Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/294

e-Konsel edisi 294 (22-5-2012)

Bimbingan Konseling dan Pembentukan Karakter Siswa

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

Edisi 294/Mei 2012

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: PERAN BIMBINGAN KONSELING DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA
KOMUNITAS KONSEL: KONSELING ANAK PUTUS SEKOLAH

Shalom,

Selain orang tua, pembentukan kepribadian seseorang yang berbudi
pekerti dan bermoral tidak terlepas dari campur tangan masyarakat,
lingkungan sekolah, dan gereja. Pihak sekolah -- sebagai mitra orang
tua dalam mendidik anak, memiliki andil yang cukup besar dalam
membentuk kepribadian anak. Hal ini mengingat bahwa sebagian besar
waktu anak akan diisi dengan kegiatan belajar di sekolah. Dalam edisi
ini, kami sajikan artikel tentang peran sekolah, dalam hal ini guru
dan pembimbing konseling dalam pembentukan karakter siswa. Simak juga
pendapat Sahabat e-Konsel yang tertuang di Facebook e-Konsel, yang
berhubungan dengan topik kita ini. Selamat menyimak, semoga menjadi
wacana yang berguna.

Pemimpin Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

               CAKRAWALA: PERAN BIMBINGAN KONSELING DALAM
                      PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA
                      Ditulis oleh: Sri Setyawati

Tuhan menciptakan manusia serupa dan seturut gambar-Nya. Namun,
jatuhnya manusia ke dalam dosa telah merusak karakter Ilahi yang ada
dalam diri manusia. Manusia tidak lagi hidup dalam kekudusan dan
karenanya cenderung untuk melakukan perbuatan dosa (Roma 3:10-12),
manusia kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23), dan mengakibatkan kita
mewarisi dosa keturunan, tanpa terkecuali anak-anak yang baru saja
dilahirkan. Untuk itulah, pengenalan akan Allah dan
perintah-perintah-Nya sangat penting untuk diajarkan kepada anak-anak
sedini mungkin (Ulangan 6:6-7), dan setiap orang tua memiliki
kewajiban dalam mendidik dan membentuk karakter anak-anak.

Peran Bimbingan Konseling di Sekolah

Sebagai mitra orang tua, pihak sekolah atau guru memiliki tanggung
jawab yang besar dalam mendidik anak-anak dan membentuk karakter
mereka agar menjadi serupa dengan Kristus. Pada usia sekolah,
anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sekolah. Dalam
hal ini, guru-guru sekolah menjadi "orang tua" bagi anak-anak. Guru
wajib mendidik dan menuntun anak-anak menjadi pribadi yang berprestasi
dan berkarakter baik.

Yang harus kita ketahui adalah anak-anak didik berasal dari latar
belakang keluarga yang berbeda-beda. Hal ini tentunya memengaruhi pola
pikir dan karakter anak-anak tersebut. Sebagai contoh, ada anak-anak
yang taat kepada guru, rajin belajar, mau memerhatikan saat guru
menerangkan pelajaran, namun ada pula yang suka bertengkar/tawuran,
suka berbicara sendiri ketika guru mengajar, dan suka membolos.
Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh sekolah, sebagai mitra orang tua
siswa?

Lembaga sekolah seharusnya memiliki guru Bimbingan Konseling (BK) dan
ruang khusus untuk melayani para siswa. BK di sekolah sangat
diperlukan dalam pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan
nilai-nilai kehidupan, dan pemeliharaan kepribadian siswa. BK bukanlah
polisi sekolah. BK adalah pihak yang paling potensial menggarap
pembentukan karakter anak dengan pendisiplinan dan perhatian. BK
bukanlah "guru killer" yang tugasnya memanggil, memarahi, dan
menghukum siswa bermasalah (nakal).

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan: "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab."

Sementara itu, konselor sekolah di dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Tahun 2003 telah diakui sebagai salah satu tenaga
pendidik, seperti yang tersurat di dalam Pasal 1: "Pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan."

Dari pengertian tersebut, guru BK memunyai tugas khusus dalam
bimbingan dan konseling (menurut Surat Keputusan Bersama Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Nasional Nomor 25 Tahun 1993). Dengan kata lain, konselor sekolah
memunyai peran dan tugas yang terkait dengan pendidikan karakter.

Pada hakikatnya, peranan BK adalah mendampingi siswa dalam beberapa
hal, antara lain dalam perkembangan belajar/akademis, mengenal diri
sendiri dan peluang masa depan mereka, menentukan cita-cita dan tujuan
dalam hidupnya, dan menyusun rencana yang tepat untuk mencapai
tujuan-tujuan itu, serta mengatasi masalah pribadi (kesulitan
belajar, masalah hubungan dengan teman, atau masalah dengan keluarga).

BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip
keseimbangan, bukan menghukum anak nakal/bermasalah, tapi juga memberi
pujian bagi anak yang berprestasi. Dengan demikian, BK bisa menjadi
tempat yang aman bagi setiap siswa untuk membuka diri tanpa waswas
akan pribadinya. Oleh karena itu, tempatkan BK sebagai wadah bagi
setiap siswa untuk mengadukan setiap persoalan yang mereka hadapi, dan
bantulah mereka dalam menghadapi persoalan tersebut. Dengan demikian,
sekolah dapat menolong para orang tua untuk lebih mengerti anak-anak
mereka.

Bimbingan Konseling untuk Pembentukan Karakter

Untuk membantu orang tua dalam pembentukan karakter anak, guru BK
perlu melakukan pendekatan personal, artinya guru BK harus kompeten,
layak dicontoh, dan menjadi figur yang dihormati. Dasar-dasar
alkitabiah pun seharusnya diterapkan dalam menolong anak didik, agar
memiliki karakter yang baik. Tokoh panutan yang berkarakter baik
adalah Tuhan Yesus -- Sang Guru Agung, yang mengajarkan, "Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu... Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri." (Matius 22:37-39) Berikut ini adalah karakter yang
dicontohkan dan dilakukan Yesus Kristus bagi kita.

1. Melayani dan memberi (Matius 20:28) dengan lemah lembut dan rendah
   hati (Matius 11:29).
2. Mengasihi musuh dan semua orang (Matius 5:46).
3. Sabar dan mau mengampuni (Kolose 3:13).
4. Selalu taat (Filipi 2:8).
5. Kebaikan, kemurahan, kesetiaan, penguasaan diri, dll. (Galatia 5:22-23).

Pembentukan karakter Kristen membutuhkan kasih yang sungguh-sungguh
dan komitmen untuk melakukannya seumur hidup.

Di dunia ini, banyak sekali faktor yang memengaruhi pembentukan
karakter anak-anak. Mulai dari anggota keluarga, media, lingkungan,
dan teman-teman mereka. Jika di dalam keluarga, orang tua tidak
memberikan perhatian yang cukup kepada anak, maka tidak mengherankan
kalau anak-anak akan mencarinya di luar rumah. Jika anak-anak masuk
dalam lingkungan yang benar, seperti persekutuan di gereja atau
kelompok olahraga, tidak masalah. Akan tetapi, jika anak-anak justru
terjebak dalam pergaulan yang salah, ini yang berbahaya.

Karakter anak juga dipengaruhi oleh media dan lingkungan. Seiring
berkembangnya usia, anak-anak biasa mengidolakan vokalis band,
penyanyi solo, dan aktris/aktor film/sinetron. Mereka akan meniru apa
saja yang dilakukan oleh idola mereka, tanpa memedulikan apakah yang
mereka lakukan itu benar atau tidak. Misalnya gaya hidup, gaya
berpakaian, dan potongan rambut. Iklan-iklan yang muncul di televisi
tidak jarang membuat anak menjadi suka menuntut. Apa saja yang mereka
lihat harus dibeli, hal ini membuat anak terbiasa dengan konsumerisme.
Demikian juga dengan internet yang memberikan informasi tak terbatas.
Selain itu, bahan bacaan yang tidak layak dibaca juga memengaruhi
karakter anak. Anak-anak yang terbiasa membaca majalah porno, tentu
memiliki karakter yang buruk tentang seks. Dengan demikian, perlu
perhatian dan pengawasan yang lebih intens terhadap perilaku anak-anak.

Tuhan menghendaki agar kita dan anak-anak kita menjadi murid-Nya yang
setia dan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, menjadi semakin
serupa dengan Sang Guru, Tuhan Yesus. Oleh karena itu, dalam
membimbing anak-anak kita perlu membawanya kembali kepada Tuhan dan
mengajaknya untuk meninggalkan hal-hal yang tidak berkenan kepada-Nya.
Semakin kompleks masalah anak, semakin banyak perhatian dan bimbingan
yang harus diberikan. Memosisikan diri sebagai teman mereka merupakan
cara yang cukup efektif dalam pembimbingan. Dengan demikian, anak
tidak merasa dihakimi, dipojokkan, dan ditekan. Mereka justru merasa
diperhatikan, ditolong, dan dikasihi. Hasilnya, anak-anak yang
bermasalah akan berubah dan karakter mereka dipulihkan. Proses ini
tidak instan -- tidak cukup sekali pertemuan, oleh karena itu guru
pembimbing harus sabar dalam mengarahkan anak.

Untuk mengefektifkan pelayanan, BK bisa dijadikan mata pelajaran
seperti pelajaran-pelajaran lainnya, diintegrasikan dengan semua
bidang studi yang lain, dilakukan di luar pelajaran (bekerja sama
dengan lembaga lain), atau gabungan ketiganya.

Membimbing Anak yang Berkarakter Kurang Baik

Karakter buruk anak bisa terjadi karena anak memiliki gambar diri yang
salah. Hal ini diakibatkan karena kebutuhan dasar mereka tidak
terpenuhi. Berikut adalah beberapa ciri-cirinya:

1. Mudah emosi, mudah menyimpan akar pahit, cinta uang, takut gagal.
2. Merasa tidak dimiliki, sehingga anak merasa dirinya tidak disukai
   orang lain.
3. Merasa tidak berguna, sehingga anak merasa kehilangan arti hidupnya
   atau tidak punya tujuan dan merasa hidupnya sia-sia.
4. Merasa tidak berharga, sehingga anak melihat keberadaan dirinya dari
   sudut pandang yang selalu kurang atau buruk.

Ini semua disebabkan oleh tipu daya iblis, filsafat dunia yang salah,
dan kedagingan manusia (1 Korintus 3:3-4; 2 Korintus 11:3, dan Kolose 2:8).

Untuk membimbing anak yang seperti ini, katakanlah kepada mereka
secara berulang-ulang bahwa apa yang mereka rasakan tidak benar. Harga
diri mereka tidak ditentukan oleh penampilan luar dan kata orang,
tetapi apa yang ada di dalam diri mereka dan apa kata Tuhan. Ajak
mereka mengatakan:

- Saya diciptakan segambar dengan Tuhan (Kejadian 1:26).
- Saya berharga di mata Tuhan (Yesaya 43:4).
- Saya adalah Bait Allah, Roh Kudus berdiam dalam diri saya (1 Korintus 3:16-17).

Yakinkan anak-anak bahwa mereka berharga di mata Allah dan Allah
menghendaki mereka menjadi anak-anak yang berhasil dan berguna bagi
Dia.

Penutup

Secara garis besar, peran BK dalam pembentukan karakter anak meliputi:
1. Pencegahan -- BK mencegah agar anak tidak berperilaku yang berlawanan
   dengan karakter yang diharapkan.
2. Pemulihan -- BK memperbaiki perilaku siswa yang sudah terlanjur jauh
   dari karakter yang diharapkan.
3. Pengembangan -- BK memelihara dan mengembangkan perilaku siswa yang
   sudah sesuai dengan karakter yang diharapkan agar tetap baik, tidak
   melanggar norma, dan bahkan semakin baik.

Dalam pembentukan karakter siswa, guru BK harus memerhatikan hal-hal
yang berkaitan dengan prestasi akademis, moral dan etika, cara
memecahkan masalah, pengendalian emosi, hubungan dengan orang lain,
kemampuan berkomunikasi, dan perilaku seksual. Selain itu, guru BK
juga harus menekankan tentang perlunya memiliki karakter yang serupa
dengan Kristus, bertanggung jawab, tekun, penuh kasih, disiplin, cinta
sesama, jujur, berani, adil, hormat, dan berintegritas.

Melihat peranan guru BK yang sangat penting bagi pembentukan karakter
anak, pihak sekolah perlu memiliki standar khusus yang harus dipenuhi
sebagai guru BK. Tentu dalam hal ini adalah guru yang takut akan
Tuhan, penuh dedikasi, dan berintegritas. Jika demikian, tak ayal para
murid dapat menjadi pribadi yang berkarakter luhur dan berprestasi.

Sumber bacaan:
1. ________. "Pentingnya Bimbingan Konseling di Sekolah". Dalam
  http://timotius-sukarman.blogspot.com/2011/08/
  pemahaman-tentang-kepribadian-manusia.html.
2. ________. "Pembentukkan Karakter". Dalam
  http://kabarbaik.bravehost.com/modul/bab4_modul4.htm.

             KOMUNITAS KONSEL: KONSELING ANAK PUTUS SEKOLAH

Permasalahan yang anak-anak hadapi sesungguhnya tidak sederhana
seperti yang kita pikir. Terkadang sebagai orang tua, kita tidak
menyadari bahwa anak-anak kita menghadapi masalah yang cukup kompleks.
Orang tua terkadang menuntut anak untuk mendapatkan nilai baik, bahkan
tidak sedikit orang tua yang dengan sengaja memaksa anak-anak mereka
untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup. Di sisi anak, hal ini
mungkin membuat mereka tertekan dan akhirnya memutuskan untuk berhenti
sekolah. Apa yang bisa kita lakukan untuk menolong anak-anak yang
memiliki masalah seperti ini? Di Facebook e-Konsel, kami membahas
masalah tersebut. Silakan simak tanggapan dari para Sahabat e-Konsel.

e-Konsel: Apakah Anda pernah memberi konseling anak-anak putus
sekolah? Bagaimana Anda menolong mereka?

Komentar:

Theresia S. Setyawati: Belum pernah sih. Tetapi pernah menjumpai kasus
begitu, tetanggaku yang putus sekolah waktu kelas 4 atau 5 SD dan
sekarang sudah punya anak.

e-Konsel: @Theresia: Kenapa bisa putus sekolah mbak Theresia?

Fransiskus Krismayandri Ekaristi: Mungkin kalau konseling secara
khusus belum, namun pernah sekali dua kali mengajar mereka.
Mereka-mereka itu sangat luar biasa dan menyenangkan. Saya berusaha
untuk tidak menanyakan kenapa mereka putus sekolah, karena itu dapat
membuat mereka sedih sekali. Akan tetapi, saya menanyakan apa yang
mereka masih mau pelajari. Mereka sangat senang masih ada yang mau
mengajar mereka. Itu sangat menggugah hati saya, mudah-mudahan suatu
hari saya bisa mengajar mereka-mereka lagi.

e-Konsel: @Fransiskus Krismayandri Ekaristi: Mulia sekali, saya berdoa
ada kesempatan dan kesediaan bagi Fransiskus Krismayandri Ekaristi
untuk menjadi berkat bagi mereka. GBU.

Mahardhika Dicky Kurniawan: Belum sih, tapi kita bisa menasihati
mereka agar tidak patah arang. Toh belajar tidak harus di sekolah,
kan? Masih ada kejar paket, SMP terbuka, sanggar belajar, rumah
singgah, dsb..

e-Konsel: @Mahardhika: Betul Mahardhika, terus menyemangati mereka
itulah yang seharusnya kita lakukan. Namun, kenyataan yang
memprihatinkan adalah banyak dari mereka yang putus sekolah sudah
"enggan berpikir" karena mereka merasa nyaman dengan kondisi mereka
sekarang, apalagi yang sudah tahu uang. Bagaimana Anda menyikapi hal
ini?

@Fransiskus Krismayandri Ekaristi: Sekadar tambahan saja, agak sulit
menasihati mereka dengan pengetahuan yang kita miliki karena kalau
soal nasihat mereka sudah banyak menerimanya. Kalau ada kesempatan,
lebih baik kita memberikan kasih yang kita miliki misalnya melalui
pengajaran-pengajaran materi sekolah maupun nonsekolah dan latihan-
latihan keterampilan karena itu yang lebih mereka perlukan.

e-Konsel: Tindakan nyata lebih ampuh ya... terima kasih.

Bagaimana dengan pengalaman Anda? Silakan bagikan pengalaman Anda di
Facebook e-Konsel di alamat
< http://www.facebook.com/sabdakonsel/posts/10150696871768755 >.

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org