Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/245

e-Konsel edisi 245 (7-6-2011)

Beradaptasi dengan Keluarga Suami/Istri

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 245/JUNI 2011

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: ORANG TUAKU, ORANG TUAMU, DAN KITA
ULASAN SITUS: FOCUS ON THE FAMILY

Salam kasih,

Pernikahan tidak hanya menyatukan dua pribadi saja -- laki-laki dan
perempuan. Lebih dari itu, pernikahan adalah penyatuan dua keluarga,
dari pihak laki-laki dan pihak perempuan. Bagaimana caranya agar
pasangan suami-istri bisa berkomunikasi dan beradaptasi dengan
keluarga pasangannya, terkhusus dengan mertua mereka? Temukan
jawabannya dalam e-Konsel edisi perdana di bulan Juni ini. Simak juga
ulasan situs konseling manca, yang menyediakan bahan-bahan konseling
seputar keluarga. Kami berharap sajian kami memberkati dan melengkapi
Anda. Tuhan memberkati.

Pimpinan Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

             CAKRAWALA: ORANG TUAKU, ORANG TUAMU, DAN KITA
                       Diringkas oleh: Sri Setyawati

Pengalaman dan hubungan yang terjadi pada masa lalu dapat memengaruhi
kehidupan kita sekarang dan yang akan datang. Hubungan lama Anda
dengan orang tua, dan hubungan baru Anda dengan mertua pasti berdampak
pada pernikahan Anda. Namun demikian, Anda masih dapat membangun
hubungan yang positif dan sehat dengan mertua maupun orang tua Anda.
Karena itu, mari kita teliti hal-hal yang dapat menjadi sumber konflik
dan bagaimana mewujudkan keharmonisan dalam pernikahan.

Kebiasaan, tradisi, serta gaya hidup seseorang dan keluarganya
biasanya memengaruhi kehidupan pernikahannya. Jadi, siapa yang harus
menyesuaikan diri? Tradisi keluarga siapa yang harus diikuti? Apakah
setiap pasangan yang baru menikah, harus selalu memakai kebiasaan
keluarga orang tua mereka yang sudah membudaya itu? Atau mungkinkah
mereka mengembangkan kebiasaan sendiri? Jika Anda selalu mengunjungi
keluarga istri pada hari Natal, apa yang akan terjadi jika sekali
waktu Anda ingin mengunjungi orang tua Anda sendiri atau sahabat Anda?
Apa yang terjadi jika Anda menyarankan suatu perubahan? Hal-hal ini
tampaknya sepele, namun dapat menjadi masalah besar jika menyangkut
tradisi keluarga. Dapatkah kita berkata bahwa tradisi suatu keluarga
"benar" dan lainnya "salah"? Bagaimana menyampaikan kepada orang tua
atau mertua, bahwa Anda ingin mengubah beberapa kebiasaan mereka dan
memulai sesuatu yang baru?

Salah satu masalah yang banyak dijumpai dalam konseling pernikahan
adalah konflik dengan mertua, yang banyak menimbulkan luka, kepahitan,
dan kesalahpahaman. Tak jarang seseorang merasa terperangkap di
tengah, antara orang tua dan pasangannya. Terkadang salah satu atau
keduanya, belum benar-benar meninggalkan rumah orang tuanya secara
psikologis. Bagi mereka yang telah menikah, hal utama yang seharusnya
mereka lakukan adalah mendukung pasangannya, bukan orang tuanya!

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi komunikasi suami-istri
dalam hubungannya dengan mertua.

a. Kesenjangan usia antara suami-istri dan orang tua mungkin dapat
menjadi sumber konflik. Pasangan yang belum pernah berpisah dengan
orang tua sebelum menikah, entah untuk studi atau hal lain, biasanya
mengalami masalah penyesuaian diri. Pada saat yang sama, ia dituntut
untuk belajar menyesuaikan diri dengan orang lain dalam ikatan
pernikahan.

b. Orang tua ingin selalu diperhatikan. Saat anak-anak masih kecil,
orang tua jarang meminta pendapat anak. Akan tetapi, setelah mereka
menikah, orang tua ingin berkomunikasi dengan anak-anaknya sebagai
sesama orang dewasa. Sayangnya, ada juga orang tua yang menuntut
perhatian lebih dari anak-anak mereka. Alasannya ada banyak, misalnya
penghasilan yang menurun, merasa kurang diperhatikan, penyakit-
penyakit kronis, atau usia yang sudah sangat tua.

b. Urutan kelahiran anak. Misalnya, anak sulung yang menikah dengan
anak bungsu. Perbedaan urutan kelahiran dan harapan dari orang
tua/mertua, bisa memengaruhi pernikahan Anda. Orang tua anak bungsu
mungkin merasa agak berat melepas anak terakhirnya, dan orang tua anak
sulung mungkin menaruh harapan yang cukup tinggi pada menantunya ini.

c. Pasangan dan orang tua memiliki harapan yang kurang realistis
mengenai hubungan di antara mereka. Orang tua mungkin membayangkan
hubungan yang dekat dan terus-menerus dengan menantu mereka. Mereka
menganggap dapat berakhir pekan bersama, saling menelepon setiap 3
hari, dan merayakan Natal/acara lain bersama-sama. Mereka juga merasa
yakin bahwa pasangan muda tidak akan bertempat tinggal lebih dari 9
kilometer dari rumah mereka, sehingga mereka tetap dapat menjenguk
cucu-cucu mereka. Bahkan, ada yang berharap memiliki sedikitnya empat
cucu, dan cucu pertama harus lahir dalam dua tahun pertama! Namun,
bagaimana bila Anda memunyai rencana lain? Bagaimana bila Anda
berencana tidak memunyai anak dulu atau bertempat tinggal di luar
kota, dan hanya sebulan sekali menulis surat kepada mereka? Semua
harapan seperti ini sebaiknya didiskusikan secara terbuka sedini
mungkin.

d. Perbedaan latar belakang keluarga. Misalnya, yang satu dari
keluarga yang hangat dan terbuka, sementara yang lain tidak. Orang
yang berasal dari keluarga yang dingin dan tertutup, mungkin tidak mau
membina hubungan akrab dengan keluarga mertuanya. Demikian pula
sebaliknya, orang yang hanya sedikit atau bahkan tidak pernah
merasakan kehangatan dan keterbukaan dalam keluarganya, mungkin
merindukan hubungan yang akrab dengan keluarga mertuanya. Orang yang
berasal dari keluarga yang hangat, mungkin ingin keluar dari keadaan
itu!

e. Pilihan tempat tinggal sang pengantin baru. Hal ini dapat
memengaruhi hubungan mereka dengan mertua. Pasangan yang tinggal
bersama orang tua, rentan terhadap masalah. Pasangan muda tidak akan
merasa bebas dalam banyak hal. Sang istri, terutama akan merasa tidak
menjadi bagian di rumah ibu mertuanya. Jika pasangan itu tinggal
bersama salah satu orang tua, orang tua yang lain mungkin akan cemburu
dan ingin turut "mengendalikan" anak mereka.

f. Gaya hidup dan tujuan yang hendak dicapai pasangan dan orang tua
mereka. Orang tua yang makmur dan giat bekerja, sering kali sulit
mengikuti standar hidup yang berbeda dari pasangan itu. Masalah akan
bertambah parah jika pasangan itu selalu mengkritik standar hidup
orang tua mereka.

g. Masalah lainnya adalah kakek-nenek dan cucu. Sebagian orang tua
sangat ingin segera menjadi kakek-nenek, lalu dengan cara sendiri
mendesak pasangan itu untuk "memproduksi" anak. Sebagian lagi mungkin
tidak suka menjadi kakek-nenek karena membuat mereka merasa tua. Jika
anak yang lahir ternyata tidak seperti yang diinginkan kakek-neneknya,
mungkin masalah jenis kelamin atau perilaku yang tidak sesuai, konflik
pun mulai muncul. Masalah lain yang sering timbul adalah mengenai
perlakuan kakek-nenek terhadap cucunya ketika mereka berkunjung.
Kakek-nenek biasanya sangat memanjakan cucunya, membuat para orang tua
lebih sulit mendisiplin mereka bila kembali ke rumah. Ini bisa membuat
sang cucu lebih menyukai kakek-nenek yang satu dan kurang menyukai
yang lain, lebih ingin bersama kakek-nenek yang satu daripada yang
lain.

Berikut ini beberapa contoh kesulitan menyesuaikan diri yang biasa
terjadi.

Kasus 1. Seorang suami mengkritik cara istrinya mengatur rumah tangga.
Ia terus memberitahu bagaimana ibunya melakukan hal itu dan memakai
contoh ibunya sebagai patokan. Atau, seorang istri terus membicarakan
hubungannya dengan ayahnya sebagai model perlakuan seorang ayah
terhadap anak-anaknya.

Kasus 2. Orang tua John terus mencela John dan istrinya. Mereka
memberikan pendapat dalam segala hal, terutama dalam hal mendidik
anak. Komentar-komentar yang tidak diminta ini mulai mengganggu John
dan istrinya. Bagaimana mereka dapat mengemukakan masalah ini dengan
bijaksana kepada orang tua John?

Kasus 3. Orang tua Harry sangat penuntut dan menggunakan segala cara
untuk mencapainya. Mereka ingin diperhatikan dan punya banyak harapan
terhadap waktu yang dimiliki Harry dan Tina. Jika tidak mendapatkan
yang mereka inginkan, mereka berusaha membuat Harry dan Tina merasa
bersalah.

Kasus 4. Seorang suami berkata, "Setiap tahun kami menghabiskan
liburan bersama orang tua istri saya. Kami melakukan hal yang sama
selama 8 tahun! Hal itu sama sekali bukan pengalaman yang menyenangkan
untuk saya. Saya merasa terpojok, tetapi apa yang dapat kami perbuat?
Mereka selalu mengharapkan kedatangan kami! Saya lebih suka pergi ke
bagian lain dari negara ini."

Kasus 5. Masalah lain yang biasa terjadi adalah orang tua yang merasa
harus tahu keadaan anak mereka setiap hari. Sebagai contoh, seorang
istri benar-benar sangat terganggu dengan perhatian yang berlebihan
dari ibu mertuanya. Setiap hari, sang ibu menelepon dan ingin tahu
pekerjaan anak laki-lakinya -- apakah berat badannya naik atau turun,
apakah makanannya cukup terjamin gizinya, apakah ia sudah berhenti
merokok, dan sebagainya. Dalam situasi ini si ibu mertua perlu
menghentikan kebiasaannya menelepon, agar si istri merasa lebih baik.

Berikut beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah-masalah yang diuraikan dalam kelima kasus di atas.

Kasus 1. Istri yang dibandingkan dengan mertuanya, dalam hal memasak
(atau mengatur rumah tangga, mengemudi, menyetrika, dll.) mungkin
berkata demikian, "Sayang, satu hal yang sangat saya hargai dan
membuat saya senang adalah jika saya tahu kamu menyukai masakan saya.
Saya merasa tidak enak, setiap kali mendengar kamu bicara tentang
masakan ibumu. Saya ingin mengembangkan keterampilan dalam hal
memasak, tetapi saya butuh masukan positif."

Atau, sang suami dapat berkata, "Sayang, saya sangat menghargai jika
kamu memberitahu saat saya telah melakukan sesuatu yang menolongmu
menghadapi anak-anak. Saya patah semangat jika selalu mendengar
bagaimana ayahmu memperlakukanmu ketika kamu masih kecil." Kedua
pernyataan ini mengandung komentar positif dan merupakan cara yang
tepat untuk saling menyampaikan keluhan dan keprihatinan.

Kasus 2. Ini merupakan situasi yang sulit dan kebanyakan kita lebih
suka menghindarinya. Kita takut menghadapi akibatnya, meski kita tidak
menyukai kritik yang terus-menerus. Kita khawatir akan timbul luka dan
kemarahan jika menentang orang tua kita. Namun ingatlah, Anda
menyatakan keberatan karena memerhatikan mereka dan ingin membina
hubungan yang baik. Jika Anda hanya diam dan tak pernah meminta mereka
berubah, hubungan yang baik akan hancur.

Kasus 3. Inilah percakapan yang terjadi antara Harry dan ibunya.
Respons Harry mungkin sangat berbeda dengan Anda, tetapi ketegasan dan
kewajaran responsnya benar-benar efektif.

Ibu: Halo Harry, ini Ibu.

Harry: Halo Bu, apa kabar?

Ibu: Oh, baik-baik saja kukira (sambil menarik napas).

Harry: Baiklah, tetapi mengapa ibu menarik napas?

Ibu: Oh, ya, Ibu kira semuanya tidak berjalan terlalu baik.
Ngomong-ngomong, apa kamu akan datang malam minggu ini? Ibu kangen.
Kamu tahu, sudah berminggu-minggu kamu dan Tina tidak ke sini.

Harry: Maaf jika Ibu merasa tidak enak. Kami tak dapat datang minggu
ini. Ada hal lain yang sudah kami rencanakan.

Ibu: Adakah yang lebih penting daripada mengunjungi Ayah dan Ibumu?
Apakah kami tak ada artinya lagi bagimu?

Harry: Saya mengerti kalau Ibu ingin bertemu dengan kami. Ibu sangat
berarti bagi kami. Tetapi kami tak dapat datang pada akhir minggu ini.

Ibu: Kami kecewa karena kami yakin kamu bisa datang dan Ibu sudah
memasak makanan kesukaanmu untuk makan malam kita bersama. Tidakkah
kamu tahu?

Harry: Tidak, Bu, saya tidak tahu.

Ibu: Aku dan Ayahmu benar-benar kecewa. Kami sangat mengharapkan
kedatangan kalian. Kami sudah membeli ayam untukmu.

Harry: Saya tahu Ibu sangat kecewa, tetapi kami benar-benar tak dapat
datang minggu ini.

Ibu: Saudara-saudaramu yang lain selalu mengunjungi kami. Bahkan kami
tak perlu memintanya!

Harry: Benar, Bu. Mereka memang lebih sering datang, dan saya yakin
sudah cukup banyak yang menemani mereka. Kami akan coba merencanakan
hal seperti itu lain kali.

Ibu: Seorang anak Kristen yang baik seharusnya sering menengok orang
tuanya.

Harry: Apakah karena saya tak dapat datang, lalu saya menjadi anak
Kristen yang tidak baik?

Ibu: Jika kamu sungguh mengasihi dan memerhatikan kami, tentu kamu
akan berusaha mengunjungi kami.

Harry: Apakah kalau saya tidak dapat menengok Ayah dan Ibu dalam
minggu ini, berarti saya tidak mengasihi kalian?

Ibu: Kelihatannya begitu karena kalau kamu mau, kamu tentu bisa ke
sini.

Harry: Ibu, saya tidak bisa datang tidak berarti saya tidak lagi
memerhatikan kalian. Saya mengasihi Ibu dan Ayah. Tetapi kali ini kami
benar-benar tidak bisa datang. Saya yakin semua yang sudah disiapkan,
dapat tetap digunakan atau Ibu dapat menyimpannya untuk lain kali.
Saya akan membicarakannya dengan Tina, dan melihat jadwal kami untuk
menentukan kapan kita dapat berkumpul bersama lagi.

Kasus 4. Berlibur dengan mertua dapat menimbulkan masalah. Sang
menantu dapat dibuat jengkel dan pulang dengan kecewa setelah cukup
lama bersama mertua. Salah satu pemecahan yang dapat dilakukan adalah
mencari kegiatan lain yang menyenangkan, sementara pasangannya
mengunjungi keluarganya seorang diri. Saran ini mungkin bertentangan
dengan yang biasa diajarkan atau yang dianggap benar. Tetapi, jika
tinggal cukup lama dengan mertua membuat hubungan tidak menjadi lebih
baik dan tidak berdampak positif terhadap pernikahan, mungkin inilah
satu-satunya jalan keluar. Saya tidak menyarankan Anda untuk tidak
mengunjungi mertua Anda. Tetapi, banyak pasangan lebih nyaman bila
tidak harus terlalu sering mengunjungi mertua.

Jalan keluar lainnya adalah dengan mempersingkat waktu berkunjung.
Jika salah seorang ingin mengunjungi orang tuanya selama sebulan,
sementara pasangannya merasa waktu itu terlalu lama, mereka dapat
mengadakan kesepakatan. Ubahlah waktu berkunjung menjadi hanya 2
minggu. Mungkin ada baiknya bila Anda tidak selalu mengunjungi orang
tua atau mertua setiap liburan. Hal ini akan menyulitkan Anda sendiri
jika kelak ingin mengubahnya, atau jika ingin menikmati acara liburan
yang lain.

Kasus 5. Orang tua yang terus-menerus menghubungi anak-anak mereka
yang sudah menikah, mengisyaratkan adanya kebutuhan tertentu dalam
diri mereka: kesepian, mengontrol, kebutuhan untuk merasa dibutuhkan,
dll.. Suami dan istri harus sepakat dalam mengatasi masalah ini.
Mereka dapat menetapkan tujuan dan kemudian menyampaikan tujuan ini
kepada sang ibu: "Bu, kami senang Ibu menelepon, tetapi sebetulnya
tidak perlu setiap hari. Mengapa kita tidak mengatur jadwal kontak
seperti ini: Jika kami butuh sesuatu atau ada yang penting, kami pasti
menelepon Ibu. Kami ingin Ibu juga punya kesempatan untuk menjalin
hubungan dengan orang lain, tidak hanya bergantung pada kami. Bukankah
Ibu selalu mengundang kami makan malam bersama pada hari Minggu?
Bagaimana kalau Ibu bertemu kami pada hari Minggu dan menelepon kami
hanya pada hari Rabu? Dengan demikian kita tetap berhubungan secara
teratur. Tetapi kalau ada hal yang sangat penting, Ibu dapat menelepon
kami setiap saat."

Diringkas dari:
Judul asli buku: More Communication: Keys for Your Marriage
Judul buku terjemahan: Lanjutan Komunikasi: Kunci Pernikahan Bahagia
Judul bab: Orangtuaku, Orangtuamu, dan Kita
Penulis: H. Norman Wright
Penerjemah: Okdriati Handoyo
Penerbit: Yayasan Gloria, Yogyakarta 1998
Halaman: 210 -- 222

                 ULASAN SITUS: FOCUS ON THE FAMILY

Situs berbahasa Inggris yang dibuat pada tahun 1997 ini,
mendedikasikan diri untuk menolong keluarga bertumbuh dalam
nilai-nilai Kristen. Situs ini menyediakan artikel dengan berbagai
kategori, misalnya artikel tentang pernikahan, menjadi orang tua
(parenting), masalah hidup, dan iman. Selain menyediakan
artikel-artikel dalam bentuk teks (visual), situs ini juga
menyediakan berbagai bahan lain dalam bentuk audio dan audio-visual.
Bahkan, berbagai publikasi maupun program edukatif untuk pengasuhan
anak, juga dapat diunduh melalui situs ini. Menarik dan lengkap,
bukan? Masih ada satu keistimewaan lagi. Jika Anda suka bersosialisasi
dengan banyak orang, Anda juga bisa terlibat dalam komunitas blog atau
forum yang dikelola situs ini. Jika Anda ingin berkonsultasi, jangan
khawatir. Situs ini pun menyediakan layanan interaktif melalui email,
telepon, maupun jejaring sosial. Tunggu apa lagi, segeralah
berselancar di situs ini! (MDK)

==> < http://www.focusonthefamily.com/ >

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Davida Welni Dana
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org