Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/297

e-Konsel edisi 297 (12-6-2012)

Uang dan Kebutuhan

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

Edisi 297/Juni 2012

DAFTAR ISI
BIMBINGAN ALKITABIAH: BAGAIMANA MENGANDALKAN ALLAH DALAM URUSAN
     KEUANGAN ANDA
TIP: PERBEDAAN ANTARA KEINGINAN DAN KEBUTUHAN

Salam damai,

Uang merupakan alat transaksi yang diterima secara umum dalam hidup
sehari-hari. Uang dapat digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa
yang kita butuhkan. Namun demikian, tidak berarti posisi uang ada di
atas manusia. Bagaimanapun juga, kita harus bijaksana dalam
menggunakannya, jangan sampai kita diperhamba olehnya. Dalam edisi
ini, e-Konsel menghadirkan artikel yang mengingatkan Anda tentang
bagaimana kita seharusnya mengandalkan Tuhan dan menggunakan uang
dengan baik dan bijak. Selain itu, kiat-kiat untuk menggunakan uang
sesuai kebutuhan juga dapat Anda simak dalam edisi ini. Pastikan, uang
yang kita miliki tidak menggeser posisi Tuhan Allah di hati dan hidup
kita. Tuhan beserta kita.

Pemimpin Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

           BIMBINGAN ALKITABIAH: BAGAIMANA MENGANDALKAN ALLAH
                       DALAM URUSAN KEUANGAN ANDA
                      Diringkas oleh: Sri Setyawati

Uang merupakan alat yang penting untuk bertransaksi. Banyak kebutuhan
hidup manusia yang harus dibeli dengan uang. Akan tetapi, untuk
mendapatkan uang tidak gampang, apalagi ketika ekonomi negara tidak
stabil. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan gulung tikar, banyak
orang terlilit utang, dan kehilangan harta benda.

Namun demikian, sebagai umat Tuhan, kita tidak perlu khawatir dan
cemas kalau-kalau kekurangan uang. Tuhan Allah menghendaki kita hidup
dalam kelimpahan dan damai sejahtera. Dia terlalu sanggup memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kita, asal kita mau berusaha dan bergantung
pada-Nya. Selain itu, kita harus bijaksana dalam mengatur keuangan --
bijaksana dalam membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Berikut ini prinsip pokok yang harus diingat untuk mengembangkan sikap
mengandalkan Allah dalam urusan keuangan kita.

1. Allah Dapat Dipercaya

Allah patut mendapat kepercayaan kita, janji-Nya pasti dan ucapan-Nya
mutlak benar (Mazmur 12:6 FAYH). Ia bertindak seperti yang
dikatakan-Nya (Mazmur 37:3-5 FAYH). Ia sanggup memberikan lebih dari
yang kita bayangkan. Maka, jadikanlah Dia sebagai dasar untuk jaminan
keuangan Anda.

2. Allah Ingin Anda Mengalami Hidup Berkelimpahan

Siapa yang mengandalkan Tuhan, maka apa pun yang dilakukannya
dibuat-Nya berhasil (Mazmur 1:3,6). Tuhan berjanji memberikan
kehidupan yang bersukacita dan berkelimpahan kepada umat-Nya yang taat
(Yohanes 10:10). Jaminan yang didasari kemurahan hati ini mencakup
kemerdekaan secara finansial juga. Namun, selain mengandalkan Tuhan,
kita juga harus memelihara kesucian hati dan motivasi kita. Jika
selama ini kita pernah berbuat salah/dosa, mari kita segera
mengakuinya dan kembali kepada-Nya, serta memercayakan diri kepada Dia
yang sanggup mencukupi semua kebutuhan kita.

3. Peliharalah Agar Hati dan Motif Kita Suci

Selain mengandalkan Allah, kita juga harus memelihara agar hati dan
motif kita suci. Di dalam firman-Nya, Tuhan berjanji akan memberkati
orang-orang benar (Mazmur 112:2). Ia berkenan pada orang yang tak
bercela (Amsal 11:20). Bapa sorgawi berjanji akan menuntun kita dalam
jalan hikmat dan lurus, jadi yang kita perlukan adalah memohon
pimpinan-Nya. Motif kita dapat menyesatkan kita dalam memberi dan
mengandalkan Tuhan, kita kadang terdorong untuk tidak memprioritaskan
Tuhan. Apabila hal ini terjadi, mari kita segera mengakui kesalahan
dan meminta Roh Kudus untuk menolong kita, agar kita dapat kembali
bersandar kepada-Nya untuk mencukupi kebutuhan kita.

4. Ganti Ketakutan dengan Iman

Faktor emosi yang dapat merongrong iman dan menarik kita kembali pada
perbudakan finansial adalah ketakutan. Saat ketakutan dan kekhawatiran
mencekam kita, maka kita akan kehilangan daya untuk mengandalkan Tuhan
dalam mencukupi kebutuhan-kebutuhan kita. Pada saat-saat seperti ini,
setan sering memutar-balikkan ketakutan dan menimbulkan keraguan.
Untuk itu, kita harus waspada dan ingat bahwa Allah berjanji akan
mencukupi segala kebutuhan kita menurut kekayaan kemuliaan-Nya (Filipi
4:19). Dengan menaati kehendak Allah, kita menukar ketakutan dengan
iman. Saat kita aktif melakukan perintah-perintah-Nya, kita
memperkukuh iman kita dan membuka diri terhadap berkat-berkat-Nya yang
berlimpah.

5. Mintalah Agar Allah Mencukupi Semua Kebutuhan Anda

"Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa." (Yakobus
4:2) Tuhan berfirman, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu."
(Matius 7:7) Iman menuntut adanya tindakan. Sebagai tindakan iman,
mintalah kepada Allah untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan Anda.

Allah kadang tidak mencukupi kebutuhan-kebutuhan kita secara langsung.
Ia ingin agar kita meminta kepada-Nya, sehingga kita melibatkan diri
di dalam proses pemenuhan kebutuhan itu, serta mempermuliakan Dia atas
semua yang disediakan-Nya. Ia berjanji untuk memenuhi permintaan apa
pun yang kita ajukan berdasarkan iman dan sesuai kehendak-Nya (1
Yohanes 5:14).

Biarkanlah Allah sendiri yang menetapkan cara dan waktu untuk
menyediakan apa yang kita butuhkan. Bersyukurlah dengan apa yang kita
miliki dan puaslah dengan apa yang telah disediakan-Nya bagi kita.
Kepuasan dalam hal ini bukan semata-mata kepuasan karena kedudukan
dalam kehidupan, melainkan kepuasan karena mengetahui rencana Allah
dan hidup tenang di dalam-Nya. Kepuasan dalam hal keuangan berarti
menjalani kehidupan sesuai berkat yang diberikan Tuhan kepada kita,
dan mendayagunakannya semaksimal mungkin untuk kemuliaan Allah.

6. Ambil Langkah Iman

Kadang Allah menuntut kita untuk melangkah lebih jauh. Beberapa gereja
mengajak jemaat untuk melakukan janji iman untuk mendukung pelayanan.
Janji iman adalah iman pada kemampuan Allah untuk menyediakan dari
kekayaan-Nya apa yang tidak dapat kita berikan dari diri sendiri.
Janji iman mencakup tiga prinsip utama. Pertama, perjanjian di antara
kita dengan Allah. Kedua, suatu komitmen untuk memberikan apa yang
bisa kita berikan dari kemampuan kita sendiri. Ketiga, memberi yang
memungkinkan setiap orang Kristen untuk ambil bagian dalam Amanat
Agung. Langkah ini memperkaya kehidupan kita secara tak terbatas,
memungkinkan kita untuk mencoba melangkah ke luar batas-batas daerah
yang aman untuk memasuki wilayah baru. Langkah ini mendorong kita
untuk percaya bahwa Allah mampu melakukan hal-hal yang mustahil bagi
kita.

7. Pelihara Iman Anda Tetap Aktif

Iman bukanlah komitmen yang kita buat sekali atau sekadar latihan yang
kita buat pada saat kita memunyai kebutuhan. Iman adalah cara hidup.
Iman kita yang aktif dan bertahan membuktikan bahwa kita benar-benar
mengandalkan Allah. Ingatlah akan kesetiaan dan kekuasaan Allah, serta
berusahalah untuk selalu memberi dengan iman. Saat kita taat melakukan
firman-Nya, Allah akan memberkati kita untuk menjadi berkat bagi orang
lain.

Diringkas dari:
Judul asli buku: As You Sow
Judul buku terjemahan: Memberi dengan Sukacita
Judul bab: Langkah-Langkah Menuju Kebebasan Finansial
Penulis: Bill Bright
Penerjemah: Pdt. N. Sunaryo S., M.Div.
Penerbit: Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia, Jakarta 2001
Halaman: 246 -- 260

           TIP: PERBEDAAN ANTARA KEINGINAN DAN KEBUTUHAN
                   Diringkas oleh: Sri Setyawati

Keinginan dan kebutuhan adalah dua hal yang berbeda. Salah satu
langkah agar bisa lepas dari konsumerisme adalah memiliki keterampilan
untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Dengan begitu, kita
dapat menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan dan membantu pelebaran
Kerajaan Tuhan di muka bumi.

Setiap manusia memiliki keinginan. Namun, ketika keinginan tersebut
berkembang tanpa batas, maka kita cenderung menjadi serakah dan
terjebak dalam lingkaran konsumerisme. Kenyataan ini merupakan
tantangan yang cukup sulit untuk kita kalahkan, karena itu kita harus
belajar membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Ironisnya, banyak
dari kita tidak mampu/tidak tahu membedakan kedua hal tersebut,
sehingga kita selalu merasa tidak cukup. Mungkin ada juga dari kita
yang merasa sudah berusaha sekuat tenaga, namun tetap saja kehabisan
uang, karena kita tidak bisa mengalahkan keinginan kita yang sangat
banyak. Berikut ini lima langkah yang dapat menolong kita untuk
membedakan antara keinginan dan kebutuhan.

1. Mendefinisikan Arti Kebutuhan

Kebutuhan sering kali diartikan sebagai sesuatu yang membuat seseorang
bahagia. Definisi ini membuat banyak umat Tuhan yang menganggap apa
pun yang membuat hidup mereka menjadi lebih berbahagia sebagai
kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Akibatnya, mereka cenderung
hidup hanya untuk mencari/mengejar apa yang membuat mereka bahagia
saat ini, tanpa mempertimbangkan waktu yang akan datang. Ketika kita
mengejar apa yang kita anggap kebutuhan, biasanya kita tidak akan
mendapatkan kebahagiaan, karena sebetulnya kita tidak membutuhkan itu
semua.

Definisi kebutuhan yang benar adalah sesuatu yang akan harus kita
penuhi, sehingga kita bisa hidup normal. Definisi ini membantu kita
dalam mengevaluasi kehidupan, sehingga kita bisa melihat apa yang
sebenarnya harus ada di dalam hidup kita. Kebutuhan pokok umat Tuhan
berkisar pada makanan, tempat tinggal yang layak (tidak harus rumah
milik sendiri dan mewah), kesehatan, pendidikan, kesempatan untuk
mengekspresikan diri, dan rekreasi. Daftar ini bisa ditambah lagi,
namun tidak harus mahal dan tidak harus mengikuti iklan.

2. Tentukan Batasan Kebutuhan

Kebutuhan tiap-tiap orang itu unik dan berbeda. Untuk itu, kita tidak
perlu membandingkan kebutuhan kita dengan orang lain. Ungkapan "rumput
tetangga terlihat lebih hijau" membuat manusia merasa tidak puas dan
menganggap kebutuhan mereka belum terpenuhi, sehingga mereka berusaha
sekuat tenaga agar bisa hidup seperti "tetangga" mereka. Ini adalah
"kompetisi" yang tidak sehat dan membuat hidup mereka tidak tenang.
Ingatlah bahwa kebutuhan kita tidak ditentukan oleh tetangga atau
iklan. Jadi, berusahalah untuk tidak mengikuti arus dan tentukan
standar untuk diri kita sendiri.

Bagaimana cara menentukan batasan kebutuhan?

a. Menyadari adanya kebutuhan untuk menurunkan standar.

Kita harus berani mengubah gaya hidup kita. Ini bukan merupakan hal
yang mudah. Tetapi hal ini akan memberi dampak positif bagi kita.
Mengapa?

- Menurunkan standar sama dengan meningkatkan kualitas hidup.

Ketika kita menurunkan standar hidup kita, sebenarnya kita sedang
berbuat baik untuk diri sendiri, karena kita akan merasakan hidup yang
lebih damai. Kita juga harus menyadari bahwa menurunkan standar hidup
tidak akan membuat kita menderita, malahan akan meningkatkan kualitas
hidup kita. Kita harus menyadari bahwa kualitas hidup tidak ditentukan
oleh standar hidup yang tinggi. Standar hidup yang tinggi senantiasa
berhubungan dengan uang dalam jumlah besar, sedangkan kualitas hidup
tidak berhubungan langsung dengan besarnya jumlah uang yang
dikeluarkan.

- Menurunkan standar sama dengan menyelamatkan dunia.

Ada dua pilihan yang bisa diambil untuk menyelamatkan dunia. Pertama,
kita memiliki standar hidup yang tinggi, tetapi menolak orang lain
untuk memiliki standar hidup seperti kita. Kita berusaha menggunakan
teknologi yang ramah lingkungan untuk meminimalkan polusi yang kita
hasilkan. Kedua, kita mengizinkan orang lain berkembang dan mengurangi
standar hidup mereka, sehingga setiap individu bisa memiliki gaya
hidup yang sesuai dengan bagian mereka, sehingga tingkat polusi masih
bisa diterima. Pilihan mana yang harus kita ambil? Pilihan kedua.
Meskipun pilihan ini tidak sesuai dengan budaya saat ini, tetapi
sebagai anak Tuhan, kita harus melakukan pilihan kedua, karena bisa
membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang.

b. Menghitung kemampuan keuangan yang dimiliki.

Hitunglah dan lihatlah dengan jujur kemampuan keuangan yang Anda
miliki.

c. Sekali-sekali umat Tuhan harus mengikuti kegemaran mereka.

Setiap orang memiliki kebutuhan untuk mengikuti kegemaran/hobi mereka.
Membelanjakan uang dengan baik tidak selalu berarti berlawanan dengan
menikmati kehidupan. Membelanjakan uang dengan baik membutuhkan
keseimbangan. Hal ini akan memaksa seseorang untuk memangkas banyak
pengeluaran. Namun, mereka juga tetap bisa menikmati kehidupan. Mereka
tidak takut untuk membelanjakan uang untuk memenuhi keinginan mereka,
tetapi juga tidak membiarkan diri mereka menjadi budak konsumerisme.

Jika kita melakukan kegemaran/hobi kita sesekali, tidak menjadi
masalah. Hal ini akan menjadi masalah jika dilakukan secara
terus-menerus.

d. Melakukan evaluasi.

Proses menentukan batasan kebutuhan ini bukanlah proses yang hanya
dilakukan sekali, tetapi merupakan proses yang berkelanjutan. Dalam
mengevaluasi keuangan tidak berarti kita harus melakukan penghematan
secara berlebihan. Dengan adanya pertimbangan dan pengendalian diri
kita bisa menyisihkan uang untuk ditabung.

Penghematan memang harus dilakukan, tetapi keseimbangan dalam hidup
perlu dipertimbangkan. Jangan sampai akibat melakukan penghematan
dengan ketat, ada banyak hal buruk terjadi dalam hidup dan keluarga
kita. Melakukan penghematan memang perlu, tetapi jika kita
melakukannya hingga menyebabkan keluarga kita menderita karena
kebutuhan pokok yang tidak terpenuhi, hal itu tidak benar.

3. Perhatikan Dampak Bila Keinginan Tidak Terpenuhi

Untuk bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, kita bisa
melihat dampak yang ditimbulkan dari keduanya. Keinginan tidak akan
membawa dampak yang buruk jika tidak dipenuhi, sedangkan kebutuhan
akan mengakibatkan dampak yang merugikan jika tidak dipenuhi.
Keinginan biasanya hanya ada pada tingkat perasaan, sedangkan
kebutuhan sangat nyata. Keinginan tidak akan berdampak jika ditunda,
sebaliknya kebutuhan tidak bisa ditunda dan harus dipenuhi.

4. Periksa Kualitas Barang yang Dibutuhkan

Selain memeriksa dampak bila tidak terpenuhinya keinginan/kebutuhan,
kita perlu melihat dampaknya bagi kita jika kualitas barang yang
dibutuhkan/diinginkan diturunkan.

Keinginan bisa saja merupakan kebutuhan, tetapi dengan kualitas yang
lebih tinggi daripada apa yang sebenarnya dibutuhkan. Untuk itu, kita
harus memiliki pemahaman yang benar dalam membedakan antara keinginan
dan kebutuhan.

5. Sadari Kebutuhan Bisa Berkembang

Kita harus menyadari bahwa kebutuhan bisa berkembang. Banyak benda
yang dulunya dianggap sebagai barang mewah yang hanya memuaskan
keinginan seseorang, sekarang telah berubah menjadi kebutuhan yang
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Terkadang produsen melalui
iklan berusaha mengubah barang yang tidak penting menjadi suatu
kebutuhan. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati ketika mereka
menerima barang yang dulunya merupakan keinginan, sekarang sudah
berubah menjadi kebutuhan. Kita harus memastikan bahwa kita memang
benar-benar membutuhkan barang tersebut. Kita juga harus tetap
berhati-hati terhadap keserakahan yang bisa membuat banyak keinginan
diubah menjadi kebutuhan.

Ahli ekonomi memberi tahu kita bahwa sumber daya alam terbatas, tetapi
keinginan manusia tidak terbatas. Sementara Mahatma Gandhi berkata:
"Bumi menyediakan cukup untuk kebutuhan semua manusia, tetapi bukan
untuk keserakahan semua manusia." Apakah yang membuat manusia
bertindak secara serakah? Sifat alami manusia atau karena iklan?

Kesimpulan

Membedakan antara keinginan dan kebutuhan memang banyak diabaikan oleh
kita -- umat Tuhan. Mereka merasa bahwa mereka tidak perlu melakukan
tindakan ini. Namun, umat Tuhan harus melakukannya sehingga mereka
bisa mendapatkan kebutuhan yang lebih baik. Mereka juga harus
berhati-hati agar tidak melakukan penghematan secara ekstrem,
sehingga merugikan diri sendiri dan keluarga mereka. Tujuan melakukan
ini semua adalah untuk membuat hidup mereka menjadi lebih baik dan
bukannya membuat hidup mereka menderita.

Diringkas dari:
Judul buku: Bebas dari Konsumerisme
Judul bab: Membedakan antara Keinginan dan Kebutuhan
Penulis: Benny Santoso
Penerbit: Penerbit ANDI, Yogyakarta 2006
Halaman: 225 -- 241

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Berlian Sri Marmadi
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org