Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/56

e-Reformed edisi 56 (30-11-2004)

Bukan Damai, Melainkan Pedang

                    BUKAN DAMAI, MELAINKAN PEDANG
                    =============================

"Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas
bumi: Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang" (Matius
10:34)

Ini perkataan keras bagi semua orang yang mengingat berita para
malaikat pada malam kelahiran Tuhan Yesus: ´Kemuliaan bagi Allah di
tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia
yang berkenan kepada-Nya´. Bagian akhir dari berita ini seolah-olah
berarti ´damai sejahtera di bumi di antara manusia adalah sasaran
kasih Allah´. Memang, malaikat-malaikat hanya muncul dalam Lukas 2:14,
sedang perkataan keras yang kita kutip terambil dari Matius. Tetapi,
Lukas juga mencatat perkataan keras ini, hanya saja ia mengganti kata
metafora ´pedang´ dengan kata bukan metafora, yaitu ´pertentangan´
(Lukas 12:51). Kedua penginjil kemudian melanjutkan tulisannya tentang
Tuhan Yesus yang berkata, "Sebab Aku datang untuk memisahkan orang
dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu
mertuanya" (Matius 10:35; Lukas 12:53). Lalu, Matius menutup perkataan
ini dengan kutipan dari Perjanjian Lama yang berbunyi ´musuh orang
ialah orang-orang seisi rumahnya´ (Mikha 7:6).

Satu hal yang sudah pasti: Tuhan Yesus tidak menyokong pertentangan.
Ia mengajar pengikut-Nya untuk jangan melawan atau membalas kalau
mereka diserang atau diperlakukan tidak baik, "Berbahagialah orang
yang membawa damai", kata-Nya, "karena mereka akan disebut anak-anak
Allah" (Matius 5:9). Artinya, Allah ialah Allah Damai Sejahtera,
sehingga orang yang mencari dan meneruskan damai mencerminkan sifat
Allah. Ketika Ia melakukan kunjungan terakhir ke Yerusalem, berita
yang Ia bawa menyangkut ´apa yang perlu untuk damai sejahtera´, dan Ia
menangis karena kota itu menolak berita-Nya dan cenderung kepada jalan
yang menuju kebinasaan (Lukas 19:41-44). Berita yang dikumandangkan
pengikut-pengikut-Nya dalam nama-Nya setelah kepergian-Nya disebut
´Injil damai sejahtera´ (Efesus 6:15) atau ´berita perdamaian´
(2Korintus 5:19). Disebut demikian bukan hanya sebagai ajaran doktrin,
tetapi sebagai kenyataan yang dialami. Individu-individu dan kelompok-
kelompok yang dahulunya saling berjauhan mengalami bagaimana mereka
saling akur karena pengabdian yang sama kepada Kristus. Hal semacam
ini bahkan dialami lebih awal dalam rangkaian pelayanan di Galilea.
Kalau Simon orang Zelot dan Matius si pemungut cukai mampu hidup
berdampingan sebagai dua rasul di antara dua belas rasul, tentunya
rasul-rasul yang lain memandangnya sebagai mujizat dari kasih karunia
Allah.

Tetapi ketika Tuhan Yesus berbicara tentang ketegangan dan konflik
dalam keluarga, Ia mungkin berbicara berdasarkan pengalaman pribadi.
Ada indikasi dalam kisah Injil bahwa beberapa anggota keluarga-Nya
sendiri tidak bersimpati dengan pelayanan-Nya: orang-orang yang dalam
suatu kesempatan berusaha untuk mengambil-Nya dengan paksa karena
orang yang mengatai-ngatai ´Ia tidak waras lagi´ disebut ´sahabat-Nya´
dalam RSV tetapi lebih tepat ´kaum keluarga-Nya´ dalam NEB dan juga
dalam terjemahan bahasa Indonesia (Markus 3:21). Sebab saudara-
saudara-Nya sendiri tidak percaya kepada-Nya, demikian dikatakan dalam
Yohanes 7:5. (Kalau orang bertanya mengapa saudara-saudara-Nya ini
menduduki kursi-kursi kepemimpinan bersama para rasul dalam gereja
mula-mula, maka jawabannya dengan pasti terdapat dalam pernyataan
1Korintus 15:7, yaitu bahwa Tuhan Yesus yang bangkit menyatakan diri
kepada Yakobus saudara-Nya.)

Jadi, kalau Tuhan Yesus berkata bahwa Ia datang bukan untuk membawa
damai melainkan pedang, yang Ia maksudkan ialah bahwa itu adalah
akibat kedatangan-Nya, bukan karena itu menjadi tujuan kedatangan-Nya.
Kata-kata-Nya menjadi kenyataan dalam kehidupan gereja yang mula-mula.
Dan kebenaran kata-kata ini telah dibuktikan kemudian dalam sejarah
pelayanan misi-misi Kristen. Waktu satu atau dua anggota keluarga atau
golongan masyarakat lainnya menerima iman Kristen, maka hal ini selalu
menimbulkan pertentangan dari anggota-anggota yang lain. Paulus, yang
rupanya juga mengalami pertentangan semacam ini dalam keluarganya
sebagai akibat pertobatannya, membuat perlengkapan bagi situasi
semacam ini dalam hidup kekeluargaan para petobatnya. Ia tahu bahwa
ketegangan bisa timbul bila seorang suami istri menjadi Kristen,
sedang pasangannya tetap tidak percaya. Bila pasangan yang tidak
percaya merasa berbahagia hidup bersama orang Kristen, itu baik.
Seluruh keluarga dalam waktu yang tidak lama bisa menjadi Kristen.
Tetapi, bila pasangan yang tidak percaya bersikeras untuk meninggalkan
dan mengakhiri perkawinan, maka orang Kristen tidak boleh menggunakan
kekerasan atau tindakan-tindakan legal, karena ´Allah memanggil kamu
untuk hidup dalam damai sejahtera´ (1Korintus 7:12-16).

Jadi, dalam kata-kata-Nya ini, Tuhan Yesus memperingatkan pengikut-
pengikut-Nya bahwa kesetiaan mereka kepada-Nya bisa mengakibatkan
konflik di rumah, bahkan pengusiran dari lingkungan keluarga. Adalah
baik bahwa mereka diperingatkan sebelumnya, jadi mereka tidak bisa
berkata, "Kami tidak pernah membayangkan bahwa kami harus membayar
harga ini untuk mengikut Dia!"


Bahan di atas dikutip dari sumber:
----------------------------------
Judul buku   : Ucapan Yesus yang Sulit
Judul artikel: Bukan Damai, Melainkan Pedang
Penulis      : F.F. Bruce
Penerbit     : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 2001
Hal          : 141 - 143

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org