Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/55

e-Reformed edisi 55 (31-10-2004)

Permulaan Pembaharuan Gereja (Reformasi)

                PERMULAAN PEMBARUAN GEREJA (REFORMASI)
                ======================================

1. Yang menyebabkan timbulnya pembaruan gereja ialah perbedaan antara
teologi serta praktik gereja dengan ajaran Alkitab seperti yang
ditemukan oleh Luther. Peristiwa yang membuat Reformasi itu mulai
adalah penjualan surat-surat penghapusan siksa di Jerman oleh Tetzel.
Menentang ucapan-ucapan Tetzel, Luther menyusun ke-95 dalilnya.

  Apa yang telah ditemukan oleh seorang guru teologi jauh di daerah,
  merupakan bahan peledak yang nanti akan meruntuhkan susunan gereja.
  Tetapi pemimpin-pemimpin gereja di pusat tidak menyadari bahaya yang
  mengancam. Paus Leo X dan tokoh-tokoh gereja lainnya sibuk
  merencanakan pembangunan gereja raksasa, yaitu gereja Santo Petrus
  di Roma, yang harus melambangkan keagungan Gereja Barat. Untuk
  mengumpulkan dana bagi proyek itu, mereka memaklumkan penghapusan
  siksa bagi orang-orang yang akan memberi sumbangan. Di Jerman,
  surat-surat penghapusan siksa itu diperdagangkan oleh Tetzel. Dan
  perdagangan itulah yang menjadi pendorong dimulainya Reformasi.

  Meskipun Tetzel seorang anggota Ordo Dominikan, namun ia tidak
  begitu mengindahkan rumusan-rumusan teologi yang halus. Ajaran resmi
  mengenai penghapusan siksa itu menentukan bahwa penghapusaan itu
  hanya berlaku, kalau orang sungguh-sungguh menyesali dosanya dan
  kalau dosa itu telah diampuni melalui sakramen pengakuan dosa.
  Namun, Tetzel berusaha meningkatkan penjualan barangnya dengan
  mengatakan bahwa surat-surat yang ditawarkannya itu menghapuskan
  dosa juga dan memperdamaikan orang dengan Allah. Demikianlah orang
  mendapat kesan bahwa pengampunan dosa dan pendamaian dengan Allah
  bisa diperoleh dengan uang, di luar penyesalan hati dan di luar
  sakramen-sakramen juga.

  Luther, sebagai seorang imam juga harus menerima pengakuan dosa dari
  pihak anggota-anggota jemaat. Karena pengalamannya sendiri, maka ia
  sangat bersungguh-sungguh dalam hal ini. Kini ia didatangi oleh
  orang-orang yang menganggap sepi ajakan yang diberikannya sesudah
  pengakuan, agar mereka betul-betul menyesal dan menunjukkan
  penyesalan mereka dengan perbuatannya. Mereka memperlihatkan
  kepadanya surat penghapusan siksa sambil berkata: dosa kami sudah
  diampuni. Luther kaget. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk
  menjadikan hal ini sebagai pokok pembicaraan antara sarjana-sarjana
  teologi. Begitulah ia menyusun 95 dalil mengenai penghapusan siksa,
  dalam bahasa Latin, bahasa kaum cendekiawan. Pada tanggal 31 Oktober
  1517, ia memperkenalkan dalil-dalil itu dengan menempelkannya di
  pintu gereja di Wittenberg (bacaan 1).

2. Dalil-dalil Luther menyangkut perkara yang sudah menghebohkan
masyarakat Jerman, meskipun biasanya dengan alasan lain (harta Jerman
yang mengalir ke luar negeri). Dari sebab itu, tulisan tersebut dibaca
dengan asyik oleh orang banyak. Sebaliknya, pemimpin-pemimpin gereja
di Roma menuding Luther sebagai seorang penyesat.

  Dalam dalil-dalilnya itu, Luther menentang perkataan-perkataan
  Tetzel. Bahkan, ia menegaskan pula bahwa penyesalan sejati bukanlah
  sesuatu hal yang dapat diselesaikan orang dengan memenuhi syarat-
  syarat yang ditentukan oleh iman setelah pengakuan dosa, misalnya
  dengan mengucapkan Doa Bapa Kami sekian kali. Penyesalan itu
  berlangsung selama hidup! Itulah makna dalil yang pertama, yang
  berbunyi: "Apabila Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus berkata:
  Bertobatlah, dan seterusnya, yang dimaksudkanNya ialah bahwa seluruh
  kehidupan orang percaya haruslah merupakan pertobatan (=
  penyesalan)." Siapa yang betul-betul mengasihi Allah, tidak akan
  berusaha secara egoistis menebus hukuman atas dosanya, apalagi
  dengan uang; yang penting baginya ialah agar Allah mengampuni
  kesalahannya. Luther belum menyangkal adanya api penyucian, sama
  seperti ia belum menyangkal kekuasaan sri paus dan banyak hal lain
  yang di kemudian hari ditolaknya. Maksudnya, hanyalah untuk melawan
  pendapat seakan-akan surat-surat penghapusan siksa itu dapat memberi
  keselamatan, seperti yang didengung-dengungkan oleh para penjajanya
  untuk menipu rakyat biasa. Namun, sebenarnya Luther telah merombak
  seluruh ajaran Gereja Abad Pertengahan, bila ia mengatakan, "Bukan
  sakramen, melainkan imanlah yang menyelamatkan."

  Dalil-dalil diterjemahkan oleh mahasiswa-mahasiswanya ke dalam
  bahasa Jerman, dan dalam waktu empat minggu saja sudah tersiar ke
  seluruh Jerman. Umat Kristen, yang sudah lama tidak senang lagi
  mengenai keadaan gereja, kini mendengar suara yang menyatakan
  keberatannya dan yang sekaligus menunjukkan jalan lain. Sebaliknya,
  pemimpin-pemimpin gereja tidak begitu senang. Dalam waktu yang
  singkat saja hasil penjualan surat-surat penghapusan siksa telah
  menjadi sangat berkurang. Luther dituduh di hadapan paus sebagai
  seorang penyesat, dan Leo X menuntut supaya ia menarik kembali
  ajaran yang salah itu. Luther menjelaskan maksud dalil-dalilnya
  kepada paus dalam sepucuk surat yang penuh penghormatan. Tetapi paus
  memberi perintah kepadanya untuk menghadap hakim-hakimnya di Roma
  dalam waktu 60 hari. Itu berarti bahwa Luther akan dibunuh.

  Akan tetapi, keadaan politik di Jerman menolong Luther. Sebenarnya
  negeri Jerman adalah kekaisaran, namun kekuasaan kaisar sangat
  terbatas. Jerman terbagi atas ratusan daerah yang praktis yang
  merupakan negara-negara merdeka. Salah satu yang terbesar di antara
  daerah-daerah itu ialah Kerajaan Sachsen, di mana Luther tinggal.
  Kalau rajanya, Raja Friedrich yang Bijaksana, berbuat sesuatu yang
  menentang gereja, kaisar atau paus tidak bisa berbuat apa-apa.
  Friedrich tidak mau menyerahkan Luther, namun paus tidak berani
  melawan Friedrich, sebab memerlukan dukungan Friedrich dalam
  pemilihan seorang kaisar baru (Charles V, 1519-1555).

  Lalu Luther diperiksa di Jerman sendiri, tetapi di luar wilayah
  Saksen, oleh Kardinal Cajetanus (1518). Sudah barang tentu ia
  mengira bahwa ia akan ditangkap dan dibunuh. Di tengah jalan, orang-
  orang meneriakkan kepadanya, "Balik, balik!" Tetapi Luther menjawab,
  "Di sana pun berkuasa Kristus. Semoga Kristus hidup, Martinus
  binasa, bersama dengan setiap orang berdosa!" Ia menghadap sang
  kardinal dengan berlutut dan ia mencoba membujuk Luther baik-baik,
  tetapi dengan segera toh terjadi perdebatan. Pegawai-pegawai istana
  paus menertawakan Luther yang begitu bodoh membenarkan dirinya
  berdasarkan Kitab Suci. Akibatnya, sang kardinal menjadi marah, dan
  Luther terpaksa diselundupkan ke luar kota, supaya ia lolos dari
  bahaya maut. Baru dua tahun kemudian Luther dihukum secara resmi.

3. Sementara itu, gerakan Reformasi semakin meluas. Luther sendiri
makin sadar bahwa pengertiannya yang baru itu akan berpengaruh
terhadap seluruh ajaran dan tata gereja: makin banyak unsur dari
teologi dan praktik Gereja Roma yang ia tolak.

  Banyak kota dan daerah di Jerman yang memihak kepada Luther dan
  namanya mulai terkenal di luar negeri juga. Kalangan humanis
  bergelora semangatnya karena pembaruan-pembaruan yang dianjurkannya.
  Salah seorang humanis yang selama hidupnya bersahabat dengan Luther
  ialah rekannya di Universitas Wittenberg, Melanchthon (1497-1560),
  yang pada tahun 1518 menjadi guru besar bahasa Yunani di sana.
  Pengajaran sekolah umum di negeri Jerman disusunnya secara baru,
  menurut asas-asas Reformasi. Dialah yang menulis buku dogmatika
  protestan yang pertama, yang berjudul: Loci Communes ("Pokok-pokok
  Teologi", 1521). Ia juga merupakan pembantu Luther dalam hal
  penerjemahan Alkitab.

  Pandangan-pandangan baru Luther tidak berkembang dengan cepat, sebab
  ia berwatak konservatif, dan tidak suka melepaskan apa yang pernah
  dianutnya. Namun justru dialah yang terpanggil untuk memelopori
  pembaruan gereja! Baru pada tahun 1519, ia menginsafi bahwa paus
  bisa keliru juga, bahwa konseli-konseli gereja pun bisa sesat.
  Dengan demikian, seluruh tradisi gereja, yaitu anggapan-anggapan dan
  kebiasaan-kebiasaan yang telah muncul dan dipelihara berabad-abad
  lamanya, kehilangan kekuasaannya di samping Alkitab. Tradisi itu
  hanya masih berlaku di bawah kekuasaan Alkitab: apa yang berlawanan
  dengan ajaran Alkitab harus dihapuskan.

4. Pada tahun 1520 Luther menerbitkan tiga tulisan yang di dalamnya,
ia menguraikan pandangannya yang baru. Yang paling terkenal ialah
"Kebebasan Seorang Kristen", yang merupakan buku etika protestan yang
pertama.

  Dalam ketiga karangan itu, Luther merobohkan seluruh sistem Abad
  Petengahan. Yang pertama ialah" Kepada para pemimpin Kristen Jerman,
  mengenai perbaikan masyarakat Kristen. Di sini Luther menyatakan
  bahwa paus dan kaum rohaniwan tidak boleh berkuasa atas "kaum awam".
  Setiap orang Kristen adalah seorang imam dan ikut bertanggung jawab
  dalam gereja. Dunia juga tidak "bertingkat dua". Berkhotbah atau
  bercocok tanam sama tingkatnya, sebab sama-sama bertujuan melayani
  Allah. Jadi, tidak dengan sepatutnya kaum "rohaniwan", khususnya
  paus, menuntut kekuasaan atas negara dan masyarakat. Bangsa Jerman,
  dengan diwakili oleh pemimpin-pemimpinnya, boleh dan harus
  memperbaiki sendiri keadaan gerejanya.

  Karangan yang kedua berjudul: Pembuangan Babel untuk Gereja. Buku
  itu berisi uraian tentang sakramen-sakramen. Hanya baptisan dan
  Perjamuan Kudus yang bisa ditemukan dasarnya dalam Alkitab. Tentang
  pengakuan dosa, Luther masih ragu-ragu; keempat sakramen lainnya
  ditolaknya. Arti sakramen dan hubungan antara sakramen dengan Firman
  Tuhan dirumuskannya secara baru juga: sakramen bukanlah saluran
  anugerah ke dalam diri kita. Sakramen, menurut Luther adalah tanda
  dari apa yang dinyatakan oleh Firman itu, Firman dalam rupa tanda,
  dan jawaban kita atas penerimaan sakramen itu hanyalah iman.

  Pada karangan pertama, Luther berbicara kepada para penguasa. Pada
  karangan kedua, ia berdiskusi dengan teolog-teolog. Pada karangan
  ketiga, Kebebasan Seorang Kristen, ia menulis bagi rakyat Kristen.
  Buku itu menguraikan soal perbuatan-perbuatan baik. Luther mulai
  dengan merumuskan dua dalil yang tampaknya saling bertentangan:

  "Seorang Kristen bebas dari segala ikatan dan bukanlah hamba kepada
  siapa pun";

  "Seorang Kristen terikat pada segala sesuatu dan hamba dari semua
  orang".

  Demikian yang dimaksud Luther: Seorang Kristen bebas dari hukum atau
  taurat mana pun, dan tidak terikat pada peraturan yang dikeluarkan
  oleh siapa pun, biar sri paus sekalipun, sebab ia telah memiliki
  kebenaran Kristus dan tidak membutuhkan lagi perbuatan-perbuatan
  amal. Tetapi di dalam diri orang Kristen itu masih ada kemauan yang
  buruk, tubuhnya yang penuh hawa nafsu (Luther pernah menjadi rahib!)
  dan tubuh itu harus dikekang dengan banyak "perbuatan-perbuatan":
  dengan askese juga. Namun, perbuatan-perbuatan itu tidak mengandung
  amal - bukankah kita telah mendapat seluruh amal yang kita butuhkan
  di dalam Kristus? (bacaan 2).

5. Gereja Roma dan Negara Jerman mengutuk dan mengucilkan Luther. Akan
tetapi, Raja Friedrich yang Bijaksana tetap melindungi dia.

  Pada tahun 1520, keluarlah bulla (surat resmi) dari paus, yang telah
  lama ditunggu-tunggu. Jikalau Luther tak mau menarik kembali ajarannya
  yang sesat itu, ia akan dijatuhi hukuman gereja. Luther membalas bulla
  itu dengan karangan yang berjudul: "Melawan bulla yang terkutuk dari
  si Anti-Krist". Lalu bulla itu dibakarnya di muka pintu gerbang kota
  Wittenberg di hadapan para guru besar dan mahasiswa. Kemudian,
  keluarlah bulla-kutuk paus.

  Menurut anggapan abad pertengahan, negara tidak bisa tidak menghukum
  seorang penyesat yang telah dikutuk oleh gereja. Tetapi karena
  banyak kepala daerah (bnd. pasal 2) menyetujui ajarannya, maka
  Luther dipanggil ke "sidang kekaisaran" yang pada bulan April 1521
  diadakan di kota Worms untuk mempertanggungjawabkan perbuatan-
  perbuatan dan karangan-karangannya. Sahabat-sahabat Luther takut
  kalau-kalau ia akan ditangkap dan oleh sebab itu memohon kepadanya
  supaya jangan pergi juga. Tetapi Luther berkata, "Biarpun di Worms
  ada setan sebanyak genteng di atas rumah, aku pergi juga! "

  Pembelaannya di hadapan kaisar dan raja-raja pada tanggal 18 April
  1521 menjadi termasyhur. Wakil paus menuntut kepadanya supaya ia
  memungkiri segala pandangannya yang sesat itu, tetapi Luther
  menunjuk pada Alkitab, "Bahwa saya bisa sesat sebagai manusia,
  tentang itu saya yakin. Akan tetapi, hendaknya saya diperbolehkan
  menuntut supaya dari Firman Allah dibuktikan kepada saya bahwa saya
  sesat." Namun, bukti itu tidak akan diberikan, karena ajarannya
  sudah lebih dahulu ditolak oleh gereja. Lalu kata Luther, "Saya
  tidak percaya kepada paus atau kepada konseli-konseli saja, karena
  sudahlah jelas seperti siang bahwa mereka berkali-kali sesat dan
  seringkali bertentangan dengan dirinya sendiri. Suara hati saya
  sudah terikat oleh perkataan Kitab Suci dan saya tertangkap dalam
  Firman Allah: menarik kembali, saya tidak dapat dan saya tidak mau
  sama sekali. Semoga Allah menolong saya. Amin!"

  Beberapa minggu kemudian, dalam Edik Worms, Luther bersama pengikut-
  pengikutnya dikucilkan dari masyarakat dengan "kutuk kekaisaran".
  Segala karangan Luther juga harus dibakar. Ia sendiri boleh ditangkap
  atau dibunuh oleh siapa saja yang menemukan dia. Karena kaisar telah
  memberi jaminan keamanan, maka Luther boleh pulang dulu ke kotanya.
  Ketika keretanya melintasi suatu hutan, sekonyong-konyong ia disergap
  oleh sepasukan orang berkuda yang bersenjata. Orang menyangka Luther
  telah dibunuh seteru-seterunya, tetapi sebenarnya ia dilarikan atas
  perintah Friedrich yang Bijaksana, yang hendak meluputkan sahabatnya
  itu dari bahaya maut. Luther dibawa ke puri Wartburg, supaya ia aman
  dan tersembunyi untuk sementara waktu.

  Sepuluh bulan lamanya, Luther tinggal di Wartburg dengan berpakaian
  ksatria dan memakai nama samaran, yaitu "Pangeran Georg". Di tempat
  yang sunyi itu, hatinya digoda oleh banyak kebimbangan. Benarkah ia
  mengikuti jalan Tuhan dengan gerakannya itu? Kata orang, pernah
  Luther melemparkan sebotol tinta kepada Iblis yang tampak olehnya
  dalam biliknya dan yang mengganggu dia. Yang pasti ialah bahwa ia
  melawan Iblis dengan tinta yang keluar dari penanya: Luther bekerja
  keras di Wartburg, dan dalam beberapa bulan saja Perjanjian Baru
  sudah siap diterjemahkannya ke dalam bahasa Jerman, dengan memakai
  juga naskah Yunani terbitan Erasmus. Di samping itu, ia mengarang
  sebuah kitab rencana khotbah untuk pendeta-pendeta Protestan yang
  sangat membutuhkan pimpinan dalam hal berkhotbah.

6. Sesudah satu tahun, Luther kembali lagi ke Wittenberg dan
meneruskan pekerjaan Reformasi. Sekarang ia mulai memperbarui tata
kebaktian.

  Luther berwatak konservatif (pasal 3), sehingga ia mau
  mempertahankan sebanyak mungkin tata kebaktian yang lama. Asasnya
  ialah bahwa yang perlu diubah hanyalah apa yang nyata bertentangan
  dengan Alkitab. Jadi, kebaktian Protestan, khususnya yang memakai
  aturan Lutheran, tetap berjalan seperti Misa Katholik: sesudah
  salam-berkat, jemaat mengaku dosanya dan pengampunan diberitakan,
  lalu Alkitab dibacakan, khotbah diadakan, kemudian ada perayaan
  sakramen.

  Akan tetapi, dalam beberapa hal harus ada perubahan. Pertama:
  bahasa. Misa biasanya dilayankan dengan memakai bahasa Latin. Sulit
  bagi rakyat untuk memahami bahasa itu. Padahal, kebaktian itu justru
  dimaksudkan untuk menyampaikan Firman kepada mereka! Jadi, bahasa
  Latin diganti dengan bahasa Jerman (dan di negeri-negeri lainnya
  yang menerima Reformasi, dengan bahasanya sendiri). Kedua:
  pengertian mengenai makna ibadah berubah secara asasi. Dalam teologi
  Katholik, Misa adalah pengulangan korban Kristus secara tak
  berdarah. Melalui penerimaan sakramen itu, berlangsung penyaluran
  anugerah yang menjadikan manusia sanggup berbuat sesuai dengan
  kehendak Allah. Karena itu, yang menjadi pusat ibadah ialah perayaan
  sakramen Misa. Kebaktian tanpa khotbah tetap merupakan ibadah yang
  lengkap, tetapi kebaktian tanpa Ekaristi tidaklah lengkap. Malah,
  kebaktian dimana satu dua orang imam sendiri merayakan Ekaristi
  dengan tidak dihadiri jemaat, merupakan ibadah juga. Kedua wawasan
  tentang makna sakramen Misa itu tadi ditolak oleh Luther. Baginya,
  makna ibadah bukan pengorbanan Kristus dalam Misa, bukan juga
  penyaluran anugerah, melainkan pemberitaan rahmat Tuhan kepada
  setiap orang yang mau mendengar. Pemberitaan itu terjadi dalam
  pemberitaan Firman, dan dalam perayaan sakramen, yang menandai dan
  memperlihatkan apa yang dinyatakan dalam pemberitaan Firman itu.
  Maka, khotbah diberi tempat yang lebih wajar dalam kebaktian.
  Khotbah harus ada; itu dilakukan beberapa kali seminggu; perayaan
  Perjamuan Kudus "hanya" ada pada setiap Minggu pagi, sesudah
  khotbah. Sama halnya seperti sebuah buku yang teksnya bisa dipahami
  walau tidak ada gambar; tetapi gambar itu ditambahkan supaya teksnya
  lebih jelas lagi. Luther berpegang pada kehadiran nyata tubuh dan
  darah Kristus dalam Ekaristi (Perjamuan); hanya tubuh dan darah itu
  tidak hadir sebagai ganti roti dan anggur (trans-substansiasi),
  tetapi bersama dengannya (con-substansiasi, con/cum = bersama
  dengan).

  Perubahan ketiga yang membuat Misa Katholik menjadi kebaktian
  Protestan ialah kegiatan jemaat di dalamnya. Pada zaman Ambrosius,
  kebaktian diselingi nyanyian jemaat (Kid. Jemaat 245 berasal dari
  Ambrosius). Tetapi dalam Abad Pertengahan, jemaat semakin tidak
  aktif. Sekarang Luther sendiri dan ahli-ahli musik serta penyair
  lain menyusun lagu-lagu dalam bahasa Jerman untuk jemaat yang tidak
  biasa menyanyi itu, sehingga bisa dipakai sebagai nyanyian dalam
  kebaktian gereja dan di rumah.

Bacaan-bacaan:

1. Beberapa di antara ke-95 dalil Luther

37. Setiap orang Kristen telah mengambil bagian dalam segala harta
Kristus dan gereja; hal itu dianugerahkan kepadanya oleh Allah,
biarpun tidak ada surat penghapusan siksa dari gereja.

43. Patutlah kepada orang-orang Kristen diajarkan: "Kalau seorang
memberikan sesuatu kepada orang miskin, atau meminjamkan uang kepada
orang yang membutuhkannya, ia berbuat lebih baik, ketimbang kalau ia
membeli surat penghapusan siksa.",
44. Karena oleh perbuatan kasih, kasih bertambah dan manusia bertambah
baik; tetapi oleh penghapusan siksa ia tidak bertambah baik, hanya
saja lebih bebas dari hukuman.

65. Harta Injil ialah jala-jala, yang dengannya dahulu kala orang
ditangkap dari kekayaan (Matius 4:9; Lukas 18:18-27).

66. Harta penghapusan siksa ialah jala-jala, yang dengannya sekarang
ditangkaplah kekayaan orang.

2. Dari Kebebasan Seorang Kristen

Seorang Kristen bebas dari semuanya dan atas seluruhnya, sehingga dia
tidak membutuhkan sesuatu perbuatan untuk menjadikan dia benar dan
menyelamatkannya, karena hanya iman saja yang menganugerahkan semuanya
berlimpah-limpah.

Walaupun seseorang cukup dibenarkan oleh iman, namun ia masih hidup di
dunia yang fana ini. Dalam hidup ini, ia harus menguasai tubuhnya (=
segala nafsunya yang menentang kehendak Allah) dan bergaul dengan
sesamanya. Dia menemukan tantangan kehendak di dalam tubuhnya yang
berdaya upaya melayani dunia dan yang mencari segala kepuasan. Hal ini
tak dapat dibiarkan oleh roh iman. Karena melalui iman, jiwa kita
disucikan dan digerakkan untuk mengasihi Allah, maka jiwa itu
menghendaki segala sesuatu. Teristimewa tubuhnya sendiri, menjadi
suci-murni, sehingga segala sesuatu akan turut serta dengannya dalam
mengasihi dan memuji Allah. Oleh karena itu, manusia tidak lagi malas,
karena kebutuhan tubuhnya mendorongnya dan memaksanya mengerjakan
banyak perbuatan yang baik supaya tubuh itu dapat ditaklukkan. Dengan
jalan ini, tiap-tiap orang sangat mudah mempelajari bagi dirinya
sendiri, pembatasan dan kebijaksanaan dari penyiksaan badannya, karena
ia akan berpuasa, berjaga-jaga dan bekerja sebanyak yang diperlukan
untuk menahan keinginan hawa-nafsu tubuhnya.

Akhirnya, kita akan membicarakan juga hal-hal perbuatan kepada sesama
manusia. Seseorang tidak hidup untuk dirinya sendiri saja dalam tubuh
yang fana ini, dan bekerja untuk dirinya saja, tetapi ia hidup untuk
orang lain dan bukan untuk dirinya sendiri. Untuk tujuan inilah, ia
menaklukkan tubuhnya, supaya dapat lebih ikhlas dan lebih bebas
melayani orang lain. Dari iman mengalirlah kasih dan kegembiraan dalam
Tuhan, dan dari kasih pikiran yang gembira, tulus dan bebas, yang
melayani sesama manusia dengan rela hati dan tidak memikirkan
penghargaan atau olok-olok, pujian atau celaan, untung atau rugi.

3. Luther mengenai "rohaniwan " dan "awam ". (Dari: Kepada para
   pemimpin bangsa Jerman, pasal 1).

Menamakan para paus, uskup, imam, biarawan, dan biarawati "golongan
rohaniwan", sedangkan para pangeran, tuan, tukang, dan petani
"golongan duniawi", merupakan akal yang direka-reka oleh orang-orang
lihai. Karena semua orang Kristen, tanpa kecuali, benar-benar dan
sungguh-sungguh termasuk golongan rohaniwan, dan tidak ada perbedaan
di antara mereka, kecuali pekerjaan mereka yang berlainan. (...) Tidak
ada di antaranya perbedaan dalam hal kedudukan Kristen. Semuanya
bersifat rohani kedudukannya, dan semuanya sungguh-sungguh imam,
uskup, dan paus. Mereka yang sekarang dinamakan kaum rohaniwan , tidak
lebih luas atau lebih besar pangkatnya daripada orang Kristen lainnya,
kecuali dalam hal bahwa mereka mempunyai tugas menerangkan Firman
Allah dan melayankan sakramen-sakramen. Tukang sepatu, pandai besi,
petani, masing-masing mempunyai kesibukan tangan dan pekerjaannya;
sementara itu, mereka semuanya dapat dipilih pula untuk bertindak
sebagai imam dan uskup.


Bahan di atas diedit dari sumber:
---------------------------------
Judul buku   : Harta dalam Bejana - Sejarah Gereja Ringkas
Judul artikel: Permulaan Pembaruan Gereja (Reformasi)
Penulis      : Dr. Th. Van Den End
Penerbit     : PT BPK Gunung Mulia Jakarta, 2001
Hal          : 162 - 172

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org