Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/234

e-Konsel edisi 234 (22-3-2011)

Berdamai dengan Sesama (I)

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 234/MARET 2011

DAFTAR ISI
CAKRAWALA: MENGAMPUNI ORANG YANG MENYAKITI KITA
KOMUNITAS KONSEL: KONSELING? PERLU TIDAK YA?
REFERENSI: SEPUTAR BERDAMAI DENGAN SESAMA DALAM SITUS C3I

Salam kasih,

e-Konsel edisi 234 dan 235 akan membahas topik berdamai dengan sesama.
Topik pertama yang akan kita bahas adalah berdamai dengan sesama yang
telah menyakiti kita. Melupakan dan mengampuni kesalahan orang yang
telah melukai hati kita membutuhkan proses dan waktu. Meskipun tidak
mudah, namun dalam Kristus kita dimampukan untuk melakukannya karena
Kristus telah memberikan teladan mengenai pengampunan. Sebagai orang
percaya kita akan terus-menerus diperbarui dalam hal kerelaan hati
untuk mengampuni. Simaklah satu artikel tentang mengampuni orang yang
menyakiti kita. Selain pembahasan tersebut, e-Konsel juga menghadirkan
pendapat Sahabat Konsel tentang perlunya konseling. Selamat menyimak!

Pimpinan Redaksi e-Konsel,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >

            CAKRAWALA: MENGAMPUNI ORANG YANG MENYAKITI KITA

Kasih Selalu Dimulai dengan Kerendahan Hati

"Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan
Allah." (Roma 3:23) Mari kita terapkan ayat ini kepada diri sendiri
sebelum kita mulai menunjuk jari kepada orang lain. Jika kita
kehilangan pandangan tentang bagaimana pada saat-saat tertentu kita
bersikap buruk, kita akan menjadi sombong dan merasa benar sendiri.
Jika kita sadar akan kegagalan sendiri, maka mengasihi orang-orang
yang bersikap buruk menjadi semakin mudah.

Suatu hari, seorang kenalan saya sedang mengadakan perjalanan sambil
mengeluh kepada Tuhan tentang masalah-masalah yang ia hadapi. Ia
merasa bahwa banyak orang mengkritiknya dengan tidak adil, bahkan
mengarang dusta untuk mendukung alasan mereka. Ia menjerit kepada
Tuhan untuk mendapatkan simpati dan pengertian, dan ia sangat terkejut
ketika Tuhan berkata kepadanya, "Bergembiralah bahwa mereka tidak
mengenal engkau yang sebenarnya!"

Sering kali, kita hanya melihat apa yang baik dalam diri sendiri dan
mengingat keberhasilan kita lebih daripada kegagalan kita. Jadi
marilah kita perlakukan orang lain dengan cara yang sama -- "Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22:39)

Ampunilah Mereka yang Menyakiti dan Menjengkelkan

Mengampuni bukan suatu perasaan. Bukan pula berusaha melupakan hal-hal
buruk yang diperbuat orang terhadap kita. Mengampuni ialah suatu
tindakan hati dan kemauan. Mengampuni berarti memberi seseorang
sesuatu yang tidak mereka terima yaitu maaf atau pengampunan.
Mengampuni juga berarti mengakui bahwa kita diperlakukan salah, tetapi
menjangkau melampaui hal itu dan memberi kemurahan.

Kadang-kadang, mengampuni merupakan suatu proses. Jika kita disakiti
dengan amat dalam, maka membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka. Di
sini, mengampuni bertindak sebagai pembersihan luka terus-menerus
sehingga luka itu dapat sembuh dengan baik. Ketika kita memikirkan
seseorang yang pernah menyakiti atau telah berbuat dosa terhadap kita,
timbul sakit hati dan rasa jengkel, maka kita perlu meneguhkan kembali
komitmen untuk mengampuni. Itu tidak berarti bahwa tindakan
pengampunan yang pertama tidak berlaku lagi, tetapi sebuah proses yang
mungkin dibutuhkan agar Anda benar-benar sembuh.

Suatu ketika saya sangat terluka oleh seorang kawan. Saya tidak dapat
mengatasi perasaan marah dan kecewa saya setiap kali teringat akan
dia. Seorang kawan lainnya menasihati saya, supaya mengatakan kepada
Tuhan bahwa saya mengampuni kawan itu setiap kali saya memikirkannya
dan memilih untuk melakukan ini dengan kasih-Mu, dan saya tidak akan
menyerah sampai Engkau menaruh kasih-Mu itu di dalam hati saya bagi
dia. Saya menerima kasih-Mu itu dengan iman.

Saya berdoa seperti itu berulang kali setiap hari selama beberapa
bulan, tetapi sepertinya tidak ada yang berubah. Suatu hari ketika
sedang berdoa, saya melihat kawan saya dengan "mata yang baru". Saya
melihat luka-luka dan sakit hatinya; saya melihat bagaimana ia telah
dilukai oleh ayahnya, dan bagaimana ia meneruskan sakit hatinya itu
kepada saya. Tuhan menaruh belas kasihan di dalam hati saya baginya,
yang saya kira tidak akan pernah terjadi. Tuhan melakukan lebih banyak
daripada yang dapat saya minta atau pikirkan!

Mendekati Orang, Bukan Menjauhi Mereka

Ketika seseorang menjengkelkan kita atau kepribadian mereka
menimbulkan kekesalan, kita cenderung untuk menghindari mereka. Ketika
mereka masuk ke dalam suatu ruangan, kita tidak mau melihat ke arah
mereka dan dengan sendirinya kita akan bergeser ke seberang ruangan.
Beberapa di antara kita akan berusaha tidak hadir dalam pertemuan atau
acara di mana orang-orang tertentu akan hadir.

Salah satu kunci yang terbesar dalam mengasihi musuh-musuh kita ialah
bergerak mendekati mereka, bukan menjauhi. Memang ini berlawanan
dengan sifat manusia yang alami, tetapi tindakan tersebut efektif.
Mungkin kita membutuhkan waktu untuk membereskan suatu hubungan yang
sulit, atau menjadi tenang kembali setelah suatu perbantahan. Tetapi
kita yang harus membuat komitmen terhadap orang itu dan menyelesaikan
keadaan tersebut.

Saya dan istri saya kadang-kadang merasa jengkel terhadap satu sama
lain, atau bahkan memunyai perbedaan pendapat tentang suatu pokok yang
cukup penting. Ketika kami baru menikah, kami rasakan hal itu sebagai
suatu pengalaman yang menegangkan. Sekarang kami sudah terbiasa karena
kami merasa lebih aman dalam hubungan kami. Kami telah sepakat bahwa
apabila hal itu timbul, kami akan mengambil beberapa jam atau jika
perlu beberapa hari untuk menenangkan diri dan mendapatkan suatu
pandangan yang lebih jelas. Hanya pada saat itulah kami akan
membicarakan pokok masalah tersebut. Kami akan terus membicarakannya
sampai kami memperoleh pengertian bersama. Komitmen bersama untuk
saling mendekat inilah, dan bukan sebaliknya yang membantu kami
melewati saat-saat yang sulit.

Bagaimana dengan orang yang tidak mengerti prinsip ini dan tidak mau
terbuka dan membicarakan masalahnya? Kita harus tetap melakukan apa
yang dapat kita lakukan untuk menjangkau orang itu, dan berusaha
menciptakan suasana di mana mereka merasa dapat berkomunikasi dengan
kita. Kebanyakan orang ingin berbicara, tetapi tidak tahu bagaimana
memulainya. Bertemulah dengannya di tempat umum, misalnya sambil makan
atau minum kopi, atau apa saja yang ia suka lakukan. Tunjukkan
kepadanya bahwa Saudara terbuka, Saudara ingin meluruskan keadaan, dan
Saudara mau didekati. Ketika ketegangan menjadi berkurang, Saudara
dapat mulai membicarakan bidang yang sensitif dalam hubungan Saudara,
mungkin dengan menanyakan apakah Saudara telah berbuat sesuatu yang
menyakitinya, atau apakah ia mau membicarakan tentang ketegangan yang
ada dalam hubungan Saudara dengannya.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli buku: Learning to Love People You Don`t Like
Judul buku terjemahan: Belajar Mengasihi Orang yang Anda Benci
Judul asli artikel: Kasih Selalu Dimulai dengan Kerendahan Hati
Penulis: Floyd McClung
Penerjemah: T. Wahyuni
Penerbit: Metanoia, Jakarta 1995
Halaman: 58 -- 61

             KOMUNITAS KONSEL: KONSELING? PERLU TIDAK YA?

Sebagai manusia kita tidak bisa hidup tanpa kehadiran orang lain. Kita
memerlukan pertolongan mereka, bukan hanya secara fisik, tetapi kita
juga memerlukan saran atau sekadar telinga untuk mendengar. Berikut
ini adalah komentar dari beberapa sahabat e-Konsel di dinding Facebook
Konsel < http://fb.sabda.org/konsel >

e-Konsel: Seringkah Anda konseling? Jika ya, dengan siapa? Jika tidak,
mengapa?

Komentar:

Sylvia Fransisca Hutabarat: Tidak, karena merasa tidak ada satu orang
pun yang dapat dipercaya menyimpan rahasia kita selain Dia.

Shmily Tilestian: Tidak, lebih nyaman dengan saudara/i yang sudah
kenal baik. :)

e-Konsel:

@Sylvia: Kalau kita konseling dengan-Nya, apakah selalu ada kelegaan?
         Atau masih terasa berat....(saat Tuhan sepertinya diam saja..)
@Shmily: waw......teman Shmily banyak ya??

Theresia S. Setyawati: konseling secara formal sih belum pernah, tapi
kalau curhat-curhatan, terus tukar pendapat pernah, biasanya sama
teman-teman.

Jeprianto Manoeroeng: everything...! :)

Kami undang Anda yang ingin mengomentari pertanyaan ini di
< http://www.facebook.com/sabdakonsel/posts/117961764935032 >.

       REFERENSI: SEPUTAR BERDAMAI DENGAN SESAMA DALAM SITUS C3I

Anda ingin membaca artikel-artikel lain dengan topik berdamai? Cobalah
simak artikel berikut.

1. Mintalah Maaf Bila Anda Bersalah
==> http://c3i.sabda.org/01/dec/2004/konseling_mintalah_maaf_bila_anda_bersalah

2. Pulih dari Luka Batin
==> http://c3i.sabda.org/18/may/2004/konseling_pulih_dari_luka_batin

3. Korban Tindak Kekerasan
==> http://c3i.sabda.org/28/may/2007/konseling_korban_tindak_kekerasan

Kontak: < konsel(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Tatik Wahyuningsih, dan Yulia Oeniyati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/konsel >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org