Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/184

e-Konsel edisi 184 (15-5-2009)

Menjaga Kerahasiaan dalam Konseling

_______________________________e-KONSEL_______________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
_____________________________________________________________________

EDISI 184/15 Mei 2009

Daftar Isi:
  = Pengantar:
  = Cakrawala 1: Kunci Masalah Etik dalam Konseling Kristen
  = Cakrawala 2: Aturan-Aturan Tentang Kerahasiaan dalam Konseling
                 Kelompok
  = Tips: Menjaga Kerahasiaan
  = Stop Press: Ralat e-Konsel 183

PENGANTAR ____________________________________________________________

  Shalom,

  Dalam proses konseling, keterbukaan konseli untuk mengungkapkan
  permasalahannya secara rinci merupakan salah satu kunci keberhasilan
  konseling tersebut. Melalui keterbukaan itu, konselor bisa mengurai
  masalah dan membantu konseli mencarikan jalan keluar dari
  permasalahannya. Dalam keterbukaan konseli itu pula konselor
  mendapat tanggung jawab untuk menjaga segala informasi yang sudah
  diberikan konseli. Menjaga kerahasiaan dalam konseling merupakan
  bagian penting yang tidak boleh dilanggar konselor, kecuali karena
  alasan hukum atau alasan tertentu yang telah disepakati bersama atau
  yang membenarkan konselor mengungkapkan informasi konseli.

  Bila demikian, batasan-batasan apa yang membenarkan konselor membuka
  informasi rahasia tentang konseli? Mari simak sajian edisi ini,
  kiranya bisa membekali konselor dalam pelayanan konseling.

  Selamat menyimak!

  Pimpinan Redaksi e-Konsel,
  Christiana Ratri Yuliani
  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  http://c3i.sabda.org/

CAKRAWALA 1 __________________________________________________________

            KUNCI MASALAH KODE ETIK DALAM KONSELING KRISTEN

  Tulisan ini dapat diterapkan di setiap aspek kehidupan kita,
  termasuk panggilan kita untuk menjadi konselor Kristen. Kita
  diingatkan untuk berhati-hati dalam berjalan (bijaksana dan saksama)
  di hadapan Tuhan dan manusia. Kita diatur oleh hukum-hukum dan
  kode-kode etik. Dalam dunia kerja, tuntunan kebijakan perilaku ini
  tersedia dalam bentuk kode-kode etik. Bila hukum mengatur standar
  minimum yang dapat diterima/ditoleransi oleh masyarakat; kode-kode
  etik memberikan aturan-aturan yang harus dipatuhi. Konselor Kristen
  diharapkan taat pada kode etik profesi mereka. Masalah-masalah etik
  muncul di berbagai area konseling; namun, ada dua area yang paling
  banyak memunculkan komplain, yaitu masalah kerahasiaan dan hubungan
  rangkap.

  KERAHASIAAN

  Kerahasiaan adalah suatu konsep etik, sederhananya hal ini berarti
  konselor tidak akan membeberkan apa yang disampaikan konselinya
  selama proses konseling. Kerahasiaan adalah hal yang penting karena
  hal ini menumbuhkan kepercayaan -- yang merupakan fondasi hubungan
  terapi. Konselor Kristen menjaga kerahasiaan klien sepenuhnya sesuai
  dengan hukum, kode etik profesional, dan aturan gereja atau
  organisasi. Organisasi konseling di Amerika, ACA (American
  Counseling Association) menyatakan bahwa klien "memiliki hak untuk
  mengharapkan kerahasiaan dan mendapat penjelasan mengenai
  batasan-batasannya ...."

  Hak Istimewa dan Privasi

  Dua hak istimewa, komunikasi dan privasi, merupakan dua konsep yang
  saling berkaitan. Hak istimewa merupakan suatu konsep sah yang
  melindungi klien dari konselor yang dipaksa menyingkap sebuah
  rahasia. Hak istimewa berbeda dengan kerahasiaan dalam penyingkapan
  rahasia yang biasanya dilakukan secara paksa. "Dengan kata lain,
  kerahasiaan mengikat konselor untuk tidak menyebarkan informasi
  tentang klien meskipun konselor merasa harus melakukannya, dan hak
  istimewa melindungi informasi klien dari tekanan pengungkapan
  rahasia yang tidak benar oleh otoritas resmi." Melindungi komunikasi
  rahasia harus menjadi respons pertama konselor saat dihadapkan pada
  permintaan akan komunikasi dan catatan klien oleh hukum atau
  pengadilan. Privasi berarti hak pokok seseorang untuk memutuskan
  waktu, tempat, cara, dan banyaknya informasi yang ingin diungkapkan.
  Konselor menghormati hak privasi klien dan menghindari pengungkapan
  informasi yang tidak resmi dan tidak beralasan.

  Hak atas Privasi

  Informasi yang diberikan oleh klien tidak boleh disebarluaskan, baik
  secara oral maupun tulisan, tanpa persetujuan formal. Perahasiaan
  ini termasuk fakta bahwa klien sedang terlibat dalam konseling.
  Larangan-larangan ini menimbulkan batasan yang spesifik terhadap
  pengungkapan informasi seperti dalam ilustrasi berikut ini.

  Seorang konselor sedang menangani seorang wanita yang mengalami
  masalah dalam pernikahannya; suami wanita ini juga terlibat dalam
  konseling dengan konselor lain. Suami ini memutuskan untuk bercerai
  dan ingin istrinya memberikan izin kepadanya untuk mendapatkan
  catatan konselingnya supaya bisa memperlancar usaha-usaha dalam
  menyelesaikan masalah pernikahan mereka. Si istri ini memiliki hak
  untuk: 1) menolak, 2) sangat setuju, atau 3) memperjelas apa, kapan,
  dan kepada siapa informasi itu bisa diberikan. Informasi itu bisa
  saja hanya berupa fakta bahwa dia sedang terlibat dalam konseling
  atau informasi-informasi yang ia pilih untuk diungkapkan.

  Klien (si istri) memiliki "hak" untuk setuju memberikan informasi.
  Namun, "pengadilan" (bukan pengacaranya) bisa menghendaki
  pengungkapan informasi. Dalam hal ini, konselor bisa meminta
  pengadilan untuk memberikan "hak istimewa komunikasi" yang mungkin
  akan diberikan bila wilayah tersebut memiliki undang-undang yang
  mengatur masalah tersebut. Penting bagi konselor untuk mengetahui
  undang-undang atas hak istimewa komunikasi di wilayahnya. Ketika
  pengadilan meminta informasi rahasia tanpa izin klien, maka konselor
  meminta pengadilan bahwa pengungkapan itu tidak dimungkinkan terjadi
  karena berpotensi membahayakan konseli atau hubungan konseling.

  Pengecualian dan Batasan Terhadap Kerahasiaan

  Berkenaan dengan kerahasiaan, meski klien memiliki hak untuk tidak
  mengungkapkan informasi rahasia dan privasinya akan dihormati, ada
  beberapa batasan terhadap jaminan kerahasiaan sepenuhnya.

  Seperti yang sudah diutarakan di atas, bila pengadilan meminta
  konselor untuk memberikan informasi, konselor harus patuh atau
  mendapatkan hukuman, bahkan pengurungan. Juga, bila klien
  menyerahkan hak privasi (atau aspek privasi apapun), konselor harus
  setuju (catatan: menandatangani formulir jaminan yang memberikan
  persetujuan untuk memberikan informasi secara spesifik). Ingatlah
  bahwa hak yang diberikan klien kepada konselor tidak berarti
  memberikan kuasa penuh kepada konselor untuk memberikan informasi
  apa saja. Beberapa pengecualian dilakukan bila, dalam pandangan
  konselor, pemberian informasi ini akan membahayakan klien. Ini
  merupakan pengecualian khusus dan jarang dilakukan. Konselor
  memiliki tugas untuk membantu klien menentukan informasi apa yang
  akan diberikan. Bila keadaan mengharuskan pengungkapan informasi
  rahasia, hanya informasi yang penting saja yang bisa diberikan.
  Sedapat mungkin, klien diberitahu terlebih dahulu sebelum informasi
  yang dirahasiakan tersebut disampaikan kepada orang lain. Menurut
  kode etik ACA, konselor Kristen hanya memberikan informasi yang
  klien sudah izinkan secara tertulis bila informasi itu diminta oleh
  perintah resmi atau etikal. Konselor harus membatasi pemberian
  informasi hanya untuk orang-orang tertentu yang memiliki hubungan
  profesional langsung dalam masalah yang bersangkutan.

  Pemberian Informasi Rahasia Klien

  Dalam kerangka resmi tentang kerahasiaan, hak istimewa, dan hak
  pribadi, konselor memiliki hak untuk melanggar kerahasiaan bila ada
  penyalahgunaan perkara yang dilakukan klien terhadap konselor. Agar
  dapat cukup membela diri, konselor memiliki hak atas semua materi
  yang berkaitan.

  Laporan Perintah (Mandatory Reporting)

  Laporan perintah merupakan konsep resmi pengungkapan informasi
  (pelanggaran kerahasiaan) ketika pelanggaran tertentu diduga oleh
  konselor atau diketahui oleh konselor. Pelanggaran itu termasuk
  pelecehan dan pengabaian terhadap anak, pelecehan atau pengabaian
  terhadap orang tua, dan pelecehan terhadap orang dewasa "yang lemah"
  (sakit mental, cacat fisik, dan/atau cacat mental). "Badan pembuat
  undang-undang telah memutuskan bahwa melindungi mereka yang tidak
  bisa melindungi dirinya sendiri dari pelecehan jauh lebih penting
  dari kewajiban menjaga rahasia." Sekali lagi, adalah kewajiban
  konselor untuk mengetahui undang-undang di wilayahnya dan prosedur
  pelaporan. Persyaratan umum bahwa konselor harus menjaga kerahasiaan
  informasi tidak berlaku bila pengungkapan informasi diperlukan untuk
  mencegah bahaya yang sudah jelas dan akan menimpa klien atau orang
  lain atau ketika hukum resmi menuntut agar informasi rahasia itu
  diungkapkan. Konselor kristen menerima batasan-batasan kerahasiaan
  ketika hidup seseorang dalam bahaya atau dilecehkan. Kita akan
  mengambil tindakan yang benar, termasuk memberikan informasi yang
  dirahasiakan tersebut seperlunya, untuk melindungi hidup klien yang
  mengancam untuk bunuh diri, membunuh, dan/atau melecehkan anak-anak,
  orang tua, atau orang yang tergantung pada orang lain. Contoh:
  Selama sesi konseling, seorang anak berusia 13 tahun mengungkapkan
  keterlibatannya secara seksual dengan seorang tetangganya, pria
  berusia 21 tahun. Di bawah aturan resmi, kasus ini harus segera
  dilaporkan kepada pejabat yang berwenang, supaya anak ini mendapat
  perlindungan dan/atau penyelenggaraan hukum.

  Klien yang membahayakan dirinya sendiri atau orang lain mendapatkan
  batasan kerahasiaan lain. Salah satu kasus di pengadilan California
  (Tarasoff vs. Pengawas University of California, 1974) menimbulkan
  berbagai pernyataan yang menyerukan "tugas untuk memeringatkan" para
  profesional kesehatan mental. Dalam kasus Tarasoff, seorang psikolog
  di pusat kesehatan universitas menemui seorang mahasiswa. Mahasiswa
  itu mengatakan kepada psikolog tersebut bahwa dia ingin membunuh
  seorang wanita muda yang bernama Tatiana Tarasoff, seorang mahasiswi
  yang telah menolak cintanya. Anak muda itu benar-benar melakukannya;
  dia membunuh Tatiana beberapa waktu kemudian. Orang tua gadis itu
  menyatakan bahwa seharusnya ada kewajiban untuk memberitahu ancaman
  tersebut kepada korban atau orang tua korban. Tindakan untuk
  melindungi orang ketiga dari kekerasan klien mungkin memerlukan
  pengungkapan rahasia kepada orang yang menjadi sasaran, keluarganya
  atau teman-teman dekatnya, dan terhadap penyelenggara hukum.

  Batasan-Batasan Lain dalam Hal Kerahasiaan

  Meskipun banyak hal mengenai kerahasiaan adalah sah secara hukum,
  ada beberapa batasan yang perlu diklarifikasi. Pada sebagian besar
  pusat konseling, asisten memegang informasi rahasia. Informasi ini
  bisa dalam berbagai bentuk, misalnya memproses formulir asuransi;
  menjadwalkan atau membatalkan janji; menerima pesan lewat telepon,
  dan/atau memproses informasi yang akan diberikan. Dalam situasi yang
  berujung pada opname di rumah sakit, kerahasiaan secara khusus bisa
  dilanggar. Selain itu, kerahasiaan bisa dikompromikan ketika
  konselor berada di bawah pengawasan atau berkonsultasi secara
  profesional dengan konselor lain berkaitan dengan proses perawatan
  atau masalah-masalah etik. Konselor selalu bertanggung jawab
  melindungi identitas klien. Layaknya konselor, setiap profesional
  yang terlibat dalam suatu konseling juga terikat dengan aturan yang
  sama tentang kerahasiaan.

  Kerahasiaan dan Konselor Kristen

  Bagaimana aturan kerahasiaan dalam dunia konseling ini memengaruhi
  orang Kristen? Pertama dan terutama, konselor Kristen seharusnya
  menaati kode-kode etik profesi mereka. Meskipun ini sudah sangat
  jelas bagi para konselor yang memiliki izin profesional, sering kali
  para konselor awam (konselor yang melayani di gereja) masih
  mengalami kebingungan. Apa kewajiban konselor awam dalam memenuhi
  standar etik konseling? Ini tampaknya menjadi pertanyaan yang tidak
  masuk akal, tetapi bagi beberapa orang, ada suatu anggapan bahwa ini
  merupakan batasan-batasan yang dibuat oleh manusia dan mereka tidak
  harus mematuhi peraturan "manusia", hanya peraturan dari Tuhanlah
  yang harus dipatuhi. Dalam beberapa area kehidupan pribadi
  seseorang, hal ini mungkin menjadi masalah, tetapi dalam aturan
  konselor, hukum dan kode etik memberikan tuntunan untuk melindungi
  konseli. Dalam komunitas Kristen, kita berbagi dalaam suasana
  kekeluargaan dan tampaknya cenderung untuk mengungkapkan aspek
  pribadi dalam hidup kita. Salah satu contoh dari keterbukaan ini
  dapat dilihat dalam pokok-pokok doa yang dibagikan dengan cukup
  rinci sehingga kita dapat "berdoa dengan cerdas". Konselor Kristen
  harus berjaga-jaga terhadap godaan untuk menceritakan segala aspek
  "kisah" klien.

  Contoh: Seorang konselor Kristen sedang makan siang dengan seorang
  temannya dan meminta temannya supaya mendoakan salah satu kliennya
  yang sedang mengalami perceraian yang menyakitkan. Konselor ini
  berhati-hati untuk tidak menyebutkan identitas "istri" yang telah
  dia ceritakan. Seorang wanita yang duduk di sebelah mereka
  mendengarkan "cerita" itu, mengetahui setiap rinci cerita, dan tahu
  bahwa orang yang sedang mereka bicarakan adalah saudara
  perempuannya. Dia memberitahukan peristiwa ini kepada saudaranya
  (klien) yang hancur karena dikhianati kepercayaannya. Belakangan ini
  muncul perbedaan dalam bidang hukum terhadap konselor pastoral,
  konselor awam, dan gereja. Penyebab utama hal ini adalah karena
  semakin banyak orang melakukan tindakan hukum untuk menyalurkan
  keluhan-keluhan mereka (hal ini juga benar terjadi pada orang-orang
  Kristen). Gereja tidak lagi bebas dari peraturan hukum. Dalam hukum
  peradilan, konselor diharapkan memberikan perawatan standar yang
  dapat diterima oleh dewan juri yang dianggotai teman-teman
  seprofesinya. Konselor awam harus dibekali dengan kode-kode etik
  yang cukup dan bekerja dalam panduan profesional mereka.

  Hubungan Rangkap

  Konselor memiliki tugas untuk memulihkan klien. Sedapat mungkin,
  konselor harus menghindari masuk dalam hubungan rangkap dengan
  klien. Hubungan rangkap pada dasarnya merupakan keterlibatan dalam
  lebih dari satu peran dengan klien yang sama. Sebagian besar kode
  etik profesional memeringatkan bahaya yang mungkin muncul dalam
  hubungan rangkap ini. Konselor sadar atas posisi mereka yang
  berpengaruh terhadap kliennya, dan mereka menghindari untuk
  memanfaatkan (mengeksploitasi) kepercayaan dan ketergantungan klien.
  Konselor harus selalu mengusahakan agar tidak terjadi hubungan
  rangkap dengan klien yang bisa merusak penilaian profesional atau
  meningkatkan risiko yang membahayakan klien.

  Hubungan rangkap merusak batasan-batasan profesional atau pelayanan
  yang semestinya. Hubungan rangkap merupakan hubungan dua peran atau
  lebih dari satu sehingga dapat membahayakan hubungan konseling.
  Misalnya konseling yang disertai dengan hubungan pribadi,
  persaudaraan, bisnis, keuangan, atau seksual dan romantis. Konselor
  Kristen tidak boleh memberikan konseling kepada anggota gereja yang
  memiliki hubungan pribadi, bisnis, atau pelayanan bersama. Hubungan
  rangkap dengan anggota gereja lain yang menjadi klien kita cenderung
  menyusahkan dan sebaiknya dihindari.

  Eksploitasi

  Mengeksploitasi klien untuk kepentingan pribadi merupakan bahaya
  mendasar dari hubungan rangkap. Meskipun eksploitasi bisa terjadi
  dengan berbagai cara, ada dua faktor utama yang perlu diperhatikan:
  kekuatan yang berbeda dan keintiman. Dalam konteks hubungan
  konseling disebut ketidakseimbangan kekuatan. Konseli mencari
  bantuan kepada konselor yang akhirnya menghasilkan kekuatan yang
  berbeda. Konselor yang menyalahgunakan kekuatan ini (atau penggunaan
  pengaruh yang tak semestinya) adalah konselor yang melanggar kode
  etik. Konselor harus waspada terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang
  mungkin terjadi dan menjaga tanggung jawab mereka terhadap klien.
  Ketika seorang konselor memasuki hubungan terapis dengan klien,
  konselor wajib memulihkan klien dan tidak mengutamakan kepentingan
  pribadi mereka. Salah satu aspek dalam hubungan konseling yang
  membuka pintu eksploitasi adalah keintiman. Keintiman diartikan
  sebagai hubungan dekat yang ditandai dengan tukar pikiran dan
  perasaan secara eksklusif. Dalam hubungan terapis, klien memberikan
  informasi yang sebelumnya belum pernah diceritakan kepada siapa pun.
  Menceritakan masalah pribadi secara mendalam mendorong terjadinya
  proses pemulihan. Konselor mendengarkan dengan cermat dan tidak
  menghakimi klien. Klien memberikan respons dengan bebas dan
  kekaguman terhadap orang yang baik hati dan peduli ini. Bila
  konselor tidak memiliki batasan yang tegas, dia mudah jatuh dalam
  "kekaguman" klien.

  Menjalin hubungan yang dinamis, maka tidaklah mengherankan bila
  hubungan seksual menjadi keluhan peringkat pertama bagi dewan komite
  dan perizinan. Bagaimana konselor menjaga batasan yang sehat dengan
  klien mereka? Tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan konselor;
  segala bentuk keterlibatan seksual selalu tidak beretika. Pembelaan
  yang terpenting adalah dengan membuat persetujuan, yang bisa
  menyatakan bahwa konselor tidak terlibat dalam hubungan sosial
  dengan klien. Bila konselor tertarik kepada kliennya, penting bagi
  konselor tersebut untuk mencari rekan kerja yang bisa dipercaya dan
  berpengalaman untuk mendampingi dia dalam menggali
  perasaan-perasaannya dan membuat pertanggungjawaban. Di beberapa
  kasus terapi pribadi mungkin diperlukan, tetapi dalam keadaan apapun
  konselor harus membereskan perasaannya. Konseling tidak pernah
  melibatkan seks. Bila konselor tidak bisa menyelesaikan perasaannya,
  diperlukan penghentian atau penyelesaian. Perawatan harus dilakukan
  untuk meyakinkan bahwa klien tidak perlu bertanggung jawab -- itu
  adalah masalah konselor.

  Kesimpulan

  Ini merupakan pandangan singkat mengenai kerahasiaan dan hubungan
  rangkap. Sangat disarankan agar konselor, baik itu konselor klinis,
  pastoral, atau awam, untuk terus memperbarui pemahaman mereka
  tentang kode-kode etik dan aturan-aturan resmi yang berkaitan dengan
  profesi mereka. Banyak bengkel kerja, seminar, dan artikel/buku yang
  membahas etika perilaku. Penting untuk diingat bahwa semua profesi
  kesehatan mental menentukan sejumlah pendidikan tertentu dalam
  bidang etik. Meskipun kita bertanggung jawab terhadap profesi kita
  dan kode-kode etiknya, tetapi tanggung jawab tertinggi kita adalah
  kepada Tuhan. Sebagai konselor kristen, kita harus meraih perilaku
  etik yang tertinggi.

  Jacqueline Gatewood, Psy.D adalah asisten profesor di Regent
  University di Virginia Beach, Virginia. Dia ahli dalam etik, sistem
  keluarga, konseling sekolah, dukacita dan kehilangan, dan perceraian
  di usia senja. (t/Ratri)

  Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
  Nama situs: ecounseling.com
  Judul asli artikel: Key Ethical Issues In Christian Counseling
  Penulis: Jacqueline Gatewood, Psy.D
  Alamat URL: http://www.ecounseling.com/articles/623

CAKRAWALA 2 __________________________________________________________

     ATURAN-ATURAN TENTANG KERAHASIAAN DALAM KONSELING KELOMPOK

  Sebagian besar orang sepertinya memahami ungkapan umum, "Apa yang
  dibicarakan di sini, biarlah tetap di sini." Tetapi mereka mungkin
  tidak benar-benar memahami kompleksitas ungkapan ini. Oleh sebab
  itu, penting bagi konselor untuk benar-benar memahami konsep
  kerahasiaan agar dapat menjelaskannya dengan baik kepada kelompok
  konseli.

  Kerahasiaan boleh dilanggar berdasarkan aturan-aturan dan kode etik
  tertentu dalam konseling. Para konselor bersertifikat resmi
  bertanggung jawab untuk menaati prinsip-prinsip tertentu dan harus
  memberitahu para konseli terlebih dahulu mengapa mereka mungkin
  harus melanggar kerahasiaan itu. Hal ini perlu didiskusikan saat
  pertemuan pertama.

  Secara umum, sudah menjadi keharusan koselor untuk melindungi
  kerahasiaan para konseli. Namun, beberapa konseli mungkin tidak
  mengungkapkan beberapa hal jika konselor secara etik harus
  mengungkapkannya kepada orang lain. Oleh sebab itu, akan adil bagi
  para konseli bila mereka terlebih dahulu mengetahui pengecualian
  ini. Berikut beberapa (tidak semua) pengecualian mengapa seorang
  konselor mungkin harus membuka rahasia konseli.

  - Ketika konseli membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain.

  - Ketika konselor meyakini bahwa konselinya yang berusia di bawah 16
    tahun mungkin menjadi korban inses, perkosaan, pelecehan anak,
    atau kejahatan lainnya.

  - Bila konseli membutuhkan pertolongan khusus dari seseorang yang
    telah merawat mereka atau melayani mereka.

  - Ketika konselor mendapat panggilan dari pengadilan.

  Kerahasiaan merupakan sesuatu yang penting untuk membangun relasi
  yang berdasar rasa percaya antara konselor dan konseli. Dan yang
  paling penting, para konseli harus saling percaya. Bila mereka
  mendapati seseorang dalam kelompok sedang membicarakan mereka,
  mereka tidak akan berbicara lagi. Hal ini membuat sesi konseling
  tidak efektif.

  Konselor harus membicarakan cara yang tepat untuk membagikan
  informasi kepada orang lain. Salah satu cara untuk mendiskusikan
  sesuatu adalah jangan membicarakan orang lain. Jangan pernah
  mengungkapkan apa yang telah dikatakan orang lain dalam kelompok dan
  jangan pernah menyebut nama. Salah satu anggota kelompok mungkin
  menyadarinya dan menutup diri. Beberapa orang tidak pernah pulih.

  Untuk bisa memiliki kelompok konseling yang sehat, peraturan ini
  harus dihormati. Tidak akan terjadi terapi yang sejati jika anggota
  kelompok tidak bisa dipercaya dalam hal rahasia-rahasia pribadi
  mereka.

  Kerahasiaan merupakan hal yang sangat sensitif, baik bagi konselor
  maupun anggota kelompok konseli. Lebih baik hal ini sering
  didiskusikan daripada berisiko melanggar kerahasiaan. Lebih baik
  mencari aman daripada menyesal. (t/Ratri)

  Diterjemahkan dari:
  Nama situs: faithclipart.com
  Judul asli artikel: Developing Trust in Christian Group Counseling Through Confidentiality
  Penulis: Sherry Colby
  Alamat URL: http://www.faithclipart.com/guide/christian-counseling/christian-counseling-group-rule-of-confidentiality.html

TIPS _________________________________________________________________

                         MENJAGA KERAHASIAAN

  Kerahasiaan mungkin merupakan masalah etik yang paling sulit dalam
  hubungan pendeta-konseli. Kepercayaan merupakan hal yang penting
  dalam ruang konseling, tetapi mudah pula untuk merusak dan melanggar
  kepercayaan itu. Kita mungkin mendapati diri kita sendiri menghadapi
  dilema kerahasiaan itu dalam setidaknya empat bidang.

  1. Masalah-Masalah Gereja

     Kadang-kadang, persyaratan etik dari peran konselor bertentangan
     secara langsung dengan persyaratan peran pendeta. Misalnya,
     Pendeta Warren tahu bahwa Michael Thomas tidak bisa melayani
     sebagai tua-tua. Bagaimana dia bisa menyampaikan apa yang dia
     ketahui itu kepada panitia pemilihan tua-tua tanpa melanggar
     kerahasiaan hubungan konselingnya dengan Thomas?

     Tidak ada jawaban yang mudah, tetapi salah satu cara yang menurut
     para pendeta merupakan cara yang efektif adalah dengan mengatakan
     seperti ini: "Saya sangat mengenal Michael Thomas, dan saya
     mengetahui masalah yang sedang dihadapinya, sehingga ini bukanlah
     saat yang tepat baginya untuk terlibat dalam peran pelayanan ini.
     Mungkin lain kali kita bisa mempertimbangkan dia, tetapi saat
     ini, tidak bijaksana bila kita memberikan tanggung jawab ini
     kepadanya."

     Tidak perlu menjelaskan masalah yang dimilikinya secara spesifik.
     Dalam pendekatan ini, berbagai komentar tentang kelayakan Thomas
     dalam melayani samar-samar, tidak jelas, dan tidak menghakimi.
     Seseorang mungkin bertanya lebih rinci, tetapi pendeta tidak
     boleh menguraikan pernyataannya yang sebelumnya tadi.

  2. Konsultasi dan Penyerahan

     Meskipun demikian, ada beberapa orang yang kepadanya kita harus
     berbicara secara profesional tentang konseli, namun sebelumnya
     kita harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari konseli.
     Terkadang, kita akan bertemu dengan seseorang yang masalah atau
     persoalannya di luar kemampuan dan keterampilan kita. Karena itu,
     kita perlu berkonsultasi dengan orang lain dari staf pastoral
     atau orang luar.

     Pada awal konseling, kita bisa meminta konseli untuk
     menandatangani pernyataan yang memberi izin kepada kita untuk
     berkonsultasi dengan ahli lain. Ini juga merupakan latihan yang
     baik untuk memberitahu konseli saat kita perlu konsultasi dengan
     ahli lain.

  3. Konseling Keluarga

     Beberapa aspek tersulit dalam hal kerahasiaan muncul dalam
     konseling keluarga. Konseling bisa melibatkan satu atau dua orang
     tua dan satu atau lebih anak-anak, masing-masing dengan
     masalahnya sendiri, dan masing-masing pantas mendapat tanggung
     jawab kita untuk menjaga rahasia mereka. Bahkan ketika keadaan
     membuat kita, sebagai konselor, sangat sedih, yang terbaik
     adalah tidak mengkhianati kerahasiaan.

     Contoh, seorang anak secara rahasia mengatakan kepada pendeta
     bahwa dia kecanduan obat terlarang. Pendeta yang bijaksana dan
     berhati-hati akan sekuat tenaga melakukan apa saja untuk
     mendapatkan izin dari anak tersebut untuk menceritakan yang
     sebenarnya kepada orang tuanya. Namun tanpa izin itu, dia harus
     tetap menjaga rahasia ini, meskipun konseli itu masih anak-anak.

  4. Kurang Hati-Hati

     Kita bisa saja secara tidak sengaja melanggar kepercayaan, karena
     sering kali batasan antara informasi umum dan pribadi itu sangat
     tipis. Misalnya, seorang majelis gereja menjalani operasi di
     rumah sakit. Fakta bahwa dia di rumah sakit mungkin adalah
     informasi umum yang bisa diumumkan di mimbar sehingga jemaat
     dapat turut mendoakan dia. Tetapi penjelasan rinci mengenai
     operasi yang dia jalani harus dirahasiakan kecuali jika orang
     tersebut menginginkan sebaliknya.

     Kadang-kadang, sekalipun dengan maksud yang terbaik, kita
     membeberkan informasi rahasia. Saat itu terjadi, kita perlu
     segera mendatangi orang-orang yang dirugikan dan dengan rendah
     hati mengatakan: "Maaf, ini benar-benar memalukan, dan saya minta
     maaf karena sudah membuat Anda malu." Saat Anda melakukannya,
     yang terjadi adalah konseli akan mengerti ketika mereka menyadari
     bahwa ini adalah kesalahan yang diakui dan kita tidak akan
     mengulanginya lagi lain kali. (t/Ratri)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: Leadership Handbook of Outreach and Care
  Judul asli artikel: Maintaining Confidentiality
  Penulis: Jim Smith
  Penerbit: Bakers Book, Michigan 1994
  Halaman: 275 -- 276

STOP PRESS ___________________________________________________________

                        RALAT e-KONSEL 183

  Dalam Publikasi e-Konsel 183 yang lalu, Redaksi e-Konsel menuliskan
  bahwa LK3 singkatan dari "Layanan Konseling Krisis dan Karier" dan
  Pdt. Julianto Simanjuntak adalah Direktur Institute Konseling LK3
  Jakarta.

  Melalui edisi ini, redaksi memberikan ralat bahwa LK3 adalah
  singkatan dari "Layanan Konseling Keluarga dan Karir" dan saat ini
  Pdt. Julianto Simanjuntak juga menjabat sebagai Direktur Program S2
  Konseling di STT Jaffray, Makassar dan IFTK Jaffray, Jakarta.

  Mohon maaf atas kekeliruan tersebut dan terima kasih atas
  perhatiannya.

  Redaksi e-Konsel

_______________________________e-KONSEL ______________________________
Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih dan Dian Pradana
Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA
INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN
Copyright(c) 2009
YLSA -- http://www.ylsa.org/
Katalog -- http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
silakan kirim ke:
konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
Situs C3I: http://c3i.sabda.org/
Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling

Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org