Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/65

e-Leadership edisi 65 (24-2-2010)

Pelajaran Kepemimpinan dari Daud (II)

===========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI FEBRUARI 2010===========

                 PELAJARAN KEPEMIMPINAN DARI DAUD (II)

                     e-Leadership 65 -- 24/02/2010

  DAFTAR ISI
  EDITORIAL
  ARTIKEL: Kebesaran Seorang Pemimpin (1 Raja-Raja 1:32-47)
  KUTIPAN
  JELAJAH BUKU: Menang dengan Strategi Daud
  PERISTIWA

==================================**==================================
EDITORIAL

  Shalom,

  Anda ingin mengetahui bagaimana mengukur kebesaran seorang pemimpin?
  Langkah yang tepat ialah membaca artikel yang kami siapkan dalam
  edisi ini.

  Sekali lagi, kita akan mempelajari aspek-aspek kepemimpinan Raja
  Daud, khususnya pada saat ia harus "lengser keprabon". Bagaimana ia
  menyikapi akhir masa kepemimpinannya diuraikan dengan sangat baik
  dalam artikel yang didasarkan pada keterangan 1 Raja-Raja 1:28-47.

  Selamat menyimak. Semoga menjadi berkat.

  Pimpinan Redaksi e-Leadership,
  Dian Pradana
  http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip/
  http://lead.sabda.org/
  http://fb.sabda.org/lead

==================================**==================================
ARTIKEL

                       KEBESARAN SEORANG PEMIMPIN
                         (1 RAJA-RAJA 1:32-47)

  Keberhasilan seorang pemimpin bukan semata-mata dilihat dari
  berbagai hal yang dicapai selama masa kepemimpinannya. Lebih
  dari itu, ukuran keberhasilannya ialah sejauh mana ia telah
  berperan-serta dalam proses kepemimpinan itu, mulai dari awal hingga
  akhir kepemimpinannya. Ia mengawali kepemimpinannya dengan baik,
  menjalankan prosesnya dengan indah, dan mengakhirinya dengan agung.

  Keagungan seorang pemimpin tidak ditentukan berdasarkan jabatan yang
  diduduki atau lamanya masa kepemimpinannya. Keagungan seorang
  pemimpin lebih ditentukan berdasarkan kepekaan hatinya dalam
  menanggapi berbagai tanggung jawab yang diberikan Allah dalam
  perspektif kekekalan, bukan sesuatu yang bersifat sementara. Seorang
  pemimpin yang agung rela meletakkan segala keberhasilannya di bawah
  kemuliaan Allah.

  Mengacu pada permasalahan ini, tidak salah jika kita mencoba
  menemukan seorang tokoh yang dapat mewakili gambaran tersebut. Daud
  adalah seorang tokoh Alkitab yang layak untuk dijadikan panutan dan
  prinsip-prinsip kepemimpinannya layak untuk kita kaji. Daud
  merupakan seorang tokoh ideal yang memulai kepemimpinannya dengan
  satu keyakinan bahwa jabatan itu adalah anugerah Allah. Ia
  menjalankan proses kepemimpinannya dengan suatu kesadaran bahwa
  pelaksanaan tugas itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Ia
  juga harus mengakhiri semuanya dengan penyerahan diri untuk
  kemuliaan Allah. Daud sudah memberikan beberapa keteladanan.

  1. Melihat Kepemimpinan dalam Perspektif Waktu Tuhan (28-37a)

  Bagian ini menceritakan masa akhir kepemimpinan Daud. Ia sudah
  berusia tua dan menyadari masa pemerintahannya akan segera berakhir.
  Kondisi fisik sudah tidak memungkinkan ia mempertahankan
  pemerintahannya. Oleh sebab itu, ia memerlukan seorang pengganti
  kedudukannya sebagai raja di Israel. Daud menyadari bahwa semua
  keadaan ini bersifat alamiah, termasuk regenerasi kepemimpinan.
  Tidak seorang pemimpin pun yang tidak akan pernah berakhir masa
  kepemimpinannya.

  Daud menyadari semuanya, bahwa ia melihat masa kepemimpinannya dalam
  perspektif Tuhan. Tuhan yang mengangkat dirinya menjadi raja, dan
  pelaksanakan kepemimpinan itu sudah didampingi dengan penyertaan
  Tuhan. Tuhan juga yang menentukan akhir masa kepemimpinannya.
  Berdasarkan semua pengertian ini, ketika akhir masa kepemimpinan
  Daud tiba, ia tidak mengalami gejala "post power syndrome" [sindrom
  pasca berakhirnya kekuasaan, Red.].

  Pada suatu saat, Batsyeba dengan mengikuti nasihat nabi Natan,
  datang menghadap Daud untuk mengingatkan sumpah yang diucapkan sang
  raja kepadanya, bahwa putranya kelak akan menjadi raja. Daud
  menanggapi kata-kata Batsyeba dengan baik. Ia tidak menganggap
  kata-kata Batsyeba sebagai suatu upaya subversif, atau suatu
  penolakan terhadap dirinya. Ia justru menyadari bahwa penetapan masa
  kepemimpinannya oleh Tuhan akan segera berakhir.

  Sikap Daud menunjukkan kebesarannya sebagai pemimpin, bahwa ia
  seorang pemimpin yang sungguh-sungguh agung. Pada sisi yang sama, ia
  seorang pemimpin yang memiliki kredibilitas yang sangat tinggi. Ia
  menepati janjinya. Kebesaran seorang pemimpin bukan ditentukan
  dengan lamanya masa kepemimpinannya, tetapi berdasarkan kerelaannya
  melihat dengan rendah hati masa kepemimpinannya dalam perspektif
  Tuhan. Ia tidak menjadi paranoid karena proses alih kepemimpinan
  itu. Tetapi sebaliknya, ia justru berani membukakan pintu untuk
  pemunculan pemimpin baru yang siap menggantikan dirinya.

  2. Rela Menyerahkan dengan Hormat Segala Kemuliaan kepada
     Sang Pengganti (37b-45)

  Pada akhir masa kepemimpinannya, banyak pemimpin menghadapi
  kesulitan besar berupa perasaan tidak dihormati lagi. Ketakutan akan
  hilangnya berbagai penghormatan itu dapat memicu terjadinya
  kemandekan proses regenerasi kepemimpinan. Namun, rasa dihormati dan
  berbagai bentuk prestise lainnya hanyalah atribut kepemimpinan,
  bukan tujuan kepemimpinan. Tujuan utama kepemimpinan Kristen ialah
  memuliakan nama Tuhan. Teladan ini tampak di dalam diri Daud.

  Daud melihat atribut kepemimpinan dari sudut pandang yang berbeda.
  Ia tidak melihat akhir masa kepemimpinannya sebagai akhir
  penghormatan dan penghargaan terhadap dirinya. Tetapi justru
  sebaliknya, ia melihat penggantian kepemimpinan itu mengukuhkan
  penghormatan Tuhan kepada dirinya, yang dinyatakan dengan menunjuk
  penggantinya. Ia rela menyerahkan segala bentuk kehormatan,
  kemuliaan, kebanggaan, dan segala sesuatu yang baik lainnya kepada
  sang pengganti.

  Sikap Daud yang menakjubkan tampak nyata pada saat orang-orang yang
  dahulu mengikutinya sekarang lebih menyanjung sang calon pengganti.
  Pertama, Benaya mengatakan "... semoga Ia membuat takhta Salomo
  lebih agung dari takhta tuanku raja Daud". Kedua, para pegawai
  kerajaan menyatakan "kiranya Allahmu membuat nama Salomo lebih
  masyhur dari pada namamu dan takhtanya lebih agung dari pada
  takhtamu". Daud tidak melihat ungkapan-ungkapan ini sebagai bentuk
  pelecehan dan penyangkalan terhadap dirinya, mengingat berbagai
  prestasi kepemimpinan yang telah dicapainya.

  Kebesaran seorang pemimpin tidak didasarkan pada keberhasilan
  mempertahankan penghormatan dan pemuliaan dirinya sendiri. Tetapi
  justru sebaliknya, kebesaran pemimpin ditunjukkan dengan kerelaannya
  menyerahkan berbagai atribut kepemimpinannya kepada calon
  penggantinya. Itulah yang membuktikan kehormatan sejati. Kehormatan
  dan kemuliaan kepemimpinannya akan lebih dikukuhkan melalui calon
  penggantinya.

  3. Mengakui dan Bersedia Dipimpin Sang Pengganti (46-47)

  Kita sering mendengar pernyataan bahwa lebih sulit menemukan
  pemimpin-pemimpin yang besar sekarang dibanding pada masa lampau.
  Tampaknya, pemimpin-pemimpin yang seperti itu sulit atau bahkan
  mustahil ditemukan pada masa kini. Berbagai gambaran tentang
  kebesaran pemimpin masa lalu telah menyempitkan wawasan pemikiran
  kita mengenai pemunculan pemimpin baru. Acuan-acuan mengenai
  pemimpin baru ditetapkan dengan standar yang tidak logis.

  Sebenarnya, permasalahannya bukan pada ketiadaan pemimpin baru yang
  sekelas pemimpin lama, tetapi pada soal kepercayaan. Apakah pemimpin
  lama dan para pengikutnya berani memberikan kepercayaan kepada sang
  pemimpin yang baru akan muncul? Pemahaman ini bukan tanpa suatu
  pertimbangan, tetapi sebaliknya, pertimbangan yang matang itu tentu
  mengandung berbagai kemungkinan risiko yang akan terjadi.
  Kepercayaan seperti itu sebenarnya adalah kunci untuk kemunculan dan
  pertumbuhan pemimpin-pemimpin baru yang sekelas pemimpin lama.

  Pada proses alih kepemimpinan, kepercayaan merupakan fondasi yang
  paling menentukan kemunculan pemimpin-pemimpin besar pada saat ini.
  Salomo muncul sebagai pemimpin besar karena kepercayaan yang
  diberikan oleh Daud. Daud bukan hanya memberikan kepercayaan kepada
  Salomo, ia juga mengakui, mendukung, dan bersedia dipimpin oleh
  Salomo yang tidak lain adalah putranya sendiri. Alkitab menegaskan,
  "Dan raja pun telah sujud menyembah di atas tempat tidurnya (47b).
  Daud mengatakan: "Terpujilah TUHAN, Allah Israel yang pada hari ini
  telah memberi seorang duduk di atas takhtaku yang aku sendiri masih
  boleh menyaksikan" (48).

  Kebesaran seorang pemimpin tidak diukur dari munculnya berbagai
  konflik yang mengikuti terjadinya proses pengalihan kepemimpinan
  itu, namun kebesaran itu dibuktikan dengan kesediaan pemimpin lama
  memberikan kepercayaan, dukungan, dan ketundukan kepada sang
  pengganti.

  Daud memerintah di Israel selama 40 tahun: di Hebron 7 tahun dan di
  Yerusalem 33 tahun. Daud mengakhiri kepemimpinannya dengan sangat
  menakjubkan; "kemudian matilah ia pada waktu telah putih rambutnya,
  lanjut umurnya, penuh kekayaan dan kemuliaan ..." (1 Tawarikh
  29:28). Daud wafat dengan meninggalkan warisan yang indah kepada
  penggantinya; kekayaan dan kemuliaan serta keagungan, bukan intrik,
  persoalan, dan pergunjingan yang sulit dicari jalan penyelesaiannya.
  Kita sebagai pemimpin, tentu saja, memunyai batas masa kepemimpinan.
  Sebelum batas akhir itu tiba, marilah kita merenung sejenak dan
  bertanya, apakah warisan yang hendak kita serahkan kepada calon
  pengganti? Kekayaan, kemuliaan, dan keagungan? Itulah yang kita
  harapkan.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Nama situs: Gita Gracia
  Penulis: Susanto Dwiraharjo
  Alamat URL: http://gitagracia.com/kebesaran-seorang-pemimpin-i-raja-raja-132-47/

==================================**==================================
KUTIPAN

 Ukuran keberhasilan seorang pemimpin mengacu pada sejauh mana ia
 telah berperan-serta dalam proses kepemimpinan itu, mulai dari awal
 hingga akhir masa kepemimpinannya.

==================================**==================================
JELAJAH BUKU

  Judul Buku: Menang dengan Strategi Daud
  Penulis: Pdt. Dr. Bagus Surjantoro
  Penerbit: Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005
  Ukuran: 14 x 21 cm
  Tebal: 122 halaman

  Daud adalah putra bungsu Isai yang masih muda belia. Ia adalah
  seorang gembala yang kesehariannya tinggal di padang bersama dengan
  domba-dombanya. Walau dia memunyai talenta sebagai pemusik tidak
  membuatnya dianggap istimewa. Dilihat dari segi usia dan fisik, Daud
  dicap sebagai anak muda yang tak berpengalaman. Akan tetapi Allah
  berkenan memilih dan mengangkatnya menjadi seorang pemimpin yang
  luar biasa. Kebergantungannya kepada Allahlah yang menjadikannya
  sosok pemimpin yang berkarisma dan disegani banyak orang. Seperti
  apakah Daud memimpin bangsanya?

  Buku yang ditulis oleh Pdt. Dr. Bagus Surjantoro, "Menang dengan
  Strategi Daud", ini mengupas kehidupan Daud. Dengan membagi
  penjelasannya ke dalam 18 bab, penulis mengajak pembaca untuk
  menyibak rahasia kesuksesan Daud dalam peperangan fisik dan rohani
  yang dihadapinya, strategi kepemimpinannya yang fantastik, dan
  keberaniannya dalam menghadapi tantangan dan berbagai persoalan. Di
  antara kedelapan belas topik yang ada, berikut beberapa topik yang
  mengetengahkan prinsip kepemimpinan Daud:
  1. Mengenali musuh.
  2. Sasaran dan akibat strategi musuh.
  3. Setia pada hal-hal kecil.
  4. Ketaatan dan tanggung jawab.
  5. Meninggalkan beban yang tidak perlu.
  6. Dimotivasi oleh kasih kepada Allah dan umat-Nya.

  Jika Anda ingin menjadi seorang pemimpin yang hidup dari kemenangan
  kepada kemenangan dalam menghadapi setiap pergumulan Anda, baca saja
  buku ini. Anda akan mendapatkan banyak inspirasi dan rahasia-rahasia
  kepemimpinan yang diurapi Allah. Penjelasannya sangat sederhana,
  aplikatif, dan alkitabiah. Pastikan, Anda akan meraih kemenangan
  seperti Daud. Bahkan, lebih dari pemenang!

  Ditulis oleh: Sri Setyawati

==================================**==================================
PERISTIWA

  24 Februari ...
  1. 1582 - Paus Gregorius XIII memberlakukan Kalender Gregorian.
  2. 1976 - Istana Buckingham mengumumkan pertunangan Pangeran
     Charles (Pangeran Wales) dan Lady Diana Spencer.
  3. 1955 - Steve Jobs, pendiri Apple Computer, dilahirkan.

  Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/24_Februari

==================================**==================================
Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org
Arsip e-Leadership: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
Situs Indo Lead: http://lead.sabda.org/
Facebook e-Leadership: http://fb.sabda.org/lead
______________________________________________________________________
Redaksi e-Leadership: Dian Pradana, Sri Setyawati, dan Desi Rianto
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN

Copyright(c) e-Leadership 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org/
Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
==================================**==================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org