Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/168

e-Konsel edisi 168 (15-9-2008)

Menangani Anak Sulit Menulis


_______________________________e-KONSEL_______________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
_____________________________________________________________________

EDISI 168/15 September 2008

Daftar Isi:
  = Pengantar: Kemampuan Setiap Anak Berbeda
  = Cakrawala: Disgrafia Pada Anak yang Kesulitan Menulis dan Solusinya
  = TELAGA: 1001 Akal Membantu Anak Belajar
  = Tips: Membantu Anak Disgrafia
  = Surat Anda: Transkrip Artikel Lengkap Mengenai Jodoh

PENGANTAR ____________________________________________________________

 Salam dalam kasih Kristus,

  Sering kali, muncul kasus anak-anak bermasalah karena ketidaktahuan 
  orang tua maupun para pendidik terhadap kemampuan si anak. Masih 
  banyak orang tua yang kurang menyadari bahwa setiap anak tidak 
  memiliki kemampuan yang sama. Kecenderungan untuk membandingkan anak 
  dengan anak lain masih dapat dijumpai dalam pola pendidikan orang 
  tua. Begitu pula dengan kemampuan anak dalam hal menulis.
  
  Jika pada umur tertentu, orang tua mendapati anaknya begitu sulit 
  belajar menulis, biasanya orang tua akan segera mencari tahu apakah 
  anak-anak seumurannya banyak pula yang sulit belajar menulis. Jika 
  dijumpai bahwa sang anak tidak memiliki kemampuan menulis seperti 
  anak-anak pada umumnya, maka tidak jarang orang tua akan memaksa 
  anak dengan keras atau lantas menjadi depresi menghadapi masalah 
  tersebut. Apakah Pembaca terkasih memiliki anak atau mengenal anak 
  dengan kesulitan menulis di usia yang seharusnya sudah dapat menulis 
  dengan lancar?
  
  Nah, jangan lewatkan edisi e-Konsel kali ini, tentang bagaimana Anda 
  dapat menangani anak yang sulit menulis dan bagaimana membantu anak 
  untuk terus bersemangat mengatasi kesulitannya dalam menulis. 
  Kiranya menjadi berkat bagi Pembaca terkasih.
  
  Staf Redaksi e-Konsel,
  Evie Wisnubroto

CAKRAWALA ____________________________________________________________

      DISGRAFIA PADA ANAK YANG KESULITAN MENULIS DAN SOLUSINYA

  KabarIndonesia -- Kesulitan belajar pada anak, bila tidak dideteksi 
  secara dini dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan 
  kegagalan dalam proses pendidikan anak. Kepedulian orang tua yang 
  tinggi dapat membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar anak.

  Riwayat penyakit terdahulu, seperti anak pernah mengalami sakit 
  keras hingga demam tinggi, atau anak terlahir prematur, merupakan 
  faktor risiko terjadinya kesulitan belajar. Gangguan berat akan 
  mudah teridentifikasi, sehingga dapat terdeteksi pada usia dini. 
  Sedangkan pada anak dengan gangguan ringan, mungkin baru 
  teridentifikasi saat usia sekolah.

  Peran dokter anak pada gangguan kesulitan belajar, terutama 
  ditujukan untuk mendeteksi tumbuh kembang anak sesuai dengan tahapan 
  usianya. Umumnya, anak yang berusia 2 atau 3 tahun belum belajar 
  menulis, namun telah menyukai kegiatan menulis walaupun hanya 
  sekadar coretan yang belum bermakna. Ketika memasuki usia sekolah, 
  kegiatan menulis merupakan hal yang menyenangkan karena mereka 
  menyadari bahwa anak yang bisa menulis akan mendapatkan nilai baik 
  dari gurunya.

  Menulis membutuhkan perkembangan kemampuan lebih lanjut dari
  membaca. Perkembangan yang dikemukakan oleh Temple, Nathan, Burns;
  Cly: Ferreiro dan Teberosky dalam Brewer (1992) oleh Rini Hapsari:

  1. Scribble stage.
     Tahap ini ditandai dengan mulainya anak menggunakan alat tulis 
     untuk membuat coretan. Sebelum ia belajar untuk membuat bentuk, 
     huruf yang dapat dikenali.

  2. Linear repetitive stage.
     Pada tahap ini, anak menemukan bahwa tulisan biasanya berarah
     horisontal, dan huruf-huruf tersusun berupa barisan pada halaman
     kertas. Anak juga telah mengetahui bahwa kata yang panjang akan
     ditulis dalam barisan huruf yang lebih panjang dibandingkan
     dengan kata yang pendek.

  3. Random letter stage.
     Pada tahap ini, anak belajar mengenai bentuk coretan yang dapat
     diterima sebagai huruf dan dapat menuliskan huruf-huruf tersebut
     dalam urutan acak dengan maksud menulis kata tertentu.

  4. Letter name writing, phonetic writing.
     Pada tahap ini, anak mulai memahami hubungan antara huruf dengan
     bunyi tertentu. Anak dapat menuliskan satu atau beberapa huruf
     untuk melambangkan suatu kata, seperti menuliskan huruf depan
     namanya saja, atau menulis "bu" dengan sebagai lambang dari
     "buku".

  5. Transitional spelling.
     Pada tahap ini, anak mulai memahami cara menulis secara
     konvensional, yaitu menggunakan ejaan yang berlaku umum. Anak
     dapat menuliskan kata yang memiliki ejaan dan bunyi sama dengan
     benar, seperti kata "buku", namun masih sering salah menuliskan
     kata yang ejaannya mengikuti cara konvensional dan tidak hanya
     ditentukan oleh bunyi yang terdengar, seperti hari "sabtu" tidak
     ditulis "saptu", padahal kedua tulisan tersebut berbunyi sama
     jika dibaca.

  6. Conventional spelling.
     Pada tahap ini, anak telah menguasai cara menulis secara
     konvensional, yaitu menggunakan bentuk huruf dan ejaan yang
     berlaku umum untuk mengekspresikan berbagai ide abstrak.

  Pada anak usia sekolah, perkembangan menulis telah berada pada tahap 
  terakhir, yaitu "conventional spelling". Selain telah dapat menulis 
  dengan huruf dan ejaan yang benar, anak pada usia kelas dua SD telah 
  memerhatikan aspek penampilan visual mereka.

  Beberapa anak mengalami gangguan dalam menulis. Kesulitan menulis 
  ini disebut "disgrafia". Ada beberapa ciri khusus anak dengan 
  gangguan disgrafia, di antaranya adalah:
  
  1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya, 2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih
     tercampur, 3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional, 4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide, 
     pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan, 5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap -- caranya 
     memegang alat tulis sering kali terlalu dekat, bahkan hampir 
     menempel dengan kertas, 6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah
     terlalu memerhatikan tangan yang dipakai untuk menulis, 7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang
     tepat dan proporsional; dan
  8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh
     tulisan yang sudah ada.

  Teori konstruksi sosial Vygotsky (Santroks:2004) memiliki tiga 
  asumsi, yaitu:
  
  1. kemampuan kognitif anak dapat dipahami hanya ketika mereka mampu
     menganalisa dan menginterpretasikan sesuatu, 2. kemampuan kognitif anak dimediasi oleh penggunaan bahasa atau
     kata-kata sebagai alat untuk mentransformasi dan memfasilitasi
     aktivitas mental; dan
  3. kemampuan kognitif berkaitan dengan hubungan sosial dan latar
     belakang sosial budaya.

  Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Vygotsky mengemukakan tiga 
  konsep belajar sebagai berikut.
  
  1. Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu suatu wilayah (range)
     antara level terendah, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak 
     jika tanpa bimbingan, hingga level tertinggi, yaitu kemampuan 
     yang dapat diraih anak jika dengan bimbingan.
  2. Scaffolding, yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan.
  3. Language and thought.

  Aplikasi teori Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua untuk
  membantu anak yang mengalami disgrafia.

  Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Mengidentifikasi masalah disgrafia, terdiri dari:
     a) masalah penggunaan huruf kapital,
     b) ketidakkonsistenan bentuk huruf,
     c) alur yang tidak stabil (tulisan naik turun), dan
     d) ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten.

  2. Menentukan ZPD pada masing-masing masalah tersebut.
     a) ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital.
     b) ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf.
     c) ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf.
     d) ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan.

  3. Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding. Teknik   
     scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut.
     a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang
        tua/guru.
     b. Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan
        mereka.
     c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing
        permasalahan.
     d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak
        menyatakan kembali kriteria tersebut.
     e. Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan
        bantuan.
     f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak.
     g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas 
        pada kesalahan yang banyak dilakukan anak.
     h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak.
     i. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tua/guru.
     j. Mengevaluasi pekerjaan anak.

  Pelatihan tersebut diulang-ulang pada tiap-tiap kesalahan disgrafia
  yang dialami anak hingga terdapat perubahan.
  
  Referensi:

  Santrock, John W. "Educational Psychology". McGraw-Hill Companies.
  
  Hernowo. "Mengimpikan Buku Pelajaran yang Mampu, Menyenangkan dan
  Menyalakan Otak". Disampaikan pada Seminar "Menggagas Buku Pelajaran
  yang Mencerdaskan", 15 Agustus 2006, Penyelenggara Direktorat
  Pendidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama,
  Jakarta.

  Soedijarto. "Mana Lebih Penting, Pendidikan Dasar atau Lanjutan?"
  Tabloid Nakita No. 266/VI/8 Mei 2004.

  "Penilaian Perkembangan Anak Didik di TK". Dalam Jurnal Pendidikan 
  dan Kebudayaan Disdik Prop. Banten Edisi keempat TH.III Vol.IV/2003.

  Sekartini, Rini. "Hal-Hal yang Sepatutnya Dikuasai Balita". Tabloid
  Nakita No. 203/IV/22 Februari 2003.

  Bahan diambil dan disunting seperlunya dari:
  Nama situs: KabarIndonesia.com
  Penulis: Intan Irawati
  Alamat URL: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20080718135102

TELAGA _______________________________________________________________

                    1001 AKAL MEMBANTU ANAK BELAJAR

  Anak kita memiliki ciri perkembangannya yang khas dalam belajar pada
  tiap masa kehidupannya.

  Sebagai orang tua, kita dapat menjadi penolong yang jauh lebih 
  efektif bila kita memahami apa yang dibutuhkan anak kita sesuai 
  dengan masa pertumbuhannya. Berikut akan kami sampaikan beberapa hal 
  yang dapat kita lakukan agar anak-anak kita dapat menguasai 
  keterampilan belajar secara lebih optimal. Pada saat yang sama, kita 
  pun dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang sering terjadi. Dalam 
  banyak hal, karena kurangnya pemahaman, banyak orang tua tanpa 
  disadari justru menghambat tumbuhnya keterampilan belajar pada 
  anak-anaknya.

  Masa Prasekolah

  Pada masa prasekolah, yang paling penting bagi seorang anak adalah
  belajar mengenai bagaimana cara belajar, bukan sekadar belajar isi
  materi pelajaran. Untuk itu, orang tua dapat membantu melatih anak
  dengan beberapa cara, antara lain:

  1. Melatih anak memulai dan menyelesaikan pekerjaan.
     Biarkan anak memilih permainan atau kegiatan tanpa didikte
     orang tua. Beri kesempatan kepada anak untuk melakukan
     kegiatannya sampai selesai dan membereskan apa yang sudah dia
     kerjakan. Usahakan untuk tidak memotong permainan atau kegiatan
     anak dengan memberikan usulan lain. Biarkan dia menekuni apa yang
     sedang ia mainkan atau lakukan.

  2. Melatih anak mengerjakan tugas sendiri.
     Hal ini ternyata harus dimulai sejak anak masih bayi. Ketika dia
     sudah mulai dapat menikmati mainan-mainan sederhana di
     ranjangnya, orang tua yang baru pertama kali punya anak biasanya
     akan sangat terdorong untuk selalu menemaninya bermain.
     Sesungguhnya, anak perlu dilatih untuk mengisi waktunya sendiri
     dan bermain sendiri. Kebiasaan untuk selalu menemani bayi bermain
     dapat menciptakan kebergantungan pada orang lain. Kebiasaan ini
     dapat terus melekat menjadi pola belajar yang juga sangat
     bergantung pada orang lain.

  3. Melatih anak menyukai baca dan tulis.
     Membaca dan menulis adalah dasar dari semua keterampilan belajar.
     Dengan keterampilan baca dan tulis yang baik, anak dapat masuk ke
     dalam berbagai bidang pelajaran. Oleh sebab itu, sejak kecil
     tanamkan minat baca dan tulis yang besar. Biarkan anak 
     membolak-balik buku-buku atau mencoret-coret kertas. 
     Sering-seringlah memberi pujian. Kegiatan ini jauh lebih 
     bermanfaat daripada permainan-permainan elektronik yang tampaknya 
     lebih menarik. Ajaklah anak ke perpustakaan atau toko buku secara 
     rutin dan biasakan untuk mengalokasikan dana untuk membeli buku 
     sebanyak dana untuk membeli mainan. Bacakan cerita-cerita menarik 
     dengan buku di tangan. Sediakan buku-buku menarik sebanyak 
     mungkin segera setelah anak mulai dapat membaca. Terus kembangkan 
     minat anak untuk menulis dengan memberi kesempatan melatih 
     kemampuan motoriknya untuk mencoret-coret atau menyusun 
     abjad-abjad menjadi kata-kata sederhana yang bermakna.

  Masa Sekolah Dasar

  Masa sekolah dasar merupakan masa sangat penting bagi anak-anak 
  untuk mengembangkan dasar-dasar pola belajar yang sudah ditanamkan 
  pada masa prasekolah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan orang 
  tua untuk membangun keterampilan belajar anak-anaknya antara lain 
  sebagai berikut.

  1. Kembangkan kemampuan baca dan tulis.
     Terus ciptakan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kemampuan
     baca dan tulisnya. Di tengah kesibukan anak dengan pelajaran
     sekolah dan kesibukan orang tua dengan pekerjaan, kebiasaan untuk
     berkunjung ke perpustakaan perlu terus dihidupkan. Banyak
     orang tua hanya bersemangat pada masa prasekolah. Ketika anak
     sudah di sekolah dasar, kebiasaan baik ini justru ditinggalkan.
     Lebih baik anak mendapat nilai PR pas-pasan, akan tetapi program
     ini tetap berlangsung. Jika anak terus dipaksa mengerjakan PR dan
     beban lainnya sehingga tidak sempat membaca dan menulis hal yang
     ia sukai, anak akan kehilangan sukacita belajar yang justru
     sangat penting bagi kehidupannya. Dorong semangat anak menulis
     dengan cara mengirimkan tulisan untuk majalah dinding sekolah
     atau majalah anak-anak, atau memperkenalkan dengan sahabat pena.

  2. Bantu anak membangun pola belajar mandiri.
     Pola belajar mandiri harus dimulai dengan menyusun jadwal belajar
     sendiri. Buatlah suatu papan jadwal dengan kartu-kartu kegiatan.
     Pada tahap awal, temani anak untuk menyusun rencana hariannya
     sehingga ia dapat memutuskan sendiri kapan mengerjakan
     kewajibannya dan kapan dia memunyai waktu bersantai atau
     mengerjakan apa yang ia sukai. Dengan demikian, anak tidak merasa
     didikte. Anak juga akan belajar untuk mengerjakan apa yang
     disukai dan apa yang tidak disukai, namun harus dikerjakan.
     Perlahan-lahan, latihlah anak untuk mendahulukan tugas yang sulit
     sehingga dia tidak perlu cemas dan tegang pada malam hari karena
     tugas belum selesai.

  3. Ajarkan anak ketekunan dan ketelitian.
     Beberapa orang tua mengatakan bahwa sekolah umumnya hanya
     memberikan materi pelajaran, tetapi tidak mengajarkan cara
     belajar yang baik yang akan menumbuhkan ketekunan dan ketelitian.
     Anak harus dilatih untuk tekun, yaitu dengan memberi kesempatan
     pada anak untuk menyelesaikan sendiri pekerjaan yang mampu dia
     lakukan. Perasaan puas dengan hasil pekerjaan sendiri merupakan
     suatu perasaan penting bagi anak untuk tumbuhnya ketekunan. Akan
     sulit bagi anak untuk menumbuhkan ketekunan jika dia merasa
     tugas-tugas yang dihadapi terlalu sulit untuk diselesaikan. Sebab
     itu, jika PR terlalu banyak atau sulit, orang tua harus
     membicarakan hal ini dengan pihak sekolah. Ketelitian juga dapat
     ditumbuhkan dengan cara meminta anak memeriksa sendiri apa yang
     sudah dikerjakannya. Untuk pertama kali, dapat dibuat suatu
     perjanjian, misalnya: "Jika jawaban soal-soal kali ini dikerjakan
     tanpa salah, besok Mama yang periksa. Kalau ada kesalahan satu
     saja, kita periksa bersama-sama. Tetapi jika soal kali ini ada
     kesalahan lebih dari satu, besok kamu harus periksa sendiri, baru
     setelah itu Mama yang periksa." Setelah anak periksa sendiri
     masih ada kesalahan, orang tua jangan langsung menunjukkan
     kesalahan, tapi beri kesempatan satu kali lagi untuk ia periksa
     sendiri.

  4. Berikan fasilitas belajar yang dibutuhkan untuk mengerjakan 
     PR-nya.
     Seperti juga ketika kita masih kecil, anak-anak kadang membuat
     orang tua frustasi dengan mengatakan, "Pa, besok saya harus
     membawa kapas tiga gulung untuk proyek di sekolah." Dan dia
     mengatakannya pada pukul 12.00 malam ketika kita sudah memakai
     baju tidur. Mary Leonhardt menganjurkan agar situasi pada saat
     itu tidak dipakai untuk mengajar anak tentang tanggung jawab.
     Saat itu adalah saatnya menunjukkan kepada anak bahwa Anda pun
     melihat pekerjaan rumahnya sangat penting, seperti yang ia
     rasakan. Tanpa perlu marah-marah, gantilah baju dan carilah 
     apotik 24 jam untuk mendapatkan kapas tersebut. Tanpa Anda perlu 
     katakan dengan nada marah, anak akan berkata dalam hatinya, "Lain 
     kali aku akan lebih teliti mempersiapkan tugasku, sehingga Papa 
     tidak perlu serepot ini." Jika Anda tidak yakin anak menyadari 
     hal itu, katakan esok harinya: "Papa akan lebih senang jika kamu
     memerhatikan tugas lebih awal, sehingga kita dapat mempersiapkan
     lebih baik."

  5. Berikan hadiah dengan bijaksana.
     Hadiah akan mengajarkan anak suatu nilai. Jika Anda memberikan
     hadiah pada prestasi anak, maka dia akan belajar bahwa yang
     bernilai adalah prestasi. Tapi jika Anda memberikan hadiah pada
     proses, maka dia akan belajar bahwa proses lebih bernilai
     daripada prestasi. Mary Leonhardt menganjurkan agar orang tua
     memberikan hadiah bukan pada prestasi, tapi proses. Misalnya
     dengan mengatakan, "Kamu boleh main sepeda keliling rumah setelah
     mengulang pelajaran selama lima belas menit." Atau Anda dapat
     memberikan pelukan dan pujian setelah anak memainkan lagu yang
     sulit di pianonya sebanyak tiga kali sekalipun pada kali yang
     ketiga masih banyak kesalahan. Pujilah untuk kemampuan dia
     bertahan lama dalam belajar lebih daripada ketika dia berhasil
     mendapatkan nilai sepuluh dalam ulangan.

  Masa Remaja

  Pada masa remaja, ketika anak masuk ke SMP, cara orang tua untuk
  membimbing anaknya akan berubah 180 derajat. Jika pola yang
  diterapkan pada usia SD tetap diteruskan, hasilnya justru lebih
  sering kurang efektif atau bahkan akan gagal total. Untuk itu,
  orang tua perlu sangat hati-hati pada masa remaja ini sehingga dapat
  terus menjadi penolong bagi anaknya. Beberapa kiat yang dapat
  diterapkan pada masa ini antara lain sebagai berikut.

  1. Jangan terlalu banyak menanyakan tugas anak.
     Kalau pada masa SD, anak sangat butuh dikontrol, ditanya, dan
     dibimbing, pada masa remaja hal ini justru dapat menimbulkan
     penolakan yang luar biasa. Anak yang memasuki masa remaja umumnya
     merasa sangat risih jika orang tua terlalu banyak ikut campur,
     apalagi sampai menanyakan apa yang dilakukan anaknya kepada
     teman-temannya atau guru-gurunya. Pada masa ini, orang tua harus
     lebih banyak memberikan kebebasan pada anak untuk belajar secara
     mandiri, bahkan untuk bergumul dengan kegagalan maupun
     keberhasilan.

  2. Berikan bantuan jika diminta dan usahakan bantuan seminimal
     mungkin.
     Orang tua perlu membantu jika anak meminta bantuan. Tetapi
     prinsipnya, jangan sampai anak tergantung kepada kita dalam
     mengerjakan tugasnya. Berikan bantuan seperlunya saja. Bantuan
     tidak harus langsung untuk memecahkan masalah. Kadang-kadang,
     kita hanya perlu memberi rangsangan agar dia dapat memecahkan
     masalahnya sendiri. Berikan rangsangan supaya bukan selalu Anda
     yang mengajari anak, tetapi bagaimana anak mengajari Anda.

  3. Jangan sepelekan masalah emosi, kesehatan, dan status sosial.
     Menurunnya prestasi belajar tidak selalu karena kemampuan
     intelektual yang kurang atau karena kemalasan. Anak remaja banyak
     diganggu oleh masalah emosi dalam pergaulan, kesehatan, atau
     konflik di antara kelompok mereka. Orang tua perlu mendampingi
     anak sebagai pendengar yang baik dan mencoba untuk memahami
     pergumulan mereka di luar lingkup kegiatan belajar di sekolah.
     Kadang-kadang tanpa menyinggung masalah nilai prestasi, anak 
     dapat meningkat karena ia merasa sebagian beban hidupnya sudah 
     dipikul bersama kedua orang tuanya.

  4. Hargai minat dan bakat anak.
     Anak tidak harus selalu mendapat nilai bagus dalam semua bidang.
     Jika anak lebih berminat pada matematika dan tidak memunyai bakat 
     dalam pelajaran bahasa, kita harus memberikan peluang kepada anak 
     untuk lebih menekuni matematika dan rela hati menerima nilai 
     bahasa yang tidak setinggi nilai matematika. Arahkan anak untuk 
     memilih jurusan yang sesuai dengan bakatnya dan menghargai 
     minatnya itu. Jika anak memilih jurusan sesuai minatnya, 
     kemungkinan untuk berprestasi jauh lebih besar dibandingkan jika 
     dia memilih jurusan yang hanya sekadar memenuhi keinginan hati 
     orang tua. Anak yang memilih jurusan yang bukan pilihannya 
     sendiri cenderung bermasalah karena hatinya memberontak dan tidak 
     puas.

  Kiranya kiat-kiat di atas dapat membawa manfaat bagi Anda dan dapat
  memberi tambahan bekal dalam mendampingi anak-anak agar mereka dapat
  menguasai pola belajar yang efektif dan bertumbuh menjadi 
  pribadi-pribadi yang mandiri.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Nama situs: TELAGA
  Penulis: Ev. Anne Kartawijaya, M.Div
  Alamat URL: http://www.telaga.org/artikel.php?membantu_anak_belajar.htm

TIPS _________________________________________________________________

                       MEMBANTU ANAK DISGRAFIA

  Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak
  dengan gangguan ini.

  1. Pahami keadaan anak.
     Sebaiknya orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan 
     keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk 
     tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. 
     Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang 
     tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika 
     memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau 
     bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk 
     memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, 
     bukan tulisan.

  2. Menyajikan tulisan cetak.
     Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk
     belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer
     atau mesin ketik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar
     dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak
     bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui
     kesalahannya.

  3. Membangun rasa percaya diri anak.
     Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak.
     Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu
     akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang
     tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya
     dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

  4. Latih anak untuk terus menulis.
     Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan
     tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan
     tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat
     untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk
     orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan
     menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak
     tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

  Diambil dari:
  Nama situs: tabloid-nakita.com
  Penulis: Marfuah Panji Astuti
  Alamat URL: http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05233-02.htm
 

SURAT Anda ___________________________________________________________

  Dari: suriyadi 
  >Halo, nama saya Evi. Saya tertarik dengan artikel TELAGA No. 24B
  >mengenai jodoh di tangan Tuhan oleh Pdt. Paul, dan ingin 
  >mendapatkan transkrip lengkap melalui email.
  >Saya sangat berterima kasih atas artikel ini yang sangat
  >menginspirasi serta memberi jawaban atas kebingungan saya selama
  >ini. Semoga Tuhan memberkati anda dan para pelayan Tuhan yang lain.
  >Salam hangat.
  >Evi

  Redaksi:

  Puji Tuhan, ringkasan transkrip TELAGA No. 24B yang kami sajikan di
  e-Konsel Edisi 057 bisa menjadi berkat bagi Anda. Anda juga bisa
  membaca topik-topik menarik lainnya mengenai perjodohan/pasangan
  hidup di situs TELAGA, silakan Anda berkunjung ke:

  http://www.telaga.org/

  Berikut kami kirimkan transkrip lengkap seperti yang Anda minta.
  ==cut==

_______________________________e-KONSEL ______________________________

Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Evie Wisnubroto
Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA
INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN
Copyright(c) 2008
YLSA -- http://www.ylsa.org/
Katalog -- http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
silakan kirim ke:
konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
Situs C3I: http://c3i.sabda.org/
Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org