Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/61

e-Reformed edisi 61 (6-5-2005)

Roh Kudus dan Alkitab

                        ROH KUDUS DAN ALKITAB


Semua orang Kristen sadar bahwa antara Kitab Suci dan Roh Suci, pasti
terdapat suatu hubungan yang erat. Sebenarnya semua orang Kristen
percaya bahwa dalam arti tertentu Alkitab adalah hasil karya cipta Roh
Kudus. Karena setiap kali kita mengikrarkan Pengakuan Iman Nicea, kita
menegaskan salah satu pokok kepercayaan kita tentang Roh Kudus bahwa
`Dia telah berfirman dengan perantaraan para nabi`. Ungkapan tadi
merupakan gema ungkapan-ungkapan serupa di Perjanjian Baru. Sebagai
contoh, Tuhan kita Yesus Kristus sendiri suatu ketika mengutip Mazmur
110 dan menjelaskan: `Daud sendiri oleh pimpinan Roh Kudus berkata:
...` (Markus 12:36). Petrus dalam suratnya yang kedua, sama menulis
`oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah`
(2Petrus 1:21), atau bila diterjemahkan harafiah dari istilah
Yunaninya, `mereka diombang-ambingkan oleh Roh Kudus`, (istilah yang
sama digunakan dalam Kisah Para Rasul 27:18), persis seperti kapal
diombang-ambingkan angin. Jelas ada hubungan penting antara Alkitab
dan Roh Kudus. Hal ini kini akan kita selidiki.

Sejauh ini sudah kita pikirkan bahwa Allah adalah sumber dari
penyataan yang diungkapkan-Nya dan bahwa Yesus Kristus adalah pokok
utama penyataan-Nya. Kini perlu kita tambahkan bahwa Roh Kudus adalah
perantara-Nya. Dengan demikian, pemahaman Kristen tentang Alkitab
bersumber pada pemahaman tentang Tritunggal. Alkitab berasal dari
Allah, berpusat pada Kristus dan diilhamkan oleh Roh Kudus. Karena itu
definisi terbaik tentang Alkitab pun bernafaskan Tritunggal: "Alkitab
adalah kesaksian Bapa tentang Anak melalui Roh Kudus."

Jadi persisnya, apakah peran Roh Kudus dalam proses penyataan? Untuk
menjawab pertanyaan ini, kita beralih kepada Alkitab sendiri, terutama
1Korintus 2:6-16.

Penting kita melihat bagian Alkitab ini dalam konteksnya yang lebih
luas. Sampai di bagian ini, Paulus sedang menegaskan tentang
`kebodohan` Injil. Sebagai contoh, `pemberitaan tentang salib memang
adalah `kebodohan` (1Korintus 1:18), dan `kami memberitakan Kristus
yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan
untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan` (1Korintus 1:23).
Katakanlah sekarang bahwa berita tentang salib terdengar bodoh bahkan
tak mengandung arti bagi para intelektual sekular. Paulus sekarang
mengkoreksi agar jangan timbul kesan pada para pembacanya bahwa dia
sama sekali menolak pentingnya hikmat dan bermegah dalam kebodohan.
Apakah rasul anti intelek? Apakah dia menghina pengertian dan
penggunaan akal? Tidak, sama sekali tidak.

1Korintus 2:6-7 menuliskan, "Sungguhpun demikian kami memberitakan
hikmat ... hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, . . . yang telah
disediakan Allah bagi kemuliaan kita." Perbandingan yang Paulus buat
tidak boleh kita lewati. Kami jelas menyampaikan hikmat, tulisnya,
tetapi:
(a) hanya kepada yang telah dewasa, bukan kepada yang bukan Kristen
    atau bahkan bukan kepada Kristen yang masih muda iman;
(b) hikmat tersebut adalah hikmat Allah, bukan hikmat duniawi;
(c) yaitu agar kita menerima kemuliaan, maksudnya kesempurnaan akhir
    kita kelak melalui keikutsertaan kita dalam kemuliaan Allah dan
    bukan hanya membawa kita pada pembenaran di dalam Kristus.
Dalam usaha menginjili orang yang bukan Kristen, kita harus memusatkan
perhatian pada `kebodohan` Injil tentang Kristus yang tersalib bagi
orang berdosa. Dalam usaha membangun orang Kristen menuju kedewasaan
penuh, kita harus memimpin mereka ke dalam pengertian tentang
keseluruhan rencana Allah. Paulus menyebut hal tersebut di ayat 7
sebagai `hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia` dan di ayat 9
`semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia`. Hal itu
hanya dapat diketahui, tegas Paulus, melalui penyataan. `Penguasa-
penguasa dunia ini` (para pemimpin dunia) tidak mengertinya, atau
mereka tidak akan menyalibkan `Tuhan yang mulia` (ayat 8). Bukan
mereka saja, semua manusia, pada diri mereka sendiri, tidak memahami
hikmat dan maksud Allah.

Rencana Allah, menurut Paulus di ayat 9 adalah sesuatu yang tidak
dapat dilihat oleh mata, atau didengar telinga, atau diselami hati.
Hikmat Allah itu di luar jangkauan mata, telinga, dan pikiran manusia.
Ia tidak tunduk kepada penelitian ilmiah, juga terhadap imajinasi.
Hikmat Allah sama sekali di luar batas dan daya ukur akal kita yang
sempit dan terbatas, kecuali Allah sendiri menyatakannya. Memang
itulah yang sudah Allah buat! "Apa yang tidak pernah dilihat oleh
mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah
timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka
yang mengasihi Dia." Rencana mulia-Nya yang tak terbayangkan ini,
`telah Allah nyatakan kepada kita melalui Roh-Nya`. Kata `kita`
sedemikian kuat tekanannya, dan diartikan dalam konteksnya bukan
menunjuk kepada kita semua tanpa perbedaan, tetapi dimaksudkan untuk
Rasul Paulus yang menulis dan untuk sesama rekan rasul lainnya. Allah
memberikan penyataan khusus tentang kebenaran-kebenaran tersebut
kepada alat-alat penyataan-Nya yang khusus (yaitu para nabi Perjanjian
Lama dan para rasul Perjanjian Baru), dan Allah melakukan ini `melalui
Roh-Nya`. Roh Kudus menjadi perantara penyataan tersebut.

Saya kuatir bahwa pengantar yang dimaksudkan untuk menolong kita
mengerti konteks pembicaraan Paulus tentang Roh Kudus sebagai
perantara penyataan ini terasa agak panjang. Apa yang diuraikannya
selanjutnya adalah pernyataan luas yang sangat menakjubkan. Dia
menggarisbesarkan empat tahap karya Roh Kudus, sebagai perantara
penyataan Ilahi.

1. Roh yang menyelidik
----------------------
Roh Kudus adalah Roh yang menyelidik (ayat 10-11). Sambil lalu patut
kita perhatikan bahwa ungkapan ini menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah
pribadi. Hanya pribadi-pribadi yang dapat terlibat dalam usaha
menyelidik atau `penyelidikan`. Tentu kita ketahui bahwa komputer-
komputer modern dapat mengadakan riset yang sangat rumit yang bersifat
mekanis dan analitis. Tetapi riset sejati (seperti yang sangat dikenal
oleh para mahasiswa pasca sarjana) bukan hanya mengandung penyusunan
dan analisis data secara statistik, tetapi menuntut pemikiran orisinal
baik dalam bentuk penelitian maupun refleksi. Inilah bentuk pekerjaan
yang dilakukan Roh Kudus karena Dia memiliki akal yang melaluinya Dia
berpikir. Karena berkeberadaan sebagai Pribadi Ilahi (bukan komputer
atau pengaruh atau kekuatan belaka), kita harus membiasakan diri
menyebut-Nya sebagai `Dia` (Pribadi) dan bukan `ini` (benda).

Paulus menggunakan dua lukisan menarik untuk menyatakan kemampuan-
kemampuan unik Roh Kudus dalam karya penyataan.

PERTAMA, `Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang
tersembunyi dalam diri Allah` (ayat 10). Istilah yang sama digunakan
Yesus tentang orang Yahudi yang `menyelidiki Kitab-kitab Suci`, dan
menurut Moulton dan Milligan (dalam buku mereka `Vocabulary of the
Greek New Testament`), berdasarkan kutipan naskah dari abad ketiga,
`para penyelidik` adalah para petugas beacukai. Dalam arti mana pun,
Roh Kudus digambarkan sebagai penyelidik yang giat dan teliti, atau
bahkan sebagai penyelam yang berusaha mengarungi kedalaman Diri Allah
yang Maha Kuasa yang tak terselami itu. (Mungkin Paulus meminjam
istilah `dalam` dari perbendaharaan kata bidat Gnostik.) Keberadaan
Allah tak terukur kedalaman-Nya, dan secara terus terang Paulus
menyatakan bahwa Roh Kudus menyelidiki kedalaman-kedalaman Allah.
Dengan kata lain, Allah sendiri menjelajahi kelimpahan keberadaan-Nya
sendiri.

Contoh KEDUA yang Paulus kemukakan, diambilnya dari pengertian diri
manusia. "Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang
terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di
dalam dia?" (ayat 11) `Apa yang terdapat` menunjuk kepada `hal-hal`
khas ciri kemanusiaan kita. Seekor semut tak mungkin menyelami
bagaimana keberadaan hidup manusia. Katak, kelinci, atau monyet
tercerdas sekalipun tidak mampu. Juga seorang manusia tak mungkin
menyelami sepenuhnya keberadaan diri seorang manusia lainnya. Betapa
sering kita berkata, terutama ketika masih remaja, "Anda tak mengerti
saya; tak seorang pun mengerti saya." Benar ucapan tadi! Tak seorang
pun mengerti saya kecuali saya sendiri, bahkan pengertian saya tentang
diri sendiri pun masih terbatas. Demikian pula, tak seorang pun
mengerti Anda kecuali Anda sendiri. Ukuran pengertian diri atau
kesadaran diri ini diterapkan Paulus kepada Roh Kudus (ayat 11):
"Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di
dalam diri Allah selain Roh Allah." Roh Kudus Allah di sini hampir
disamakan dengan pengertian diri Ilahi atau kesadaran diri Ilahi. Sama
seperti halnya tak seorang pun dapat mengerti seseorang kecuali orang
itu sendiri, demikian pula tak seorang pun dapat mengerti Allah
kecuali Allah sendiri. Ada lagu yang mengatakan, "Allah saja
mengetahui kasih Allah." Senada dengan itu dapat pula kita tegaskan
bahwa Allah saja yang mengetahui hikmat Allah, sesungguhnya Allah saja
yang mengetahui keberadaan Allah.

Dengan demikian, Roh menyelidiki kedalaman-kedalaman diri Allah, dan
Roh mengetahui perkara-perkara Allah. Dia memiliki pemahaman yang unik
tentang diri Allah. Masalahnya sekarang ialah: Apa yang dibuat-Nya
dengan apa yang sudah diselidiki dan diketahui-Nya itu? Apakah
disimpan-Nya sendiri pengetahuan unik-Nya itu? Tidak. Dia sudah
melakukan hal yang hanya Dia patut dan mampu melakukannya; Dia telah
menyatakannya. Roh yang menyelidik menjadi pula Roh yang menyatakan.

2. Roh yang menyatakan
----------------------
Apa yang diketahui hanya oleh Roh Kudus, Dia pula yang dapat
menyatakannya. Hal ini sudah ditegaskan di ayat 10, "Karena kepada
kita (para rasul) Allah telah menyatakannya oleh Roh." Kemudian Paulus
menguraikannya di ayat 12: "Kita (kita yang sama yaitu para rasul)
tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah (yaitu
Roh yang menyelidik din yang mengetahui), supaya kita tahu, apa yang
dikaruniakan Allah kepada kita." Sebenarnya, para rasul telah menerima
dua karunia istimewa dari Allah, PERTAMA karunia keselamatan (apa yang
dikaruniakan Allah kepada kita) dan KEDUA, Roh memampukan mereka untuk
mengerti keselamatan anugerah-Nya.

Paulus sendiri merupakan contoh terbaik tentang proses rangkap ini.
Sambil kita membaca surat-suratnya, dia memberikan suatu uraian yang
indah sekali tentang Injil kasih karunia Allah. Dia menyatakan apa
yang telah Allah buat untuk orang-orang berdosa seperti kita yang
tidak pantas menerima yang lain kecuali hukuman-Nya. Dia menyatakan
bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya untuk mati disalib bagi dosa-dosa
kita dan bangkit kembali, dan jika kita melalui iman di hati dan
baptisan di depan umum maka kita turut mati bersama Dia dan bangkit
kembali dengan Dia, mengalami suatu kehidupan baru di dalam Dia. Injil
ajaib seperti inilah yang Paulus ungkapkan kepada kita dalam surat-
suratnya. Tetapi bagaimana dia dapat mengetahui semua ini? Bagaimana
dia dapat membuat uraian seluas itu tentang keselamatan? Jawabnya
tentunya ialah karena PERTAMA dia sendiri sudah menerimanya. Dia
mengetahui kasih karunia Allah dalam pengalamannya. KEDUA, Roh Kudus
telah diberikan kepadanya untuk menafsirkan pengalamannya itu kepada
dirinya. Jadi, Roh Kudus menyatakan kepadanya rencana keselamatan
Allah, yang dalam surat-suratnya yang lain disebutnya sebagai
`rahasia` Allah. Roh yang menyelidik menjadi Roh yang menyatakan.

3. Roh yang mengilhamkan
------------------------
Kini kita tiba ke tahap ketiga: Roh yang menyatakan menjadi Roh yang
mengilhamkan. "Kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan
perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi
oleh Roh." (Ayat 13) Perhatikan bahwa di ayat 12 Paulus menulis
tentang apa yang dia terima dan di ayat 13 tentang apa yang dia
sampaikan. Mungkin baik bila saya mengupas alur pikirannya ini sebagai
berikut: "Kami telah menerima karunia-karunia besar ini dari Allah;
kami telah menerima Roh-Nya untuk menafsirkan bagi kami apa yang sudah
Allah buat dan berikan untuk kami; kini, kami menyatakan apa yang
sudah kami terima itu kepada orang-orang lain." Roh yang menyelidik
yang sudah menyatakan rencana keselamatan dari Allah kepada para
rasul, meneruskan penyampaian Injil ini melalui para rasul kepada
orang-orang lain. Sama seperti halnya Roh tidak menyimpan hasil-hasil
penyelidikan-Nya untuk diri-Nya sendiri, demikian pula para rasul
tidak menyimpan penyataan dari-Nya itu untuk diri mereka sendiri.
Tidak. Mereka mengerti bahwa mereka dipercayakan sebagai penatalayan.
Mereka harus meneruskan apa yang sudah mereka terima kepada orang-
orang lain.

Lagi pula, apa yang mereka sampaikan itu berbentuk kata-kata dan kata-
kata itu menurut mereka bukan berasal dari hikmat manusia tetapi
diajarkan oleh Roh Kudus (ayat 13). Lihatlah di sini bagaimana Roh
Kudus disinggung kembali, tetapi kali ini sebagai Roh yang
mengilhamkan. Dalam ayat 13 ini tertampung pernyataan rangkap Paulus
tentang `pengilhaman verbal`. Artinya, kata-kata yang melaluinya para
rasul meneruskan berita yang telah dinyatakan Roh kepada mereka,
adalah kata-kata yang sama yang telah diajarkan kepada mereka oleh
Roh.

Menurut dugaan saya, penyebab mengapa ungkapan `pengilhaman verbal`
kurang disenangi orang adalah kesalahmengertian tentang artinya.
Akibatnya, apa yang mereka tolak bukan arti sesungguhnya, melainkan
karikaturnya. Izinkan saya menjernihkan beberapa kesalahan konsep
berikut. PERTAMA, `pengilhaman verbal` tidak berarti bahwa `setiap
kata dalam Alkitab harus dianggap benar secara harafiah`. Tidak, kita
tahu benar bahwa para penulis Alkitab sering menggunakan berbagai
jenis gaya tulisan, yang masing-masing harus ditafsirkan menurut
peraturannya sendiri-sendiri -- sejarah sebagai sejarah, puisi sebagai
puisi, perumpamaan sebagai perumpamaan, dan sebagainya. Yang
diilhamkan adalah arti wajar masing-masing kata, sesuai dengan maksud
pengarangnya sendiri, entah harfiah ataupun simbolik.

KEDUA, `pengilhaman verbal` bukan berarti dikte lisan. Kaum Muslim
percaya bahwa Allah mendiktekan Quran kepada Muhammad, kata demi kata
dalam bahasa Arab. Bukan begini yang dipercaya orang Kristen tentang
Alkitab, sebab, sebagaimana sudah kita lihat sebelum ini dan yang
kelak akan lebih saya tegaskan, Roh Kudus memperlakukan para penulis
Alkitab sebagai pribadi, bukan sebagai mesin. Walaupun ada beberapa
kasus perkecualian, umumnya mereka sepenuhnya menguasai seluruh
kemampuan manusia mereka sementara Roh mengkomunikasikan firman-Nya
melalui kata-kata mereka.

KETIGA, `pengilhaman verbal` tidak berarti bahwa setiap kalimat dalam
Alkitab adalah firman Allah, biarpun bila dilepaskan dari konteksnya,
misalnya. Tidak semua hal yang ditampung dalam Alkitab disetujui oleh
Alkitab. Kisah khotbah-khotbah panjang para sahabat Ayub adalah contoh
baik tentang hal ini. Pernyataan utama mereka bahwa Allah menghukum
Ayub karena dosa-dosanya, sama sekali salah. Di pasal terakhir, dua
kali Allah berkata, "Kamu tidak berkata benar." (Ayub 42:7-8) Jadi,
kata-kata mereka tidak bisa dianggap sebagai kata-kata Allah. Ucapan-
ucapan mereka diikutsertakan bukan untuk disetujui, melainkan untuk
disalahkan. Firman Allah yang diilhamkan ialah yang disetujui dan
ditandaskan, entah berbentuk perintah, petunjuk, atau janji.

Yang dimaksud dengan `pengilhaman verbal` ialah bahwa apa yang sudah
dan masih dikatakan oleh Roh Kudus melalui penulis-penulis Alkitab,
bila dimengerti sesuai dengan arti jelas dan wajar dari kata-kata yang
tertulis itu adalah benar tanpa salah. Tak perlu kita merasa dibuat
malu oleh pokok iman Kristen ini, atau merasa dipermalukan atau takut
mengakuinya. Sebaliknya, doktrin ini jelas jelas masuk akal, sebab
kata-kata adalah bangun dasar yang membentuk kalimat-kalimat. Kata-
kata adalah sel-sel dasar yang membangun ucapan. Tidak mungkin
memolakan pesan yang tepat tanpa membentuk kalimat-kalimat tepat yang
terdiri dari kata-kata yang tepat pula.

Bayangkanlah bagaimana sulitnya menyusun sebuah telegram. Katakanlah
kita diberi batas hanya dua belas kata. Pada saat yang sama kita
diminta untuk menyusun bukan saja pesan yang dapat dimengerti,
melainkan juga pesan yang tak akan disalahmengertikan. Untuk itu kita
menyusun, menyusun, dan menyusunnya ulang. Kita buang satu kata di
sini dan menambah sebuah kata lagi di sana, sampai pesan kita tersusun
rapi, jelas, dan memuaskan. Kata-kata sedemikian penting artinya.
Setiap pengkhotbah yang ingin mengkomunikasikan pesan yang dapat
dimengerti dan tak akan disalahmengertikan, tahu pentingnya kata-kata.
Setiap pengkhotbah yang berhati-hati mempersiapkan khotbah-khotbahnya,
memilih kata-katanya dengan teliti. Setiap penulis, entah menulis
surat atau artikel atau buku, tahu bahwa kata itu penting artinya.
Dengarkanlah apa yang pernah ditulis seseorang berikut ini: "Betapa
agung milik manusia yang satu ini: kata-kata ... Tanpa kata, tak
mungkin kita memahami hati dan pikiran sesama kita. Bila demikian, tak
ada bedanya manusia dari binatang ... sebab, begitu kita ingin
berpikir dan memahami sesuatu, kita selalu memikirkannya dalam kata-
kata, walaupun itu tidak kita utarakan kuat-kuat; tanpa kata, segala
isi pikiran kita tinggal sekadar tumpukan kerinduan dan perasaan yang
gelap tak terselami dan tak terpahami bahkan oleh diri kita sendiri."
Jadi, kita selalu harus membungkus pikiran-pikiran kita dalam kata-
kata.

Hal inilah sebenarnya yang dicanangkan para rasul bahwa Roh Kudus
Allah yang sama yang menyelidiki kedalaman-kedalaman Allah dan yang
menyatakan penyelidikan-penyelidikan-Nya itu kepada para rasul,
meneruskannya melalui para rasul dalam kata-kata yang berasal dari
pilihan para rasul sendiri. Roh mengutarakan kata-kata-Nya melalui
kata-kata mereka, supaya kata-kata itu sekaligus merupakan kata-kata
Allah dan kata-kata manusia. Inilah yang dimaksud bahwa Alkitab
dikarang secara rangkap. Ini pula maksud `pengilhaman`. Pengilhaman
Alkitab bukan suatu proses mekanis. Pengilhaman sepenuhnya melibatkan
Pribadi (Roh Kudus) yang berbicara melalui pribadi-pribadi (para nabi
dan para rasul) sedemikian rupa sehingga secara serempak kata-kata-Nya
menjadi kata-kata mereka sendiri, dan mereka menjadi kata-kata Dia.

4. Roh yang menerangi
---------------------
Kini kita tiba pada tahap kerja Roh Kudus yang keempat sebagai
perantara penyataan, dan dalam tahap ini saya sebut Dia sebagai Roh
yang `menerangi`. Mari kita telusuri bersama.

Bagaimanakah anggapan kita tentang mereka yang mendengar khotbah-
khotbah rasul dan kemudian membaca surat-surat rasul? Adakah mereka
dibiarkan sendiri tanpa bantuan? Haruskah mereka bergumul sekuat
tenaga untuk mengerti pesan-pesan rasuli itu? Tidak! Roh yang sama
yang giat bekerja di dalam diri mereka yang menulis surat-surat
rasuli, giat pula di dalam diri mereka yang membaca surat tersebut.
Jadi, Roh Kudus bekerja di dalam keduanya, mengilhamkan firman-Nya
kepada para rasul dan menerangi para pendengar mereka. Secara tidak
langsung hal ini disinggung dalam ayat 13, ayat yang rumit dan sering
ditafsirkan berbeda-beda. Saya cenderung menerjemahkan, "Roh Kudus
menafsirkan kebenaran-kebenaran rohani kepada mereka yang memiliki
Roh." Hal memiliki Roh tidak terbatas hanya pada para penulis Alkitab.
Tentu saja karya pengilhaman-Nya di dalam mereka bersifat unik; namun
sebagai tambahan Roh Kudus berkarya pula dalam penafsiran.

Ayat 14 dan 15 mengupas kebenaran ini dan menekankan segi-segi yang
berbeda tajam. Ayat 14 mulai dengan menunjuk pada `manusia duniawi`,
yaitu mereka yang tidak diperbaharui yakni orang non-Kristen.
Sebaliknya, ayat 15 mulai dengan `manusia rohani`, yang memiliki Roh
Kudus. Dengan demikian, Paulus membagi manusia ke dalam dua kategori
yang terpisah tajam: `yang duniawi` dan `yang rohani`, yaitu mereka
yang memiliki kehidupan alami, atau jasmani di satu pihak dan mereka
yang sudah menerima kehidupan rohani atau kehidupan kekal di lain
pihak. Golongan pertama tidak memiliki Roh Kudus karena mereka belum
dilahirkan kembali, tetapi Roh Kudus mendiami mereka yang telah
dilahirkan-Nya baru, didiami oleh Roh Kudus, merupakan ciri orang
Kristen sejati (Roma 8:9).

Apa bedanya bila kita memiliki Roh Kudus atau tidak? Besar sekali!
Terutama (walaupun ada perbedaan lainnya), dalam pengertian kita
tentang kebenaran rohani. Manusia tidak rohani atau yang belum
diperbaharui, yaitu yang tidak menerima Roh Kudus, tidak juga menerima
perkara-perkara dari Roh Kudus karena hal itu merupakan kebodohan bagi
mereka (ayat 14). Bukan saja tidak mengerti, melainkan juga tidak
sanggup lagi mengerti karena sudah `terlalu paham`. Manusia rohani di
lain pihak, Kristen yang sudah dilahirkan kembali dan di dalam siapa
Roh Kudus berdiam, `menilai` (istilah Yunaninya sama dengan memahami
di ayat 14) `segala sesuatu`. Bukan berarti dia menjadi maha tahu
seperti Allah, melainkan semua perkara yang dulu tidak dilihat dan
dipahaminya, yaitu yang telah Allah nyatakan dalam Alkitab, kini
menjadi berarti baginya. Dia mengerti apa yang dulu tidak
dimengertinya walaupun karena itu dia sendiri tidak dapat dimengerti
orang lain. Secara harfiah berarti `dia tidak dipahami oleh siapa
pun`. Dia menjadi semacam teka-teki, sebab ada rahasia yang dalam
tentang kebenaran dan kehidupan rohaninya yang tidak masuk akal bagi
orang-orang tak beriman. Sebenarnya ini tidak perlu diherankan, sebab
tak seorang pun tahu pikiran Allah atau mampu mengajari Dia. Karena
mereka tidak mengerti pikiran Kristus, mereka tidak mengerti kita pula
walaupun kita yang telah diterangi Roh Kudus dapat berkata dengan
berani, "Kami memiliki pikiran Kristus." (ayat 16) Betapa ajaib!

Inikah pengalaman Anda? Sudahkah Alkitab menjadi suatu buku berarti
bagi Anda? Seseorang pernah berkata kepada sahabatnya sesaat sesudah
pertobatannya, "Jika Allah menarik kembali Alkitabnya dan menukarnya
dengan yang lain, Alkitab lain itu bukan lagi barang baru baginya."
Hal yang sama saya alami sendiri. Sebelum saya bertobat, saya membaca
Alkitab setiap hari karena diharuskan ibu saya. Tetapi saya menghadapi
banyak sekali kesulitan. Tak sedikit pun saya mengerti isinya. Tetapi
ketika saya dilahirkan kembali dan Roh Kudus datang berdiam di dalam
diri saya, tiba-tiba Alkitab menjadi sesuatu yang baru bagi saya.
Tentu, saya tidak menganggap bahwa saya tahu segala sesuatu. Saat ini
pun saya masih jauh dari mengerti segala perkara. Tetapi saya mulai
mengerti hal-hal yang tadinya tidak saya mengerti. Betapa ajaibnya
pengalaman ini! Anda jangan menganggap Alkitab sebagai kumpulan
naskah-naskah kuno berbau apek yang harus dipajang di perpustakaan.
Jangan beranggapan bahwa halaman-halaman Alkitab seumpama fosil-fosil
yang harus ditempatkan di balik kaca-kaca museum. Tidak, Allah masih
berbicara melalui apa yang sudah dibicarakan-Nya. Melalui teks kuno
dalam Alkitab, Roh Kudus dapat berkomunikasi kembali dengan kita kini,
secara segar, pribadi dan penuh kuasa. "Siapa bertelinga, hendaklah ia
mendengarkan apa yang dikatakan (ditulis dalam bentuk waktu sekarang)
Roh (melalui Alkitab) kepada jemaat jemaat." (Wahyu 2:7)

Jika Roh Kudus pada zaman ini masih berbicara kepada kita melalui
Alkitab, mungkin Anda akan bertanya, "Mengapa tidak terjadi
persetujuan pendapat tentang segala sesuatu, jika selain menjadi
perantara penyataan, Roh Kudus juga adalah penafsir, mengapa Dia tidak
memimpin kita kepada suatu pemikiran yang sama?" Jawaban saya mungkin
akan membuat Anda kaget. Sesungguhnya, Dia memungkinkan kita untuk
lebih mengalami kesepakatan ketimbang tidak. Kita akan memiliki
pemahaman yang sama asal saja kita mengikuti empat persyaratan
berikut.

PERTAMA, kita harus menerima otoritas mutlak Alkitab dan bersungguh
hati tunduk kepadanya. Di antara mereka yang bersikap seperti ini
terciptalah sejumlah konsensus Kristen yang berarti. Perbedaan besar
dan menyakitkan yang ada, misalnya antara Gereja Roma Katholik dan
Gereja-gereja Protestan, terutama terjadi karena yang pertama terus
saja enggan menyatakan bahwa Alkitab memiliki otoritas mutlak
melampaui tradisi gereja. Posisi resmi Gereja Roma (walaupun sudah
diubah namun tidak cukup memadai oleh Konsili Vatikan kedua), masih
menegaskan bahwa `baik Tradisi Suci dan Kitab Suci harus diterima dan
dihornytti dengan sikap ibadah dan khidmat yang sama`. Gereja-gereja
Protestan tidak menyangkal pentingnya tradisi, dan sebagian dari kita
sangat menghormatinya, sebab Roh Kudus sudah sejak generasi-generasi
yang lampau mengajar, dan Dia bukan baru saja mengajarkan kebenaran
kepada kita. Namun bila di antara keduanya terjadi benturan, kita
harus mengizinkan Alkitab untuk membentuk ulang tradisi, sama seperti
yang Yesus tegaskan terhadap tradisi orang Yahudi (Markus 7:1-13).
Jika Gereja Roma Katholik memiliki keberanian untuk menolak tradisi-
tradisi yang tidak alkitabiah (misalnya, dogma mereka tentang
ketidakberdosaan Maria dan pengangkatan Maria ke Surga), kemajuan
cepat akan tercapai ke arah persetujuan di bawah firman Allah.

KEDUA, kita harus ingat hal yang sudah kita bahas sebelum ini bahwa
maksud utama Alkitab ialah memberi kesaksian kepada Kristus, Sang
Juruselamat sempurna bagi orang-orang berdosa. Ketika para perintis
Reformasi di abad keenam belas menekankan pentingnya kejelasan Alkitab
dicapai dengan menerjemahkannya agar orang biasa dapat membacanya
sendiri, mereka sebenarnya sedang menunjuk pada jalan keselamatan.
Mereka tidak menyangkal bahwa Alkitab mengandung `hal-hal yang sukar
dipahami` (komentar Petrus tentang surat-surat Paulus di 2Petrus
3:16); apa yang mati-matian mereka tegaskan ialah bahwa kebenaran-
kebenaran hakiki untuk keselamatan, dapat dimengerti oleh semua orang
dengan jelas.

KETIGA, kita harus menerapkan prinsip-prinsip penafsiran yang sehat.
Tentu mudah sekali memutarbalikkan Alkitab sesuka keinginan kita
mengertinya. Tetapi tugas kita ialah menafsirkan, bukan
memutarbalikkan Alkitab. Yang terutama harus kita cari ialah arti asal
dan arti wajar Alkitab sesuai dengan maksud penulisnya. Mungkin bisa
harfiah bisa pula kiasan, lagi-lagi tergantung niat penulisnya. Apa
yang kita sebut tadi ialah prinsip historis dan prinsip kesederhanaan.
Bila keduanya diterapkan secara lurus dan ketat, maka Alkitab akan
mengontrol kita, bukan kita mengontrol Alkitab. Akibatnya, wilayah-
wilayah tentang mana kita bersepakat akan bertambah luas.

KEEMPAT, kita harus mendatangi teks Alkitab dengan kesadaran tentang
adanya prasangka-prasangka budaya kita dan kesediaan untuk mengizinkan
prasangka tadi ditantang dan diubah. Jika kita datang kepada Alkitab
dengan sikap angkuh dan menganggap semua pemahaman iman dan kebiasaan
yang kita warisi benar adanya, tentu saja di dalam Alkitab hanya akan
kita temukan hal-hal yang memang ingin kita temukan, yaitu dukungan
untuk status quo kita. Selain itu, kita pun akan berada dalam
pertentangan tajam dengan orang lain yang datang kepada Alkitab dari
latar belakang dan keyakinan yang berbeda, namun ternyata mendapatkan
`dukungan` Alkitab untuk pandangan mereka. Mungkin tak ada penyebab
lebih lazim timbulnya pertentangan daripada faktor tadi. Hanya jika
kita cukup berani dan rendah hati, mengizinkan Roh Allah melalui
firman. Allah mempertanyakan secara radikal pandangan-pandangan yang
paling kita sayangi, baru kita akan mendapatkan keesaan dan pengertian
yang segar.

Pemahaman rohani yang dijanjikan Roh Kudus tidak bertentangan dengan
keempat syarat ini, tetapi syarat-syarat ini merupakan pengandaian
yang harus kita terima dan penuhi lebih dulu.

Kesimpulan
----------
Kita telah menyelidiki tentang Roh Kudus dalam empat peran: Roh yang
menyelidik, Roh yang menyatakan, Roh yang mengilhamkan, dan Roh yang
menerangi. Inilah keempat tahap pelayanan Roh Kudus mengajar umat-Nya.
PERTAMA, Dia menyelidiki kedalaman Allah dan pikiran Allah. KEDUA, Dia
menyatakan penyelidikan-Nya itu kepada para rasul. KETIGA, Dia
menyampaikan apa yang telah dinyatakan-Nya kepada para rasul melalui
para rasul dengan kata-kata yang disediakan-Nya sendiri. KEEMPAT, Dia
menerangi pikiran para pendengar agar mereka dapat memahami apa yang
sudah dinyatakan kepada dan melalui para rasul, dan masih melanjutkan
karya iluminasi-Nya ini bagi mereka yang ingin menerimanya sampai saat
ini.

Dua pelajaran singkat sederhana akan mengakhiri pembahasan ini. Yang
PERTAMA menyangkut pandangan kita tentang Roh Kudus. Sekarang ini
Pribadi dan karya Roh Kudus banyak diperbincangkan orang. Bagian
Alkitab kita ini hanya salah satu dari banyak bagian Alkitab lainnya
tentang Roh Kudus. Tetapi izinkan saya bertanya kepada Anda, "Adakah
tempat dalam doktrin Anda tentang Roh Kudus untuk bagian ini?" Yesus
menyebut-Nya `Roh Kebenaran`. Berarti kebenaran penting bagi Roh
Kudus. Ya, saya tahu bahwa Dia juga adalah Roh kekudusan, Roh kasih
dan Roh kuasa, tetapi apakah Dia merupakan Roh Kebenaran untuk Anda?
Menurut ayat-ayat yang sudah kita pelajari, Dia sangat mementingkan
kebenaran. Dia menyelidikinya, menyatakannya, mengkomunikasikannya,
dan menerangi pikiran kita agar mampu mengertinya. Sahabat, jangan
sekali-kali meremehkan kebenaran! Jika Anda lakukan itu, Anda mendukai
Roh Kudus kebenaran. Bagian ini seharusnya membawa dampak nyata pada
pandangan kita tentang Roh Kudus.

KEDUA, kebutuhan kita akan Roh Kudus. Inginkah Anda bertumbuh dalam
pengenalan Anda tentang hikmat Allah dan rencana menyeluruh-Nya
menjadikan kita serupa Kristus dalam kemuliaan-Nya kelak? Tentu ingin,
seperti halnya saya juga. Berarti kita butuh Roh Kudus, Roh kebenaran,
untuk menerangi pikiran kita. Untuk itu kita perlu dilahirkan kembali.
Kadang-kadang terpikir oleh saya, mengapa sementara teolog sekuler
mengeluarkan ucapan-ucapan dan tulisan-tulisan serendah nilai sampah
(yang saya maksudkan, misalnya ialah penolakan mereka akan kepribadian
Allah dan Keilahian Yesus) adalah karena mereka belum dilahirkan
kembali. Mungkin saja seseorang menjadi teolog tanpa dilahirkan
kembali. Inikah sebabnya mereka tidak memahami kebenaran-kebenaran
ajaib dalam Alkitab? Alkitab dapat dipahami secara rohani. Karena itu
kita perlu datang kepada Alkitab dengan rendah hati, hormat, dan penuh
harap. Kita perlu mengakui bahwa kebenaran-kebenaran yang dinyatakan
di dalam Alkitab masih terkunci dan termeterai sampai Roh kudus
membukakannya bagi kita dan membukakan pikiran kita untuk kebenaran
tersebut. Allah menyembunyikan kebenaran-Nya dari orang berhikmat dan
orang pandai, dan menyatakannya kepada `bayi-bayi`, yaitu mereka yang
dengan rendah hati dan hormat datang kepada-Nya. Jadi, sebelum kita,
para pengkhotbah, membuat persiapan; sebelum warga jemaat
mendengarkan, sebelum seseorang atau sekelompok orang mulai membaca
Alkitab dalam masing-masing situasi ini, kita harus berdoa agar Roh
Kudus memberikan penerangan-Nya: "Singkapkanlah mataku, supaya aku
memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu." (Mazmur 119:18) Maka
pasti Dia akan melakukannya.

======================================================================

Bahan di atas dikutip dari sumber:
----------------------------------
Judul buku   : Alkitab: Buku untuk Masa Kini
Penulis      : John R.W. Stott
Penerbit     : Persekutuan Pembaca Alkitab, Jakarta, 1990
Hal          : 30 - 49

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org