapa? Saya rasa kita sangat keliru jika kita berpikir bahwa 
pelanggaran norma-norma budaya sama dengan pelanggaran Alkitab. Dalam 
kebudayaan kita, kebanyakan orang tua tumbuh pada zaman di mana hanya 
anak-anak perempuan nakal saja yang menelepon anak-anak lelaki. Kini, 
cara pikir anak-anak tidak sama dengan cara pikir orang tua mereka 
dulu. Mengubah pendapat yang berbeda mengenai norma-norma budaya dan 
menjadikannya isu rohani adalah hal yang tidak masuk akal.

Pada waktu kita menjadi Kristen, kita cenderung membawa budaya bersama 
kita. Hampir selalu demikian keadaannya. Pada abad pertama, ada dua 
kelompok orang yang menjadi Kristen: orang Yahudi dan non-Yahudi, 
kelompok yang religius dan tidak religius. Kedua kelompok itu 
cenderung membawa budaya bersama mereka. Mereka berusaha membuat Injil 
Yesus Kristus ditambah dengan sesuatu yang lain.

Beberapa orang Yahudi yang menjadi Kristen membawa hukum (Taurat) dan 
mencoba mendistorsi Injil menjadi Injil Yesus Kristus plus hukum. Kita 
sekarang menyebut mereka dengan julukan orang-orang legalistik. Di 
pihak lain, sejumlah orang non-Yahudi membawa filsafat Yunani dan 
berusaha mengubah Injil menjadi Yesus Kristus plus ide-ide baik. Kita 
menyebut mereka sebagai orang-orang sinkretis.

Pada waktu kita berusaha membawa tatanan dunia lama ke tatanan baru 
Kerajaan Allah, kita mendistorsi cara hidup yang Tuhan inginkan untuk 
kita jalani dalam hidup kita. Kerajaan Tuhan di dunia adalah tatanan 
yang benar-benar baru, cara hidup yang benar-benar baru. Saat kita 
mencampuradukkan cara hidup baru menurut Alkitab dengan budaya lama 
kita, kita tidak akan dapat lagi secara peka melihat gagasan-gagasan 
Kristen dengan jelas.

Kita yang benar-benar ingin mengikut Kristus dapat memilih satu dari 
dua cara hidup. Kita dapat melakukan apa yang kita mau, atau kita 
dapat hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Sayangnya, banyak orang yang 
telah menerima Kristus sebagai Juru Selamat berusaha menentang-Nya. 
Mereka hidup menurut gagasan dan keinginan mereka sendiri. Secara roh, 
mereka Kristen, tetapi pada praktiknya, hidup mereka sekuler. Mereka 
tidak berusaha keras mencari kehendak Tuhan. Sebaliknya, mereka malah 
melakukan apa yang menyenangkan diri mereka sendiri dan kemudian hidup 
mereka ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu kunci hidup sebagai orang Kristen yang patuh ialah tidak 
mencampuradukkan ajaran Alkitab dengan norma-norma budaya. Kalau kita 
menilai secara moral tingkah laku seseorang (yang sebenarnya tidak 
boleh kita lakukan), cobalah tanyakan pada diri Anda sendiri 
pertanyaan ini: "Apakah saya merasa terganggu karena hal itu melanggar 
ajaran Alkitab, atau karena hal itu tidak sesuai dengan norma budaya 
yang diharapkan?" Atau yang lebih singkatnya: "Bagian Alkitab mana 
yang menyatakan bahwa kita tidak boleh melakukannya?"

Seseorang tidak perlu bersikap sesuai dengan standar kita untuk hidup 
secara kristiani. Bagian mana dalam Alkitab yang mengatakan bahwa kita 
tidak boleh berambut panjang? Jika seseorang masih memakai busana gaya 
tahun 50-an atau 60-an, mengapa mereka dikucilkan?

Saat kita berusaha memaksakan tren budaya kita sekarang ini sebagai 
standar tingkah laku yang dapat diterima (baik yang terlalu ketat 
maupun terlalu longgar), kita terjebak membangun kehidupan pada 
fondasi yang salah. Menilai seseorang menurut budaya mereka adalah 
gejala sinkretisme.

[Pertanyaan diskusi:]

Apakah Anda memandang dan menilai seseorang berdasarkan ajaran Alkitab 
atau berdasarkan norma-norma budaya yang terus berubah?

7. MENGEMBANGKAN PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP DIRI SENDIRI

Dengan susah payah, dia berusaha menjelaskan keadaan keuangannya yang 
amat kacau. Semakin banyak ia berbicara, semakin ia menjadi emosional. 
Akhirnya, meskipun tidak bermaksud untuk menyakiti hatinya, saya 
menyelanya dan bertanya, "Apakah menurut Anda, Anda akan berhasil?"

Seketika itu ia merasa terpukul. "Entahlah, saya tidak tahu," 
keluhnya.

Orang bisa berhasil atau gagal dalam empat bidang: rohani, moral, 
keuangan, dan hubungan (relasi). Apakah Anda mengenal orang yang 
secara sengaja menetapkan tujuan hidupnya untuk gagal? Betul, tidak 
mungkin. Tidak ada seorang pun yang secara sengaja menghancurkan 
hidupnya. Namun, banyak orang di sekitar kita yang gagal. Mengapa?

Ketika kota asal saya belum berkembang seperti sekarang, apa yang 
terjadi di sana, semua orang tahu. Visibilitas yang tinggi seperti itu 
mencegah orang berbuat dosa. Tetapi 10 tahun terakhir ini, kota 
berkembang dengan pesat dan orang tidak lagi selalu tahu apa yang 
terjadi di kota itu. Sekarang orang dapat bergerak tanpa diketahui 
orang lain, bahkan terkadang seseorang jatuh terpuruk, tidak ada orang 
yang tahu.

Pada zaman sekarang ini, hampir semua orang Kristen menjalani 
kehidupan rohaninya tanpa diketahui oleh orang lain. Orang Kristen 
dewasa ini bisa keluar masuk gereja tanpa harus mempertanggungjawabkan 
hidup mereka. Kita tidak mengizinkan siapapun mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang sulit dan keras kepada kita. Hidup kita diselimuti 
oleh keraguan akan jawaban-jawaban klise terhadap pertanyaan yang 
diajukan oleh orang-orang yang sebenarnya peduli kalau saja kita mau 
jujur kepada mereka.

Tekanan-tekanan modern membuat kita tidak punya cukup waktu untuk 
memikirkan hidup kita, dan juga tidak ada waktu untuk memerhatikan 
kehidupan orang lain. Dengan banyaknya masalah yang kita hadapi, 
sering kita kehabisan tenaga untuk memerhatikan kehidupan orang lain. 
Jadi mereka sering gagal, dan begitu juga kita.

Tujuan jarak jauh pertanggungjawaban adalah menolong orang untuk 
berhasil dalam hidup mereka. Ini hanya akan dapat terjadi jika kita 
menjalani kehidupan yang berkenan di hadapan Tuhan. Bagaimana kita 
bisa mendapatkan kehidupan yang demikian? Dengan menjalani hidup yang 
berintegritas. Integritas adalah sebuah korelasi pribadi antara 
Alkitab, kepercayaan, dan tingkah laku. Hidup secara transparan di 
depan saudara-saudara seiman menciptakan kemungkinan yang besar untuk 
mengalami hidup integritas yang berhasil. Menjauhkan diri dari sorotan 
orang Kristen yang dewasa bukannya membuat hidup kita sukses, tapi 
justru gagal.

Tren pertanggungjawaban menurun, bukan bertambah. Generasi kita 
menghadapi ledakan luar biasa mengenai pilihan-pilihan, tuntutan-
tuntutan waktu yang tidak punya belas kasihan, dan tekanan pribadi 
yang tak ada bandingannya. Pada saat yang sama, ada gerakan nyata ke 
arah individualisme dan situasi di mana kita saling tidak mengenal 
satu dengan yang lain, serta menjauh dari norma-norma yang sudah 
melembaga. Aneh. Pada saat kita memerlukan teman untuk membantu kita 
mengambil pilihan yang benar, secara budaya, kita justru saling 
menjauh dan mengisolasi diri.

Kita hidup dalam budaya yang makin lama makin mendukung privasi (ini 
urusan saya, bukan urusanmu) dan individualisme (urus saja urusanmu 
sendiri). Kecenderungan yang semakin bertumbuh untuk membuat agama 
sebagai persoalan pribadi berujung pada kekristenan yang terbagi dalam 
kotak-kotak/kompartemen. Orang memandang apa yang mereka lakukan dalam 
agama sebagai satu kotak atau sel, apa yang mereka lakukan di rumah 
adalah kotak yang berbeda, dan apa yang mereka lakukan di kantor kotak 
yang lain lagi dan sama sekali tidak berkaitan. Mereka menerapkan 
nilai-nilai dan standar yang berbeda-beda dalam kotak-kotak yang 
berbeda-beda tadi. Sering kali, tidak ada benang keserasian yang 
mengaitkan kotak-kotak tersebut menjadi suatu kesatuan.

Jangan mengira jika seseorang tertutup di kantor, maka dia memunyai 
hubungan pribadi yang terbuka di lingkungan dan di rumahnya, atau 
sebaliknya. Banyak orang hidup tanpa hubungan pribadi atau 
pertanggungjawaban yang berarti. Hidup mereka tumpul. Kehidupan mereka 
tidak diasah dengan pertanyaan-pertanyaan akuntabilitas yang dapat 
membuat mereka tajam. Mereka tidak objektif seperti yang seharusnya. 
Mereka menjalani kehidupan sesuai dengan injil palsu. Tidaklah 
mengherankan jika mereka mencampuradukan kekristenan dan humanisme.

[Pertanyaan diskusi:]

Apakah Anda memiliki seseorang yang kepadanya kita harus bertanggung 
jawab? Apa keuntungan hubungan yang bertanggungjawab bagi mutu 
perjalanan hidup rohani kita?

                          * * *

Banyak di antara kita yang dapat hidup dengan lebih bijaksana. Kita 
cenderung menciptakan injil palsu dengan menggabungkan kepercayaan 
kita dengan gagasan-gagasan dunia. Kita mematahkan rantai integritas: 
dari Alkitab, ke kepercayaan, dan ke tingkah laku. Dari uraian di 
atas, kita telah menjajaki tujuh langkah ke arah hidup yang bijaksana 
yang dapat membantu kita menjaga ketajaman objektivitas rohani kita.

1. Mempelajari Karakter Allah

2. Menjalani Kehidupan yang Mawas Diri

3. Melakukan Saat Teduh Pribadi Secara Teratur

4. Berpikir Secara Berbeda

5. Menerima Otoritas Alkitab

6. Membedakan Alkitab dari Norma-Norma Budaya

7. Mengembangkan Pertanggungjawaban Terhadap Diri Sendiri

Prinsip-prinsip yang kuat di atas akan menandai kehidupan yang penuh 
dengan hikmat. Prinsip-prinsip itu menunjukkan kepada kita cara untuk 
mengenali diri sendiri dan mengenal Tuhan seperti apa adanya Dia. Jika 
prinsip-prinsip ini diterapkan, maka kita tidak akan menjumpai injil 
palsu, melainkan iman kepercayaan murni yang akan mengubah hidup kita. 
(t/Tari Gregory)

======================================================================

Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul buku: The Rest of Your Life
Judul bab: Seven Steps to a Wise Life
Penulis: Patrick M. Mosley
Penerbit: Thomas Nelson, Inc., Nashville 1992
Halaman: 77 -- 89

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org