Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/315

e-Konsel edisi 315 (16-10-2012)

Pernikahan yang Dikenan Tuhan

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

Edisi 315/Oktober 2012

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: PERNIKAHAN DAN KELUARGA KRISTEN
TELAGA: PERNIKAHAN DI MATA TUHAN
ULASAN BUKU: SURAT IZIN MENIKAH

Salam sejahtera,

Apa yang dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan oleh apa atau siapa
pun, termasuk manusia. Mengapa? Karena pernikahan adalah komitmen
seorang pria dan wanita di hadapan Allah dan manusia yang berlaku
seumur hidup. Ikatan pernikahan sama sucinya dengan perjanjian darah
antara manusia dengan Allah. Oleh karena itu, kita harus memandang
pernikahan sebagaimana Allah memandangnya. Pernikahan yang kita bangun
hendaknya dibangun sesuai kaidah yang Tuhan berikan sehingga
pernikahan kita berkenan bagi Dia. Dalam edisi 315 ini, e-Konsel
menyajikan artikel-artikel dan ulasan buku yang membahas tentang
pernikahan yang dikenan Tuhan. Apakah Anda ingin membangun pernikahan
yang penuh kasih dan menyukakan Tuhan? Semoga sajian kami memberi
inspirasi bagi Anda.

Pemimpin Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

              CAKRAWALA: PERNIKAHAN DAN KELUARGA KRISTEN
                   Diringkas oleh: Sri Setyawati

Pernikahan dibentuk berdasarkan inisiatif Tuhan. Melalui pernikahan,
Tuhan hendak mengajarkan bagaimana hubungan antara Tuhan dengan
umat-Nya. Dengan pernikahan, maka terbentuklah sebuah keluarga yang
masing-masing anggotanya memegang peranan penting untuk saling
menolong, sehingga tiap-tiap anggota dapat bertumbuh, berkarya, dan
mengaktualisasikan diri dengan baik.

Sayangnya, akhir-akhir ini banyak pernikahan dan keluarga Kristen yang
mengalami perubahan, baik secara internal maupun eksternal. Beberapa
pernikahan/keluarga Kristen yang kurang berakar di dalam Tuhan mulai
meninggalkan prinsip-prinsip Alkitab. Dengan demikian, banyak
pernikahan yang tidak berkenan bagi Tuhan.

Pernikahan yang dikenan Tuhan adalah pernikahan yang dibangun di atas
dasar kebenaran yang alkitabiah. Pertama, pernikahan pada hakikatnya
menyangkut dua dimensi: dimensi institusional dan dimensi personal.
Oleh karena itu, pernikahan membutuhkan pengakuan publik dan pribadi,
dan kedua dimensi ini perlu dijaga agar ada keseimbangan.

Alkitab mencatat bahwa hakikat pernikahan adalah penyatuan seorang
pria dan wanita. Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam
sehingga mereka dapat menjadi satu daging. Hawa diciptakan untuk
menjadi penolong bagi Adam, dan hanya Hawa yang sepadan dengan Adam,
bukan ciptaan yang lain.

Hakikat pernikahan yang kedua adalah kesetaraan dua pribadi di hadapan
Tuhan, meskipun masing-masing memunyai peranan yang berbeda. Ketiga,
pernikahan adalah penyatuan tubuh, roh, dan jiwa secara utuh. Keempat,
pernikahan adalah relasi yang terbuka -- tidak ada rahasia di antara
suami dan istri. Kelima, pernikahan adalah penundukan diri di bawah
kuasa dan pimpinan Kristus.

Tuhan telah menyediakan pasangan hidup bagi masing-masing orang.
Demikianlah yang terjadi dengan Adam ketika ia sedang tidur nyenyak,
Allah menciptakan seorang istri baginya. Allah menghendaki agar
pernikahan menjadi tempat bagi suami istri untuk saling melayani,
saling mendukung dalam memahami maksud dan rencana Allah, dan tempat
untuk mengenal Allah bersama-sama.

Hanya dalam pernikahanlah Tuhan Allah mengizinkan suami istri
melakukan hubungan seks. Namun demikian, suami dan istri harus saling
memahami arti seks dan memperlakukannya dengan benar sesuai maksud
Tuhan. Seks perlu dibicarakan secara terbuka karena seks juga memunyai
pengaruh yang kuat terhadap kepribadian dan cara hidup seseorang.

Dalam pernikahan yang dikenan Tuhan, suami dan istri diharapkan bisa
menerima perbedaan (eksistensi, peranan, sosial, intelegensi, emosi,
seks, dll.) di antara mereka berdua, dan saling melengkapi. Jangan
sampai perbedaan dalam keluarga mengakibatkan kehancuran keluarga.
Selain harus bersedia menerima perbedaan, suami istri seharusnya tidak
menuntut pasangan untuk berubah, tetapi dirinya sendirilah yang harus
berusaha untuk berubah dan menerima pasangan seutuhnya.

Untuk menciptakan pernikahan yang dikenan Tuhan, suami istri juga
harus bisa menempatkan skala prioritas dalam keluarga, yaitu: Tuhan,
suami istri, keluarga, pelayanan, dan masyarakat. Suami istri harus
dapat berkomunikasi dengan baik sehingga tidak terjadi konflik yang
berkepanjangan. Pasangan suami istri diharapkan untuk bekerja sama
dalam menciptakan keluarga yang bisa menjadi pusat pelatihan,
pengajaran, kesaksian, dan perawatan yang utama bagi masing-masing
anggotanya. Pernikahan Kristen seharusnya dapat membentuk anak-anak
yang mengenal Tuhan, beriman, berprestasi, dan penuh kasih. Dengan
kata lain, membentuk pernikahan yang berkenan kepada Tuhan berarti
membentuk pernikahan yang dapat memelihara dan merawat jiwa-jiwa,
pernikahan yang bisa menjadi tujuan utama untuk berlindung pada waktu
badai, dan pernikahan yang mampu menyembuhkan jiwa yang terluka.
Dengan demikian, pernikahan Kristen menjadi sarana untuk merasakan dan
mengalami kehadiran Allah.

Agar pernikahan Kristen berjalan dalam kebenaran, perlu adanya
komitmen suami istri untuk mengadakan ibadah bersama secara rutin.
Dengan mengikutsertakan Tuhan dalam kehidupan pernikahan akan membuat
pernikahan berjalan dengan damai sejahtera meskipun menghadapi
masalah. Ibadah keluarga merupakan kegiatan utama dalam sejarah bangsa
Israel sebelum mereka melakukan ibadah di bait Allah. Ibadah keluarga
dapat membangun pernikahan Kristen, baik secara rohani maupun secara
relasi. Tuhan menghendaki setiap pernikahan Kristen bersekutu dan
berkomunikasi dengan Dia, serta melayani dan menyembah Dia. Ibadah
keluarga sangat penting karena dengan melakukannya, berarti kita
menyediakan tempat bagi Tuhan untuk hadir di tengah-tengah keluarga.

Selain cara berkomunikasi dan ibadah keluarga, kebiasaan makan bersama
juga memberikan pengaruh positif terhadap pernikahan Kristen. Duduk
dan makan bersama memberikan kesempatan bagi seluruh anggota keluarga,
untuk saling berbagi beban dan ucapan syukur atas pertolongan Tuhan,
sehingga seluruh keluarga terbangun dan semakin erat dalam kesatuan,
baik sebagai keluarga di dunia maupun keluarga di dalam Tuhan.
Perbincangan di meja makan bisa membuat pernikahan dan keluarga
Kristen saling memerhatikan dan membangun satu sama lain.

Apabila semua hal di atas terlaksana dalam pernikahan Kristen, maka
akan terjadi keharmonisan dan tidak akan pernah terjadi perceraian.
Perceraian adalah ciptaan manusia, suatu refleksi dari keberdosaan dan
penolakan manusia terhadap rencana semula ketika Tuhan menciptakan
pernikahan. Tuhan membenci perceraian.

Diringkas dari:
Nama situs: mangkecompany.net78.net
Alamat URL: http://mangkecompany.net78.net/index_files/Page1576.htm
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal Akses: 26 Juli 2012

                    TELAGA: PERNIKAHAN DI MATA TUHAN

Dalam ceramah yang berkaitan dengan memilih pasangan hidup, kadang
saya mendapat pertanyaan, "Bolehkah menikah dengan orang yang tidak
seiman?" Sesungguhnya, jawaban terhadap pertanyaan ini bergantung pada
bagaimanakah kita memandang pernikahan itu sendiri. Jika kita
memandang pernikahan lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan,
keharmonisan rumah tangga, menyambung keturunan, dan menjadi wadah
yang sehat bagi pertumbuhan anak-anak, maka jawabannya adalah "Tidak
boleh". Demikian juga sebaliknya. Jadi, bagaimanakah seharusnya kita
memandang pernikahan? Pada dasarnya, kita harus memandang pernikahan
dari sudut pandang kemuliaan Tuhan. Firman Tuhan dalam Efesus 1:5-6,
12 berkata, "Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh
Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan
kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang
dikaruniakan-Nya kepada kita ... supaya kami yang sebelumnya telah
menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi
kemuliaan-Nya."

Hidup kita seyogianya menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya. Dan,
bila hidup kita harus menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya, sudah
selayaknyalah pernikahan kita pun menjadi puji-pujian bagi
kemuliaan-Nya. Berikut akan dipaparkan bagaimanakah pernikahan dapat
menjadi puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan.

Pertama, ketaatan pada kehendak Tuhan dalam pemilihan pasangan hidup.
Kita mesti mengutamakan kehendak Tuhan saat memutuskan siapakah yang
akan kita pilih untuk menjadi suami atau istri kita. Pada dasarnya,
pergumulan ketaatan adalah pergumulan antara melakukan apa "yang kita
anggap baik" atau melakukan apa "yang TUHAN anggap baik". Mungkin
orang ini baik dan cocok dengan kita, mungkin ia menyayangi kita dan
selalu memikirkan apa yang terbaik buat kita. Namun, ia tidak seiman
dan tidak memercayai Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya. Nah,
dalam situasi seperti inilah ketaatan mendapatkan ujiannya. Apakah
kita akan terus menerobos rambu yang diberikan Tuhan ataukah kita akan
menaati-Nya? Pada akhirnya, keputusan apa pun yang diambil bergantung
pada apakah kita dapat mengatakan bahwa perintah Tuhan itu adalah
sempurna dan baik buat kita. Jika kita dapat mengatakan bahwa perintah
Tuhan itu sempurna, itu berarti tidak ada lagi hal yang lebih baik
atau lebih benar daripada perintah Tuhan.

Berkenaan dengan pernikahan, dalam 1 Korintus 7:39 dan 2 Korintus 6:14
tertulis dengan jelas perintah Tuhan untuk kita anak-anak-Nya, "... ia
bebas menikah dengan siapa saja yang dikehendakinya asal orang itu
adalah seorang yang percaya. Janganlah kamu merupakan pasangan yang
tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya ...." Nah, bila
kita meyakini bahwa perintah Allah adalah sempurna, itu berarti tidak
ada yang lebih baik lagi daripada perintah Allah. Jadi, sebaik apa pun
orang itu dan sebaik apa pun pernikahan kita dengannya, tetap saja itu
bukanlah yang terbaik.

Kedua, ketaatan pada kehendak Tuhan dalam menjalani hidup pernikahan.
Adakalanya kita mengidentikkan "menjadi puji-pujian bagi kemuliaan
Tuhan" dengan kegiatan pelayanan. Sudah tentu keterlibatan dalam
pelayanan adalah sesuatu yang baik dan menyenangkan hati Tuhan. Namun,
pada akhirnya kita harus menyadari bahwa yang terpenting bukan
kegiatan melainkan ketaatan. Kita bisa giat dalam pelayanan, tetapi
belum tentu bisa taat dalam pernikahan. Meskipun ada banyak hal yang
dapat menjadi ajang pembuktian ketaatan, beberapa di bawah ini mungkin
dapat mewakili sebagian di antaranya.

Apa yang kita lakukan ketika sesuatu yang kita inginkan tidak
didapatkan, memperlihatkan seberapa besar ketaatan kita pada kehendak
Tuhan. Apa yang kita perbuat seharusnya atas nama kasih. Ujian kasih
bukanlah terletak pada seberapa besar nilai yang diberikan, melainkan
pada seberapa besar pengorbanan yang diberikan. Mungkin ada banyak hal
yang ingin kita kerjakan dalam hidup ini, dan kita berharap pasangan
dan bahkan anak-anak akan memberikan dukungan untuk meraih impian.
Namun, adakalanya hal itu tidak terjadi. Sebaliknya, malah kita yang
dituntut untuk mengorbankan kepentingan pribadi demi pasangan atau
anak-anak. Ternyata, menjadi puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan acap
kali terkait bukan dengan keberhasilan kita meraih impian, melainkan
dengan pengurbanan kita melepaskan impian. Saat kita melepaskan
impian, Tuhan pun bekerja membentuk kita menjadi sosok yang
sungguh-sungguh membawa puji-pujian bagi kemuliaan-Nya.

Kesimpulan

Sebagaimana hal lainnya dalam hidup, pernikahan adalah dari Tuhan dan
untuk Tuhan. Jadi, persembahkanlah pernikahan sebagai korban yang
memuliakan nama Tuhan kita Yesus Kristus, mulai dari siapa itu yang
kita nikahi sampai bagaimanakah kita menjalani hidup pernikahan itu
sendiri.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: TELAGA.org
Alamat URL: http://www.telaga.org/audio/pernikahan_di_mata_tuhan
Judul transkrip: Pernikahan di Mata Tuhan (T346A)
Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Tanggal akses: 30 Juli 2012

                    ULASAN BUKU: SURAT IZIN MENIKAH

Judul buku: Surat Izin Menikah
Judul asli: --
Penulis/Penyusun: Julianto Simanjuntak & Roswitha Ndraha
Penerjemah: --
Editor: --
Penerbit: Yayasan Konseling Keluarga dan Karier (LK3), Jakarta 2008
Ukuran buku: 11 x 18 cm
Tebal: 174 halaman
ISBN: --
Buku Online: --
Download: --

Keputusan untuk menikah adalah keputusan yang memengaruhi masa depan.
Untuk menikah, kita tidak cukup bermodalkan cinta, uang, dan dua
manusia yang berbeda jenis kelaminnya. Untuk memiliki pernikahan yang
dapat bertahan hingga maut memisahkan dan penuh keharmonisan,
diperlukan persiapan yang matang. Dua pribadi yang saling mencintai
harus memiliki kesiapan lahir dan batin, serta visi yang jelas. Dengan
demikian, setiap persoalan yang akan datang dapat diatasi dengan lebih
mudah dan bijaksana.

Buku "Surat Izin Menikah" yang ditulis oleh Pendiri Yayasan LK3,
Julianto Simanjuntak & Roswitha Ndraha, memberikan petunjuk-petunjuk
untuk mempersiapkan pernikahan Kristen yang harmonis dan tahan uji.
Sama seperti para pengendara kendaraan yang diwajibkan memiliki SIM
(Surat Izin Mengemudi) sebagai syarat untuk berlalu lintas di jalan,
SIM (Surat Izin Menikah) merupakan prasyarat bagi pasangan-pasangan
yang akan menikah. Dalam buku ini, Anda dapat membaca 11 bab yang
membicarakan tentang Menikah Tanpa SIM yang Benar, Pohon Keluarga,
Komitmen dan Moralitas Pernikahan, Merawat Cinta Agar Tetap Segar, dan
seterusnya. Diawali dengan kesaksian pribadi penulis dalam menjalani
pernikahannya hingga kasus-kasus yang biasa ia temui dalam pelayanan
konseling, Pak Julianto Simanjuntak meyakinkan akan perlunya bersikap
bijaksana dalam mempersiapkan dan menjalani kehidupan pernikahan.
Karena disusun berdasarkan pengalaman pribadi, buku ini terkesan tidak
menggurui namun lebih ke arah berbagi pengalaman. Cara penyampaian
gagasan penulis juga cukup kreatif, yaitu dengan menyajikan kesan dari
pihak suami, Julianto Simanjuntak, dan istri, Roswitha Ndraha, dalam
beberapa bab. Masing-masing bab disampaikan dengan cara yang berbeda,
ada yang hanya berisi penjelasan, ada yang dilengkapi dengan
pertanyaan diskusi, dan ada yang ditambahi dengan poin-poin evaluasi.

Anda ingin menikah atau ambil bagian dalam konseling pernikahan?
Pastikan Anda memiliki buku ini di rak buku Anda dan membacanya
sebagai perlengkapan Anda.

Peresensi: Sri Setyawati

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Berlian Sri Marmadi
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan
         Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org