Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/369

e-Konsel edisi 369 (10-2-2015)

Konseling Pasutri


______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________


[e-Konsel] Konseling Pasutri
Edisi 369/Februari 2015

Salam konseling,

Problem dalam pernikahan tentu beragam. Terkadang satu masalah dapat 
memicu timbulnya masalah yang lain. Di satu sisi, hal ini mungkin 
membuat kita penat. Akan tetapi, di sisi lain, problem yang terjadi 
dapat mendewasakan pernikahan kita. Untuk mengatasi problem, kita 
hanya membutuhkan doa, kesabaran, dan kerja sama dengan pasangan. 
Konseling pasangan suami istri dapat menjadi sarana untuk mendapatkan 
pencerahan sehingga pasutri dapat menemukan solusi bagi permasalahan 
yang terjadi dalam pernikahan. "Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan" 
dapat menjadi referensi untuk menolong konseli yang Anda layani. 
Selain itu, dalam kolom Tanya Jawab, Redaksi juga menampilkan salah 
satu kasus mengenai permasalahan pernikahan. Kiranya sajian kami dapat 
memberi inspirasi bagi Anda.

Pemimpin Redaksi e-Konsel,
S. Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >


            CAKRAWALA: MENGUBAH PASANGAN TANPA PERKATAAN
                     Diringkas oleh: S. Setyawati

Apa yang harus Anda lakukan jika pasangan Anda menyeleweng? Daripada 
terus mengomeli pasangan, Anda disarankan untuk lebih mengerahkan 
energi untuk tetap melayaninya. Kita didorong untuk menerima dan 
mendampingi pasangan, apa pun keadaannya, serta melayaninya dengan 
baik. Sikap itulah yang akan mengubah pasangan Anda.

Nasihat Rasul Petrus: Sistem Pernikahan Sehat

Dalam 1 Petrus 3:1-2, Petrus memberi nasihat kepada istri yang 
suaminya tidak taat pada firman Tuhan dan yang belum mengenal Tuhan. 
Lingkungan Yahudi pada saat itu memegang kuat budaya paternalistik 
sehingga suami mendapatkan otoritas yang lebih besar daripada istri. 
Petrus menasihatkan agar istri tetap tunduk kepada suami. Untuk 
memahaminya, kita harus mengerti konsep teologi Petrus (bdg. Efesus 
5:22-23). 
Kita perlu melihat pernikahan sebagai sebuah sistem yang 
terbentuk dari dua sistem yang berbeda -- sistem suami dan sistem 
istri. Jika keduanya tidak menyatu, pernikahan menjadi disfungsi. Ada 
hal-hal yang dapat dijalankan sendiri-sendiri, tetapi ada juga bagian-
bagian dari sistem suami atau istri yang menjadi milik bersama, 
disepakati, dan dilaksanakan bersama.

Tuhan menghendaki kita menikah dengan orang yang sepadan dan seiman. 
Petrus juga menegaskan pentingnya menikah dengan orang seiman. Jika 
Anda menikah dengan suami yang tidak beriman atau tidak taat kepada 
firman, Anda harus memikul konsekuensinya. Anda harus menjadi saksi 
bagi pasangan Anda. Jangan menuntut dia berubah. Itulah harga yang 
harus dibayar. Selain itu, jika Anda menikah dengan orang yang tidak 
seiman, ada kemungkinan Anda akan mengalami "kemandegan" pernikahan. 
Anda mungkin dilarang ke gereja. Sebagai istri, Anda harus belajar 
tunduk. Jangan sampai Anda pergi ke gereja, tetapi setelah pulang Anda 
bertengkar dengan suami. Karena itu, kita harus mempertimbangkan 
dengan matang konsekuensi sebelum menikah dengan orang yang tidak 
seiman.

Memenangkan Suami Tanpa Perkataan

Petrus mengatakan bahwa istri bisa memenangkan suami lewat hidup yang 
murni dan saleh. Suami dimenangkan bukan karena kepandaian istri dalam 
berkata-kata atau daya tarik perhiasan, baju baru, dan penampilan yang 
wah, tetapi karena suami melihat karakter istrinya yang mengagumkan, 
manusia batiniah yang berasal dari roh yang lemah lembut, jiwa yang 
tenteram, dan tenang. Inilah perhiasan harian yang akan dilihat suami. 
Suami yang tidak beriman kepada Kristus dan yang tidak taat suatu hari 
nanti mungkin akan bertanya dalam hatinya, "Apa yang membuat istri 
saya tetap mencintai saya walaupun saya tidak bertanggung jawab?"

Contoh yang diberikan Petrus adalah Sara. Sebagai istri, ia tunduk dan 
taat kepada Abraham. Sara memanggil Abraham tuan (master). Apakah Anda 
menaruh rasa hormat yang tinggi, bangga, dan kagum pada suami seperti 
Sara?

Nasihat untuk Para Suami

Dalam 1 Petrus 3:7 dan 9, Petrus berbicara lagi dalam konteks budaya 
paternalistik. Di sana, perempuan ditempatkan dalam subordinasi pria. 
Namun, suami harus bersikap dan bertindak baik terhadap istri terkait 
dengan spiritualitasnya, yaitu "supaya doamu tidak terhalang". Jadi, 
iman seorang suami tidak ditunjukkan dengan berapa kali ia ke gereja, 
jumlah persembahan yang ia berikan, atau perannya di gereja, tetapi 
"seberapa bijak suami berkomunikasi dan berelasi dengan istri". Paulus 
mengatakan bahwa majelis dan penatua haruslah seorang suami dari satu 
istri, dan dihormati oleh istri dan anak-anaknya.

Petrus mengatakan bahwa suami harus menghormati istri sebagai teman 
pewaris dari kasih karunia. Istri adalah kasih karunia, pemberian 
Tuhan yang bernilai kekal, yang menentukan kelanggengan, dan kualitas 
dari keturunan.

Suami Adalah Pembela Istri

Pernikahan seumpama sebuah film yang setiap hari dilihat dan dibaca 
anak. Anak meniru perilaku orang tua. Suatu hari, andaikata Josephus, 
anak sulung kami, menikah, minimal dia akan mengadopsi 75 persen 
perilaku suami dalam pribadi saya. Demikianlah ia akan bertindak 
terhadap istrinya.

Sebagai orang tua, kita dipanggil untuk mendidik anak-anak dan 
mempersiapkan mereka menjadi seorang suami dan ayah, atau menjadi ibu 
dan istri. Karena itu, kita harus mendidik mereka dengan memberikan 
teladan yang baik. Ketika Josephus berusia 8 tahun, istri saya 
mengeluh karena Jo melawannya. Saya marah dan memanggil Joseph ke 
kamar. Saya pegang kerah bajunya dan berkata, "Jo, apa yang kau 
lakukan sama Mama?" "Maaf, Pa!" "Oke, Papa maafkan, tetapi kau jangan 
macam-macam ya, mamamu itu istri saya! Dia yang melahirkan dan 
membesarkan kau. Jangan lupa, mama itu istri papa! Jangan kurang ajar 
ya, Nak!"

Suatu hari, Josephus akan mempunyai istri. Ia harus menjadi suami yang 
membela istrinya dan tidak membiarkan istrinya dihina orang lain. 
Sejak saat itu, ia tidak berani kurang ajar kepada mamanya. Saya 
sebagai suami, membela istri saya, di depan anak saya. Anak-anak juga 
perlu melihat bagaimana orang tuanya membangun sikap yang romantis dan 
harmonis.

Menciptakan Kesenangan Pasangan

Firman Tuhan juga mengajar kita untuk saling memberkati. Jangan 
membuat pasangan Anda marah, cobalah kreatif untuk membuatnya senang. 
Untuk membuat pasangan Anda senang, Anda harus tahu bahasa cintanya. 
Gary Chapman menemukan lima bahasa cinta, yaitu:

1. Pujian/afirmasi (peneguhan)
2. Sentuhan fisik
3. Kebersamaan dan waktu berkualitas
4. Pelayanan
5. Pemberian (hadiah)

Jika Anda belum mengetahui bahasa cinta utama pasangan Anda, coba 
tanyakan kepadanya dan katakanlah bahasa cinta utama Anda kepada 
pasangan Anda.

Witha senang menunjukkan sikap romantis dalam berbagai cara --
menggandeng saya atau meminta saya merangkulnya. Mula-mula, saya 
merasa risi karena tidak pernah melihat orang tua saya bersikap 
demikian. Akan tetapi, saya belajar melakukan hal-hal yang istri saya 
suka. Hal ini membuat saya menemukan metode untuk menciptakan 
kesenangan diri dari kesukaan pasangan.

Suatu hari, saya mencoba bersikap romantis kepada istri saya. Ketika 
sedang menyanyi di kebaktian gereja, saya memegang tangannya. Ia 
sangat senang merasakan tangan saya di tangannya. "Sering-sering ya," 
katanya. Dan, kesenangan istri berdampak pada saya. Jadi, sebagai 
suami dan ayah, kita perlu mengembangkan kreativitas untuk menciptakan 
kesenangan pada pasangan dan anak-anak.

Menerima Apa Adanya

Pertama-tama, kita perlu berdoa, "Tuhan, tolonglah saya menerima 
pasangan saya apa adanya, bukan ada apanya. Tolong juga ubah saya 
sehingga lewat perubahan saya, pasangan saya berubah."

Latihan:

1. Tulislah sepuluh kelebihan pasangan Anda. Bersyukurlah untuk semua 
   hal baik yang ada dalam dirinya.

2. Tulislah kekurangan Anda sebagai suami atau istri. Mohonlah 
   anugerah Tuhan untuk semua kekurangan Anda sebagai suami atau istri 
   agar Tuhan menolong Anda berubah menjadi lebih baik.

Kalau kita bisa menemukan keseimbangan antara kelebihan pasangan dan 
kelemahan pribadi kita, ada beberapa hal yang terjadi:

1. Setiap kali kita memikirkan kelebihan pasangan, secara simultan, 
   kelemahan pasangan tergeser; apalagi kalau setiap hari kita 
   bersyukur untuk kelebihan suami atau istri kita. Memang dia 
   mempunyai kekurangan, tetapi bukan itu yang menjadi fokus kita. 
   Kalau Anda berhasil melihat kelebihan pasangan, Anda akan mudah 
   juga fokus pada kelebihan anak Anda. Kita mudah memuji dan tidak 
   sulit memberikan afirmasi. Itu akan membangun harga diri anak.

2. Dengan memohon anugerah untuk kelemahan kita, kita akan lebih mudah 
   memaafkan dalam berkomunikasi. Kita juga tahu bahwa kita juga 
   mempunyai kekurangan. Dalam hal tertentu saya kurang, maka ketika 
   istri saya menunjukkan kekurangannya, hal itu tidak menjadi masalah 
   besar atau dibesar-besarkan. Kita lebih mudah berdamai.

3. Saat istri suka memberi afirmasi tentang kita di depan anak-anak, 
   itu adalah bentuk pewarisan nilai. Anak-anak juga belajar memberi 
   afirmasi dan pujian kepada pasangannya nanti. Saya sewaktu-waktu 
   menegaskan kepada anak-anak betapa saya bangga menjadi suami dari 
   ibu mereka.

4. Kita akan merasa lebih bebas ketika berhubungan dan berelasi dengan 
   pasangan kalau kita mengetahui kekurangan pasangan dan menutupinya. 
   Kita tidak perlu saling menuntut. Jika suami hanya bisa menyalahkan 
   istri dan sebaliknya, kita melakukan dua kali kesalahan: 
   menyalahkan dan tidak melindungi. Itu sebabnya, Paulus mengatakan 
   peran suami adalah menguduskan istrinya, dia harus melindungi 
   istrinya. Ini yang paling penting.

Diringkas dari:

Judul buku: Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan -- Membangun Sistem 
Pernikahan yang Sehat & Berfungsi
Penulis: Julianto Simanjuntak & Roswitha Ndhraha
Penerbit: Yayasan Peduli Konseling Nusantara, Banten 2010
Halaman: 111 -- 121


        TANYA JAWAB: BOLEHKAH BERCERAI KARENA SUAMI PUNYA WIL?

Tanya:
Suami saya ternyata punya WIL dan mereka sudah punya anak dari 
hubungan itu. Meski sudah dibina dalam gereja dan konselor, suami saya 
masih menjalin komunikasi dengan wanita tersebut dengan alasan anak 
mereka. Apa yang harus saya perbuat? Apakah karena saya sudah 
mengampuni, saya harus mengizinkan mereka tetap berlaku seperti itu? 
Apakah saya boleh/harus bercerai?

Jawab:

Memang rasanya berat sekali mendapatkan perlakuan seperti itu. Secara 
emosi, kita berhak marah dan bersikap acuh, dan meninggalkan dia. 
Rasanya ingin sekali membalas dan tidak lagi memiliki hubungan dengan 
pria yang sudah membohongi kita selama bertahun-tahun. Namun, kita 
tahu bahwa perceraian bukanlah kehendak Tuhan dan perceraian tidaklah 
menyelesaikan masalah.

Mungkin ada kebutuhan suami yang tidak terpenuhi oleh Ibu. Coba 
tanyakanlah kepada suami Ibu mengapa ia mengatakan bahwa anaknya 
dengan WIL itu yang menjadi alasannya tetap menjalin hubungan dengan 
wanita tersebut? Jika ia tidak melakukan hubungan suami istri lagi 
dengan WIL-nya, kemungkinan ia memang menginginkan seorang anak yang 
lain. Akan tetapi, jika suami Ibu berbohong dan masih melakukan 
hubungan suami istri dengan WIL-nya, berarti anak yang dimilikinya 
bukanlah alasan yang sebenarnya. Ia membutuhkan sosok wanita lain yang 
mampu memenuhi kebutuhannya. Apa pun alasannya, perselingkuhan adalah 
dosa di mata Tuhan. Alkitab tidak pernah menyarankan/memperbolehkan 
orang bercerai. Jika seseorang bercerai, itu karena suami/istri 
berzina, dan setelah itu mereka tidak boleh menikah kembali karena 
siapa pun yang menikah dengan orang yang bercerai dikatakan juga sudah 
berzina dan berzina itu adalah dosa (Matius 5:32; Matius 19:9; Markus 
10:11; 
dan Lukas 18:20).

Apakah hubungan yang dilakukan suami itu diperbolehkan dalam 
kekristenan? Tentu saja TIDAK, apa pun alasannya. Saya tidak tahu 
apakah suami Ibu sudah bertobat atau belum, tetapi tetap berhubungan 
dengan wanita pernah melakukan zina dengannya adalah dosa dan tidak 
dapat dibenarkan. Selain masih akan memunculkan ikatan emosi, 
perbuatan tersebut juga dapat memunculkan keinginan seksual yang 
berulang dan berujung pada dosa yang sama. Saya tidak akan pernah 
menyarankan Ibu untuk bercerai, tetapi jika itu adalah keputusan Ibu, 
biarlah itu menjadi pertimbangan yang matang. Dan, hidup 
pascaperceraian sangatlah tidak nyaman karena selain ada pergunjingan, 
Ibu juga harus mencukupi kebutuhan Ibu dan anak sendirian. Hal ini 
juga berdampak buruk bagi anak. Figur ayah yang tidak tinggal 
bersamanya akan membuat emosinya tertahan dan memunculkan kemarahan 
yang berkepanjangan.

Jika masih ada yang dapat diperbaiki, alangkah baiknya jika Ibu dan 
suami berkonseling kepada hamba Tuhan dan membuat kesepakatan atau 
perjanjian untuk memperbaiki pernikahan. Langkah apa yang akan dapat 
diterima oleh semua pihak, tanpa mengabaikan perintah Tuhan. Tetap 
doakanlah suami Ibu, jika perlu lakukanlah doa puasa. Ungkapkan 
keluhan Ibu kepada-Nya. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Percayalah 
bahwa kasih Tuhan menyertai kita dan akan melindungi kita. Yesus telah 
menyembuhkan kita dengan bilur-bilur-Nya, dan Ia telah mengampuni kita 
ketika kita masih berdosa (Yesaya 53:5 dan Roma 5:8). Tuhan tidak akan 
membiarkan kita sendirian, Ia akan menguatkan kita. Bersandarlah 
kepada-Nya dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Saya yakin 
Ia akan memberikan jalan keluar atas cobaan-cobaan yang kita alami 
ketika kita sudah tidak mampu lagi menanggungnya. Tuhan Yesus 
menyertai.

Sumber: Redaksi


        STOP PRESS: PUBLIKASI E-DOA: MELENGKAPI PENDOA KRISTEN

Apakah Anda seorang pendoa? Anda membutuhkan sumber-sumber bahan untuk 
melengkapi pelayanan doa Anda?

Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > menerbitkan Publikasi e-Doa 
< http://sabda.org/publikasi/e-doa/arsip/ > untuk memperlengkapi 
pelayanan doa Anda. Dapatkan berbagai renungan, artikel, kesaksian, 
dan inspirasi dari tokoh-tokoh pendoa dalam e-Doa. Publikasi e-Doa 
rindu untuk memperkaya pendoa Kristen Indonesia dalam kehidupan 
rohani, memberikan memberikan inspirasi, dan penguatan iman.

Cara berlangganan mudah dan GRATIS! Kirimkan alamat e-mail Anda ke: < 
doa(at)sabda.org > atau < subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org > 
Dengan menjadi pelanggan e-DOA, otomatis Anda telah menjadi pelanggan 
untuk pokok-pokok doa dari Open Doors, 40 Hari Doa bagi Bangsa-Bangsa, 
dan Kalender Doa SABDA (KADOS). Bergabunglah sekarang juga!

Untuk mendapatkan bahan-bahan yang lebih lengkap, kunjungi situs Doa 
di: < http://doa.sabda.org >


Kontak: konsel(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, Berlin B., dan N. Risanti
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org