Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/35

e-Leadership edisi 35 (9-10-2008)

Karakter Pemimpin: Kesabaran

 

===========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI OKTOBER 2008============

  TOPIK: KARAKTER PEMIMPIN: KESABARAN

  MENU SAJI
  EDITORIAL: Kesabaran; Keberadaannya dan Kuasanya
  ARTIKEL 1: Kesabaran
  ARTIKEL 2: Kesabaran: Sebuah Karakter yang Abadi
  INSPIRASI: Kuasa Kesabaran
  STOP PRESS: Bekal bagi Pemimpin Kristen dalam Situs SOTeRI

==================================**==================================
EDITORIAL

                 KESABARAN; KEBERADAANNYA DAN KUASANYA

  Dalam Galatia 5 dikatakan bahwa kesabaran adalah salah satu aspek 
  dari buah Roh yang harus dimiliki oleh setiap orang yang telah 
  menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Oleh karena itu, 
  kesabaran harus menjadi salah satu karakter yang dimiliki oleh 
  pemimpin Kristen dalam menuntun pengikutnya menuju terang kasih 
  Allah. Mengapa demikian? Artikel 1 yang kami sajikan kali ini akan 
  mengungkapkannya dengan gamblang.

  Tidak hanya itu, artikel kedua dalam edisi ini juga akan membuka 
  mata Anda mengapa kesabaran dianggap sebagai sebuah karakter yang 
  abadi. Bahkan, kuasa kesabaran sangatlah hebat. Hal itu terlihat 
  dalam upaya William Wilberforce menghapus perbudakan di Inggris. 
  Kisahnya dapat Anda simak dalam kolom Inspirasi yang kami harap 
  dapat menginspirasi Anda semua untuk selalu bersabar dalam 
  menghadapi dan memerjuangkan segala sesuatu yang benar dalam 
  kehidupan ini, khususnya dalam memerjuangkan iman Anda dalam 
  Kristus.

  Tuhan memberkati!

  Pimpinan Redaksi e-Leadership,
  Dian Pradana

  "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran,
  kemurahan, kebaikan, kesetiaan," (Galatia 5:22)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Galatia+5:22 >

==================================**==================================

  Kesabaran mampu membuat seseorang bertahan dalam menghadapi segala
          rintangan dalam upayanya mencapai suatu tujuan.

==================================**==================================
ARTIKEL 1

                               KESABARAN

  Salah satu karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin Kristen 
  adalah kesabaran yang disertai iman. Untuk menjaga bagian dalam 
  rumah tetap bersih, harus ada atap yang menahan debu, hujan, dan 
  hembusan angin yang kencang masuk ke dalam rumah (Kel. 26:7, 35:11). 
  Sama halnya dengan rumah, para pemimpin, dengan iman, melindungi 
  mereka yang ada di bawah kepemimpinannya dari badai dosa. Untuk 
  melakukannya, mereka harus masuk dalam berbagai penderitaan, seperti 
  induk ayam yang akan melawan burung pemangsa untuk melindungi 
  anak-anaknya.

  Pentingnya Kesabaran
  
  Ada tiga alasan utama mengapa seorang pemimpin memerlukan kesabaran. 
  Pertama, banyak tanggung jawab, kegiatan yang memakan waktu, dan 
  pekerjaan yang melelahkan, yang semuanya menuntut perhatiannya. Ia 
  bertanggung jawab atas kesejahteraan rohani dan jasmani pengikutnya. 
  Kita dapat melihat kecemasan Paulus untuk memenuhi tidak hanya 
  kebutuhan rohani, namun juga kebutuhan jasmani, terutama kebutuhan 
  jasmani kaum miskin: Yakobus, Kefas dan Yohanes ..., kami harus 
  tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang 
  sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya (Gal. 2:9-10). Tuhan sendiri 
  memberi makan mereka yang telah mendengar kabar keselamatan dengan 
  roti yang mereka butuhkan, namun tak bisa mereka dapatkan (Mrk. 
  6:35-44, 8:1-10).

  Banyaknya kegiatan yang memakan waktu itu berasal dari perhatian
  terhadap kondisi internal pengikutnya dan hubungannya dengan kondisi
  eksternalnya. Tak jarang, seorang pemimpin harus memikirkan hal-hal
  tersebut meskipun ia akan gelisah, karena dialah yang bertanggung
  jawab atas mereka.

  Tugas kepemimpinan yang melelahkan, di antaranya adalah perjanjian 
  bisnis, perjalanan bisnis, dan pekerjaan lain yang sering kali akan 
  membuatnya sibuk sampai larut malam, yang menuntut banyak kesabaran. 
  Musa, yang taat dan dekat dengan Tuhan, ingin melepaskan beban 
  memimpin bangsa Israel karena ia merasa tidak mampu mengemban tugas 
  tersebut (Ul. 1:12-13).

  Kedua, seorang pemimpin juga membutuhkan kesabaran saat ia menemui 
  sedikitnya hasil dari segala yang dikerjakannya. Karena meskipun ia 
  berusaha sangat keras, ia tidak akan melihat pertumbuhan rohani yang 
  berarti pada kehidupan pengikutnya. Ia mungkin mencoba berbagai hal 
  dan akhirnya, setelah bekerja keras, beberapa pengikutnya mulai 
  bertumbuh sedikit. Namun, banyak sekali rintangan yang mungkin 
  menghalangi pertumbuhan rohani. Seorang pemimpin mungkin saja 
  dicobai dengan keputusasaan karena tidak pernah melihat hasil dari 
  kerja kerasnya; ia seperti petani yang menabur banyak benih, namun 
  menuai sedikit panen (Hag. 1:6).

  Sering kali, seorang pemimpin akan menemui peraturan yang dibuatnya 
  diabaikan dan perintahnya tidak ditaati. Sering kali, ia akan 
  menemui iblis menyelinap dalam pengikutnya dalam perwujudan yang 
  nampaknya baik. Sesuatu hal sepertinya baik, jadi ia tidak dapat 
  menuduhnya buruk, namun faktanya, sesuatu yang nampak baik itu 
  menghancurkan apa yang baik dan membuka pintu bagi masuknya banyak 
  hal buruk.

  Contohnya, kerinduan yang tulus untuk menyelamatkan banyak jiwa bisa 
  saja berujung pada penerimaan lebih banyak orang yang pada akhirnya 
  malah tidak bisa ditangani dengan baik. Jumlah anggota yang terlalu 
  banyak kemudian akan mengikis perhatian organisasi yang ada terhadap 
  kemiskinan. Lebih banyak anggota berkeinginan menikmati hal-hal yang 
  lebih daripada sekadar hidup yang sederhana. Dari itu, 
  bermunculanlah bisnis-bisnis untuk mendapatkan lebih banyak 
  kebutuhan hidup. Segera, organisasi itu akan mencoba metode yang 
  tidak umum untuk menambah pundi-pundi uang dan menerima
  hadiah-hadiah yang sebenarnya melanggar aturan. Maka, kedamaian 
  hidup yang taat menghilang, sementara standar religius organisasi 
  terabaikan. Para pengikut mulai berjalan tanpa tujuan, memburu 
  berbagai kebutuhan daging (Rm. 13:14). Mereka menjalin relasi yang 
  melanggar aturan; mereka mencari hadiah dari mereka yang membutuhkan 
  jasa mereka; mereka lebih suka bergaul dengan yang kaya. Mereka 
  lalai melakukan tugas untuk menguatkan orang Kristen lain dan malah 
  melakukan sesuatu demi kepentingan diri sendiri. Mereka memerkaya 
  diri, membangun rumah mewah, namun tidak berusaha memerbaiki 
  kesalahannya. Hal seperti itu menghancurkan kemuliaan Tuhan --
  kemuliaan yang seharusnya ditinggikan oleh suatu organisasi melalui 
  perbuatan kudus dan inspirasi yang mereka sebarkan di lingkungan 
  mereka.

  Hal yang sama terjadi saat seorang pemuda atau seorang pria yang 
  karakternya belum benar-benar teruji, diberi tanggung jawab 
  kepemimpinan, khotbah, dan konseling dalam suatu organisasi.

  Singkatnya, banyak hal yang menurut manusia itu baik, dapat 
  dilakukan, padahal hal itu menodai ketaatan kita kepada Tuhan. 
  Beberapa anggota organisasi, yang menjadi bodoh dan tidak berhikmat 
  tentang kehidupan rohani, bahkan mungkin menganggap bahwa segala 
  kuasa kehidupan rohani terletak pada kemegahan penampilan luar. 
  Karena itu, mereka melakukan sesuatu dengan menggebu-gebu, namun 
  mengabaikan kebaikan dan masalah rohani yang sejati.

  Hal-hal seperti itu akan membuat pemimpin yang taat menjadi sangat 
  kecewa dan terluka. Karena ia tidak sanggup mengatasi semua masalah 
  tersebut meskipun ia ingin melakukannya, ia membutuhkan kesabaran 
  yang amat sangat. Nyala cintaku menghabiskan aku ... (Mzm. 119:139). 
  Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku ... (Mzm. 69:9).

  Ketiga, pemimpin membutuhkan kesabaran karena tidak adanya rasa 
  terima kasih dari mereka yang ia layani dan pedulikan. Bawahannya 
  jarang sekali puas dengannya; malahan, mereka akan selalu merasa 
  tidak puas, karena mereka yakin bahwa ia mampu melakukan sesuatu 
  yang berbeda dan lebih baik jika ia mau. Terkadang, seorang pemimpin 
  menjadi bingung, tidak tahu apakah ia harus memenuhi tuntutan 
  konstan pengikutnya dan apa pun yang mereka inginkan, atau teguh 
  bertindak pada jalur yang ia yakini akan menghasilkan lebih banyak 
  hal baik: Mana yang harus saya pilih, saya bingung. Saya terdesak di 
  antara dua pilihan itu (Fil. 1:22-23).

  Banyak hal yang dilakukan pemimpin dipelintir dan diinterpretasikan 
  buruk oleh pengikutnya. Mereka menggerutu terhadap keputusannya, 
  menuduhnya, mengungkapkan kesalahannya, dan mencari-cari kesalahan 
  dari tindakannya yang tidak masuk akal bagi Tuhan dan bagi mereka 
  sendiri. Hampir mustahil untuk menghindari fakta bahwa apa pun yang 
  seseorang putuskan atau lakukan, pasti akan mengecewakan beberapa 
  orang. Beberapa bahkan menentang pemimpinnya secara langsung atau 
  melalui tulisan. Mereka mencemoohnya dan membujuk orang lain untuk 
  menentangnya, atau mencari cara lain untuk mencegahnya melakukan 
  tugasnya.

  Perisai Kesabaran

  Untuk bertahan menghadapi masalah di atas, seorang pemimpin 
  memerlukan tiga perisai kesabaran. Pertama, ia harus tahu bagaimana 
  meresponi pengikutnya dengan sopan, dewasa, dan baik, sehingga ia 
  dapat menghentikan penentangan yang semakin memanas tanpa harus 
  menunjukkan ketidaksabarannya melalui kata-kata dan ekspresinya --
  bahkan tanpa mengembangkan cara pikir yang tidak sabar. Kesabarannya 
  akan membuatnya semakin maju, dan akhirnya membuatnya menang atas 
  mereka yang tidak memiliki kesabaran. Layaknya Gideon menjawab 
  dengan sopan orang-orang Efraim yang mencelanya hingga amarah mereka 
  reda (Hak. 8:1-3). Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, 
  tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah (Ams. 15:1). 
  Lagipula, sebuah kakacauan tidak akan dapat diatasi dengan 
  kekacauan, begitu juga sifat buruk tidak akan dapat diobati dengan 
  sifat yang buruk.

  Seorang pemimpin yang kehilangan kesabaran akan merusak kebaikan 
  yang mungkin dapat ia capai. Ketidaksabaran memiliki beberapa dampak 
  buruk. Ketidaksabaran membuat malu orang lain: Siapa cepat marah 
  membesarkan kebodohan (Ams. 14:29). Ketidaksabaran membuat seseorang 
  menjadi jahat terhadap pengikutnya dan orang-orang lain juga: Orang 
  yang serong hatinya, akan dihina (Ams. 12:8).

  Ketidaksabaran juga membuat orang lain menjadi mudah marah :Si
  pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar
  memadamkan perbantahan (Ams. 15:18). Ketidaksabaran membuat para
  pengikut takut untuk mengutarakan apa yang mereka butuhkan kepada
  pemimpin: Kesalkah engkau, bila orang mencoba berbicara kepadamu?
  (Ay. 4:2). Akibatnya, para pengikut dipenuhi dengan gerutuan dan
  benci: Siapa yang mengacaukan rumah tangganya akan menangkap angin
  (Ams. 11:29). "Angin" di sini maksudnya "persekongkolan". Pemimpin
  yang tidak sabar membuat takut pengikutnya. Lalu, tidak seorang
  pun yang berani mengingatkannya saat ada sesuatu yang salah: Ia
  seorang yang dursila, sehingga orang tidak dapat berbicara dengan
  dia (1 Sam. 25:17).

  Kemudian, seorang pemimpin juga harus berusaha menjadi pendamai --
  salah satu perisai kesabaran. Ia sebaiknya tidak membalas sakit hati 
  yang ia terima, tidak membenci orang yang menyakiti hatinya, atau 
  pun terburu-buru berusaha memulihkan sakit hatinya. Ia seharusnya 
  senang akan hadirnya orang-orang yang tak tahu terima kasih, karena 
  seorang pemimpin akan menguatkan mereka dan para pengikut yang lain 
  dengan melakukan hal yang baik pada mereka. Karakter baiknya sendiri 
  juga akan bertumbuh melalui orang-orang seperti itu, seperti yang 
  dikatakan oleh Gembala Agung kita: Kamu akan menjadi anak-anak Allah 
  Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu 
  berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat (Luk. 6:35).

  Pemimpin sebaiknya tidak menghindari orang-orang seperti itu.
  Malahan, adalah tugas pemimpin untuk mengajar mereka sesuatu yang
  baik. Hal baik apa yang akan muncul jika ia tidak peduli dengan
  orang yang sangat membutuhkan bantuannya? Jika seorang dokter
  menghindari orang sakit, siapa yang akan menolong mereka? Jika
  seorang tentara mengelak untuk menyerang, bagaimana bisa ia menang?
  Jika seorang pengusaha menolak perjanjian bisnis yang menguntungkan,
  bagaimana ia bisa kaya? Itulah alasan mengapa banyak uskup, pendeta,
  dan pemuka agama menjadi orang yang suci -- panggilan tugas mereka
  memberi mereka kesempatan untuk melakukan banyak hal baik, melalui
  banyak penderitaan, dan memimpin orang lain menuju pada keilahian.
  Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan
  yang indah (1 Tim. 3:1).

  Perisai kesabaran ketiga adalah ketekunan. Apa pun kesulitannya, 
  pemimpin harus mau dan bersemangat melakukan apa pun yang menjadi 
  tugas dan tanggung jawabnya. Kadang tugasnya sangat melelahkan, laju 
  kemajuan pengikutnya lambat, banyak tuntutan yang muncul dari 
  pengikut, dan banyak beban lain. Namun, semua rintangan itu dapat 
  membawa suatu kebaikan. Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan 
  lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu! (2 Taw. 15:7). 
  "Semangat" seorang pemimpin adalah kegigihan untuk menyelesaikan 
  tugas dan kesabaran menanggung beban. Jika seorang pemimpin tidak 
  menjadi lemah karena kemalasan dan ketidaksabaran, maka upah 
  kekekalan mereka akan bertambah secara konstan.

  Penderitaan yang dialami seorang pemimpin sebenarnya dapat membawa 
  beberapa keuntungan. Jika keterbatasannya sebagai manusia membuatnya 
  terjerat dalam tindakan dosa, penderitaannya akan membilas 
  kesalahannya itu. Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; 
  barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang 
  sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya (Yak. 3:2). 
  Saat ada banyak tugas yang harus dikerjakan, pasti banyak juga tugas 
  yang terabaikan. Sebab itu, pemimpin harus dibilas saat itu terjadi 
  sehingga ia tidak perlu dihukum kelak. Apabila ia melakukan 
  kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai 
  orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia (2 Sam. 
  7:14).

  Penderitaan juga melindungi seseorang dari gelombang kesombongan,
  yang lebih mudah menyerang orang yang memiliki kekuasaan. Jabatan
  tinggi, besarnya kebebasan, dan kepuasan melakukan hal baik dapat
  dengan mudah membuatnya sombong. Namun kuk penderitaan menundukkan
  kesombongan sehingga menjaga kepala kita masuk dalam jurang tinggi
  hati (Ay. 33:16-19).

  Keselamatan dan pertumbuhan rohani seorang pemimpin yang baik 
  dilindungi oleh penderitaan; tanpa penderitaan, kesuksesan akan 
  mengangkatnya dalam angin kesombongan. Daud, kesayangan Allah, 
  sangat sederhana dan bersunguh-sungguh saat ia didera berbagai 
  masalah: Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar 
  ketetapan-ketetapan-Mu (Mzm. 119:71). Namun saat ia makmur, ia jatuh 
  dalam dosa.

  Kesucian seorang pemimpin meningkat melalui kebaikan yang ia lakukan 
  dan penderitaan yang ia alami. Adalah mulia untuk melakukan sesuatu 
  yang bajik dan menginspirasi orang lain melakukan hal yang baik. 
  Penderitaan akan menuju pada sebuah kemuliaan yang agung, seperti 
  emas menjadi lebih indah dan berharga setelah dibakar.

  Faktanya, pertumbuhan rohani sering kali terjadi meski seseorang
  tidak merasakan pertumbuhan itu, dan seseorang dikuatkan saat
  nampaknya ia mulai lemah (Mrk. 4:26-27).

  Bukanlah hal yang mengherankan jika tidak semua upaya pemimpin 
  memberikan kebaikan bagi semua orang; bahkan Allah, yang berkarya 
  dalam semua manusia, tidak berhasil menyelamatkan semua manusia. 
  Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih (Mat. 
  22:14). Tidak semua benih yang ditabur itu berbuah, dan mereka yang 
  menggali untuk mencari sesuatu yang berharga akan mengobrak-abrik 
  bidang tanah yang luas untuk mencari sedikit emas dan perak. 
  Pengaruh seorang pemimpin yang baik dapat diukur melalui jumlah hal 
  buruk yang akan menimpa para pengikutnya jika ia tak bersama mereka. 
  Kepemimpinan seperti terang; absennya sebuah kepemimpinan adalah 
  mimpi buruk.

  Hal itu seharusnya mendorong seorang pemimpin untuk bertahan di 
  bawah segala tekanan, karena ia melayani Tuhan dengan penuh iman 
  saat ia memimpin orang-orang yang mengikutnya, baik yang maju, 
  sedikit maju, atau pun yang tidak maju sama sekali dalam hidupnya. 
  Masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya 
  sendiri, dan hanya Allah yang memberi pertumbuhan (1 Kor. 3:8,7). 
  Layaknya benda yang harganya semakin tinggi, semakin sulit benda itu 
  didapat, demikian juga petani yang menanam di atas tanah yang mandul 
  dan berbatu, mendapat sedikit panen, namun sering kali dapat meminta 
  harga yang lebih tinggi. Seorang guru juga, bekerja lebih keras saat 
  menangani seorang murid yang tidak mau belajar daripada yang mau 
  belajar, dan seterusnya, bagi Hakim yang Mahaadil, usahanyalah yang 
  lebih berharga. (t/Dian)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: The Character of A Christian Leader
  Judul asli artikel: Patience
  Penulis: St. Bonaventure
  Penerbit: Servant Books, Michigan 1978
  Halaman: 25 -- 32

==================================**==================================
ARTIKEL 2

                 KESABARAN: SEBUAH KARAKTER YANG ABADI

  Kebanyakan dari kita menyadari bahwa kesabaran adalah salah satu
  karakter utama kita sebagai orang Kristen -- kita tidak 
  terburu-buru untuk mendapatkan sesuatu. Beberapa orang 
  mendefinisikan kesabaran sebagai penundaan untuk mendapatkan apa 
  yang diinginkan. Seperti yang Margareth Thatcher pernah katakan, 
  "Saya sangat sabar, asalkan pada akhirnya saya mendapatkan apa yang 
  saya inginkan." Dalam masyarakat yang serba cepat dan budaya yang 
  egois ini, kesabaran menghilang dengan cepatnya, bahkan dalam 
  komunitas Kristen.

  Kesabaran adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh orang Kristen. 
  Rasul Paulus berulang kali mengimbau umat Kristen untuk saling 
  bersabar satu sama lain. Bahkan, kesabaran sebenarnya adalah sebuah 
  tes keorisinilan umat Kristen. Karakter Kristen yang sejati, tanda 
  utama kelahiran baru, terlihat dalam kesabaran yang sejati.

  Di Perjanjian Baru, Rasul Paulus mengimbau jemaat di Efesus untuk 
  "hidup berpadanan dengan panggilannya, dengan segala kerendahan 
  hati, kelemahlembutan, dan kesabaran, menunjukkan kasih dalam hal 
  saling membantu dan berusaha memelihara kesatuan Roh oleh ikatan 
  damai sejahtera" (Ef. 4:1-3).

  Dalam konteks yang hampir sama, Rasul Paulus mengajar jemaat di 
  Kolose untuk "mengenakan belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, 
  kelemahlembutan dan kesabaran" (Kol. 3:12). Lagi-lagi Paulus 
  menggambarkan pentingnya kesabaran dalam sebuah konflik di antara 
  komunitas Kristen. Menurut Paulus, jika satu orang Kristen tidak 
  sepaham dengan yang lainnya, ia harus bersabar, bersedia rugi 
  daripada merusak reputasi gereja.

  Kepada jemaat di Tesalonika, instruksi Paulus sangat jelas: 
  "Hiduplah selalu dalam damai seorang dengan yang lain." (1 Tes. 
  5:13). Untuk dapat mencapai kedamaian itu, Paulus menganjurkan 
  mereka untuk "bersabar terhadap semua orang" (1 Tes. 5:14). Hal itu 
  bukanlah perkara yang gampang untuk dilakoni.

  Yang paling penting, kesabaran harus ada dalam diri pemimpin 
  Kristen. Kepada Timotius, anak didik rohaninya, Paulus menulis dan 
  memberikan teladan: "sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh 
  bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap 
  mengajar, sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang 
  suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada 
  mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal 
  kebenaran" (2 Tim. 2:24-25).

  Pengertian Alkitab mengenai kesabaran sebagai sebuah karakter orang 
  Kristen berakar pada totalitas kebenaran Kristen. Kesabaran berawal 
  dari penegasan bahwa Allah adalah yang berkuasa atas hidup manusia 
  dan berkarya dalam kehidupan manusia. Orang Kristen memahami bahwa 
  kepuasan yang sepenuhnya tidak akan tercapai dalam hidup ini, namun 
  percaya pada kesempurnaan segala sesuatu saat bersama-sama dengan 
  Allah di surga nantinya. Terlebih lagi, kita tahu bahwa penyucian 
  tidak akan selesai dalam hidup ini, dan karena itu orang-orang 
  Kristen harus memerhatikan satu sama lain sebagai sesama pendosa 
  yang telah diselamatkan oleh anugerah, dalam Roh Kudus yang berupaya 
  memanggil kita menuju pada keilahian.

  Saat kita melihat pada perintah Injil untuk bersabar satu sama lain, 
  kita harus ingat akan beberapa aspek kesabaran yang diungkapkan 
  dalam firman Tuhan, yang penting bagi pemahaman Kristen. Pertama, 
  kita harus memahami bahwa kesabaran adalah sebuah perintah sekaligus 
  anugerah dari Tuhan. Dengan semua karakter Kristen, kita diharuskan 
  oleh perintah Tuhan untuk mendemonstrasikan buah Roh, di mana 
  kesabaran adalah salah satu buah Roh yang penting. Gambaran 
  alkitabiah mengenai kesabaran bukan hanya tentang kepasrahan atau 
  sifat penurut kita dalam menunggu waktu. Sebaliknya, kesabaran 
  adalah karakter Kristen yang kuat, yang berakar dalam pada iman 
  Kristen yang absolut kepada kekuasaan Tuhan dan janji Tuhan untuk 
  menyelesaikan segala sesuatu melalui cara-cara yang memuliakan 
  nama-Nya.

  Sebagai perintah, kesabaran seperti halnya tanggung jawab bagi orang 
  Kristen. Pada saat yang sama, kesabaran adalah anugerah ilahi. Orang 
  Kristen tidak dapat, melalui dirinya dan caranya sendiri, 
  menunjukkan kesabaran yang sejati sebagai buah Roh. Agustinus, uskup 
  agung abad ke-14, memeringatkan bahwa orang Kristen harus 
  menghindari "kebanggaan diri atas kesabaran yang palsu". Agustinus 
  menghukum orang-orang yang memertalikan kesabaran dengan "kekuatan 
  kehendak manusia". Kita harus menjadi orang yang sabar, namun 
  kesabaran yang sejati hanya datang kepada mereka yang telah ditebus 
  oleh Kristus dan Roh Kudus ada dalam mereka untuk memberikan buah 
  Roh.

  Kedua, karakter kesabaran Kristen berakar pada pengetahuan kita akan 
  diri kita sendiri sebagai pendosa yang telah ditebus. Mengerti 
  kelemahan dan menyadari kesalahan kita sendiri, kita harus bergaul 
  dengan orang Kristen lain dengan kerendahan hati, bukannya gengsi. 
  Orang Kristen tidak dibenarkan untuk berinteraksi dengan sesama 
  orang percaya dalam semangat arogansi, kecongkakan, dan 
  superioritas. Sebaliknya, kita diperintahkan oleh teladan Kristus 
  untuk berinteraksi dengan Tuhan dan sesama dalam kerendahan hati.

  Kesabaran menghadirkan tes karakter yang kritis kepada orang 
  Kristen, berakar pada pengakuan sederhana bahwa kita bisa saja 
  salah. Kesalahan kita mungkin terletak pada karakter kita, bukan 
  pada pendirian kita. Saat orang Kristen terlibat dalam perselisihan, 
  mungkin saja Anda salah saat merasa benar. Pemikiran seperti itu 
  baik, bahkan waktu kita harus berjuang demi iman yang telah 
  diberikan kepada para rasul.

  Ketiga, pemahaman Kristen tentang kesabaran berpijak pada pemahaman
  kita tentang sesama bahwa Tuhan berkarya dalam hidup mereka. Seperti
  Paulus berkata kepada Timotius, pelayan Tuhan haruslah baik kepada
  setiap orang, bersabar bahkan dalam menuntun lawan, karena "mungkin
  Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan
  memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, dan dengan
  demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat
  Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya" (2 Tim. 2:24-26).

  Ayat yang luar biasa itu menunjukkan bahwa Paulus sedang 
  membicarakan sesuatu yang serius. Saat ia berbicara tentang menuntun 
  orang yang telah terjerat iblis untuk melakukan kehendaknya, kita 
  dapat dengan yakin berkata bahwa Paulus benar-benar membicarakan 
  sesuatu yang serius.

  Paulus menekankan kesabaran dalam penegasan yang jelas bahwa Tuhan 
  sedang berkarya dalam hidup orang-orang yang sedang berselisih 
  dengan kita. Di sini, doktrin penyucian yang alkitabiah membantu 
  kita memahami pertumbuhan menuju kedewasaan Kristen. Kesabaran 
  adalah proses, di mana Tuhan membentuk pendosa yang telah ditebus 
  menjadi gambaran Kristus.

  Karena itu, kita harus berinteraksi dengan sesama orang percaya 
  sebagai pendosa yang telah diselamatkan oleh anugerah, seperti 
  halnya kita sendiri. Jadi, kita harus menghargai satu sama lain, dan 
  integritas kita sebagai orang Kristen harus ditunjukkan melalui 
  kesabaran yang sejati. Bahkan waktu kita berusaha meyakinkan, 
  memerintah, dan bahkan menuntun, kita harus ingat bahwa Tuhanlah 
  yang mampu menjamah hati manusia, dan kita harus tetap percaya bahwa 
  Allah berkarya dalam hidup mereka.

  Keempat, kesabaran berakar pada pemahaman kita tentang waktu dan 
  keabadian. Kita tidak mengharapkan penyucian paling sempurna dalam 
  hidup ini. Dalam berhubungan dengan sesama orang percaya, kita tahu 
  bahwa mereka, layaknya kita, hanya akan mengalami penyucian dan 
  pemuliaan yang seutuhnya pada waktu kita bersama dengan Allah di 
  surga. Seperti John Calvin pernah katakan, keabadian adalah "negeri 
  asal kesabaran". Hal ini adalah pengingat yang baik karena kita 
  memahami bahwa kita akan mencapai kesatuan yang utuh hanya saat 
  Kristus mengakui Gereja-Nya dan kita berkumpul bersama di hadapan 
  takhta Allah dalam keabadian.

  Kesabaran harus menjadi salah satu tanda dalam rumah Kristen, dengan 
  setiap anggota keluarga bersabar dalam berinteraksi satu sama lain. 
  Suami istri harus saling bersabar, bahkan orang tua harus bersabar 
  kepada anaknya. Dalam rumah tangga iman, kesabaran, yang sering kali 
  adalah karakter yang paling jarang ada, menjadi sebuah ujian 
  keaslian dan pentingnya tatanan yang baik dalam rumah, gereja, dan 
  persekutuan Kristen.

  Artinya, gereja harus menaati perintah Tuhan dan berusaha 
  menunjukkan kesabaran Kristen yang sejati.

  *) Dr. R. Albert Mohler, Jr. adalah Presiden Southern Baptist
  Theological Seminary dan Kepala Editor Southern Baptist Journal of
  Theology. (t/Dian)

  Diterjemahkan dari:
  Nama situs: SingleVision Ministries
  Judul asli artikel: Patience, A Lasting Virtue
  Penulis: R. Albert Mohler, Jr.
  Alamat URL: http://seegod.org/virtue_of_patience.htm

==================================**==================================
INSPIRASI

                            KUASA KESABARAN

  Sulit dibayangkan, William Wilberforce, pria lumpuh bertubuh kecil
  dengan senyum lembut, dapat memutar balik dunia -- namun bukan
  dengan kekuatannya.

  Dengan kecerdasan alami dan kefasihan berbicara, ia memesona banyak
  orang di sekolah dan Parlemen pada akhir abad 18-an. Namun, apa pun
  yang dilakukannya tidak memiliki tujuan.

  Lalu ia membaca "The Rise and Progress of Religion in The Soul"
  karya Philip Doddridge. Ia pun segera menyadari hampanya kemakmuran
  dan kebenaran Kristen. Dari luar, ia nampak kuat, tapi di dalam, ia
  menderita: "Saya benar-benar menderita," tulisnya. "Saya yakin tidak
  ada seorang pun yang lebih menderita ketimbang saya."

  Paskah tahun 1786, hidup barunya dalam Kristus dimulai, dan
  pengertian baru akan profesinya tumbuh dalam hatinya: "Pekerjaanku
  adalah untuk masyarakat," tulisnya di buku hariannya. "Pekerjaanku
  ada di dunia dan aku harus menyatu dengan masyarakat."

  Lama-kelamaan, ia menyadari bahwa "bisnis"nya berkaitan dengan
  perbudakan. Wilberforce menjadi sangat terusik. Lalu ia menyimpulkan
  apa yang menjadi salah satu misi hidupnya: memberantas perbudakan
  apa pun akibatnya.

  Ia pun menerima akibatnya -- kebanyakan dalam bentuk penentangan 
  yang kejam dan tak pernah berhenti terhadap tujuannya. John Wesley, 
  di ranjang tempat ia meninggal, menulis surat untuk Wilberforce, 
  "Jika bukan Tuhan yang menghendakimu menentang perbudakan, kamu akan 
  dihancurkan oleh orang-orang dan iblis yang menentangmu."

  Mei 1788, dibantu Thomas Clarkson, peneliti yang sangat berpengaruh 
  dalam kesuksesannya, Wilberforce mengajukan dua belas mosi ke 
  Parlemen yang menuntut adanya penghapusan perdagangan budak. Tapi 
  ditolak. Kampanye dan perlawanan terus dilakukan. Para petani, 
  pengusaha, pemilik kapal, kaum tradisionalis, dan bahkan kerajaan 
  pun menentang gerakan penghapusan perdagangan budak yang dipandang 
  sebagai kaum radikal yang berbahaya.

  Wilberforce tidak menyerah, ia pun mengajukan rancangan 
  undang-undang antiperdagangan budak pada 1791, 1792, 1793, 1797, 
  1798, 1799, 1804, dan 1805, yang semuanya ditolak.

  Namun, lama-kelamaan masyarakat mendukung usahanya. Tahun 1806,
  Parlemen menghapus perdagangan budak di seluruh wilayah Inggris.
  Wilberforce pun menangis bahagia.

  Wilberforce tidak berlama-lama tenggelam dalam kemenangan -- ia
  menyusun rencana yang lebih besar, yaitu membebaskan semua budak.
  Hal ini membutuhkan ketekunan yang luar biasa. Namun, pada musim
  panas 1833, akhirnya Parlemen mengesahkan Undang-Undang Emansipasi
  (Emancipation Act). Tiga hari kemudian, Wilberforce meninggal dunia.

  Wilberforce dan sekutunya berhasil menyingkirkan kejahatan paling
  kejam di Inggris, negara paling kuat pada saat itu, hanya dengan
  keyakinan, politik, dan ketekunan yang kukuh. (t/Setyo)

  Diterjemahkan dari:
  Nama situs: Christianity Today
  Judul asli artikel: The Power of Patience
  Penulis: Mark Galli
  Alamat URL: http://www.christianitytoday.com/tc/8r2/8r2015.html

==================================**==================================
STOP PRESS
                          
          BEKAL BAGI PEMIMPIN KRISTEN DALAM SITUS SOTERI

  Anda tidak mau menjadi pemimpin yang hanya berlabelkan Kristen saja, 
  bukan? Pastinya Anda juga ingin menjadi pemimpin Kristen yang 
  benar-benar mengikuti teladan Kristus dan melakukan kehendak-Nya 
  dalam setiap tugas Anda, bukan? Bekali diri Anda dengan pengetahuan 
  dan pendalaman akan teologi Kristen. Situs SOTeRI hadir untuk 
  memperkenalkan sistem teologi Reformed dan kegiatan-kegiatannya 
  kepada masyarakat Kristen Indonesia. Selain menyajikan arsip dari 
  semua publikasi e-Reformed, situs ini juga memuat artikel-artikel 
  teologi lain yang juga memiliki corak pengajaran teologi Reformed 
  yang Injili. Informasi tentang situs-situs lain yang serupa 
  (sealiran), baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris, 
  juga dapat Anda temui di situs ini.

  Melalui situs SOTeRI ini, Anda juga bisa mendaftar untuk 
  berlangganan publikasi e-Reformed, selain itu situs ini juga 
  menyediakan fasilitas untuk mengirimkan komentar. Dengan demikian, 
  pengunjung dapat berinteraksi dengan mengirimkan komentar-komentar 
  sehubungan dengan pembahasan artikel-artikel yang ada di dalamnya. 
  Nah, fasilitas ini tentu sangat menarik karena kita semua bisa ikut 
  terlibat menjadi bagian dari situs ini. Kami harap kehadiran Anda di 
  situs SOTeRI ini dapat menjadi berkat bagi Anda.

  ==>  http://reformed.sabda.org/

==================================**==================================
Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org
Arsip e-Leadership: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
Situs Indo Lead: http://lead.sabda.org/
Network Kepemimpinan: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_kepemimpinan
______________________________________________________________________
Redaksi e-Leadership: Dian Pradana
Kontributor: Sri Setyawati
e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll.
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Bahan ini dapat dibaca secara on-line di:
http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/
Copyright(c) 2008 oleh YLSA
http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
==================================**==================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org