Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/374

e-Konsel edisi 374 (8-7-2015)

Sumber Kemarahan


______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

e-Konsel -- Sumber Kemarahan
Edisi 374/Juli 2015

Salam kasih dalam Kristus,

Bagi beberapa orang, kemarahan adalah salah satu emosi yang cukup 
sulit dikendalikan. Kemarahan yang memuncak tidak jarang mendorong 
orang melakukan tindakan anarkis yang sudah pasti merugikan orang lain 
dan diri sendiri. Kemarahan adalah emosi yang Tuhan berikan kepada 
manusia, tetapi emosi ini harus dikendalikan agar tidak membuat kita 
jatuh ke dalam dosa. Untuk menolong konseli yang berjuang dalam 
mengendalikan kemarahan, e-Konsel menghadirkan artikel mengenai 
memahami sumber kemarahan dan tip mengendalikan kemarahan. Kiranya 
bahan yang kami sajikan berguna bagi Anda.

Pemimpin Redaksi e-Konsel,
S. Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >


       BIMBINGAN ALKITABIAH: MENGIDENTIFIKASI SUMBER KEMARAHAN
                      Ditulis oleh: S. Setyawati

Selain akal budi, emosi adalah pemberian dari Tuhan kepada manusia. 
Emosi yang dimiliki manusia antara lain sedih, senang, jengkel, marah, 
dst.. Namun, cara seseorang dan yang lain mungkin saja berbeda dalam 
mengekspresikan emosinya. Ada yang melampiaskan kemarahan dengan kata-
kata kasar, kata-kata kotor, umpatan, makian, tindakan fisik yang 
negatif, bahkan kekerasan fisik lainnya. Ada juga yang menyembunyikan 
kemarahannya di dalam hati dan meledakkannya saat ia tidak tahan lagi 
untuk menahannya.

Persoalannya, apakah kita berdosa apabila kita marah? Bisa iya, bisa 
tidak. Jika kemarahan kita terus membara dan membuat kita melakukan 
hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, kita berdosa. Namun, 
jika kita marah karena terjadi ketidakbenaran, kita tidak berdosa. 
Istilah ini lazim dikenal dengan kemarahan suci.

Apa yang harus kita lakukan ketika kita jengkel? Firman Tuhan dalam 
Efesus 4:26 (AYT Draft) menyebutkan, "Marahlah dan jangan berbuat 
dosa. Jangan biarkan matahari terbenam kalau kemarahanmu belum padam." 
Kita diperbolehkan marah, tetapi jangan sampai kemarahan kita 
mendatangkan dosa. Bandingkan dengan Mazmur 37:8 (AYT Draft), 
"Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati, jangan marah, karena 
hanya akan mendatangkan kejahatan." Manusia bisa dan diperbolehkan 
marah, tetapi jangan sampai kemarahan mengontrol kita. Kemarahan 
identik dengan sesuatu yang tidak menyenangkan dan berlawanan dengan 
apa yang kita harapkan. Meski begitu, kita harus mengendalikan 
kemarahan kita agar kita tidak mendukakan Tuhan Allah dan menyakiti 
sesama. Hal-hal yang biasanya memicu kemarahan adalah merasa frustrasi 
dengan seseorang/sesuatu, merasa direndahkan, merasa ditolak, merasa 
diancam, sudah tidak bisa menahan ledakan kemarahan, dan masalah-
masalah psikis.

Istilah marah (termasuk keluarga katanya) muncul sebanyak 275 kali 
dalam Alkitab terjemahan King James. Keluarga kata yang dimaksud 
mencakup kata benci, diasingkan, kepahitan, permusuhan, mengamuk, 
dst.. Contoh kisah kemarahan di dalam Alkitab yang mengakibatkan 
tindakan dosa yang mengerikan antara lain, Kain yang membunuh Habel, 
Musa yang membunuh mandor Mesir, Simson yang membantai ribuan orang 
Filistin, dan orang-orang Yahudi yang menyalibkan Kristus.

Dalam buku "The Minirth Guide for Christian Counselors", Frank Minirth 
mengatakan bahwa dalam hal mempelajari emosi marah, psikologi 
menitikberatkan pada bagaimana kita menjadi marah dan apa yang dapat 
dilakukan dengan kemarahan, sedangkan teologi menitikberatkan pada 
natur manusia yang dapat membangkitkan kemarahan. Sumber kemarahan 
berasal dari natur manusia lama (yaitu berpusat pada ego; lihat 
Kejadian 4:5-8; Kejadian 27:42-45; Kejadian 49:5-7; 1 Samuel 20:30; 1 
Raja-Raja 21:4; 2 Raja-Raja 5:11; Matius 2:16; Lukas 4:28). Akan 
tetapi, di balik sisi negatif kemarahan, emosi yang merusak, ada juga 
kemarahan yang benar (Keluaran 11:8; Imamat 10:16-17; Nehemia 5:6-13; 
Mazmur 97:10; Markus 3:5). Karena itu, jangan sampai berbuat dosa jika 
kita marah (Efesus 4:26). Sayangnya, dalam kenyataan, kemarahan acap 
kali menjadi awal dosa atau hasil dari dosa. Oleh karena itu, kita 
harus memahami bagaimana mengendalikan kemarahan.

Kiranya dengan mengakui dan memahami sumber kemarahan, serta menjalin 
relasi yang erat dengan Kristus, dapat menolong kita semua untuk mampu 
meredakan kemarahan dan mencegah kemarahan pada masa yang akan datang. 
Marilah kita terus tunduk kepada Allah dan mengizinkan Dia yang 
mengontrol kita, bukan emosi-emosi negatif kita.

Sumber bacaan:
1. "Anger". Dalam http://goodnewsonline.org/04_biblecollege_im05.htm
2. Minirth, Frank. 2003. "The Minirth Guide for Christian Counselors". 
   Nashville: Broadman & Holman Publishers.


                            TIP: KEMARAHAN

Tujuan kita bukan "bebas dari kemarahan". Sebaliknya, hal ini untuk 
mengajarkan kepada konseli bagaimana mengontrol responsnya terhadap 
kemarahan yang ada: baik terhadap stimulasi emosional maupun biologis, 
yang disebabkan oleh kemarahan.

Langkah-Langkah Nyata

1. Pahamilah Kemarahan

Fokuslah pada sumber kemarahan. Buatlah daftar pemicunya (dalam sesi 
konseling dan sebagai tugas rumah). Sebelum konseli dapat mengontrol 
kemarahan, cegahlah pemicu kemarahan sebanyak mungkin.

Belajarlah untuk mengidentifikasi kemarahan sebelum kemarahan itu 
menjadi lepas kendali. Mintalah konseli untuk mengidentifikasi apa 
yang ia rasakan secara fisik ketika merasa marah.

Identifikasilah perasaan marah ketika perasaan tersebut masih sedikit. 
Katakan dengan keras, "Sekarang saya sedang marah."

Sadarilah tanda peringatan kemarahan yang pertama, yang mungkin 
terlihat dalam perubahan-perubahan fisik.

Kemarahan meningkatkan respons sistem saraf simpatik (keadaan stabil 
secara fisik) dan perubahan-perubahan biologis berikut ini: 
peningkatan detak jantung dan tekanan darah, kewaspadaan yang semakin 
tinggi, otot-otot yang tegang, pupil mata yang melebar, pencernaan 
yang melilit-lilit, lubang hidung yang membesar, dan pembuluh vena 
yang menonjol.

2. Tundalah Kemarahan (Amsal 16:32; Amsal 29:11)

Cara yang menginspirasi untuk menahan ekspresi kemarahan:

- Ambillah "waktu jeda"; untuk sementara waktu jangan terlibat dengan 
  situasi tersebut jika memungkinkan (minimal 20 menit).
- Lakukanlah olahraga ringan hingga tingkat kemarahan dapat dikontrol.
- "Tuliskanlah, jangan bertengkar"; tuliskanlah pikiran-pikiran yang 
  mengganggu. Latihan ini bersifat pribadi dan tulisan-tulisan itu 
  harus disimpan secara pribadi, yang kemungkinan dapat dihancurkan, 
  bukan dikirim.
- Ceritakanlah kepada seorang teman yang dapat dipercaya, yang tidak 
  terkait dengan situasi yang menyebabkan kemarahan.
- Jangan hanya "curhat", mintalah nasihat yang membangun.
- Doakanlah kemarahan tersebut, mintalah kepada Allah untuk memberikan 
  pengertian kepada Anda.
- Pelajarilah arti menenankan. (Seseorang dalam keadaan marah tidak 
  siap menghadapi situasi yang membangkitkan kemarahan dengan cara 
  yang sehat. Sikap tenang akan menolongnya meredakan perasaan 
  marahnya sebelum menunjukkan kemarahan dengan cara yang sehat. 
  Perhatikan: Memikirkan hal ini berlawanan dengan menenangkan diri, 
  dan membuat kemarahan semakin buruk dengan mengulang pemikiran-
  pemikiran yang merusak mengenai peristiwa yang menimbulkan 
  kemarahan.)
- "Orang yang sabar lebih baik dari seorang pahlawan, dan orang yang 
  menguasai dirinya lebih dari orang yang merebut kota." (Amsal 16:32, 
  AYT DRAFT).
- "Orang bodoh mengeluarkan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak 
  mundur dan meredakannya." (Amsal 29:11, AYT DRAFT)

3. Kontrollah Kemarahan

Pikirkanlah beberapa cara bagi konseli Anda untuk mengekspresikan 
kemarahannya dengan cara yang sehat:

- Berikan respons (tindakan rasional), jangan bereaksi (bantahan yang 
  emosional).
- Menjauhlah secara bijak sampai Anda dapat berbicara dengan cara yang 
  membangun (Yakobus 1:19).
- Hadapilah kemarahan untuk memulihkan, bukan untuk menghancurkan.
- Berempati (berteriak-teriak adalah kegagalan berempati). 
  Berbicaralah dengan pelan dan tenang (membuat berteriak menjadi 
  sulit).
- Serahkanlah hak untuk membalas dendam (Roma 12:19).
- Jika kemarahan mulai meningkat menjadi kemurkaan atau kegeraman, itu 
  berarti bukan saatnya untuk berinteraksi dengan orang lain. 
  Sebaliknya, untuk sementara salurkan energi Anda untuk aktivitas-
  aktivitas sendiri, atau tenangkan diri kembali sebelum menghadapi 
  orang lain.

4. Selesaikan Kemarahan

Sebuah rencana harus dibuat sebagai tindak lanjut, mungkin:
- Mencari rekan yang bertanggung jawab.
- Melakukan konseling pribadi.
- Bergabung dalam kelompok yang dapat mengelola kemarahan.
- Mempertimbangkan pengobatan.

Konseli harus secara aktif mengembangkan pertumbuhan rohani jika ia 
ingin mengelola kemarahan dengan efektif. Alkitab berkata, "Akan 
tetapi, buah Roh adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, 
keramahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. 
Tidak ada hukum yang melawan sifat-sifat ini." (Galatia 5:22-23)

Ingatlah untuk:
a. Berserah -- kepada Roh Kudus (Galatia 5:16)
b. Mencerminkan -- kemurahan dan kasih yang Allah sediakan (Efesus 2:4)
c. Berdoa -- mengakui perasaan dan penyesalan kepada Allah (Matius 5:43-45)
d. Mengampuni -- memilih untuk membuang kebencian dan kepahitan (Efesus 4:31-32)
e. Mencegah -- memikirkan dan melakukan balas dendam (1 Korintus 10:13; 1 Petrus 1:13)
f. Memberi dan menerima -- saling menghargai dengan orang-orang yang 
   dekat dengan Anda (Efesus 5:31-32)
g. Mengasihi -- bahkan kepada orang-orang yang marah kepada Anda 
   (1 Korintus 13)
h. Mengingat -- seperti apakah menjadi "sasaran" kemarahan orang lain 
   (1 Samuel 19:9-10)
i. Menyelesaikan -- masalah-masalah kemarahan (Efesus 4:26)
j. Menggarisbawahi masalah-masalah seperti luka emosi yang dalam, yang 
   telah teridentifikasi dalam konseling, perlu dipikirkan. Buatlah 
   rencana untuk membereskan hal-hal tersebut melalui konseling 
   lanjutan dan kelompok-kelompok pendukung.

Ada kesimpulan yang sangat baik. Efesus 4:31-32 berkata, "Biarlah 
semua kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, dan fitnah, dibuang 
darimu, bersama dengan semua bentuk kejahatan. Bersikaplah ramah satu 
dengan yang lain, milikilah hati yang lembut, dan saling mengampuni, 
sebagaimana Allah di dalam Kristus juga mengampuni kamu."

Pengertian Alkitabiah

"Jika engkau melakukan yang baik, tidakkah engkau akan diterima? 
Namun, jika engkau tidak melakukan yang baik, dosa sudah berada di 
ambang pintu. Dosa itu ingin menguasaimu, tetapi kamu harus berkuasa 
atasnya." (Kejadian 4:7, AYT DRAFT)

Masalah Kain dengan kemarahannya bukanlah karena ia marah. Masalahnya 
adalah bagaimana ia bereaksi terhadap kemarahannya.

Pertama-tama, kemarahan Kain adalah respons yang positif, tetapi 
respons tersebut melalaikan sasarannya. Alih-alih Kain marah dengan 
dirinya sendiri, kemarahannya berubah menjadi kecemburuan yang 
mematikan.

Kemarahan harus dikuasai atau kemarahan tersebut akan menguasai kita. 
Kemarahan yang tidak terkontrol dengan cepat menjadi perusak. Ketika 
Anda mengundang Allah untuk menolong Anda mengidentifikasi kemarahan 
Anda dan mengambil tindakan positif, kemarahan akan lebih menjadi 
hamba daripada menjadi tuan.

"Marahlah dan jangan berbuat dosa. Jangan biarkan matahari terbenam 
kalau kemarahanmu belum padam. Jangan memberi kesempatan kepada 
setan." (Efesus 4:26-27)

Perhatikanlah bahwa ayat ini tidak berkata, "Jangan pernah marah." 
Kemarahan adalah emosi pemberian Allah, dan jika dikuasai dengan baik, 
akan menghasilkan perubahan positif.

Jangan biarkan kemarahan membuat Anda bertindak dengan cara yang 
nantinya akan Anda sesali.

Jangan menjadi marah kepada diri sendiri atau berpura-pura bahwa Anda 
tidak pernah marah.

Hadapilah kemarahan sesegera mungkin (dan secara bertanggung jawab) 
sebelum matahari terbenam supaya Anda tidak "memberi kesempatan kepada 
si jahat".

Cobalah mengatasi perbedaan dengan orang lain dengan hormat. Lalu, 
lanjutkan bersama-sama dalam karya Tuhan. Ingatlah, Setan senang 
menggunakan kemarahan untuk memecah belah umat percaya.

"Aku sangat marah ketika mendengar seruan dan keluhan mereka." 
(Nehemia 5:6, AYT DRAFT)

Kemarahan Nehemia adalah kemarahan yang benar karena banyak orang 
Yahudi menderita di bawah kekuasaan para pejabat yang kaya, yang 
meminjamkan uang kepada mereka.

Dengan menunjukkan kemarahannya dengan cara yang sehat, Nehemia 
mengadakan pertemuan dengan para pemberi pinjaman, yang menanggapi 
permintaannya yang tegas.

Saat Anda merasa kemarahan menggelora di dalam batin, mintalah Allah 
memimpin Anda pada cara penyelesaian konflik yang produktif.

"Jangan bergaul dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan 
seorang pemarah. Supaya jangan engkau menjadi biasa dengan tingkah 
lakunya, dan menarik jerat bagi dirimu sendiri." (Amsal 22:24-25, AYT 
DRAFT)

Orang-orang mungkin tidak dapat mengubah kemarahan yang ditunjukkan 
orang lain, tetapi mereka dapat menghindari berhubungan dekat dengan 
para "pemarah".

Pilihlah dengan hati-hati orang-orang yang akan menjadi sahabat, rekan 
bisnis, dan pasangan Anda.

"Kemudian berfirmanlah Allah kepada Yunus, `Pantaskah engkau marah 
karena pohon jarak itu?` Jawab Yunus, `Pantaslah aku marah sampai 
mati.`" (Yunus 4:9, AYT DRAFT)

Ketika Yunus memahami bahwa Allah akan menyelamatkan orang-orang 
Niniwe, alih-alih bersukacita karena pertobatan mereka, Yunus malah 
marah. Kemarahannya terhadap keberdosaan Niniwe dibenarkan meskipun 
kemarahannya yang egois pada kemurahan Allah tidak dibenarkan.

Barangkali, dengan motivasi egois, Yunus memikirkan bahwa reputasinya 
telah dihancurkan dengan ramalan yang salah tentang penghancuran kota 
tersebut: atau ia mungkin ingin duduk di kursi baris depan untuk 
menyaksikan kematian orang-orang Niniwe, apalagi Asyur adalah musuh 
Israel.

Kita harus mempertimbangkan dengan jujur inspirasi kemarahan kita. 
(t/S. Setyawati)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: American Association of Christian Counselors
Alamat URL: http://www.aacc.net/2010/09/21/anger/
Judul asli artikel: Anger
Penulis artikel: Tim Clinton, Ed.D.
Tanggal akses: 10 Maret 2014


Kontak: konsel(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, Berlin B., dan N. Risanti
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org