Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/201

e-Penulis edisi 201 (3-5-2018)

Menulis Kebenaran, Melawan Kepalsuan (I)

e-Penulis -- Edisi 201; 3 Mei 2018
 
Menulis Kebenaran, Melawan Kepalsuan (I)
e-Penulis -- Edisi 201; 3 Mei 2018
 
e-Penulis

DARI REDAKSI Menulis Kebenaran, Menerangkan Kebenaran

Pernahkah Sahabat memikirkan apa pandangan Allah tentang menulis? Seorang penulis buku sekaligus editor eksekutif sebuah situs Kristen terkenal, David Mathis, mengatakan bahwa orang Kristen menulis karena Allah menulis. Allah menulis, maka manusia menulis. Allah tidak ingin menutupi firman-Nya, tetapi ingin menerangkannya. Allah juga ingin kita menerapkan firman-Nya.

Ternyata, menulis merupakan kegiatan yang dipandang Allah sebagai kegiatan yang baik dan berguna. Marilah kita meneruskan hal baik ini dengan menuliskan kebenaran-Nya. Kiranya sajian kali ini menjadi berkat bagi Sahabat semuanya. Selamat membaca.

Santi T.

Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Santi T.

 

TIP Allah Menjadikan Anda Seorang Penulis

Sebuah undangan untuk setiap orang Kristen.

Injil Kristen punya cara untuk menjadikan kita penulis dengan jalan, bentuk, atau wujud tertentu. Mulai dari SMS, email, dan catatan tertulis sampai warta gereja, surat dukungan untuk para misionaris, blog, artikel, dan bahkan buku, setiap hari, orang Kristen banyak menulis, dan kemungkinan Anda juga.

Kekristenan adalah keyakinan yang berpusat pada kata. Allah kita menciptakan dunia lewat firman (kata yang keluar dari Tuhan) (lih. Ibrani 11:3; Kejadian 1 memberi tahu kita “Berfirmanlah Allah” sebanyak sepuluh kali), dan seperti halnya ketika Dia berfirman, “Jadilah terang,” demikian pula Dia menciptakan iman kita dari kata-kata-Nya (lih. 2 Korintus 4:6). Anak Allah sendiri disebut Firman (lih. Yohanes 1:1). Selain itu, iman kita itu sendiri ditopang oleh “firman Kristus”, pesan dari Injil (lih. Roma 10:13), dan pelayanan lewat kata-kata yang sedang berlangsung dalam kehidupan gereja.

Kekristenan bukanlah iman yang diam, melainkan iman yang bersuara keras, penuh dengan kata-kata.

Gambar: Read, write, and pray the Word

Tulis dan Salah (Dalam sumber aslinya berbunyi Write and Wrong yang berima dengan Right and Wrong - Red.)

Oleh karena itu, kegiatan menulis, seberapapun formal atau informalnya, bukanlah hak istimewa segelintir pembesar orang Kristen yang berbakat saja, melainkan ajakan bagi setiap orang percaya. Seperti halnya kita tidak bisa tidak mengekspresikan kepada orang lain tentang kemuliaan Allah dan karya-Nya melalui perkataan lisan, kita juga bisa memanfaatkan sederet teknologi hebat yang memungkinkan kita berkomunikasi lewat tulisan. Jika dipahami secara luas, lebih banyak orang Kristen adalah penulis daripada yang mereka pikirkan, bahkan jika itu hanya dipraktikkan dalam surat-menyurat pribadi.

Entah Anda menganggap diri Anda penulis atau bukan (dan secara keseluruhan, mungkin akan lebih baik jika lebih sedikit orang yang berpikir demikian!), saya ingin menyampaikan undangan Allah kepada Anda untuk menemukan cara-cara Anda menyatakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar (lih. 1 Petrus 2:9) dalam kata-kata tertulis.

1. Orang Kristen menulis karena Allah menulis.

Allah berfirman, maka kita berbicara. Allah menulis, maka kita menulis -- bukan untuk menutupi firman Allah, melainkan untuk menerangkannya, menjelaskannya, merayakannya, dan menawarkannya kepada orang lain. Paulus menulis untuk Timotius, muridnya, demikian:

“Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Timotius 3:15-17)

Perkataan tersebut merupakan dorongan sekaligus tantangan bagi penulisan Kristen. Dorongannya adalah bahwa “Alkitab ... bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Allah mengatakan kepada umat-Nya bahwa mereka boleh mendengar, tetapi bukan hanya menjadi pendengar. Allah ingin kita menerapkan firman-Nya. Firman-Nya itu bermanfaat untuk tindakan-tindakan kita -- untuk perkataan-perkataan kita.

Allah berfirman dalam perkataan tertulis-Nya, dan jika kita mendengarkan, kita juga akan punya sesuatu untuk dikatakan dan untuk ditulis. Tantangannya adalah untuk tetap berada di jalur yang benar. Jika perkataan pengajaran, teguran, perbaikan, dan didikan kita terputus dari firman Tuhan, kita akan menjadi bagian dari masalah, bukan solusi. Ini menimbulkan pertanyaan yang sering muncul di benak orang Kristen selagi menulis, “Apakah saya setia pada firman Tuhan dalam perkataan saya?” Kita ingin menjadi bagian dari pihak yang berbahagia, yang berhati nurani murni bersama dengan Rasul Paulus yang berkata,

“Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya.” (2 Korintus 2:17)

“Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.” (2 Korintus 4:2)

Baik pendeta maupun orang awam, mengajar atau menulis, kita ingin melakukan yang terbaik untuk mempersembahkan diri sendiri “di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu” (2 Timotius 2:15).

2. Tulisan Kristen tidak selalu diterbitkan.

Kenyataan penting yang harus ada dalam pikiran kita, khususnya pada suatu hari ketika tidak mudah untuk menerbitkan tulisan kita kepada dunia, adalah bahwa menulis tidak sama dengan menerbitkan. Menulis jurnal atau menulis catatan pribadi untuk pasangan atau keluarga dan menulis untuk dibaca orang banyak secara daring atau di tempat lainnya adalah dua hal yang berbeda.

Penerbitan Kristen, baik cetak maupun daring, adalah pelayanan umum. Mungkin, Anda tidak pernah berpikir demikian karena kegiatan menulis biasanya dilakukan seorang diri, di luar sorotan. Namun, ketika kita menerbitkan apa yang telah kita tulis, kita sedang melakukan pelayanan Kristen umum. Ini adalah suatu panggilan untuk dilaksanakan dengan sukacita yang besar.

Gambar: Following your writing dream

3. Penerbitan Kristen melayani orang lain, bukan diri sendiri.

Penerbitan Kristen, secara mendasar, berbeda dengan jurnal pribadi. Sering kali, membuat jurnal yang baik utamanya (atau malah pasti) ditujukan kepada diri sendiri. Namun, jenis-jenis tulisan yang lain, dan khususnya penerbitan, bukanlah ekspresi diri semata, melainkan untuk melayani.

Penulisan Kristen, dalam hal ini, merangkul semangat 2 Korintus 4:5, “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus.” Allah mengembuskan firman-Nya bagi kita dalam Kitab Suci sehingga kita dapat “diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:17).

Tulisan Kristen -- baik secara pribadi kepada teman dan keluarga, maupun secara umum di media cetak atau daring -- mempunyai tujuan. Firman Tuhan dalam Kitab Suci melengkapi kita untuk pekerjaan baik dalam pelayanan kasih kepada orang lain. Penulisan Kristen bukan sekadar pelepasan eksistensial, melainkan suatu tindakan kasih. Itu bukanlah jurnal pribadi yang diterbitkan untuk mengundang perhatian dan kekaguman untuk diri sendiri, melainkan pengorbanan kasih -- seperti mematikan diri -- untuk menulis, tidak hanya seperti yang kita inginkan, tetapi juga dengan cara sedemikian rupa sehingga orang lain terbantu demi kemuliaan Yesus.

4. Tulisan yang membosankan berbohong tentang Allah.

Undangan untuk menulis bukanlah hal yang mudah. Kegiatan menulis itu sendiri tidak semudah kedengarannya, dan penulisan Kristen (supaya bermanfaat bagi orang lain, bukan hanya pengekspresian diri) akan lebih sulit lagi. Seperti halnya kita tidak boleh berbohong tentang Allah dan dunia ciptaan-Nya secara teologis, hal yang sama juga berlaku secara emosional. Tulisan yang membosankan tentang Allah berbeda tipis dengan penghujatan. Ketika kita sendiri tidak benar-benar tersentuh sehingga dengan tulisan yang membosankan kita tidak menyentuh orang lain tentang kebenaran yang mengagumkan di seluruh jagat raya, kita berbohong tentang Allah. Jadi, ketika kita menulis sebagai orang Kristen, kita berusaha untuk membuatnya menarik dan secara tepat menimbulkan gairah untuk memperbarui gairah.

Kemudian, ketika kita seperti kehabisan ide, kita punya penghiburan dan kepastian yang besar ini: kita tidak ditinggalkan sendiri untuk membuatnya dari nol. Kita tidak harus menjadi yang pertama memulainya; sesungguhnya, kita memang tidak bisa. Allah telah berfirman lebih dahulu. Orang Kristen yang mengenali dirinya sebagai “penulis” bisa berbicara tentang menjadi “orang kreatif”, tetapi kita tahu bahwa kasusnya tidak selalu seperti itu. Lebih tepatnya, kita adalah orang-orang “subkreatif”, meminjam konsep dari Tolkien. Kita berusaha menemukan pendekatan-pendekatan baru untuk merumuskan kebenaran-kebenaran yang sudah ada sejak dahulu. Kita mengeluarkan energi untuk mencari cara-cara baru untuk menyampaikan cerita yang benar-benar tua.

5. Firman Tuhan tidak hanya menuntun kita, tetapi juga memberi makan jiwa kita.

Ini adalah berita yang sangat baik bagi para penulis Kristen bahwa ketika kita merasa kosong, kita punya tempat untuk pergi dan mengisi ulang kembali: firman Tuhan itu sendiri.

Posisi Alkitab dalam tulisan kita bukan hanya bersifat umum, untuk para pembaca kita, tetapi juga bersifat pribadi, untuk jiwa kita sendiri. Firman Tuhan tidak hanya aktif melayani pelayanan menulis secara pribadi atau yang diterbitkan dengan bekerja melalui kita, tetapi Ia juga menghasilkan “manusia kepunyaan Allah ... lengkap” (2 Timotius 3:17) dengan bekerja di dalam kita.

Pertama, firman Tuhan melayani kita. Sebelum firman Tuhan bekerja melalui kita sebagai penulis, firman itu bekerja dalam kita sebagai orang Kristen. Lalu, Roh Kudus mempunyai cara-Nya untuk mendorong kita menggoreskan bolpoin pada kertas dan meletakkan jari-jari pada tombol-tombol papan ketik, dengan berbagai macam cara, bentuk, dan wujud kita.

David Mathis (@davidcmathis) adalah editor eksekutif desiringGod.org dan pendeta di Cities Church, Minneapolis. Dia adalah seorang suami, ayah empat anak, dan penulis buku Habits of Grace: Enjoying Jesus through the Spiritual Disciplines. (t/Yoel)

Audio Allah Menjadikan Anda Seorang Penulis

Diterjemahkan dari:
Nama situs : desiringGod
Alamat situs : https://www.desiringgod.org/articles/god-made-you-a-writer
Judul renungan : God Made You a Writer
Penulis artikel : David Mathis
Tanggal akses : 8 November 2017
 

POJOK BAHASA Lebay Alias Lewah

Sudah lama juga rupanya, bahasa kadang tanpa disadari dipakai secara berlebihan. Beberapa contoh sederhana: “naik ke atas”, “turun ke bawah”, “berbisik pelan”, “berteriak keras-keras”. Padahal jelas, sudah cukup naik, turun, berbisik, atau berteriak saja.

Gambar: Lewah alias Lebay

Dahulu, kasus kebahasaan semacam itu, yaitu pemakaian bentuk lewah atau mubazir, mendapat stigma salah kaprah. Inilah, menurut pandangan dahulu, kesalahan subversif yang sudah sedemikian meluas dan teramat sering muncul sehingga tidak lagi terasa keliru. Dengan demikian, “gejala tidak sehat” ini perlu, bahkan mesti, diberantas atau setidaknya diluruskan -- seolah-olah dengan kasus lewah itu, bahasa kita jadi ripuk.

Perbincangan pendek ini bukan bermaksud mengulang soal usang tersebut sembari tidak ingin tergesa-gesa menganggap semua bentuk seperti itu salah, subversif, apalagi sampai tidak termaafkan.

Dua alasan mengapa kita tidak perlu ikut-ikutan memberi stigma salah secara sepihak. Pertama, sudah lama kita mengenal gaya bahasa yang umurnya saya kira setua bahasa, setua umat manusia. Gaya bahasa adalah siasat, muslihat dalam berbahasa demi mendapatkan efek tertentu. Ini amat lazim dalam ragam bahasa sastra, tetapi tidak khusus menjadi milik atau hak kalangan sastrawan. Keempat contoh kasus di atas bisa saja kita anggap sebagai gaya yang bermaksud mempertegas, mengeraskan kata kuncinya. Efek yang sampai kepada kita bukan saja kadar intensitas yang lebih besar, melainkan juga pemahaman yang lebih luas, lengkap, dan lebih jelas.

Kedua, benar belaka bahwa bentuk lewah dalam tanda kurung berikut dapat dibuang tanpa mengubah arti: naik (ke atas), turun (ke bawah), berbisik (pelan), berteriak (keras-keras). Dua kata kerja yang pertama, “naik” dan “turun”, sudah menunjukkan arah tertentu yang dapat dimengerti dengan jelas. Dalam hal itu, volume suara orang berbisik sudah pasti pelan, dan suara berteriak tentu keras. Saya bertanya, di mana persisnya letak kesalahan pemakaian bentuk-bentuk lewah dalam tanda kurung di atas? Lewah itu salah?

Dalam tata makna atau semantika, masing-masing dari keempat kata tadi, sudah saya katakan, menyertakan makna lain secara implisit dalam dirinya. Dan, kesertaan makna atau pengertian lain itu niscaya. Pada empat contoh di awal tulisan, naik sudah menyertakan pengertian ke atas, dan seterusnya. Ini agak mirip dengan kata “sering”, yang bermakna banyak kali atau berkali-kali, tetapi tidak jarang masih juga ditambah kata kali: sering kali. Atau, kata “duda”, yang menyertakan pengertian berjenis kelamin laki-laki (tetapi tidak pernah kita jumpai “duda lelaki”).

Bagi saya, lewah pada dua contoh terakhir di atas agak berbeda dari lewah pada empat contoh kasus sebelumnya. Dua bentuk lewah ini tidak punya alasan yang cukup untuk berada di sana. Dan, tidak kita rasakan ada efek tertentu dalam penerapan, yaitu pertanda bahwa bentuk pengucapan itu tergolong gaya bahasa. Lewah macam ini rasanya lebih tepat kita sebut lebay.

Diambil dari:
Judul buku : KOMPAS
Penulis : Eko Endarmoko, Penyusun Tesamoko, Tesaurus Bahasa Indonesia
Terbit : Sabtu, 2 September 2017
 

RESENSI BUKU Seni Merayakan Hidup yang Sulit

Seni Merayakan Hidup yang Sulit
Judul buku
:
Seni Merayakan Hidup yang Sulit
Judul asli
:
Almost Everything Teens Want Parents to Know
Penulis/​Penyusun
:
Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha
Penerjemah
:
--
Penyunting
:
--
Editor
:
--
Penerbit
:
Layanan Konseling Keluarga dan Karir (LK3)
Ukuran buku
:
11 x 17,5 cm
Tebal
:
178 halaman
ISBN
:
Buku online
:
--
Download
:
--

Buku Seni Merayakan Hidup yang Sulit menguraikan secara praktis makna merayakan hidup, tidak hanya pada saat hidup itu indah, sehat, dan sukses, tetapi juga mengajarkan bagaimana menjalani hidup dengan penuh ucapan syukur ketika masalah datang secara tiba-tiba. Melalui buku ini, kita dapat belajar mengonseling diri sendiri dan orang lain yang senasib dengan kita. Buku ini terdiri dari Prolog, 7 bab Seni merayakan hidup, Epilog, dan lampiran. Ketujuh seni ini diuraikan secara praktis dan disertai dengan kesaksian dari orang-orang yang mengikuti bimbingan konseling LK3 (Layanan konseling Keluarga dan Karir). Dan, setelah mereka mengalami pemulihan, mereka juga dibimbing untuk membantu pelayanan LK3.

Buku ini juga memaparkan kesaksian penulis ketika beliau mengalami permasalahan dalam rumah tangganya. Pemulihan yang mereka rasakan menjadi pengalaman berharga yang dapat dibagikan dan menjadi dorongan untuk menolong banyak orang agar mendapatkan pemulihan dari Tuhan. Seperti peribahasa nasi sudah menjadi bubur, bagaimana kita menjadikan bubur tersebut hidangan yang enak? Bagaimana kita dapat menolong orang lain dalam memikul salib mereka? Dapatkah kita menjadi Simon Kirene yang diutus oleh Tuhan? Melalui buku ini, kita dapat melihat kebaikan Tuhan dalam menghadirkan seorang penolong ketika seseorang menghadapi permasalahan yang sulit. Buku ini sangat cocok untuk setiap orang percaya yang rindu melakukan pelayanan konseling. Selamat membaca.

Peresensi: Indah

 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Penulis.
penulis@sabda.org
e-Penulis
@sabdapenulis
Redaksi: Santi T., N. Risanti, dan Odysius
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2018 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org