Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/28

e-Reformed edisi 28 (1-5-2002)

Bahkan Para Pendeta pun
Membutuhkan Teman


Selama beberapa tahun yang lewat ini saya sering mendengar banyak
alasan mengapa para pendeta harus menghindari segala bentuk ikatan
persahabatan. Beberapa orang mengatakan bahwa teman-teman itu mungkin
menyenangkan, tetapi waktu dan tenaga yang dibutuhkan dalam pelayanan
sama sekali tidak memungkinkan menikmati kesenangan diri semacam itu.
Banyak orang beranggapan bahwa persahabatan di dalam jemaat tentu akan
melanggar batas, dan pendeta yang menikmati permainan golf dengan
jemaat akan menimbulkan persoalan.

Meskipun belakangan ini sikap demikian telah agak berubah, namun bagi
pendeta maupun jemaat tetap saja akan menghadapi kesulitan melihat
pendeta yang terlibat dalam persahabatan yang begitu manusiawi. Banyak
jemaat telah terbiasa dengan anggapan bahwa pendeta itu seharusnya
hanya berdiri tegak di atas mimbar yang tinggi, dan banyak pendeta
memang menyukai pemandangan dari atas mimbar itu. Mereka merasa enggan
untuk turun dari tempat itu dan kemudian menjalin hubungan yang mudah
mendatangkan kecaman serta terlalu akrab.

Seandainya persahabatan itu terjalin dengan seorang anggota gereja,
maka jemaat lainnya akan mulai mencurigai. Tuduhan atas sikap pilih
kasih dan pengaruh yang tidak semestinya akan mulai dibisik-bisikkan
di gereja.

Sesungguhnya, tidak semua alasan ini dengan mudah dapat kita abaikan.
Melangsungkan persahabatan memang menuntut "waktu dan tenaga" yang
amat banyak (kedua unsur tersebut seringkali tidak dimiliki pendeta).
Dan tentunya, beberapa tuduhan mengenai sikap pilih kasih dan pengaruh
yang dimiliki itu memang ada dasarnya. Kadang-kadang para pendeta
menyatakan pandangan yang tidak benar dan pendapat yang tidak begitu
jelas karena menaruh kesetiaan yang tidak semestinya kepada satu atau
dua anggota jemaat. Meskipun mungkin kita tak ingin mengakuinya, namun
tidak ada peran, jubah, ataupun gelar kependetaan yang dapat
menyembunyikan kenyataan bahwa kita adalah manusia. Manusia memerlukan
teman -- termasuk manusia yang kebetulan saja menjadi pendeta.

Ada banyak contoh dalam Alkitab yang menopang pendapat ini. Dari Raja
Daud sampai Yesus hingga Paulus. Orang-orang bijak itu senantiasa
mengetahui bahwa tidaklah bijaksana untuk menempuh jalan kehidupan
tanpa keceriaan, kesenangan, serta dorongan-dorongan semangat dari
para sahabat. Di luar contoh yang ada dalam Alkitab tadi, ada tiga
alasan terbaik yang dapat saya kemukakan untuk membina persahabatan.
Orang-orang tersebut adalah: Dick, Jim, dan Gary.

REKAN SEKERJA

  Dick adalah pendeta pembantu di gereja Lutheran yang terbesar di
  Northfield. Sedangkan saya adalah seorang pendeta Baptis di
  Northfield, Minnesota.
	
  Saya dilahirkan dan dibesarkan di Ohio bagian selatan, serta
  mengikuti kuliah di Columbia, Carolina Selatan. Saya lulus dari
  sebuah seminari Baptis. Selama waktu itu saya telah menghirup udara
  Baptis. Tiba-tiba, beberapa tahun yang lalu, saya menemukan diri
  saya berada dalam lingkungan benteng kaum Lutheran asal Norwegia -
  ada lima buah jemaat Lutheran di kota yang berpenduduk dua belas
  ribu orang. Belum lagi Universitas Saint Olaf, sebuah sekolah Gereja
  Lutheran Amerika yang menguasai topografi dan teologi di Northfield.
	
  Saya harus mempelajari kota Northfield. Saya mulai bertemu dengan
  sebuah kelompok studi untuk para pendeta yang terdiri dari lima
  orang Lutheran dan satu orang Baptis (tebak saja siapa?). Di situlah
  saya bertemu dengan Dick. Melalui sedikit usaha pendekatan --
  undangan untuk makan siang, kunjungan-kunjungan secara mendadak ke
  kantornya - suatu persahabatan mulai berkembang. Sungguh, hubungan
  ini merupakan suatu anugerah Allah.
	
  Pertama-tama, Dick telah menjadi penerjemah saya dalam ajaran
  Lutheran. Ia tidak secara formal mendaftarkan saya di kelas
  katekesasinya, tetapi ia toh mengajarkan sesuatu kepada saya. Selama
  pembicaraan yang kami adakan, saya telah mendapatkan pandangan yang
  berarti tentang mengapa orang-orang ini percaya dan bertindak
  sebagaimana yang mereka lakukan. Tak akan pernah saya lupakan kata
  seru "Aha!" ketika kami sedang mendiskusikan (berdebat?) tentang
  masalah baptisan. Tiba-tiba saja saya mulai mengerti mengapa kami
  selalu berselisih pendapat tanpa ada ujung pangkalnya, sedangkan
  kami toh memakai kata-kata yang sama juga dan membuka ayat-ayat yang
  sama di dalam Alkitab. Ternyata titik pandang Dick adalah pada
  aktivitas Allah dalam pembaptisan, sedangkan pandangan saya tertuju
  pada tanggapan orang percaya yang dibaptiskan. Secara mendadak pula
  saya menjadi mengerti tentang dasar pemikirannya mengenai baptisan
  bayi. (Tentunya, kami belum juga sepaham tentang hal itu, tetapi
  sekarang saya menjadi lebih mengerti mengapa ia berkepercayaan
  sedemikian aneh itu!)

  Lebih jauh, disamping peranannya sebagai penerjemah, Dick telah
  menjadi pendorong bagi pertumbuhan pribadi serta perkembangan
  pekerjaanku. Kami berdua sama-sama gemar membaca buku, namun
  mempunyai selera yang berbeda-beda. Kegemarannya ialah membaca
  sejarah, sedangkan saya fiksi. Sambil minum-minum kopi, kami akan
  bertukar pikiran tentang buku-buku, pengarang-pengarang, tema-tema
  menarik, pandang-pandangan, serta ilustrasi khotbah yang baik. Saya
  masih belum bergabung dengan Kelompok Kelompok Pencinta Buku Sejarah
  (Dick berharap saya bergabung supaya dia bisa mendapat tiga buah
  buku gratis sebagai hadiah karena membawa seorang anggota baru :),
  tetapi saya telah memperluas selera bacaan saya lebih daripada 
  buku-buku novel. Sama juga, Dick sudah mulai gemar membaca buku-buku
  Chaim Potok, Saul Bellow dan Frederick Buechner. Bersama-sama kami
  bergumul dengan buku Kierkegaard, Claus Westermann, dan Rabbi Harold
  Kushner. Ia merasa tertantang karena saya sering membuat 
  khotbah-khotbah eksegesis berdasarkan teks Yunani yang saya kuasai. Saya
  menjadi kagum ketika saya mengetahui bahwa ia sedang membaca
  beberapa ayat dari Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani setiap
  malam sebelum beristirahat. 'Besi menajamkan besi' kata Kitab Amsal,
  dan otak saya kian menjadi tajam setelah diasah oleh sahabat saya
  ini.
	
  Keluarga kami pun telah memperoleh manfaatnya dari hubungan
  persahabatan kami ini. Anak-anak kami kira-kira berusia sebaya dan
  isteri kami masing-masing bekerja sebagai jururawat di rumah sakit
  setempat. Kami merayakan hari-hari ulang tahun bersama-sama, saling
  mengundang untuk makan malam pada acara Pengucapan Syukur, dan 
  sama-sama merasa kecapaian di sore hari Paskah setelah memimpin kebaktian
  secara terus-menerus sepanjang pagi harinya. Hubungan kami telah
  menambahkan suatu dimensi tertentu tentang kesehatan dan kemantapan
  dalam kehidupan kami sehingga kami pun dapat menyampaikan 
  cerita-cerita yang indah kepada orang-orang lain yang bisa mengerti tentang
  kegembiraan serta trauma yang dialami oleh seorang pendeta dan
  keluarganya.
	
SANG PENASIHAT

  Jim, adalah seorang teman saya yang lain. Dan akan lebih tepat jika
  saya memperkenalkan dia sebagai Dr. James Mason, sebab dia adalah
  salah seorang guru besar kesayangan saya selama berada di seminari.
  Maka, kini di samping menjadi sahabat saya, Jim tetap menjadi
  penasihat saya dalam pelayanan.
	
  Dalam kitab Perjanjian Baru, menasihati itu merupakan suatu pola
  yang kuat sekali untuk mengembangkan pendeta-pendeta muda. Yesus
  memberikan nasihat kepada kedua belas muridNya, Barnabas membawa
  Paulus dan Markus, dan pada gilirannya Paulus pun menasihati
  Timotius dan Titus. Adalah sulit untuk membaca Kitab Injil atau pun
  Surat-Surat Penggembalaan tanpa merasakan adanya kehangatan
  persahabatan yang berkembang dan menghasilkan hubungan untuk
  menasihati ini.
	
  Persahabatan saya dengan Jim telah dimulai sejak tahun terakhir saya
  di seminari dan sampai sekarang hubungan ini masih terpelihara
  dengan baiknya. Saya bekerja sebagai asisten dosen dan perkenalan
  ini bertumbuh di luar ruang kelas. Setelah berjalan melewati
  beberapa waktu yang penuh kesulitan bersama-sama, hubungan kami
  mulai bertumbuh. Ketika saya lulus, saya tidak menginginkan
  persahabatan itu hanya tinggal sebagai suatu kenangan indah. Jim pun
  berpikiran sama seperti saya.
	
  Untuk memelihara ikatan kami itu diperlukan suatu tekad serta
  kesediaan untuk menanggung biayanya. Northfield berada dalam jarak
  kira-kira satu jam perjalanan dengan mobil dari Seminari Bethel dan
  pembicaraan lewat telepon adalah interlokal, tetapi biayanya masih
  bisa terjangkau. Di samping kesukaan dalam saling membagikan
  pengalaman kehidupan dan iman serta pelayanan dengan Jim, saya telah
  memperoleh manfaat lain-lainnya.
	
  Dia mengenal saya. Saya berada di dalam kelasnya. Dia mengetahui
  jalan pikiran, prasangka-prasangka, harga diri, serta kelebihan dan
  kekurangan saya.
	
  Selanjutnya, setelah Ia berkhotbah di gereja saya dan mengadakan
  percakapan dengan jemaat, maka dia mengetahui tentang hubungan saya
  dengan jemaat. Dia juga mengetahui hubungan-hubungan yang lebih luas
  tentang keadaan jemaat serta tradisi teologis dalam gereja yang saya
  layani. Waktu yang diluangkan untuk saling membagi cerita ini tak
  dapat dinilai dengan harta. Kapan saja saya menelepon dia untuk
  mendapatkan nasihatnya, maka dia langsung dapat menempatkan diri
  dalam situasi/keadaan saya. Jika saya menghadapi kesulitan dengan
  khotbah saya, dia segera dapat mengatasinya. Jika saya menghadapi
  konflik/bentrokan dengan jemaat saya, dia memberikan suatu jalan
  keluar dan menolong saya untuk bisa melihat persoalan itu dengan
  lebih jelas.
	
  Saya tak dapat memastikan seberapa jauh persahabatan ini telah
  membuahkan kepuasan dan keberhasilan dalam pelayanan saya. Banyak
  lubang perangkap telah dapat saya hindari, berbagai masalah pelik
  dapat diatasi dengan baik, lebih dari satu kali khotbah menjadi
  tersusun lebih baik -- semua ini dilakukan dengan bantuan penasihat
  dan sahabat saya.
	
  Jika saya merasa bergairah oleh suatu kesempatan yang baru, maka
  saya dapat meniupkan balon percobaan saya untuk memperoleh penilaian
  menurut pandangannya. Atau jika saya sedang mengalami kekecewaan,
  saya langsung dapat menumpahkan seluruh perasaan saya itu
  dihadapannya. Seperti yang dia katakan kepada saya pada satu hari
  Senin setelah melampaui hari Minggu yang suram, "Jangan khawatir
  soal itu. Tujuanmu yang terutama dalam beberapa minggu ini ialah
  hanya menyelesaikan masalah itu."

  Saya yakin bahwa penasihat-penasihat yang mempunyai kemampuan
  seperti Jim sudah disediakan untuk setiap pendeta muda. Seluruh
  mantan mahaguru, pendeta yang telah berpengalaman, serta pendeta
  eksekutif yang melayani di wilayah sekitar merupakan penasihat-
  penasihat yang amat potensial. Persahabatan seperti ini jarang
  terjadi secara kebetulan saja. Di sini diperlukan sekali adanya
  maksud baik dan kesediaan untuk memberikan waktu dan pengorbanan
  uang. Tetapi untuk kedua belah pihak, penasihat maupun pendeta baru,
  kesukaan dalam kegiatan itu akan berlipat ganda apabila disampaikan
  kepada orang lain juga.
	
ORANG AWAM

  Kelihatannya, persahabatan saya dengan Gary adalah yang paling
  mengandung risiko, namun sekaligus juga paling bermanfaat dari semua
  persahabatan yang saya alami. Gary adalah seorang awam yang
  kebetulan menjadi anggota dari gereja yang saya layani. Namun,
  faedahnya bagi diri saya (dan untuk jemaat) jauh lebih besar
  daripada risiko yang saya hadapi.

  Sederhana saja, Gary menghargai kejujuran saya di dalam kehidupan
  kekristenan saya. Godaan yang paling besar bagi diri saya di dalam
  pelayanan adalah kecenderungan untuk menjadi seorang "Kristen yang
  profesional." Hal itu merupakan jebakan yang mudah. Saya dapat
  memberikan konseling dengan sebaik-baiknya, mengajarkan apa yang
  difirmankan oleh Alkitab, menyerukan keterikatan kepada jemaat
  supaya taat dan setia, kemudian pulang dengan anggapan bahwa saya
  sudah menjalan tugas kehidupan Kristen -- seolah-olah hidup saya
  bersama Tuhan hanya untuk menjalankan tugas penggembalaan atau
  melaksanakan tanggung jawab secara profesional saja. Gary tidak akan
  membiarkan saya bersikap demikian.

  Dia memiliki suatu kedudukan yang khusus untuk bisa meminta
  pertanggungjawaban saya. Sebagai anggota yang aktif di dalam jemaat,
  dia mengetahui apa yang terjadi dalam kebaktian-kebaktian dan di
  pertemuan-pertemuan urusan gereja. Dia memperhatikan apa yang saya
  sampaikan dari atas mimbar dengan teliti, dan apa yang saya ajarkan
  di dalam ruang kelas. Dia juga mengetahui tentang semua keberhasilan
  maupun kegagalan saya dalam melaksanakan program gereja yang
  beraneka ragam. Dia mempunyai tempat dalam persahabatan kami untuk
  menantang diri saya menjadi apa yang saya percayai dan mempraktikkan
  apa yang saya sampaikan. Dia tidak terperanjat apabila saya
  berkhotbah tentang  sesuatu hal yang tak dapat saya lakukan. Hal
  apakah yang tak dapat di khotbahkan oleh pendeta? Tetapi pada saat-
  saat sendagurau diantara kami berdua atau pada jam-jam doa mingguan,
  dia mendorong saya supaya menerapkan khotbah-khotbah saya untuk diri
  saya sendiri. Dia menantang "saya pribadi" untuk berbuat hal yang
  sama dengan "saya secara umum" atau jemaat.

  Di samping memberikan dorongan secara langsung itu sesungguhnya
  kejujuran dalam kehidupannya merupakan motivasi yang sangat menekan
  kehidupan saya sendiri. Sebagai seorang pelatih bola basket di
  kampus, dia adalah salah seorang pekerja paling keras yang pernah
  saya jumpai. Meskipun demikian, persekutuan pribadinya dengan Tuhan,
  pelayanannya sebgai pemimpin kaum muda, serta keterlibatannya dalam
  proyek-proyek penjangkauan keluar gereja selalu diutamakan.

  Dia adalah seorang Kristen yang penuh semangat, bukan seorang
  Kristen yang profesional. Dia menjadi "suatu peringatan" yang terus-
  menerus bagi diri saya untuk bersikap sama seperti dia.

TEMPAT UNTUK MENDAPATKAN SEORANG SAHABAT


Dalam menyatakan persahabatan yang saya alami, saya telah menyaring
beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat mencari seorang
sahabat.
	
1. Patokan awal adalah pada diri Anda sendiri. Pepatah lama yang
   mengatakan "Mempunyai seorang sahabat, berarti harus bersatu" itu
   memang benar. Kebanyakan persahabatan tidak terjadi begitu saja;
   itu adalah hasil dari kehendak/keinginan dan rasa keterikatan.
   Untuk memperoleh faedah jangka panjang dalam persahabatan sangat
   memerlukan pengorbanan waktu dan tenaga.

   Hal ini tidak terjadi pada saya dengan sendirinya. Menyatakan
   'ya' terhadap persahabatan biasanya berarti mengatakan 'tidak'
   terhadap hal-hal yang lain. Kepribadian Corak-A yang ada dalam
   diri saya, pada tahun-tahun awal saya, tidak banyak memberi
   kesempatan untuk mencari persahabatan yang sesungguhnya.

   Namun, selama berada di seminari, seorang teman sekelas dan Tuhan
   telah membuat banyak perubahan didalam diri saya. Steve dan saya
   bisa saling merasakan hubungan persahabatan yang indah, baik di
   dalam maupun di luar kelas, tetapi barangkali hubungan itu tidak
   akan berkelanjutan lebih jauh jika saja Steve tidak mempunyai
   kemauan yang keras. Upaya yang bertumbuh ini mencapai puncaknya
   ketika dia mengajak saya untuk mengikutinya bersama dua rekan
   sekelas lainnya menikmati masa liburan ke Minnesota bagian utara
   untuk memancing ikan.

   Sebelumnya saya tak pernah pergi memancing, dan ketika saya
   diberitahu bahwa kami akan berangkat sesaat setelah lewat tengah
   malam sehingga kami bisa tiba di danau itu sebelum fajar merekah,
   aku mulai berpikir seribu kali tentang petualangan itu. Tetapi toh,
   saya pergi juga. Kesukaan dalam menyaksikan matahari terbit di
   Minnesota, pemandangan yang baru pertama kali saya lihat,
   persahabatan dengan mereka -- semua pengalaman itu telah meyakinkan
   saya bahwa korban jam tidur yang tak seberapa itu adalah harga
   murah yang dibayarkan untuk mendapatkan kebijaksanaan yang besar
   dalam menumbuhkan persahabatan.

2. Ciri yang paling penting yang perlu dimiliki seorang sahabat
   adalah membiarkan Anda tetap bersikap/berlaku sebagai Anda. Tanpa
   hal ini, persahabatan yang sesungguhnya tak mungkin bisa terjadi.
   Hal tersebut tampaknya cukup mendasar, tetapi khususnya para
   pendeta mengalami bahwa karakteristik atau sifat itu sulit sekali
   untuk ditemukan.

   Seorang pendeta harus bersedia untuk "ditanggalkan baju
   kependetanya", di dalam persahabatan itu. Dan sahabat itu pun harus
   bersedia menerima diri Anda tanpa jubah atau gelar kependetaan
   Anda. Persahabatan terjadi di antara dua orang, bukan hanya dari
   satu orang saja.

   Ketika saya tiba di Emmaus, keinginan saya adalah untuk menjadi
   orang yang sesuai dengan keberadaan saya sebenarnya, dan dalam arti
   yang lebih dalam menjadi seorang sahabat bagi segenap jemaat. Saya
   pun segera mengetahui bahwa betapa mustahil hal itu dapat terjadi.
   Namun di gereja-gereja kecil terdapat begitu banyak anggota jemaat
   yang dapat menikmati indahnya hubungan persahabatan yang erat
   dengan setiap orang lainnya. Lebih jauh, tidak semua orang
   menginginkan diri saya sebagai sahabat mereka (hal ini sungguh amat
   mengejutkan saya!) Beberapa orang jemaat lebih menyukai melihat
   diri saya sebagai pendeta mereka saja, bukan sebagai seorang
   sahabat. Saya harus bisa menerima kenyataan ini.

   Tetapi kenyataan ini justru membuat lebih penting untuk mempererat
   persahabatan akan memungkinkan saya menjadi diri saya sendiri. Jika
   saya ingin memandang tugas kependetaan saya sebagai sarana untuk
   pelayanan bukannya baju jabatan biasa saja, maka saya harus dapat
   melepaskannya sewaktu-waktu -- untuk menjadi Rick, bukan Pendeta.
   Teman-teman saya membiarkan saya berbuat demikian.

   Teman-teman seperti itu tidaklah mudah ditemukan. Tetapi saya telah
   mengetahui bahwa mereka memperbarui diri saya sebagai pribadi di
   hadapan Allah, sehingga peranan saya sebagai pendeta di bawah kuasa
   Allah semakin dipompa dan diteguhkan dengan rasa kemanusiaan yang
   sesungguhnya.

3. Persahabatan itu bersifat timbal balik. Agar hal itu bisa
   terjadi, maka kedua belah pihak harus mendapatkan sesuatu dari
   hubungan itu.

   Secara sepintas hal itu nampaknya dingin dan terlalu bersifat
   ekonomis. Di dalam prakteknya hubungan itu dapat berkembang begitu
   hangat dan dalamnya. Suatu hubungan persabatan yang secara terus-
   menerus menguras salah seorang anggotanya, lambat laun pasti akan
   membosankan.

   Seorang sahabat yang sejati mempunyai sesuatu untuk diberikan dan
   pada suatu saat perlu juga menerima sesuatu. Tanpa keseimbangan
   ini, tak ada hubungan persahabatan yang lestari. Hubungan itu
   menjadi suatu pelayanan, bukan suatu persahabatan.

   Saya tidak suka mengakui hal itu.tetapi hal itu memang benar. Dan
   saya percaya bahwa sebagian alasan mengapa persahabatan saya dengan
   Dick, Jim dan Gary dapat berjalan dengan begitu baik ialah karena
   kami berada dalam lingkungan yang cukup berbeda sehingga persaingan
   bukan menjadi pokok persoalan. Kami sungguh-sungguh dapat merasakan
   kesukaan atas keberhasilan teman-teman kami dan merasa sedih atas
   kegagalan yang dialami oleh salah seorang di antara kami. Hal ini
   tak mungkin terjadi apabila terdapat sedikit saja perasaan iri hati
   di antara kami.

4. Untuk mendapatkan banyak teman berarti harus selalu siap untuk
   mengutamakan kepentingan orang lain. Teman-teman itu dapat
   ditemukan   dalam diri orang-orang yang paling asing atau aneh.
   Allah menyukai hal-hal yang tak terduga. Dan beberapa di antara
   hal-hal paling tak terduga yang tak dapat dipercaya sebgai teman-
   teman yang paling kita kasihi.

   Gary, misalnya, mula-mula sangat anti untuk memasuki gereja kami,
   karena kami adalah orang Baptis. Ketika dia dan isterinya pindah ke
   Northfield, saya mengunjungi mereka, setelah mereka mengadakan
   kunjungan perkenalan kepada kami, kebetulan gereja kami adalah yang
   terdekat dengan rumah mereka. Hanya sebegitu sajalah yang mungkin
   dapat mereka lakukan jikalau bukan Allah yang terus- menerus
   mengarahkan Gary dan Susie untuk bergabung ke gereja kami. Saya
   masih terheran-heran menyaksikan bahwa suatu kunjungan yang sangat
   kaku tahu-tahu telah berkembang menjadi salah satu dari hubungan
   persahabatan saya paling mendalam. Dan saya yakin bahwa salah satu
   alasan mengapa Tuhan mengarahkan Gary ke sini ialah agar masing-
   masing kami dapat memperoleh kekuatan dan dukungan satu sama lain
   mellaui persahabatan kami ini.

   Untuk menemukan kata yang jelas dari "Pengkhotbah" dalam Kitab
   Pengkhotabh mungkin akan merupakan masalah yang sulit. Namun, ada
   dasar yang kuat di dalam kata-kata ini.

   "Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima
   upah yang baik dalam jerih payah mereka. karena kalau mereka jatuh,
   yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang
   tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! (Pengkhotbah 4:9-10).

   Di tengah segala usaha pencarian dan pergumulannya, "sang
   Pengkhotbah" telah menemukan suatu kebenaran yang tetap menjadi
   nasihat yang benar bagi para pengkhotbah" yang hidup dalam masa
   ribuan tahun kemudian: Para pendeta pun membutuhkan teman-teman.
	
   Macam persahabatan yang saya anjurkan ini tidak memberi tempat bagi
   hak untuk menuntut kembali. Sama sekali benar untuk bersikap
   bersahabat kepada orang-orang yang tak bersahabat dan untuk
   mendapatkan kembali orang-orang yang dikalahkan oleh perubahan yang
   terjadi dalam kehidupan. Namun, tipe pelayanan ini hanya memerlukan
   sumber-sumber yang lebih besar untuk tetap memelihara diri Anda.
   Demikian pula, Anda tak dapat menempelkan diri Anda pada orang lain
   seperti lintah yang menghisap seluruh kehidupan orang itu. Jika
   suatu persabatan ingin bisa tetap lestari, maka persahabatan itu
   harus bersifat timbal balik.
	
5. Meskipun kebanyakan di antara kita agaknya tak mau mengakuinya,
   barangkali kita tak akan mampu untuk mengembangkan suatu
   persahabatan yang mendalam dengan seseorang yang kita pandang
   sebagai saingan kita.
	
   Saya tahu bahwa seharusnya kita berbakti kepada Yesus Kristus tanpa
   memikirkan tentang kedudukan, tempat, atau hak istimewa -- dan
   semua rekan pelayan adalah saudara kita laki-laki dan perempuan,
   mereka bukan sebagai saingan kita. Saya percaya pada idealisme
   seperti itu. Namun, seringkali saya tak dapat meyakinkan perasaan-
   perasaan saya. Saya telah berupaya untuk melanjutkan persahabatan
   saya dengan teman baik saya diseminari maupun pada saat memancing.
   Steve. Kami sudah bersama-sama meluangkan waktu yang menyenangkan
   sejak kami melayani di gereja kami masing-masing, tetapi amatlah
   sulit dalam mengatasi kecenderungan untuk membanding-bandingkan.
   Diperlukan suatu upaya yang besar untuk mengatasi kecenderungan
   untuk membanding- bandingkan. Diperlukan suatu upaya yang besar
   untuk mengatasi daya saing yang mengarah pada sikap membela diri
   yang dapat merintangi terciptanya persahabatan yang akrab. Saya
   belum, dan tidak akan melepaskan keinginan saya untuk bersahabat
   dengan steve, tetapi rintangan ini harus diatas sebelum kami dapat
   menikmati ikatan persahabatan yang akrab seperti yang pernah kami
   alami.


Sumber:
Judul Buku   : Kepemimpinan (Vol. 10)
Penulis      : Rick McKinniss
Penerbit     : Yayasan Andi, Yogyakarta
Halaman      : 33-38

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org