Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/129

e-Konsel edisi 129 (1-2-2007)

Pasangan yang Tidak Seiman


                               e-KONSEL
======================================================================
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
======================================================================

Daftar Isi:
  = Pengantar  : Bulan Kasih Sayang
  = Cakrawala  : Teman Hidup yang Dikenan Allah
  = TELAGA     : Hidup dengan Pasangan yang Tidak Seiman
  = Tanya Jawab: Bolehkah Berpacaran atau Menikahi Orang
                 Bukan Kristen?
  = Surat Anda : Mungkinkah Kita Salah Memilih Pasangan Hidup?


                ========== PENGANTAR REDAKSI ==========

  Banyak orang yang menganggap bulan Februari sebagai bulan kasih
  sayang. Anggapan ini memang tidak salah. Setiap tanggal 14 di bulan
  kedua tahun Masehi ini dirayakan hari Valentine atau hari kasih
  sayang. Banyak pasangan-pasangan muda yang turut merayakan hari
  istimewa ini. Ada juga yang beranggapan bahwa hari Valentine tidak
  boleh dilewatkan begitu saja karena pada hari itu saat yang tepat
  bagi mereka untuk benar-benar menunjukkan kasih sayang kepada
  pasangan.

  Masalah kisah cinta, pasangan hidup, dan pernikahan memang tidak
  pernah habis apalagi membosankan untuk dibahas. Bertepatan dengan
  momen Valentine, dua edisi e-Konsel di bulan ini akan menyajikan
  topik, Pasangan yang Tidak Seiman dan Tatkala Tidak Direstui Orang
  Tua. Dua masalah ini sering dihadapi para muda-mudi Kristen ketika
  bergumul untuk menemukan pasangan hidup mereka.

  Di edisi Pasangan yang Tidak Seiman ini, kami pilihkan artikel yang
  mengulas bagaimana sebaiknya orang Kristen memilih pasangan
  hidupnya. Dalam dua tanya jawab berikutnya diulas alasan mengapa
  orang Kristen tidak boleh menikah dengan orang yang bukan Kristen
  sekaligus cara menyikapinya jika hal ini sudah terlanjur terjadi.
  Bagi Anda yang sedang bergumul mengenai pasangan hidup Anda, kiranya
  sajian ini dapat menolong Anda. Selamat menyimak, Tuhan Yesus
  memberkati.

  Redaksi e-Konsel,
  Ratri


                   ========== CAKRAWALA ==========

                    TEMAN HIDUP YANG DIKENAN ALLAH

  "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan
  orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara
  kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu
  dengan gelap?" (2 Korintus 6:14)

  Seiring dengan bertambahnya usia, kebutuhan emosional manusia
  semakin bertambah. Ketika seseorang memasuki usia remaja, ia mulai
  mendambakan kasih yang lain selain dari orang tuanya. Oleh karena
  itu, ketertarikan kepada lawan jenis adalah hal yang wajar.

  Pembicaraan tentang teman hidup tidak hanya menarik dan penting,
  tetapi terkadang juga rumit. Jika kita mendefinisikan teman hidup
  sebagai sekadar teman ke pesta, nonton, makan, antar-jemput atau
  diskusi, hal ini tidaklah terlalu penting sehingga perlu dipikirkan
  masak-masak. Cukup suka sama suka dan dipertahankan selagi masih
  mau. Namun, tidak demikian bila kita berbicara tentang seseorang
  yang kelak akan menjadi suami atau istri kita. Hal ini akan menjadi
  masalah yang penting, bahkan sangat penting.

  Pernikahan adalah keputusan yang sangat penting sebab menyangkut
  seluruh kehidupan kita secara permanen. Karena kita tidak dapat
  bercerai setelah mengucapkan janji pernikahan di depan altar saat
  menikah, setiap orang Kristen harus menyelidiki dengan saksama apa
  yang Allah katakan tentang hal ini dalam firman-Nya.

  Berpacaran merupakan masa yang penting bagi sepasang kekasih untuk
  saling mengenal. Selain membutuhkan waktu, pengenalan satu dengan
  lainnya juga membutuhkan kehati-hatian. Sebelum mulai berpacaran ada
  beberapa hal yang harus kita gumulkan atau perhatikan sebagai
  persiapan, sebagaimana diuraikan di bawah ini.

  1. Kita harus mengetahui dan menentukan apa yang penting dan
     berharga bagi hidup kita.

     Yang terutama tentu saja Kristus. Selain itu, ada hal-hal lain
     yang kita anggap penting, yang berbeda antara satu orang dengan
     orang lain. Hal-hal itu menjadi sesuatu yang menentukan arah
     hidup orang tersebut. Hal-hal berharga tersebut, misalnya
     pendidikan tinggi, karier, sahabat, keluarga, gereja,
     persekutuan, kebersamaan, komputer, buku, dll. Hal ini perlu
     diperhatikan tatkala kita akan memilih pribadi yang akan menjadi
     pendamping kita. Memang ini bukan harga mati yang tidak mungkin
     berubah. Tetapi hal ini akan menolong kita dalam memilih teman
     hidup yang searah dengan perjalanan yang kita rindukan, mau
     mendukung, atau menolong kita menemukan arah baru yang lebih
     tajam dan sesuai dengan jati diri kita.

     Gumulkan dan doakanlah, apakah kita perlu dan ingin melalui
     perjalanan hidup kita seorang diri atau bersama dengan orang
     lain. Singkatnya, manakah panggilanku: menikah atau membujang.

     Kita adalah umat yang dipanggil untuk melayani dan melaksanakan
     kehendak Allah, bukan melayani diri dan perasaan kita sendiri.
     Demikian juga dalam mencari teman hidup. Berhati-hatilah dengan
     lagu-lagu pop, novel-novel, film, dan figur cinta yang ditawarkan
     dunia. Ada yang membangun, meneguhkan, dan membawa pada landasan
     berpikir yang benar. Tetapi tidak sedikit yang menghancurkan,
     melayani perasaan belaka, dan berdasarkan pola pikir duniawi.

     Jika sebelumnya kita pernah berpacaran, janganlah terpaku pada
     cinta yang lama. Jangan membanding-bandingkan, tetapi katakanlah,
     "Selamat datang realita" kepada hubungan baru yang kita bina.
     Biarkan masa lalu mengambil perannya sebagai cerita dan
     pengalaman.

  2. Sekarang, siapa yang akan kita pilih untuk menjadi kekasih kita?

     Yang kita cari adalah teman hidup, kawan seperjalanan di
     sepanjang kehidupan yang kita titi, bukan pemanis hidup. Pribadi
     yang tepat, bukan sekadar pribadi yang dapat membuat hidup kita
     ceria, manis, dan indah. Pribadi yang tepat adalah pribadi yang
     dapat menjadi pendamping dalam menghadapi tantangan hidup dan
     membawa kita menemukan serta berani melaksanakan kehendak Allah.
     Ada beberapa hal yang dapat menolong kita untuk mengetahui apakah
     "si dia" pilihan Allah atau bukan.

     Yang terutama adalah orang Kristen hanya dapat menikah dengan
     orang Kristen lainnya (2 Korintus 6:14-16). Larangan ini
     diberikan Allah karena Allah mengasihi anak-anak-Nya dan tidak
     ingin anak-anak-Nya menderita. Menikah untuk menginjili seseorang
     dan memenangkan jiwanya pada dasarnya merupakan alasan yang
     dicari-cari. Alkitab tidak pernah memerintahkan kita untuk
     memenangkan seseorang dengan menikahinya. Sebaliknya, kita
     diperintahkan untuk tidak menikahinya (Nehemia 13:26-27; Keluaran
     34:16; Ulangan 7:3; 2 Korintus 6:14,15). Karakter atau budi
     pekerti lebih penting daripada daya tarik fisik. Dengan kata
     lain, isi lebih penting daripada bungkusnya. Amsal 31:10-31
     menunjukkan hal ini.

  3. Tentukan kepribadian dan karakter orang yang kita harapkan dalam
     doa dan pergumulan yang sungguh-sungguh.

     Pencarian kehendak Allah dimulai saat kita menentukan hal ini.
     Mintalah supaya keinginan Allah yang menjadi keinginan kita.
     Doakan terus-menerus. Akan sangat membantu bila kita menuliskan
     karakter dan kepribadian itu di atas secarik kertas dan
     menyimpannya di tempat yang mudah kita jangkau setiap kita
     memerlukannya, misalnya dalam Alkitab. Lihatlah beberapa
     kemungkinan, jangan tergesa-gesa menentukan pilihan hanya dari
     satu orang. Pakailah akal budi yang Allah berikan. Perhatikan
     apakah ia sepadan dengan kita ditinjau dari segi penyerahan
     dirinya kepada Allah, kedewasaan iman, segi emosional,
     intelektual, usia, pendidikan, latar belakang keluarga dan visi
     hidup. Adakah kesamaan minat, bakat, dan sifat sehingga dapat
     saling mengisi dan mendukung? Mintalah nasihat dari orang-orang
     Kristen lainnya yang memiliki kedewasaan rohani.

  Selain itu, perlu juga diungkapkan di sini bahwa berpacaran bukanlah
  kesempatan untuk menikmati seks. Kita akan rugi besar karena
  kenikmatan-kenikmatan sesaat akan mengaburkan mata dan pikiran kita
  dalam menjatuhkan keputusan pada pilihan yang tepat. Seks memang
  indah, tetapi porsi seks letaknya setelah kita menikah. Ingat,
  sesuatu yang indah akan menjadi lebih indah bila pada waktunya.

  Saat berpacaran bukan sekadar saat menikmati masa muda dengan orang
  yang kita kasihi. Saat berpacaran adalah saat mempersiapkan masa
  depan kehidupan kita -- masa kehidupan pernikahan kita. Dasar-dasar
  kehidupan kita yang akan datang diletakkan saat kita berpacaran.

  Selain mengenal pribadi yang kelak akan menjadi suami atau istri,
  kita juga belajar membina hubungan yang positif. Kita belajar setia,
  saling percaya, berkomunikasi dengan baik, saling menyesuaikan diri,
  saling mengisi, saling mendukung, saling menghargai, saling
  mengungkapkan perasaan (marah, sedih, senang, sayang, dsb), dan yang
  tak kalah pentingnya adalah belajar menumbuhkan cinta. Hal ini
  penting, terutama bila "badai" menghantam hubungan yang kita bina.
  Pada saat seperti ini, mungkin pertimbangan-pertimbangan rasional
  tentang betapa baiknya "si dia" kurang mampu mengikat sepasang
  kekasih.

  Hubungan yang bertumbuh dalam cintalah yang dapat memelihara ikatan
  itu. Dalam masa berpacaran kita harus menemukan apakah ia adalah
  pribadi yang pantas bagi kita atau tidak, apakah hubungan ini
  seimbang dan baik atau tidak. Kita juga harus menemukan hal-hal yang
  tak tergantikan dalam hubungan ini. Hal-hal yang kita inginkan dan
  kita pilih, yang tidak kita dapati dari orang lain atau hubungan
  yang lain.

  Seiring bergulirnya waktu, kita akan mendapatkan jawaban apakah
  pilihan kita adalah pilihan yang tepat. Diiringi doa sepanjang jalan
  dan pada setiap langkah dalam hubungan ini, carilah jawaban
  pertanyaan di bawah ini dengan hati nurani yang jujur.

      * Apakah aku bangga dengan pilihanku?
      * Apakah aku bahagia dan memiliki damai sejahtera karena
        hubungan ini?
      * Apakah hubungan ini menjadi berkat bagi aku, ia, kami, dan
        orang lain?

  Jika dengan sepenuh hati Anda menjawab "ya", Anda telah menemukan
  teman hidup yang tepat.

  Bersyukurlah dan nikmati karunia yang luar biasa ini. Persembahkan
  hubungan ini untuk kemuliaan Tuhan.

  Bahan diambil dan diedit seperlunya dari:
  Milis Ayah Bunda
  Artikel ini juga dapat Anda baca di Situs C3I dengan URL:
 http://c3i.sabda.org//kategori/pranikah-pernikahan/isi/?id=46&mulai=70
 http://c3i.sabda.org//kategori/pranikah-pernikahan/isi/?id=47&mulai=70
 http://c3i.sabda.org//kategori/pranikah-pernikahan/isi/?id=48&mulai=70


                     ========== TELAGA ==========

  Memilih pasangan hidup bukanlah hal yang mudah, namun juga bukan
  hal yang sulit jika kita mau mengikuti aturan-aturan yang telah
  Tuhan tetapkan. Sebagai orang Kristen, salah satu aturannya, kita
  hanya boleh menikah dengan sesama orang percaya atau yang seiman.
  Lalu, bagaimana jika kita sudah terlanjur menikah dengan orang yang
  belum percaya? Jika hal ini terjadi pada Anda, berikut ini
  ringkasan langkah-langkah yang diberikan oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
  untuk menyikapinya.

               HIDUP DENGAN PASANGAN YANG TIDAK SEIMAN

  T : Bagaimana kalau kami sudah terlanjur menikah dengan pasangan
      yang tidak seiman?

  J : Memang masalah ini sering kali menjadi dilema; tidak jarang pula
      menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Ada kasus-kasus yang
      seperti ini, yang satu Kristen sungguh-sungguh tahu apa yang
      menjadi kehendak Tuhan. Ia tahu kalau Tuhan tidak menginginkan
      dirinya menikah dengan yang tidak seiman. Tapi karena terlanjur
      cinta, ia memudahkan masalah, memilih tidak menaati Tuhan,
      akhirnya menikah. Setelah menikah, muncullah rasa bersalah
      karena menikah dengan pasangan yang tidak seiman. Rasa bersalah
      ini kemudian mendorong pihak yang percaya untuk membujuk
      pasangannya yang tidak seiman dengannya untuk ikut ke gereja,
      ikut beribadah, dan sebagainya. Tapi masalahnya, mereka berdua
      menikah dengan suatu kesepakatan dan pengertian bahwa mereka
      berdua memang tidak memiliki iman yang sama. Otomatis pihak yang
      tidak seiman merasa jengkel karena hal ini tidak pernah
      dipersoalkan sebelumnya. Setelah menikah, pasangannya malah
      memaksa dirinya untuk ikut ke gereja dan lain sebagainya. Tidak
      jarang hal ini membuahkan pertengkaran; yang percaya makin
      frustrasi dan malah menuduh pasangannya tidak mau beriman kepada
      Tuhan, sedangkan pihak yang satunya makin marah.
------
  T : Katakan kondisinya sudah seperti itu, bagi pihak yang beriman
      apa yang harus dia lakukan?

  J : Surat 1Petrus 3:1-7 memberi kita petunjuk bagaimana harus
      bersikap pada pasangan kita yang tidak seiman. Yang dibicarakan
      dalam ayat ini memang suami yang tidak beriman dan istrinya
      yang beriman. Rupanya inilah keadaan di sekitar Petrus ketika ia
      menuliskan suratnya; banyak istri yang mempunyai suami yang
      tidak beriman. Ketika mereka menikah, dua-duanya bukan orang
      Kristen, tetapi dalam perjalanan pernikahan, akhirnya si istri
      itu bertobat.

      Apa yang dinasihatkan oleh Rasul Petrus? Yang pertama dikatakan
      oleh firman Tuhan, "Demikian juga kamu hai istri-istri tunduklah
      kepada suamimu". Di ayat yang ke tujuh dikatakan, "Juga kamu hai
      suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu, hormatilah
      mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia". Dengan kata
      lain, yang harus dilakukan adalah menunaikan kewajiban
      masing-masing, baik sebagai istri maupun sebagai suami. Kalau
      engkau suami dan istrimu bukan orang yang percaya pada Tuhan
      Yesus, Tuhan memintamu tetap menghormati si istri. Tugas lain
      bisa kita baca di Efesus 5, yaitu kasihilah istrimu, itu tugas
      suami. Otomatis Tuhan juga meminta para istri untuk menghormati
      suaminya. Jadi, tunaikan kewajiban sebagai seorang istri, tunduk
      kepada suami. Tuhan menginginkan agar kita tetap menunaikan
      kewajiban kita sebagai istri maupun suami.
------
  T : Apa lagi yang disampaikan oleh firman Tuhan?

  J : Selanjutnya, firman Tuhan berkata, jika ada di antara mereka
      yang tidak taat kepada firman Tuhan, tanpa perkataan pun mereka
      dapat dimenangkan oleh kelakuan istrinya jika mereka melihat
      bagaimana murni dan salehnya hidup istri mereka itu. Prinsip
      kedua, hematlah dalam berkata-kata. Alkitab berkata atau
      berbunyi tanpa satu kata pun, itu sebetulnya arti harafiahnya,
      "tanpa satu kata pun engkau bisa memenangkan suamimu". Bukankah
      kata-kata juga lebih sering memancing perdebatan dan perdebatan
      jarang sekali membawa orang mengenal Tuhan yang benar? Dalam
      setiap perdebatan, manusia selalu ingin menang. Kita tidak siap
      untuk melihat di mana kekurangan kita. Kita hanya ingin menang,
      apa pun caranya. Makanya firman Tuhan berkata, jika ada di
      antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa
      perkataan dimenangkan oleh kelakuan istrinya atau suaminya.
------
  T : Ada nasihat lain?

  J : Hal ketiga adalah hiduplah dengan saleh. Artinya, kehidupan kita
      harus lebih baik daripada kehidupan pasangan kita yang tidak
      seiman. Contohnya, jika orang yang menamakan dirinya rohani,
      orang Kristen, tapi tidak bisa menahan diri ketika marah,
      mengumbar-umbar kemarahannya, pasangannya yang tidak seiman akan
      sangat sulit sekali menerima berita Injil. Jadi, hidup orang
      yang mau memberitakan Injil kepada pasangannya harus lebih baik
      dari orang yang tidak seiman itu. Kalau tidak, pihak yang tidak
      seiman akan sulit menerima perkataan kita.
------
  T : Seperti apa bentuk atau wujud kehidupan saleh lain yang riil
      supaya kita hidup lebih baik?

  J : Firman Tuhan menyambung di dalam pasal tiga ayat empat, "Tetapi
      perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan
      perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah
      lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah."
      Nasihat Tuhan bagi istri adalah pertahankanlah atau
      perlihatkanlah roh lemah lembut, artinya roh yang tidak kasar
      dan roh tenteram; roh yang tidak argumentatif. Istilah ini dalam
      bahasa Inggris disebut "quiet spirit", yaitu jiwa yang tenang,
      yang tidak mau marah-marah, berdebat, berdalih, bersitegang,
      ataupun bersilat lidah. Seorang wanita yang bisa menjaga emosi
      dan lidahnya akan memiliki suatu ciri kesalehan yang mengundang
      rasa kagum dan hormat dari suaminya. Seorang pria sering kali
      frustasi ketika istrinya memotong pembicaraannya dan dengan
      cepat menganggap suaminya salah. Sifat argumentatif ini perlu
      dikendalikan bahkan dikurangi sehingga roh yang keluar adalah
      roh lemah lembut, roh yang diam, roh yang tenang, roh yang
      bersih. Inilah sifat saleh seorang wanita yang sangat berharga,
      baik di mata Tuhan maupun di mata suaminya.
------
  T : Bagaimana kalau terjadi yang sebaliknya, si suami adalah orang
      yang beriman, sedangkan istrinya tidak?

  J : Pada ayat yang ke tujuh, Tuhan mengingatkan para suami,
      "Demikian juga kamu hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan
      istrimu sebagai kaum yang lebih lemah." Kata bijaksana
      sebetulnya juga dapat diartikan pengertian, jadi hiduplah dengan
      penuh pengertian kepada istri sebagai kaum yang lebih lemah.
      Tuhan meminta agar suami memahami dan mengerti bahwa istrinya
      adalah kaum yang lemah. Sebetulnya, terjemahan aslinya adalah
      bejana, kita tahu bejana itu mudah pecah, meskipun ada juga
      bejana yang kuat yang tidak mudah pecah. Di sini wanita
      diibaratkan bejana yang mudah pecah. Cukup banyak pria yang,
      pada waktu melihat istrinya itu mudah pecah, bukannya melindungi
      atau merawat, tetapi malah menghina. Mudah pecah artinya mudah
      bereaksi secara emosional tatkala stres menimpanya. Cukup banyak
      wanita yang mengalami kesulitan dengan stres yang menekannya
      sehingga dia perlu marah, menangis, atau mencetuskannya.
      Sedangkan pria cenderung menekan stres yang menimpanya. Dia akan
      coba mengendalikan dirinya supaya dia tidak terganggu oleh stres
      yang sedang menerpanya. Inilah yang dimaksud sebagai bejana yang
      mudah pecah, yang mudah retak. Tuhan meminta setiap pria untuk
      mengerti, memahami bahwa wanita adalah bejana yang mudah retak,
      yang mudah bereaksi secara emosional. Oleh karena itu, jangan
      malah dimarahi, dibentak, atau dihina.
------
  T : Ada pasangan berbeda iman yang mengambil sikap untuk tidak
      membicarakan hal-hal yang menyentuh iman mereka. Bagaimana
      dengan hal ini?

  J : Perbuatan itu memang mempunyai satu tujuan, yaitu agar tidak
      memicu pertengkaran. Masalahnya adalah bukankah iman adalah
      sesuatu yang menempati bagian yang besar dalam kehidupan kita.
      Keputusan, pikiran, reaksi itu sangat dipengaruhi oleh
      nilai-nilai moral kita. Dengan kata lain, orang yang hidup
      dengan kesadaran bahwa dia harus mempertanggungjawabkan, baik
      perkataan maupun perbuatannya di hadapan Tuhan akan hidup lebih
      berhati-hati. Sedangkan orang yang berpikiran tidak harus
      bertanggung jawab kepada Tuhan akan hidup lebih sembarangan.
      Dengan kata lain, iman kepercayaan kita berpengaruh sangat besar
      sekali dalam kehidupan kita. Pada waktu kita mau menggunting
      bagian iman itu, kita akan menggunting suatu porsi kehidupan
      yang besar dari kehidupan kita. Dan kita akan kehilangan hidup
      yang begitu bermakna bagi kita.
------
  T : Apakah seseorang yang imannya belum dewasa mudah untuk mencari
      pasangan yang tidak seiman?

  J : Biasanya begitu. Kalau kita memang tidak begitu mantap, tidak
      begitu berakar dalam iman Kristen kita, kita cenderung
      menggampangkan masalah ini. Yang terpenting adalah kita harus
      menaati Tuhan. Perintah ini bukan dicetuskan oleh manusia, bukan
      diminta oleh gereja atau pendeta, melainkan tertulis di dalam
      firman Tuhan. Jadi, kita lakukan atau tidak, itu bergantung pada
      kita mau menaati firman Tuhan atau tidak.
------
  T : Kalau pasangan Kristen dengan Katolik, apakah dapat dikatakan
      seiman?

  J : Yang terpenting adalah keduanya sudah lahir baru,
      sungguh-sungguh sudah mencintai Tuhan, hidup untuk Tuhan Yesus
      dan mengerti bahwa mereka diselamatkan oleh anugerah Tuhan
      Yesus. Kalau keduanya mempunyai kesamaan iman yang seperti itu, 
      dengan kata lain lahir baru, maka mereka adalah anak-anak Tuhan 
      Yesus. 

  Sajian di atas kami ambil dan edit dari isi kaset TELAGA No. #068B
  yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda
  ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan
  kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org> atau
                  < TELAGA(at)sabda.org >


                  ========== TANYA JAWAB ==========

       BOLEHKAH BERPACARAN ATAU MENIKAHI ORANG BUKAN KRISTEN?

  Pertanyaan:
  -----------
  Apakah benar bagi orang Kristen untuk berpacaran atau menikahi orang
  bukan Kristen?

  Jawaban:
  --------
  Surat 2Korintus 6:14 menyatakan, "Janganlah kamu merupakan pasangan
  yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab
  persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau
  bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" Walaupun ayat ini
  tidak secara khusus mencantumkan pernikahan, implikasinya bagi
  pernikahan sangatlah jelas. Selanjutnya, bagian Alkitab ini
  mengatakan, "Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan
  Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang
  tak percaya? Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita
  adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: `Aku
  akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah
  mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi
  umat-Ku.` Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan
  pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah
  apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu" (2Korintus 6:15-17).

  Alkitab selanjutnya mengatakan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan
  yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik" (1Korintus 15:33).
  Hubungan yang dekat dengan orang yang tidak percaya dapat dengan
  cepat dan mudah berubah menjadi halangan bagi kita untuk berjalan
  dengan Kristus. Kita dipanggil untuk menginjili yang sesat, bukan
  untuk menjadi intim dengan mereka. Tidak ada salahnya membangun
  persahabatan yang berkualitas dengan orang-orang yang tidak
  percaya, namun hanya boleh sejauh itu. Jikalau Anda berpacaran
  dengan orang yang tidak percaya, secara jujur, apa yang menjadi
  prioritas Anda? Hubungan yang romantis atau memenangkan jiwa mereka
  bagi Kristus? Jikalau Anda menikahi orang yang tidak percaya,
  bagaimana kalian berdua dapat membangun kedekatan rohani dalam
  pernikahan Anda? Bagaimana pernikahan yang berkualitas dapat
  dibangun jikalau Anda berbeda pendapat dalam hal yang paling krusial
  di dunia ini -- Tuhan Yesus Kristus?

  Bahan diambil dan diedit seperlunya dari:
  Nama Situs: Got Questions
  URL       : http://www.gotquestions.org/Indonesia/menikahi-bukan-Kristen.html


                   ========== SURAT ANDA ==========

  Berkaitan dengan topik pasangan hidup, berikut ini kami pilihkan
  salah satu surat dari Sdr. X yang dikirim kepada Redaksi.

  Dari: X <x(at)xxxx>
  >Saya ingin tanya soal masalah pasangan hidup kita.
  >,1. Mungkinkah kita bisa salah dalam memilih teman hidup dan dia
  >menjadi istri atau suami kita?
  >,2. Kalo misalnya kita salah pilih, artinya kita harus hidup
  >bersama dgn dia selamanya sampai maut datang, bagaimana solusinya?
  >karna kalau salah pilih biasanya kita tidak akan akur, selalu beda
  >dan ada saja yang diributkan. Terimakasih.

  Redaksi:
  1. Dalam memilih pasangan hidup, Allah telah memberikan
     prinsip-prinsip dalam Alkitab yang harus dituruti orang Kristen.
     Dengan demikian, orang Kristen dapat terhindar dari memilih
     pasangan hidup yang salah (tidak sesuai dengan kehendak Tuhan).
     Selebihnya, Allah memberikan kebebasan dan tanggung jawab penuh
     kepada kita untuk memilih siapa orang yang cocok dengan
     kepribadian kita untuk menjadi pasangan hidup kita.

     Mungkinkah kita salah memilih? Bisa saja. Kalau kita tidak
     mengikuti prinsip Alkitab yang Tuhan berikan, kita bisa membuat
     keputusan yang salah. Karena itu, kita harus meminta hikmat dan
     pimpinan Allah agar kita mengerti dengan jelas prinsip-prinsip
     Alkitab. Selain itu, kita juga harus mengenal diri dengan baik
     sehingga kita tidak memilih orang yang tidak sesuai dengan
     kepribadian kita.

  2. Dalam iman Kristen, setiap pernikahan yang sudah terjadi walaupun
     dengan "orang yang salah pilih," tetap termasuk dalam ikatan
     "yang sudah dipersatukan Allah" (Mat. 19:6). Dengan demikian,
     kesalahan memilih ini jangan dilanjutkan dengan kesalahan yang
     lebih besar lagi, misalnya bercerai. Setiap orang Kristen harus
     bertanggung jawab dan mengusahakan agar pernikahan yang sudah
     terjadi itu berhasil dan memuliakan Tuhan, apa pun risikonya.
     Caranya, mereka harus membangun pernikahan mereka dengan
     prinsip-prinsip firman Tuhan dan belajar saling mengasihi
     sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
     menghalanginya. Melaksanakan hal ini tentu tidak selalu mudah,
     terutama bagi mereka yang merasa menikah dengan "orang yang salah
     pilih". Karena itu, mohonlah kasih karunia Tuhan agar kita
     memiliki kasih, komitmen, dan ketekunan dalam membangun keluarga
     kita.

     Ketidakcocokan pribadi dalam pernikahan memang sering terjadi,
     termasuk bagi pasangan yang seiman. Tidak ada jaminan bahwa
     mereka akan hidup bahagia tanpa masalah. Bagaimanapun juga mereka
     akan mengalami gesekan-gesekan dan masalah. Hal ini wajar-wajar
     saja. Diperlukan hati yang penuh kasih Tuhan dan tidak
     mementingkan diri sendiri agar dua pribadi ini bisa belajar hidup
     bersama. Oleh karena itu, tingkatkan kemampuan berkomunikasi dan
     kemampuan mengampuni untuk memperkecil masalah dalam perkawinan.
     Jika hal ini sudah diusahakan, maka percayalah bahwa di dalam
     Tuhan jerih payah Anda tidak akan sia-sia (1Kor. 15:58).


============================== e-KONSEL ==============================
                       REDAKSI e-Konsel: Ratri
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2007 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
======================================================================
Anda punya masalah/perlu konseling?        masalah-konsel(at)sabda.org
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat:           owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
  Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
  Berhenti    : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP       : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  Situs C3I   : http://c3i.sabda.org/
======================================================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org