Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/148

e-Penulis edisi 148 (19-12-2013)

Menulis Adaptasi (II)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                       Edisi 148/Desember/2013                           
                      Tema: Menulis Adaptasi (II)

e-Penulis -- Menulis Adaptasi (II)
Edisi 148/Desember/2013

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: MENULIS ADAPTASI, MENGAPA TIDAK?
TIP MENULIS: SEPULUH HAL SEPUTAR ADAPTASI TULISAN
TOKOH PENULIS: NUR SUTAN ISKANDAR
PENA MAYA: TAMANISMAILMARZUKI.COM

DARI REDAKSI: MENULIS ADAPTASI, MENGAPA TIDAK?

Shalom,

Beberapa orang beranggapan bahwa menulis karya adaptasi merupakan hal yang 
menggelikan bagi seorang sastrawan. Itu seolah sengaja menunjukkan kemelaratan 
ide seorang sastrawan. Cap plagiat seolah lebih mudah dilekatkan pada para 
penulis adaptasi ketimbang pada sastrawan "orisinil". Anggapan ini barangkali 
mengemuka karena adanya penulis-penulis yang tanpa mengetahui "aturan" 
pengadaptasian sebuah karya sastra telah memperoleh predikat "penulis papan 
atas". Jika Sahabat e-Penulis sedang mempertimbangkan untuk membuat sebuah 
tulisan adaptasi, tip ringan yang redaksi sajikan pada edisi ini mungkin dapat 
menghindarkan, atau paling tidak meminimalkan, Sahabat Penulis dari berbagai 
anggapan negatif para penikmat sastra.

Pada kolom Tokoh Penulis, Sahabat dapat menyimak profil Nur Sutan Iskandar, 
salah satu sastrawan hebat yang juga menulis karya-karya adaptasi. Semoga sajian 
kami bermanfaat bagi pengembangan karier kepenulisan Anda.

Staf Redaksi e-Penulis,
Berlin B.
< http://pelitaku.sabda.org >


            TIP MENULIS: SEPULUH HAL SEPUTAR ADAPTASI TULISAN

Dalam tulisan "Sepuluh Hal Seputar Adaptasi Tulisan", ada istilah "adaptasi" dan 
"menjiplak". Dua istilah itu sangat berbeda secara makna dan praktisnya. Namun, 
kadang kita sedikit terperangkap dengan "kehalalan" mengadaptasi tulisan orang. 
Nah, bagaimana mengatasinya? Yuk, kita renungkan saran dari Mba Ari Kinoysan 
Wulandari berikut!

1. Adaptasi dan menuliskan kembali itu boleh. Tetapi, yang mesti dihindari 
   adalah menjiplak. Setiap kali kita menjiplak, maka Allah akan mengurangi satu 
   pikiran kreatif kita. Makin sering menjiplak, makin bodohlah diri kita.

2. Aturan adaptasi lebih kurang seperti ini:

   a. Ide boleh sama, bisa dimiliki siapa saja.
   b. Seluruh penulisan harus beda.
   c. Karakter harus dimodifikasi.
   d. Dialog juga tidak boleh sama.
   e. Setting harus berbeda.

   Intinya: adaptasi untuk cerita adalah pada batasan ide yang sama, tetapi dalam 
   segala hal dari tata cara, sudut pandang, model, karakter harus beda.

3. Ada yang memberi usulan adaptasi dengan cerita mirip-mirip boleh, tetapi 
   batasannya 20 persen saja dari total seluruh naskah yang diadaptasi.

4. Ini berbeda dengan urusan pembelian copyright, lisensi. Banyak pula yang 
   memang kontrak kerja samanya harus dialihkan dengan model (versi) Indonesia saja 
   tanpa boleh mengganti apa pun, termasuk satu kata dialog sekali pun.

5. Kalau adaptasi saja bebas, boleh dalam batas-batas wajar. Tidak ada yang 
   klaim. Permasalahan klaim mengklaim dan gugat menggugat ini biasanya kalau karya 
   adaptasi BOOMING, maka yang terjadi pastilah heboh sampai seret-seretan ke 
   pengadilan segala karena duitnya memang BANYAK.

6. Kalau adaptasinya hanya ide yang sama, sumber tak perlu disebutkan. Tetapi 
   kalau banyak, ya disebutkan. Ada etika tak tertulis untuk memberi surat 
   pemberitahuan pada PENULIS, PENERBIT. Tidak dipungut bayaran kok. Hanya untuk 
   sopan santun saja.

7. Karya adaptasi sering juga sebagai PERSETUJUAN, BANTAHAN, SANGGAHAN, 
   PENYEMPURNAAN suatu karya sebelumnya. Misalnya, Umar Kayam menulis karya 
   legendaris PARA PRIYAYI itu sebetulnya modifikasi dan bantahan untuk karya 
   CLIFFORD GERTZ yang bicara soal Priyayi, Santri Abangan, dan Kalangan Petani. 
   Dan, tidak ada seorang pun yang mengklaim Para Priyayi itu sebagai bantahan 
   untuk karya Gertz.

8. Menjiplak persis biasanya kalau untuk diri sendiri tidak ada yang klaim. 
   Tetapi kalau sudah urusan komersial, diperdagangkan, disiarkan, diakui sebagai 
   karya penjiplak; baru JADI MASALAH.

9. Sebenarnya, kalau mau curang sih bisa saja, asal tidak ketahuan. Tetapi kalau 
   ketahuan, -- hari serba internet serba canggih begini, apa yang tidak ketahuan? 
   -- SIAP-SIAP saja. Itu MEMATIKAN MASA DEPAN sendiri.

10. Intinya, teman-teman, jangan takut MEMBUAT KARYA ORISINIL. Yang bagus itu 
    tidak harus yang berbau luar negeri kok. Ayolah, kunjungi daerah-daerah 
    Indonesia, berjalanlah. Pasti akan tahu, kita ini lebih kaya dari negeri-negeri 
    jiran di sekitar kita. Mari ciptakan kiblat, bukan berkiblat kepada negeri 
    orang.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Rose Diana
Alamat URL: http://www.rosediana.com/literasi/10-hal-seputar-adaptasi-tulisan/
Judul asli artikel: 10 Hal Seputar Adaptasi Tulisan
Penulis: Dee Ann Rose
Tanggal akses: 19 November 2013


                  TOKOH PENULIS: NUR SUTAN ISKANDAR

Sastrawan yang memiliki nama asli Muhammad Nur ini dilahirkan di Sungai Batang, 
Maninjau, Sumatera Barat, 3 November 1893. Pendidikannya ditempuh di Sekolah 
Melayu Kelas II (1908). Selanjutnya, ia belajar untuk menjadi guru bantu (tamat 
1911) dan menempuh ujian Klein Ambtenaars Examen. Menjadi guru bantu di 
Muarabeliti, Palembang, Sumatera Selatan, dan pindah ke kota Padang, Sumatera 
Barat, untuk menjadi guru Sekolah Melayu Kelas II di kota tersebut (1914).

Tahun 1919, ia meninggalkan kota Padang dan hijrah ke Jakarta. Di Jakarta, ia 
bekerja di Balai Pustaka. Sambil bekerja, ia terus berusaha untuk menambah 
pengetahuannya, baik secara formal maupun nonformal. Tahun 1921, ia dinyatakan 
lulus dari Kleinambtenaar (pegawai kecil) di Jakarta dan pada tahun 1924, 
mendapat ijazah dari Gemeentelijkburen Cursus (Kursus Pegawai Pamongpraja) di 
Jakarta. Ia pun terus memperdalam kemampuan berbahasa Belandanya.

Berkat ketekunannya, ia menjadi orang yang pertama bekerja di Balai Pustaka 
sebagai korektor naskah karangan, dan selanjutnya diangkat sebagai Pemimpin 
Redaksi Balai Pustaka (1925 -- 1942) dan Kepala Pengarang Balai Pustaka (1942 --
1945).

Di Balai Pustaka itulah, ia banyak memperoleh pengalaman dan pengetahuan 
mengenai dunia karang mengarang dan juga mulai terasah bakatnya ke arah itu. 
Ketika berkesempatan mengikuti Kongres Pemuda di Surabaya (1930-an), ia 
berkenalan dengan Dokter Sutomo, tokoh pendiri Budi Utomo. Oleh Dr. Sutomo, ia 
diajak berkeliling kota Surabaya. Hampir semua tempat di sana mereka kunjungi, 
tidak terkecuali tempat pelacuran.

Selanjutnya, bakat menulisnya yang sudah tumbuh, mulai memainkan peran. Secara 
perlahan, ia menjelma menjadi penulis yang produktif. Tidak saja menulis karya 
asli, ia juga menulis karya saduran dan terjemahan. Hal itu dimungkinkan karena 
penguasaan bahasa asingnya cukup baik.

Dalam beberapa karya asli yang ia tulis, tercatat beberapa kali ia menggunakan 
pengalaman pribadinya untuk dituangkan ke dalam sebuah karyanya, antara lain 
dalam karya "Apa Dayaku karena Aku Perempuan" (novel, 1922), "Cinta yang Membawa 
Maut" (novel, 1926), "Salah Pilih" (novel, 1928), dan "Karena Mertua" (novel, 
1932), ia banyak bercerita tentang kepincangan yang terjadi dalam masyarakatnya, 
khususnya yang berkaitan dengan adat istiadat. Pengalaman ke tempat pelacuran 
bersama Dr. Sutomo dituangkannya menjadi sebuah karangan yang diberi judul 
"Neraka Dunia" (novel, 1937). Dalam "Pengalaman Masa Kecil" (kumpulan cerpen, 
1949), Nur Sutan Iskandar dengan jelas bercerita tentang keindahan kampung 
halamannya dan suka duka masa kecilnya. Sedangkan karya tulisnya yang berupa 
saduran dan terjemahan, ia ambil dari beberapa buku karya pengarang asing 
seperti Moliere, Jan Ligthrta, Alexandre Dumas, H. Rider Haggard, Arthur Conan 
Doyle, K. Gritter, dll..

Aktivitasnya yang lain, yang pernah ia jalani antara lain menjadi pengurus 
organisasi Jong Sumatranen Bond Jakarta (1919), pengurus organisasi Budi Utomo 
(1929), bendahara Partai Indonesia Raya (1935 -- 1942). Sesudah Indonesia 
merdeka, ia menjadi pengurus Partai Nasional Indonesia, dosen Fakultas Sastra UI 
(1955 -- 1960) dan anggota konstituante (1955 -- 1960).

Menikah dengan Aminah. Seperti umumnya lelaki Minangkabau lainnya, setelah 
menikah, oleh keluarga istrinya ia diberi gelar Sutan Iskandar. Sejak itu, ia 
memakai gelar itu yang dipadukan dengan nama aslinya menjadi Nur Sutan Iskandar. 
Dari perkawinannya dengan Aminah itu, Nur Sutan memperoleh lima orang anak yakni 
Nursinah Supardo, Nursjiwan Iskandar, Nurma Zainal Abidin, Nurtinah Sudjarno, 
dan Nurbaity Iskandar. Dua dari lima anaknya, yaitu Nursinah Supardo dan 
Nursjiwan Iskandar menuruni bakatnya, menjadi seorang pengarang.

Tokoh Angkatan Balai Pustaka yang seangkatan dengan Merari Siregar, Marah Rusli, 
dan Hamka ini, wafat di Jakarta, 28 November 1975.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: Taman Ismail Marzuki
Alamat URL: http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/nuriskandar.html
Penulis: Dee Ann Rose
Tanggal akses: 19 November 2013


                  PENA MAYA: TAMANISMAILMARZUKI.COM

Tamanismailmarzuki.com adalah semacam perpustakaan seni di dunia maya. Situs ini 
memuat berbagai dokumentasi karya seni berbobot, dan juga para pelaku seninya, 
yang layak untuk disimak. Jika Anda seorang seniman, baik seniman musik, tari, 
sastra, seni rupa, teater, film, ataupun tradisi, mengunjungi situs ini akan 
sangat bermanfaat bagi Anda. Bagi para Sahabat e-Penulis, ada banyak karya 
sastra dan biografi para sastrawan hebat yang bisa dijadikan sebagai tambahan 
inspirasi tulisan-tulisan Anda. Penasaran? Silakan langsung ke te-ka-pe saja! 
(Berlin B.)

==> http://www.tamanismailmarzuki.com


Kontak: penulis(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Santi T., dan Berlin B.
Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org