Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/103

e-Penulis edisi 103 (2-2-2012)

Mengenal Jenis Tulisan (I)

__________________e-Penulis (Menulis untuk Melayani)__________________
                        Edisi 103/Februari 2012
                   Tema: Mengenal Jenis Tulisan (I)

DAFTAR ISI
DARI REDAKSI: MENGENAL DAN MENGEMBANGKAN TULISAN
ARTIKEL: MENENTUKAN BENTUK TULISAN
POJOK BAHASA: DEFINISI, JENIS, DAN MACAM FRASA

           DARI REDAKSI: MENGENAL DAN MENGEMBANGKAN TULISAN

Menentukan jenis tulisan dan meraciknya dengan kata-kata yang pas dan
tidak membosankan adalah kewajiban seorang penulis. Sebab ide yang
baik jika tidak dikembangkan ke arah yang tepat akan menjadi sukar
dicerna dan membuat pembaca merasa enggan membacanya hingga tuntas.

Pada edisi e-Penulis kali ini, kami menyajikan artikel yang
menjelaskan jenis-jenis karya tulis, ciri khas masing-masing, serta
bagaimana sebaiknya mengembangkan tiap-tiap jenis tulisan tersebut. Di
kolom Pojok Bahasa, kami menghadirkan pemaparan mengenai frasa, baik
definisinya maupun jenis-jenisnya. Kiranya sajian kami di edisi ini
memberi manfaat. Selamat membaca!

Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Yosua Setyo Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >

                  ARTIKEL: MENENTUKAN BENTUK TULISAN

A. Narasi

Narasi adalah cerita yang didasarkan pada kronologi suatu peristiwa.
Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi, autobiografi, atau kisah
pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan narasi ekspositoris.
Narasi bisa juga berisi cerita rekaan seperti yang biasanya terdapat
pada cerita novel atau cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi
imajinatif.

Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah: kejadian, tokoh,
konflik, alur/plot, dan latar yang terdiri atas latar waktu, tempat,
dan suasana.

Narasi diuraikan dalam bentuk penceritaan yang ditandai oleh adanya
uraian secara kronologis. Penggunaan kata hubung yang menyatakan waktu
atau urutan, seperti: lalu, selanjutnya, keesokan harinya, atau
setahun kemudian kerap dipergunakan.

Tahapan menulis narasi, yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan tema cerita.
2. Menentukan tujuan.
3. Mendaftarkan topik atau gagasan pokok.
4. Menyusun gagasan pokok menjadi kerangka karangan secara kronologis
   atau urutan waktu.
5. Mengembangkan kerangka menjadi karangan. Kerangka karangan naratif,
   dapat dikembangkan dengan pola urutan yang berdasar pada
   tahapan-tahapan peristiwa. Pola urutan waktu ini sering digunakan
   pada cerpen, novel, roman, kisah perjalanan, cerita sejarah, dan
   sebagainya.

B. Deskripsi

Kata "deskripsi" berasal dari bahasa latin "discribe" yang berarti
gambaran, perincian, atau pembeberan. Deskripsi adalah karangan yang
menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan
pengalaman penulisnya. Tujuannya agar pembaca memperoleh kesan atau
citraan yang sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman
penulis, sehingga seolah-olah pembaca yang melihat, merasakan, dan
mengalami sendiri objek tersebut. Untuk mencapai kesan yang sempurna,
penulis deskripsi merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.

Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu:

1. Deskripsi Imajinatif/Impresionis ialah deskripsi yang menggambarkan
objek benda sesuai kesan/imajinasi si penulis.

2. Deskripsi faktual/ekspositoris ialah deskripsi yang menggambarkan
objek berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat. Kita
dapat membuat karangan deskripsi secara tidak langsung, yaitu dengan
mengamati informasi dalam bentuk nonverbal berupa gambar, grafik,
diagram, dan lain-lain. Apa saja yang tergambarkan dalam bentuk visual
tersebut dapat menjadi bahan atau fakta yang akurat untuk dipaparkan
dalam karangan deskripsi, karena unsur dasar karangan ini adalah
pengamatan terhadap suatu objek yang dapat dilihat atau dirasakan.

Tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:
1. menentukan objek pengamatan,
2. menentukan tujuan,
3. mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan,
4. menyusun kerangka karangan, dan
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Pengembangan kerangka karangan deskriptif dapat berupa penyajian
parsial atau tempat. Penyajian urutan ini digunakan bagi karangan yang
memunyai pertalian sangat erat dengan ruang atau tempat. Biasanya
bentuk karangannya deskriptif. Pola uraiannya berangkat dari satu
titik lalu bergerak ke tempat lain, umpamanya dari kiri ke kanan, atas
ke bawah, atau depan ke belakang.

C. Eksposisi

Kata eksposisi berasal dari bahasa Latin "exponere" yang berarti:
memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Karangan eksposisi adalah
karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci, dengan
tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada
pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya
ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar,
simposium, atau penataran.

Untuk mendukung akurasi pemaparannya, sering pengarang eksposisi
menyertakan bentuk-bentuk nonverbal seperti grafik, diagram atau bagan
dalam karangannya. Pemaparan dalam eksposisi dapat berbentuk uraian
proses, tahapan, cara kerja dengan pola pengembangan ilustrasi,
definisi, dan klasifikasi.

Karangan eksposisi juga dapat ditulis berdasarkan fakta suatu
peristiwa, misalnya bencana alam, kecelakaan, atau sejenis liputan
berita. Meski bentuk karangannya cenderung narasi, namun kita dapat
membuatnya menjadi bentuk paparan dengan memusatkan uraian pada
tahapan atau cara kerja, misalnya cara mengatasi penyebaran virus flu
burung, mengantisipasi wabah DBD dengan 3M, atau evakuasi korban
banjir.

Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu:
1. menentukan objek pengamatan,
2. menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
3. mengumpulkan data atau bahan,
4. menyusun kerangka karangan, dan
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola
penyajian berikut:

1. Urutan topik yang ada: pola urutan ini berkaitan dengan penyebutan
bagian-bagian suatu benda, hal, atau peristiwa tanpa memprioritaskan
bagian mana yang terpenting. Semua bagian dianggap bernilai sama.

2. Urutan klimaks dan antiklimaks: pola penyajian dimulai dari hal
yang mudah/sederhana, menuju ke hal yang makin penting atau puncak
peristiwa dan sebaliknya untuk antiklimaks.

Karangan eksposisi sering dibuat berdasarkan gambar, bagan, matriks,
dan sejenisnya. Penyajian bentuk-bentuk nonverbal tersebut bisa
dimaksudkan sebagai objek untuk dijelaskan, tetapi juga bisa sebagai
alat bantu untuk mengkonkretkan penjelasan.

D. Argumentasi

Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau
penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti,
dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi
adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.
Karangan argumentasi dapat juga berisi tanggapan atau sanggahan
terhadap suatu pendapat, dengan memaparkan alasan-alasan yang rasional
dan logis.

Tahapan menulis karangan argumentasi, sebagai berikut:
1. menentukan tema atau topik permasalahan,
2. merumuskan tujuan penulisan,
3. mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau
   pernyataan yang mendukung,
4. menyusun kerangka karangan, dan
5. mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat,
akibat-sebab, atau pemecahan masalah.

1. Sebab-akibat: Pola urutan ini bermula dari topik/gagasan yang
menjadi sebab berlanjut topik/gagasan yang menjadi akibat.

2. Akibat-sebab: Pola urutan ini dimulai dari pernyataan yang
merupakan akibat dan dilanjutkan dengan hal-hal yang menjadi sebabnya.

3. Urutan Pemecahan Masalah: Pola urutan ini bermula dari aspek-aspek
yang menggambarkan masalah kemudian mengarah pada pemecahan masalah.

Ada bermacam-macam cara untuk membuat atau memperkuat argumentasi,
antara lain sebagai berikut:
1. Kausal: pembenaran pendapat dengan mengemukakan alasan yang berupa
   sebab-akibat atau akibat-sebab.
2. Keadaan yang memaksa: pembenaran pendapat dengan mengembangkan
   berbagai jalan buntu, sehingga tidak ada jalan alternatif lain.
3. Analogi: pembenaran pendapat berdasarkan asumsi bahwa jika dua hal
   memiliki banyak persamaan, maka dalam hal lain tentu ada yang sama pula.
4. Perbandingan: pembenaran pendapat dengan cara membandingkan dua hal,
   situasi, dan kondisi.
5. Pertentangan: pembenaran pendapat dengan mempertentangkan dua
   situasi/kondisi.
6. Kesaksian: pembenaran pendapat dengan menggunakan/mendasarkan pada
   keterangan saksi.
7. Autoritas: pembenaran pendapat dengan mendasarkan pendapat ahli.
8. Generalisasi: pembenaran pendapat/simpulan berdasarkan data/fakta/
   contoh atau kejadian-kejadian yang bersifat khusus.

Diambil dari:
Nama situs: Adegustiann.blogsome
Alamat URL: http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/02/menentukan-bentuk-tulisan/
Penulis: Ade
Tanggal akses: 28 November 2011

            POJOK BAHASA: DEFINISI, JENIS, DAN MACAM FRASA

Kalimat terdiri atas beberapa satuan. Satuan-satuan tersebut terdiri
atas satu kata atau lebih. Satuan pembentuk kalimat tersebut menempati
fungsi tertentu. Fungsi yang dimaksud, yaitu Subjek (S), Predikat (P),
Objek (O), Pelengkap (Pel.), dan Keterangan (Ket.). Fungsi-fungsi
tersebut boleh ada atau tidak dalam suatu kalimat. Fungsi yang wajib
ada, yaitu subjek dan predikat. Fungsi dalam kalimat dapat terdiri
atas kata, frasa, maupun klausa.

Definisi Frasa
Jadi apa arti frasa? Frasa adalah satuan yang terdiri atas dua kata
atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat.
Contoh frasa: Dua orang mahasiswa baru itu sedang membaca buku di
perpustakaan.

Perhatikan penjabaran fungsi kalimat di atas:
Dua orang mahasiswa (S)
sedang membaca (P)
di perpustakaan (Ket. tempat)

Kalimat di atas terdiri atas tiga frasa, yaitu "dua orang mahasiswa,"
"sedang membaca," dan "di perpustakaan".

Jadi, frasa memiliki sifat sebagai berikut:
1. Frasa terdiri atas dua kata atau lebih.
2. Frasa selalu menduduki satu fungsi kalimat.

A. Kategori Frasa
1. Frasa Setara dan Frasa Bertingkat
Sebuah frasa dikatakan setara jika unsur-unsur pembentuknya
berkedudukan sederajat atau setara.
Contoh: Saya dan adik makan-makan dan minum-minum di taman depan.

Frasa "saya dan adik" adalah frasa setara, sebab antara unsur "saya"
dan unsur "adik" memunyai kedudukan yang setara atau tidak saling
menjelaskan. Demikian juga frasa "makan-makan" dan "minum-minum"
termasuk frasa setara. Frasa setara ditandai oleh adanya kata "dan"
atau "atau" di antara kedua unsurnya. Selain frasa setara, ada pula
frasa bertingkat. Frasa bertingkat adalah frasa yang terdiri atas inti
dan atribut.

Contoh: Ayah akan pergi nanti malam.

Frasa "nanti malam" terdiri atas unsur atribut dan inti.

2. Frasa Idiomatik
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini:

(1) Dalam peristiwa kebakaran kemarin, seorang penjaga toko menjadi
kambing hitam.
(2) Untuk menyelamati saudaranya, keluarga Pinto menyembelih seekor
kambing hitam.

Kalimat (1) dan (2) menggunakan frasa yang sama, yaitu frasa "kambing
hitam". Kambing hitam pada kalimat (1) bermakna orang yang
dipersalahkan dalam suatu peristiwa, sedangkan dalam kalimat (2)
bermakna seekor kambing yang warna bulunya hitam.

Makna "kambing hitam" pada kalimat (1) tidak ada kaitannya dengan
makna kata "kambing" dan kata "hitam". Frasa yang maknanya tidak dapat
dirunut atau dijelaskan berdasarkan makna kata-kata yang membentuknya
dinamakan frasa idiomatik.

B. Konstruksi Frasa
Frasa memiliki dua konstruksi, yakni konstruksi endosentrik dan eksosentrik.
Perhatikan kalimat berikut: Kedua saudagar itu telah mengadakan jual beli.

Kalimat di atas terdiri atas frasa "kedua saudagar itu", "telah
mengadakan", dan "jual beli". Menurut distribusinya, frasa "kedua
saudagar itu" dan "telah mengadakan" merupakan frasa endosentrik.
Sebaliknya, frasa "jual beli" merupakan frasa eksosentrik.

Frasa "kedua saudagar itu" dapat diwakili kata "saudagar". Kata
"saudagar" adalah inti frasa bertingkat "kedua saudagar itu". Demikian
juga frasa "telah mengadakan" dapat diwakili kata "mengadakan". Akan
tetapi, frasa "jual beli" tidak dapat diwakili baik oleh kata "jual"
maupun kata "beli". Hal ini disebabkan frasa "jual beli" tidak
memiliki distribusi yang sama dengan kata "jual" dan kata "beli".
Kedua kata tersebut merupakan inti, sehingga memunyai kedudukan yang
sama.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa frasa "kedua saudagar itu"
berdistribusi sama dengan frasa "saudagar itu" dan kata "saudagar".
Frasa "telah mengadakan" berdistribusi sama dengan "mengadakan". Frasa
yang distribusinya sama dengan salah satu atau semua unsurnya dinamakan
frasa endosentrik. Frasa yang distribusinya tidak sama dengan salah
satu atau semua unsurnya disebut frasa eksosentrik. Frasa "jual beli"
termasuk frasa eksosentrik karena baik kata "jual" maupun kata "beli"
tidak dapat menggantikan "jual beli".

Frasa endosentrik meliputi beberapa macam frasa:
1. Frasa endosentrik yang koordinatif: frasa ini dihubungkan dengan
kata "dan" dan "atau".
Contoh: Pintu dan jendelanya sedang dicat.

2. Frasa Endosentrik yang Atributif: frasa ini terdiri atas unsur-unsur
yang tidak setara.
Contoh: Pekarangan luas yang akan didirikan bangunan itu milik Haji Abdulah.

3. Frasa endosentrik yang apositif: secara semantik, unsur yang satu
pada frasa endosentrik apositif memunyai makna sama dengan unsur yang
lain. Unsur yang dipentingkan merupakan unsur pusat, sedangkan unsur
keterangan merupakan aposisi.
Contoh: Alfia, putri Pak Bambang, berhasil menjadi pelajar teladan.

C. Kelas Frasa
Frasa dibagi menjadi enam kelas kata. Pembagian frasa meliputi frasa
benda, kerja, sifat, keterangan, bilangan, dan depan.

1. Frasa Benda atau Frasa Nomina: frasa yang distribusinya sama dengan
kata benda. Unsur pusat frasa benda, yaitu kata benda.
Contoh:
a. Dita menerima hadiah ulang tahun.
b. Dita menerima hadiah.

Frasa "hadiah ulang tahun" dalam kalimat distribusinya sama dengan
kata benda "hadiah". Oleh karena itu, frasa "hadiah ulang tahun"
termasuk frasa benda atau frasa nomina.

2. Frasa Kerja atau Frasa Verba: frasa yang distribusinya sama dengan
kata kerja atau verba.
Contoh: Adik sejak tadi akan menulis dengan pensil baru.

Frasa "akan menulis" adalah frasa kerja, karena distribusinya sama
dengan kata kerja "menulis" dan unsur pusatnya kata kerja,
yaitu "menulis".

3. Frasa Sifat atau Frasa Adjektiva: frasa yang distribusinya sama
dengan kata sifat. Frasa sifat memunyai inti berupa kata sifat.
Kesamaan distribusi itu dapat dilihat pada jajaran berikut.
Contoh:
a. Lukisan yang dipamerkan itu memang bagus-bagus.
b. Lukisan yang dipamerkan itu-bagus-bagus.

4. Frasa Keterangan atau Frasa Adverbia: frasa yang distribusinya sama
dengan kata keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga berupa
kata keterangan dan dalam kalimat sering menduduki fungsi sebagai
keterangan.

a. Frasa keterangan sebagai keterangan:
Frasa keterangan biasanya memunyai keleluasaan berpindah karena berfungsi
sebagai keterangan. Oleh karena itu, frasa keterangan dapat terletak di
depan atau di belakang subjek atau di awal dan di akhir kalimat.
Contoh:
1. Tidak biasanya dia pulang larut malam.
2. Dia tidak biasanya pulang larut malam.
3. Dia pulang larut malam tidak biasanya.

b. Frasa keterangan sebagai keterangan pada kata kerja.
Contoh: Saya tidak hanya bertanya, tetapi juga mengusulkan sesuatu.

5. Frasa Bilangan atau Frasa Numeralia: frasa yang distribusinya sama
dengan kata bilangan. Pada umumnya frasa bilangan atau frasa numeralia
dibentuk dengan menambahkan kata penggolong atau kata bantu bilangan.
Contoh: Dua orang serdadu menghampirinya ke tempat itu.

6. Frasa Depan atau Frasa Preposisional: frasa yang terdiri atas kata
depan dengan kata lain sebagai unsur penjelas.
Contoh: Laki-laki di depan itu mengajukan pertanyaan kepada pembicara.

D. Frasa Yang Bersifat Ambigu
Ambiguitas terkadang ditemui dalam susunan frasa. Ambiguitas berarti
kegandaan makna.
Contoh: Kambing hitam dan mobil tetangga baru.

Frasa kambing hitam dapat memunyai dua makna, yakni kambing yang
berbulu (berwarna) hitam dan sebuah ungkapan yang berarti orang yang
dipersalahkan. Frasa mobil tetangga baru juga dapat memiliki dua
makna, yakni yang baru adalah mobil (milik tetangga) dan yang baru
adalah tetangga (bukan mobilnya). Frasa ambigu akan menjadi jelas jika
digunakan dalam kalimat.

Diambil dari:
Nama situs: Sentra-Edukasi
Alamat URL: http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/
            definisi-jenis-macam-frasa.html
Judul asli artikel: Definisi, Jenis & Macam Frasa
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 12 Januari 2012

Kontak: < penulis(at)sabda.org >
Redaksi: Yosua Setyo Yudo, Santi Titik L.
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org/ >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/penulis >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org