Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/110

e-Konsel edisi 110 (17-4-2006)

Bunuh Diri


<=>                  Edisi (110) -- 15 April 2006                  <=>

                               e-KONSEL
<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>

Daftar Isi:
  = Pengantar            : Antara Pengorbanan Kristus dan Bunuh Diri
  = Cakrawala            : Menyikapi Bunuh Diri, Diiringi Simpati
  = Bimbingan Alkitabiah : Bunuh Diri dan Pandangan Alkitab
  = Tips                 : Tanda-Tanda Adanya Niat Bunuh Diri
  = Tanya Jawab Konseling: Saya Sering Berpikir Tentang Bunuh Diri
  = Info                 : Baru! Situs Pelitaku

<=> PENGANTAR REDAKSI -------------------------------------------- <=>

  Selamat Paskah!

  Lewat kebangkitan Kristus yang baru saja kita rayakan, kita kembali
  diingatkan betapa pentingnya makna kematian dan kebangkitan-Nya.
  Lewat kematian-Nya, dosa-dosa kita ditebus. Lalu lewat kebangkitan-
  Nya, kita diyakinkan bahwa maut sungguh-sungguh telah ditaklukkan.

  Kali ini e-Konsel mengangkat topik yang terkait dengan tema
  kematian, yaitu tentang bunuh diri. Bila dibandingkan dengan
  kematian yang ditempuh Kristus, kita melihat perbedaan yang begitu
  signifikan. Sejumlah orang mengira bahwa dengan membunuh dirinya
  sendiri ia akan terbebas dari permasalahan hidupnya. Padahal,
  kenyataannya tidak demikian. Tapi, berbeda dengan kematian Kristus,
  karena dengan kematian-Nya kita justru dibebaskan dari segala beban
  dosa. Di sini kita melihat bahwa tindakan bunuh diri tak lebih dari
  tindakan egois yang sama sekali bertolak belakang dengan tujuan
  kematian Kristus.

  Namun demikian, bunuh diri kadang masih menjadi topik yang
  kontroversial. Sejumlah orang menganggap bahwa dalam kondisi
  tertentu tindakan bunuh diri dapat dibenarkan. Sementara itu,
  sejumlah lainnya menganggap bunuh diri adalah dosa yang tak
  terampuni. Bagaimana tanggapan orang Kristen? Apa kata Alkitab
  tentang bunuh diri? Sajian kali ini diharapkan dapat memberi wawasan
  yang lebih luas sehingga dapat menolong Anda atau teman Anda untuk
  keluar dari pergumulan tentang bunuh diri.

  Redaksi e-Konsel,
  Raka

<=> CAKRAWALA ---------------------------------------------------- <=>

            <=> MENYIKAPI BUNUH DIRI, DIIRINGI SIMPATI <=>

  Akhir-akhir ini jumlah peristiwa bunuh diri semakin meningkat. Dari
  yang dilakukan oleh orang yang tak tahan terus-menerus dihimpit
  kemelaratan, sampai pada yang dilakukan oleh orang yang kaya-raya.
  Ingat konglomerat yang terjun bebas dari tingkat 56 sebuah hotel?
  Dari yang dilakukan oleh orang dewasa, sampai yang dilakukan oleh
  seorang yang masih belia. Ingat anak 12 tahun yang gantung diri
  lantaran keluarganya tidak mampu menyediakan uang Rp 2.500? Dan
  jangan lupa untuk menyebutkan semakin populernya metode terorisme
  dengan "bom bunuh diri"!

  Alkitab, baik PL maupun PB, menyebutkan beberapa kasus bunuh diri.
  Ada yang melakukannya karena harga diri, sebagaimana yang dilakukan
  oleh Ahitofel (2Samuel 17:23), Abimelekh (Hakim-Hakim 9:54), dan
  Saul (1Samuel 31:4-5). Agaknya mereka berprinsip, "Lebih baik mati
  berkubur debu, ketimbang hidup berkalung malu". Tapi ada pula yang
  melakukannya dengan prinsip yang lain, yaitu prinsip "Kurelakan
  tubuhku hancur lebur, asal sama-sama menjadi bubur". Inilah yang
  melatarbelakangi tindakan nekad Simson (Hakim-Hakim 16:23-31) dan
  Zimri (1Raja-Raja 16:18).

  Bagaimana dengan Yudas, si orang Iskariot itu? O, dia lain lagi. Ia
  menggantung diri, membawa penyesalan yang menurut perasaannya tak
  mungkin terobati, akibat kesalahan yang dianggap tak mungkin
  terampuni (Matius 27:3-5). Alasan yang masuk akal juga. Adakah yang
  lebih menjijikkan dari pada mengkhianati cinta?

  Sebenarnya, bagaimana sikap Alkitab? Sangat jelas dan amat tegas!
  Alkitab menolak dan mengutuk keras hal ini. Sebagaimana kita
  ketahui, Alkitab mengutuk setiap bentuk "pembunuhan".

  Sabda Allah melalui Nuh, "Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa
  kamu, Aku akan menuntut balasnya. Sebab Allah membuat manusia
  menurut gambar-Nya sendiri" (Kejadian 9:5-6). Karena itu, walau
  terhempas ke dasar penderitaan yang terdalam sekali pun, seorang
  anak Tuhan seperti Ayub tetap menolak dengan tegas anjuran untuk
  bunuh diri (Ayub 2:9-10).

  Di mata orang Yahudi, "bunuh diri" adalah "suatu tindakan yang
  sengaja dilakukan dengan tujuan menghancurkan diri sendiri". Jadi,
  sepenuhnya negatif! Sepenuhnya destruktif! Sebab itu dalam adat
  mereka, mayat orang yang meninggal karena bunuh diri harus
  dipertontonkan secara terbuka; tak boleh ada perkabungan baginya dan
  pantang dikuburkan sampai matahari terbenam. Mayatnya pun mesti
  dikuburkan terpisah dari yang lain.

  Hebatnya, toh di sela-sela keketatan dalam menaati hukum yang sangat
  termasyhur itu, mereka juga cukup realistis. Mereka menyadari, bahwa
  dalam kehidupan nyata bisa saja muncul kasus-kasus ekstrim yang
  justru memerlukan tindakan bunuh diri tersebut.

  Penulis sejarah, Yosefus, mencatat peristiwa yang mengerikan
  sekaligus mengesankan sehubungan dengan itu. Ketika benteng Masada
  diserang musuh dan segala harapan mempertahankannya telah punah,
  Eliezer, sang panglima, memerintahkan pasukannya membantai semua
  orang Israel yang ada, setelah itu membunuh diri mereka sendiri!

  "Kita masih punya pilihan bebas, yaitu untuk mati secara terhormat,"
  demikian ia berseru, "Biarlah perempuan-perempuan kita mati
  ketimbang dicemari dan laki-laki kita membuktikan bahwa mati lebih
  baik ketimbang jadi budak. Kematian membawa kemerdekaan bagi jiwa.
  Karena itu, jangan sudi diperhamba! Marilah untuk setidaknya mati
  sebagai orang-orang merdeka!". Heroik sekali. Hari itu Yosefus
  mencatat, ada 960 orang membunuh diri mereka sendiri.

  Namun, Yosefus juga mencatat sisi yang lain dari persoalan kita.
  Dalam hal ini, ia malah ikut langsung terlibat. Tatkala dalam
  insiden Yotapata, ia mengimbau dengan sangat agar orang-orang Yahudi
  tidak bunuh diri. Dalam imbauannya itu ia berkata, antara lain,
  "Mengapa kalian menyia-nyiakan kesatuan yang begitu indah antara
  tubuh dan jiwa sehingga ingin menceraikannya? Takut mati bagi
  seseorang yang mesti mati adalah sama pengecutnya dengan orang yang
  ingin mati ketika ia belum seharusnya mati. Ketahuilah bahwa tak ada
  kepengecutan yang lebih besar daripada tindakan seorang nakhoda yang
  lantaran takut pada badai yang akan datang, lalu menenggelamkan
  seluruh kapal bahkan sebelum prahara itu benar-benar tiba.
  Sesungguhnya, bunuh diri adalah tindakan melawan kodrat dan
  sekaligus tindakan melecehkan Tuhan. Mereka yang mati terhormat
  memenangkan kemuliaan, tapi yang mati karena bunuh diri mewarisi
  kekelaman".

  Begitulah bagi orang Yahudi, bunuh diri adalah dosa. Walaupun
  kadang-kadang, bisa saja seseorang dibenarkan merelakan nyawa karena
  iman, demi keyakinan dan Allah-nya.

  Yesus berkata, "Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan
  nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini,
  ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal" (Yohanes 12:25).

  Tapi dalam kenyataan, kita tahu bahwa iman bukan satu-satunya motif
  orang mencabut nyawa sendiri. Malah boleh dikatakan, yang begini
  termasuk jarang sekali. Yang lebih sering terjadi adalah orang
  melakukannya karena "mentok". Karena semua jalannya seolah-olah
  membentur tembok sehingga ia tak mungkin ke mana-mana lagi. Ia tak
  punya pilihan apa-apa lagi. Orang melakukannya karena merasa tak
  sanggup lagi memikul beratnya beban kehidupan. Tak mampu lagi
  melanjutkan perjalanan. Karena tenaganya telah terkuras habis.
  Semangatnya telah padam. Dan yang ia rasakan sekarang hanyalah
  kesakitan dan kepenatan semata-mata, sementara di depan ia tak
  melihat secercah pun cahaya pengharapan atau kemungkinan perbaikan.
  Sebab itu, mengapa memperpanjang derita?

  Masalah bunuh diri, saya akui, adalah masalah etis. Tapi mengingat
  sifat permasalahannya, penting sekali saya tekankan, bahwa "masalah
  etis" ini wajib kita bahas dengan "sikap etis" pula! Ini perlu saya
  tekankan, karena -- sebagaimana berulang-ulang saya kemukakan --
  betapa sering orang membusungkan dada berkata hendak menegakkan
  moral tapi praktik dan cara-caranya sama sekali tidak bermoral.

  "Sikap etis" yang saya maksud adalah, sikap bersedia menempatkan
  diri dalam posisi dan situasi si pelaku. Melihat dari sudut
  pandangnya. Ikut tergetar oleh sedu sedannya. Ikut tersayat oleh
  kepedihannya. Mendengar dengan jelas rintihannya yang tak
  terucapkan.

  Maksud saya, kita tidak datang sebagai seorang guru yang mau
  mengajari atau sebagai seorang pengkhotbah yang mau mencerca atau
  sebagai seorang penasihat yang berpretensi bijak dan tahu semua,
  tetapi semata-mata datang sebagai sahabat. Bukan dengan menyandang
  kaidah-kaidah moral atau dengan mulut mencibir, melainkan datang
  membawa empati dan simpati yang memancar langsung dari hati. Tidak
  asal membenarkan sebab kita mesti membuat penilaian dari dalam
  situasi si penderita. Penilaian yang memahami sepenuhnya pilihan-
  pilihan yang konkret, sulit, dan pelik yang dihadapi saudara kita.

  Dengan berbekal sikap seperti itu, maka yang pertama-tama harus kita
  katakan adalah bahwa bunuh diri selalu terjadi dalam konteks dan
  realitas kehidupan yang tidak sehat, tidak wajar, dan tidak ideal.
  Dalam situasi normal, sikap yang wajar tentu saja berusaha
  mempertahankan, memelihara, bahkan mengembangkan kehidupan. Bukan
  justru dengan sengaja menghilangkannya.

  Karena itu, dalam situasi normal, jelas sekali bunuh diri adalah
  sesuatu yang absurd, tidak dapat dibenarkan. Ia melawan naluri
  kehidupan. Sekiranya semua berjalan normal, hampir tak mungkin orang
  bunuh diri karena terpaksa.

  Sebenarnya, tak seorang pun perlu mengatakan bahwa "bunuh diri itu
  salah". Sebab, kalau cuma itu, siapa yang belum tahu? Semua sudah
  mengetahuinya. Lagi pula tak seorang pun menginginkannya.

  Mungkin yang belum banyak ditahui adalah bahwa kitalah yang tidak
  normal. Sebab dalam situasi yang tidak normal kita mau memaksakan
  ukuran-ukuran yang normal.

  Hal terpenting dalam permasalahan ini sebenarnya bukan soal benar-
  tidaknya atau boleh-tidaknya bunuh diri. Sekali lagi, ini telah
  jelas bagi semua. Hal yang jauh lebih penting untuk dinyatakan dan
  ditanyakan adalah bagaimana sikap kita ketika mengatakannya? Apakah
  dengan cemooh? Atau dengan simpati?

  O, saudaraku, dengarkanlah apa yang saya katakan ini! Tak ada
  kesempatan lain, di mana KASIH dan SIKAP KRISTIANI SEJATI begitu
  dibutuhkan daripada ketika saudara kita sedang berada di ambang
  bunuh diri.

  Sayang sekali, yang lebih sering terjadi adalah mereka sendirian.
  Sendiri, tanpa teman sepenanggungan. Persis seperti ketika di senja
  itu, di Taman Getsemani, Yesus hanya membutuhkan teman berjaga, tapi
  mesti kecewa.

  <=> Sumber diambil dan diedit dari: <=>
  Situs Glorianet
  ==>  http://www.glorianet.org/ekadarmaputera/ekadmeny.html

<=> BIMBINGAN ALKITABIAH ----------------------------------------- <=>

               <=> BUNUH DIRI DAN PANDANGAN ALKITAB <=>

  Bunuh diri masih menjadi hal yang membingungkan bagi orang Kristen.
  Walaupun secara umum Alkitab dengan jelas menentang pembunuhan diri
  sendiri, namun Alkitab belum jelas mempertentangkan beberapa kasus
  bunuh diri. Dan beberapa orang Kristen yang dianggap teguh imannya
  mempunyai pertimbangan bahwa bunuh diri itu suatu "jalan keluar".

  Simson dan Bapak Gereja Agustinus
  ---------------------------------
  Dari ayat-ayat Alkitab, kita dapat berkesimpulan bahwa Allah
  menghukum kekal orang-orang yang melakukan bunuh diri. Dari sekian
  kisah bunuh diri dalam Alkitab yang paling kita kenal ialah cerita
  Saul, Simson, dan Yudas. Saul membunuh dirinya karena malu dan
  menderita di tangan bangsa Filistin. Bangsa Israel menguburkannya
  dengan hormat sebagai pahlawan perang. Tidak ada pertentangan
  tentang bunuh diri (1Samuel 31:1-6). Dan cerita Yudas yang bunuh
  diri karena penyesalan yang mendalam, Alkitab pun tidak
  mengomentarinya.

  Teolog-teolog Kristen menghadapi masalah yang rumit mengenai kisah
  bunuh dirinya Simson. Agustinus dan Thomas Aquinas bergumul dengan
  kasus ini dan menyimpulkan bahwa bunuh diri Simson dibenarkan
  sebagai tindakan kepatuhannya terhadap perintah langsung dari Allah.

  Gereja mempunyai sejarah yang panjang tentang bunuh diri. Pendapat
  yang mengatakan bunuh diri adalah dosa yang tak terampuni juga agak
  sulit dilacak kebenarannya. Di antara pemimpin-pemimpin gereja
  terdahulu, Agustinus adalah tokoh yang paling menonjol dan
  berpengaruh dalam masalah bunuh diri. Sinode gereja terdahulu
  menyatakan bahwa warisan dan persembahan dari mereka yang melakukan
  bunuh diri atau mencoba bunuh diri tidak boleh diterima; sepanjang
  periode pertengahan cara penguburan Kristen yang benar tidak berlaku
  bagi mereka yang bunuh diri.

  Thomas Aquinas yakin bahwa bunuh diri, tanpa pertobatan akhir,
  adalah dosa yang berat. Dante menempatkan mereka yang bunuh diri
  dalam lingkaran ke-7 neraka. Luther dan Calvin, yang meskipun
  membenci bunuh diri, tidak menyimpulkan bunuh diri sebagai dosa yang
  tidak dapat diampuni, karena menurut Calvin menghujat Allahlah yang
  merupakan dosa yang tak terampuni (Matius 12:31). Jadi tidak benar
  kalau pada gereja Abad Pertengahan ada sumber-sumber yang
  berpandangan bahwa bunuh diri adalah dosa tak terampuni dan ada
  perbedaan antara dosa-dosa berat dan yang ringan.

  Bebas Memilih?
  --------------
  Kita harus mengerti bahwa bunuh diri adalah tindakan bebas yang
  tidak dipaksakan dan dilakukan dengan maksud mengakhiri hidup
  seseorang. Sekali kita mendefinisikan demikian, mudahlah menangkap
  pengajaran gereja yang jelas sepanjang abad tadi, bahwa bunuh diri
  adalah tindakan moral yang salah dan tidak harus dilakukan orang
  Kristen. Hidup adalah pemberian Allah, jika kita mengakhirinya
  berarti kita tidak mensyukurinya. Hidup kita adalah milik Allah;
  kita hanyalah pelayan-pelayan-Nya. Mengakhiri hidup kita sendiri
  berarti merebut hak prerogatif Allah. Gereja mengatakan bunuh diri
  sebagai penolakan kebaikan Allah dan hal tersebut tidak pernah
  dibenarkan.

  Jika kita mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan yang bebas dan
  tidak dipaksakan, kita harus mempertanyakan hal-hal berikut.
  1. Sejauh mana kita mengetahui bahwa tindakan bunuh diri itu
     benar-benar bagian dari pilihan bebas?

  2. Dapatkah penderita (baik fisik maupun emosi) memaksa seseorang
     untuk melakukan apa yang tidak ingin ia lakukan?

  3. Jika kita dapat memastikan bahwa tindakan bunuh diri adalah
     benar-benar bebas, dapatkah kita mengetahui bahwa tindakan
     tersebut lebih dimaksudkan untuk kematiannya sendiri daripada
     merupakan jeritan pertolongan yang salah penanganannya?

  4. Dapatkah kita mengetahui bahwa tindakan bunuh dirinya sungguh
     akan membunuhnya?

  Pertanyaan-pertanyaan tadi tidak memberi pertimbangan dalam banyak
  kasus tetapi pertanyaan-pertanyaan berikut lebih mengena.
      Apakah individu yang bersangkutan memalingkan dirinya dari
      kebaikan Allah dengan cara bunuh diri?

      Apakah tindakan bunuh diri ini menunjukkan ketidaktaatan
      terhadap Allah atau lebih merupakan ketidakmampuan memenuhi
      kehendak Allah?

  Orang Kristen yakin bahwa penghukuman kekal berlaku bagi mereka yang
  secara langsung menolak Allah sebagai teladan kehidupan yang tetap.

  Setiap bunuh diri bukanlah penolakan terhadap kebaikan Allah. Memang
  dalam banyak kasus, bunuh diri merupakan pilihan yang salah untuk
  mendekatkan diri kepada Allah. Kita tidak dapat mengatakan motif
  bunuh diri seperti itu adalah benar. Kita juga tidak dapat serta
  merta mengatakan seseorang yang bunuh diri karena membuat kesalahan
  tragis berarti telah memalingkan dirinya dari kemuliaan Allah
  selamanya.

  Tugas Gereja
  ------------
  Dalam masalah bunuh diri, gereja harus lebih berbuat banyak daripada
  memberikan pengajaran tentang bunuh diri karena tugas utama gereja
  adalah menjadi umat Allah.

  Pertama, gereja harus menjadikan dirinya umat KEBENARAN, suatu umat
  di mana orang-orang percaya dapat menceritakan kenyataan tentang
  kehidupannya masing-masing. Sebuah gereja harus mendengarkan
  keluhan-keluhan penyakit, penderitaan, dan kegagalan di dalam
  kehidupan para anggotanya; dan dari gereja, mereka harus menerima,
  baik ratapan maupun penyembuhan Kristus. Jika gereja terbuka dan
  jujur mengenai sakit dan penderitaan, maka dengan kasih ia dapat
  melawan krisis-krisis dan kegagalan manusia yang paling sulit
  sekalipun, termasuk bunuh diri.

  Kedua, gereja harus menjadi umat KASIH yang tidak cepat menghakimi.
  Karena bunuh diri membawa noda "dosa tak terampuni" dan perasaan
  malu serta bersalah bagi keluarga yang ditinggalkan, mereka yang
  sekarang tak lagi mengalaminya harus menyambut/menerima mereka dalam
  nama Yesus; juga harus saling membantu dalam mengatasi pergumulan
  mereka dalam kuasa Roh Kudus. Sebaiknya gereja mempunyai tim
  pelayanan untuk menghubungi dan setiap hari mencari tahu informasi
  tentang mereka yang mempunyai masalah. Gereja juga sebaiknya
  menunjuk orang-orang yang mempunyai talenta khusus yang mampu
  membuat seseorang mau datang dalam kesedihannya. Umat yang mengasihi
  harus sabar dalam menghadapi mereka yang mencoba bunuh diri dan
  keluarga yang bersedih serta merasa bersalah akibat kejadian bunuh
  diri yang dilakukan salah satu anggotanya.

  Ketiga, gereja harus menjadikan dirinya umat yang BERSUKACITA. Suatu
  umat akan mengalami sukacita karena memiliki hidup yang telah
  diperbaharui sehingga dapat mengajak orang lain untuk mengalaminya
  juga. Pelayan-pelayan gereja ini akan dengan senang hati
  memperkenalkan mereka yang bersedih kepada Dia yang mengerti akan
  kesedihan-kesedihan mereka.

  Seorang murid saya sudah memperlihatkan kehidupan yang baik
  belakangan ini. Ini bukti dari keterlibatannya dengan umat (gereja)
  yang bercirikan ketiga prasyarat di atas: kebenaran, kasih, dan suka
  cita. Saya tak yakin dia dapat dengan jelas menjelaskan kesulitan-
  kesulitannya secara teologis, tetapi saya yakin dia mengetahui bahwa
  hidupnya berharga. Dan ini, dengan bantuan Roh Kudus akan
  menguatkannya.

<=> Sumber diambil dan diedit dari: <=>
  Judul Majalah: Sahabat Gembala, Juni 1994
  Judul Artikel: Bunuh Diri dan Pandangan Alkitab
  Penulis      : Thomas D. Kennedy
  Penerbit     : Yayasan Kalam Hidup, Bandung
  Halaman      : 32 - 33

<=> TIPS --------------------------------------------------------- <=>

              <=> TANDA-TANDA ADANYA NIAT BUNUH DIRI <=>

  Waktu melayani para konseli atau melakukan kontak dengan orang-orang
  dalam kehidupan kita sehari-hari, adalah penting bagi kita untuk
  waspada terhadap isyarat-isyarat verbal maupun nonverbal yang
  diberikan orang-orang berkenaan dengan pikiran mereka untuk bunuh
  diri.

  1. Percobaan bunuh diri
     --------------------
     Ini adalah jeritan minta tolong yang paling jelas dan dramatis.
     Seorang yang telah mencoba bunuh diri memerlukan pertolongan dan
     dukungan dengan segera.

  2. Ancaman bunuh diri
     ------------------
     Ancaman seperti apa pun hendaknya diperhatikan dengan serius.
     Sebagian besar dari mereka yang berbicara tentang bunuh diri
     memang mencoba bunuh diri.

  3. Isyarat bunuh diri
     ------------------
     Beberapa orang yang berpikir untuk bunuh diri, tidak jelas dalam
     menyampaikan keinginan mereka. Mereka dapat membuat pernyataan-
     pernyataan seperti, "Kamu akan lebih baik tanpa saya", "Hidup
     sudah tidak berarti lagi buat saya", atau "Saya semakin benci
     menghadapi hari demi hari". Orang yang mengekspresikan
     keinginannya untuk bunuh diri secara lebih tajam dari biasanya,
     boleh jadi mengisyaratkan niat bunuh diri. Orang Kristen mungkin
     bisa bertanya, "Apakah orang yang melakukan bunuh diri itu akan
     kehilangan keselamatannya?" atau "Bagaimana sesungguhnya pendapat
     Allah mengenai orang yang bunuh diri?", 4. Kegiatan bunuh diri
     -------------------
     Ada banyak macam kegiatan untuk bunuh diri. Memastikan bahwa
     semua hutang telah dibayar, membuat surat wasiat, dan mengadakan
     persiapan seakan-akan orang itu akan bepergian jauh, dapat
     merupakan petunjuk bahwa orang itu sedang mempertimbangkan untuk
     bunuh diri. Tetapi kita tidak boleh buru-buru menyimpulkan
     kegiatan seseorang sebagai kegiatan orang akan melakukan bunuh
     diri.

  5. Gejala-gejala bunuh diri
     ------------------------
     Penyakit yang berlarut-larut dan serius dapat membawa orang pada
     keputusasaan, terutama jika tidak ada lagi pengharapan untuk
     sembuh, atau jika penyakit itu tidak mungkin tersembuhkan. Gejala
     lainnya adalah perubahan kepribadian yang tiba-tiba, seperti
     menjadi begitu mudah kecewa, merenung, dan gelisah. Ingatlah juga
     bahwa angka bunuh diri di antara para pecandu alkohol tercatat
     cukup tinggi. Depresi yang mengguncangkan merupakan salah satu
     tanda yang paling serius bahwa seseorang mungkin mencoba bunuh
     diri. Orang yang depresi yang menjadi tertutup karena tinggal di
     dalam rumah selama waktu yang cukup lama, menyendiri, dan
     memutuskan kontak dengan orang-orang lain hampir pasti akan
     mengambil risiko tersebut. Seseorang yang berpikir untuk bunuh
     diri bisa jadi diganggu oleh gejala-gejala fisik seperti
     kehilangan nafsu makan, kehilangan nafsu seks, kehilangan berat
     badan, dan lain-lain. Perhatikanlah perubahan tingkah laku yang
     tiba-tiba ini.

  6. Krisis yang baru saja terjadi
     -----------------------------
     Banyak kejadian bunuh diri terjadi sebagai tanggapan terhadap
     suatu stres tertentu yang baru terjadi. Masing-masing orang
     mengevaluasi stres dengan cara yang berbeda. Suatu krisis bisa
     jadi disebabkan oleh kematian seorang yang dikasihi, gagal dalam
     pekerjaan atau sekolah, masalah-masalah perkawinan atau rumah
     tangga, kehilangan pekerjaan, patah hati, kemerosotan keuangan,
     perceraian atau perpisahan, penolakan atau berbagai macam
     kehilangan yang melibatkan orang-orang yang dikasihi. Salah satu
     dari faktor-faktor di atas dapat menyebabkan orang mempertanyakan
     nilai hidup.

<=> Sumber diedit dari: <=>
  Judul Buku   : Konseling Krisis: Membantu Orang dalam Krisis
                 dan Stres
  Judul Artikel: Tanda-Tanda Adanya Niat Bunuh Diri
  Penulis      : H. Norman Wright
  Penerbit     : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 1996
  Halaman      : 129 - 131

<=> TANYA JAWAB KONSELING ---------------------------------------- <=>

           <=> SAYA SERING BERPIKIR TENTANG BUNUH DIRI <=>

  Pertanyaan:
  ===========
  Saya masih membujang dan bekerja pada sebuah perusahaan besar.
  Pendapatan saya besar, tetapi saya frustrasi dan sudah beberapa kali
  memikirkan hendak bunuh diri. Apakah memikirkan bunuh diri adalah
  dosa yang tidak dapat diampuni?

  JAWABAN:
  ========
  Anda memiliki segala sesuatu yang ditawarkan oleh dunia ini. Anda
  masih muda, lagi pula belum menikah. Anda mempunyai prestise dan
  kedudukan dalam masyarakat. Anda mempunyai harta dan kekayaan.
  Orang lain mungkin iri hati terhadap Anda dan bercita-cita untuk
  memiliki apa yang Anda miliki. Tetapi oleh sebab satu dan lain hal,
  batin Anda merasa tidak tenang.

  Anda merasa frustrasi sampai-sampai ingin bunuh diri. Mungkin Anda
  sudah memikirkannya beberapa kali. Mungkin Anda sudah merencanakan
  bagaimana caranya Anda akan bunuh diri, di mana Anda akan
  melakukannya. Jika demikian, apa yang kami sampaikan berikut ini
  penting sekali bagi Anda. Setidak-tidaknya Anda sekarang sedang
  ragu-ragu dalam mengambil langkah yang terakhir itu.

  Anda menanyakan, apakah memikirkan bunuh diri itu adalah dosa yang
  tidak dapat diampuni? Rupanya Anda pernah mendapat petunjuk rohani
  pada masa lalu. Tetapi walaupun begitu, Anda masih serius memikirkan
  perkara bunuh diri. Anda belum mengatakan, apakah yang menyebabkan
  Anda frustrasi?

  Perasaan frustrasi Anda juga dialami oleh banyak orang yang datang
  pada pelayanan konseling. Mereka saat itu juga sedang berpikir
  hendak bunuh diri saja. Beberapa di antaranya disebabkan karena
  pengangguran, perceraian, atau ditinggal mati oleh orang yang
  dikasihinya. Ada juga yang merasa putus asa karena kesepian, pahit
  hati, atau karena sakit-sakitan. Apa pun yang menyebabkan Anda
  frustrasi, Anda kelihatannya yakin bahwa itu alasan yang kuat untuk
  mengakhiri hidup Anda. Analisalah dari mana datangnya desakan untuk
  bunuh diri.

  Keinginan hati Anda untuk bunuh diri datang dari musuh jiwa kita
  yang terbesar. Kita mengenal dia sebagai musuh kita, si Iblis. Yesus
  Kristus mengatakan bahwa Iblis adalah bapa dari segala dusta. Suatu
  kali Tuhan Yesus menyebut musuh kita itu sebagai pencuri yang keji:
  "Pencuri (Iblis) datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan
  membinasakan" (Yohanes 10:10). Iblis hendak membinasakan Anda.
  Pikirkanlah akibatnya bila Anda membiarkan Iblis membujuk Anda untuk
  menceburkan diri ke dalam kebinasaan kekal.

  Memikirkan hendak bunuh diri bukanlah dosa yang tidak dapat diampuni
  seperti yang dikatakan Alkitab dalam Markus 3:29. Meskipun demikian,
  memikirkan untuk bunuh diri merupakan dosa yang serius. Biasanya itu
  merupakan tanda-tanda dari hati yang belum mengalami pengampunan.

  Anda dapat mengalami pengampunan dari Tuhan dan menerima kehidupan
  baru di dalam Tuhan dengan jalan mengakui dosa Anda, yakni keinginan
  hendak bunuh diri; lalu serahkanlah kehidupan Anda kepada-Nya.
  Tokoh-tokoh besar dalam Alkitab, seperti Nabi Musa, Elia, Ayub, dan
  Yunus pun pernah ingin mati saja ketika mengalami frustrasi. Tetapi
  ketika mereka bertobat, Tuhan mengampuni dosa-dosa mereka dan
  mengenyahkan pikiran-pikiran yang membahayakan itu. Selain itu,
  Tuhan pun memberi mereka tujuan yang baru dan kepuasan dalam hidup
  mereka. Tuhan mengasihi Anda. Ia hendak melakukan hal yang serupa
  bagi Anda. Berpalinglah kepada-Nya hari ini juga. Anda tidak rugi
  apa pun juga, tetapi malah memperoleh segala yang Tuhan berikan.

  <=> Sumber diambil dari: <=>
  Judul Buku   : Pertanyaan yang Sulit
  Judul Artikel: Saya Sering Berpikir Tentang Bunuh Diri
  Penulis      : Luis Palau
  Penerbit     : Lembaga Literatur Baptis, Bandung, 1984
  Halaman      : 129 - 132

<=> INFO --------------------------------------------------------- <=>

                     <=> BARU! SITUS PELITAKU <=>

  Puji Tuhan! Dengan gembira kami mengumumkan bahwa Yayasan Lembaga
  SABDA kembali meluncurkan sebuah situs baru yang diberi nama Situs
  PELITAKU (singkatan dari: Penulis Literatur Kristen dan Umum). Situs
  PELITAKU khusus dirancang untuk para penulis Kristen, baik mereka
  yang masih menjadi pemula ataupun yang sudah berpengalaman. Di
  dalamnya Anda akan menemukan berbagai bahan artikel, panduan, dan
  kisah-kisah yang berkaitan dengan dunia penulisan. Tujuan
  dibangunnya situs ini adalah untuk mendukung pelayanan bagi penulis-
  penulis Kristen agar mereka dibekali dengan bahan-bahan yang cukup
  sehingga dapat berkarya bagi kemuliaan Tuhan. Nah, bagi Anda yang
  memiliki minat untuk mengembangkan karir dalam dunia penulisan
  Kristen ataupun yang masih sekadar ingin belajar menulis, segeralah
  berkunjung ke Situs PELITAKU di:

  ==>  http://www.sabda.org/pelitaku/

<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=> e-KONSEL <=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                           Ratri, Evie, Raka
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2006 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>
Anda punya masalah/perlu konseling?   < masalah-konsel(at)sabda.org >
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat:          < owner-i-kan-konsel(at)xc.org >
=====================================================================
  Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org >
  Berhenti    : < unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org >
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP       : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  Situs C3I   : http://www.sabda.org/c3i/
<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org