Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/107

e-Konsel edisi 107 (3-3-2006)

Konselor & Kejenuhan

 

<=>                  Edisi (107) -- 01 Maret 2006                 <=>

                               e-KONSEL
<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>

Daftar Isi:
  = Pengantar  : Menghadapi Kejenuhan
  = Cakrawala  : Menghindari Kejenuhan
  = Tips       : Kejenuhan dalam Pelayanan Konseling Kristen
  = Info       : Pembukaan Kelas Virtual Pesta Periode Apr. - Mei 2006
  = Surat Anda : Kursus/Pembinaan untuk Konselor

<=> PENGANTAR REDAKSI -------------------------------------------- <=>

  Salam kasih,

  Meskipun menasehati seseorang yang mengalami kejenuhan dalam bekerja
  adalah salah satu tugas konselor, namun, ada kalanya seorang
  konselor pun tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat kejenuhan
  melanda dirinya sendiri dan mengganggu aktivitasnya. Melalui edisi
  ini, kami mengajak Anda mengetahui apa saja yang bisa dilakukan
  untuk menghindari atau menghadapi kejenuhan ketika menjalankan tugas
  pelayanan sebagai seorang konselor. Kiranya menjadi berkat dan
  menambah semangat Anda dalam melayani Tuhan.

  Staf Redaksi e-Konsel,
  (Davida)

<=> CAKRAWALA ---------------------------------------------------- <=>

                    <=> MENGHINDARI KEJENUHAN <=>

  Saya menulis tentang kejenuhan untuk pertama kalinya pada tahun
  1976. Artikel yang berjudul "Pekerja Sosial dan Kejenuhan" itu
  dimuat dalam Social Dimension, buletin yang diedarkan oleh Singapore
  Association of Social Workers. Ada berbagai reaksi terhadap tulisan
  tersebut. Sejumlah orang merasa senang karena masalah itu
  dituliskan, sedang sejumlah lainnya berpendapat bahwa saya
  mengangkat topik yang memperlihatkan satu kelemahan dalam profesi
  itu. Bahkan ada yang mempertanyakan apakah saya sedang menuliskan
  pengalaman saya sendiri dan sampai sejauh mana saya mengalami
  kejenuhan. Banyak juga yang tidak terpengaruh karena masalah itu
  tidak dialaminya.

  Bertahun-tahun sudah lewat sejak artikel tersebut ditulis, dan saya
  sudah semakin terlatih, memiliki kesempatan bertemu dan bekerja
  dengan banyak pekerja sosial dan konselor, baik di dalam maupun di
  luar negeri. Dalam setiap perjumpaan, saya mendengar semakin banyak
  pembicaraan tentang kejenuhan. Sejumlah orang bahkan mengundurkan
  diri dari profesi ini dan mencari pekerjaan yang tidak banyak
  berhubungan dengan manusia. Sementara itu sejumlah orang lainnya
  tetap pantang mundur dengan harapan situasinya akan segera membaik.
  Memang, ada juga orang-orang yang sangat berhasil dalam mengatasi
  kejenuhan kerja.

  Kejenuhan sering kali muncul di antara para profesional dalam bidang
  ini. Ini merupakan satu-satunya konsekuensi personal yang paling
  umum dalam mempraktikkan konseling (Kottler, 1986).

  Karena merupakan masalah penting bagi para konselor, pengetahuan
  mengenai tanda-tanda dan gejala-gejala kejenuhan, cara-cara untuk
  menangani kejenuhan, dan langkah-langkah pencegahan amat dianjurkan
  untuk dimiliki oleh konselor. Para konselor diharapkan bisa menjadi
  lebih kompeten dalam menangani hidup mereka sendiri dan tetap
  menjadi penolong yang efektif sementara ia juga mempertahankan
  keadaan emosional dan psikologis yang sehat.

  I. Tanda-Tanda dan Gejala-Gejala
  ================================
  Ada sejumlah tanda-tanda umum yang memperlihatkan bahwa Anda
  mengalami stres dalam pekerjaan Anda (Yeo, 1985). Tanda-tanda itu
  adalah:
  1. kesulitan dalam mengambil keputusan, baik besar atau kecil,
  2. khayalan atau fantasi yang berlebihan tentang "meninggalkan
     pekerjaan tersebut sama sekali",
  3. meningkatnya penggunaan obat-obatan (untuk pusing atau sakit
     ringan lainnya),
  4. pikiran meloncat-loncat ketika berbicara atau menulis,
  5. kekuatiran yang berlebihan tentang segala hal,
  6. ledakan kemarahan dan sikap bermusuhan yang tiba-tiba,
  7. lupa akan janji-janji, batas akhir tugas, dan jadwal-jadwal,
  8. banyak mengungkapkan kesedihan dan merasa tidak mampu, dan
  9. memperlihatkan perilaku yang tidak biasa.

  Untuk para konselor, gejala-gejala kejenuhan yang secara mencolok
  dapat dilihat yakni sebagai berikut.

  Bersikap Acuh
  -------------
  Klien diperlakukan sebagai kasus-kasus atau pasien-pasien. Ada satu
  perasaan tidak terlibat dan kurang peduli terhadap mereka. Anda
  memberikan sedikit waktu untuk klien dan banyak waktu untuk
  mengerjakan hal-hal lain seperti mencatat atau pekerjaan-pekerjaan
  administratif terkait, yang tidak banyak berhubungan dengan klien
  secara langsung. Anda bahkan merasa terbebaskan jika klien Anda
  tidak muncul sesuai dengan janji pertemuan.

  Merasa Terbebani
  ----------------
  Hal ini dapat muncul dalam dua cara. Konselor mungkin saja terus
  merasa acuh dan merasa terbebaskan jika klien tidak memenuhi
  janjinya atau memutuskan untuk berhenti sebelum waktunya. Anda mulai
  merasa seperti ada beban yang diangkat dari diri Anda, dan meskipun
  merasa sedikit bersalah karena mengesampingkan klien, bagaimanapun
  Anda merasa lega.

  Akan tetapi hal yang sebaliknya juga bisa terjadi. Anda dapat
  menjadi sangat bertanggung jawab terhadap klien. Anda sepenuhnya
  terlibat dan kemungkinan besar memimpikan, memikirkan dan
  menguatirkan kondisi klien. Bahkan ada perasaan memiliki terhadap
  klien, dan melihat masalah klien sebagai "masalah saya".

  Tak Sabar dan Marah
  -------------------
  Anda dapat meradang dengan klien-klien Anda jika mereka tidak
  menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan atau tidak memperlihatkan
  sikap kerja sama dalam pertemuan-pertemuan. Bahkan seandainya Anda
  berusaha mengendalikan diri Anda di hadapan klien, Anda akan
  mengungkapkan kemarahan Anda terhadap rekan-rekan sejawat. Klien
  tersebut Anda masukkan dalam daftar klien-klien bandel yang tidak
  memberi harapan, keras kepala, atau orang yang harus dimengerti
  karena Anda merasa tidak punya pilihan lain kecuali menangani
  mereka. Bahkan kemungkinan besar Anda marah dengan biro atau lembaga
  Anda karena melayani klien-klien seperti itu.

  Terus Memberi Nasihat
  ---------------------
  Kadang-kadang tidak mudah untuk mendengarkan klien ketika Anda
  mengalami kejenuhan. Anda mendengarkan sedikit hal saja; pokoknya
  cukup sebagai alasan untuk memberi tahu klien apa yang harus ia
  lakukan. Anda terus memberi nasihat dan hanya meluangkan sedikit
  waktu untuk membangun relasi. Bagi Anda, tidak penting apakah Anda
  mengerti klien tersebut atau tidak, sebab Anda hanya memikirkan agar
  gagasan-gagasan Anda sendiri tersampaikan. Kadang-kadang, Anda akan
  merasa sangat kecewa karena klien Anda tidak melakukan apa yang Anda
  sarankan kepadanya. Pertemuan konseling akhirnya dapat menjadi
  sebuah pertemuan debat.

  Terpengaruh secara Emosional
  ----------------------------
  Klien dapat memberi reaksi terhadap kita sedemikian rupa dengan
  menyampaikan masalah-masalah emosional yang laten atau tidak
  terpecahkan. Anda dapat menjumpai diri Anda sendiri merasa sangat
  sedih karena masalah-masalah yang dialami oleh klien Anda dan
  akhirnya merasa tertekan.

  Tidak Kreatif
  -------------
  Ada perasaan mandeg/berhenti ketika Anda berhadapan dengan berbagai
  kasus. Anda tidak dapat membuat pembaruan dan sebaliknya mempunyai
  kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang sama. Setiap kali
  berhadapan dengan klien jenis yang sama, Anda melakukan hal yang
  sama untuknya. Biasanya Anda tidak akan melihat dampak positif apa
  pun dan menjadi kecil hati. Hal ini akan membuat Anda merasa gagal
  dan tidak mampu.

  II. Faktor-faktor yang Menyebabkan Kejenuhan
  ============================================
  Jika para konselor mengalami kejenuhan, pada dasarnya ada dua alasan
  utama. Alasan pertama berkaitan dengan manajemen kasus dari sang
  konselor itu sendiri. Sedangkan alasan kedua berkaitan dengan
  kondisi dan cara kerja organisasi. Ada faktor lain juga, seperti
  kepribadian konselor. Tidak setiap orang cocok untuk pekerjaan
  konseling dan tidak setiap orang akan memilih konseling sebagai
  satu karir jika ada peluang kerja lainnya. Namun, pengalaman
  memperlihatkan pada saya bahwa dua faktor mendasar yang disebut di
  atas adalah faktor-faktor paling penting yang menyebabkan konselor
  mengalami kejenuhan.

  Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Kasus
  -----------------------------------------
  1. Beratnya beban kasus.
     Lazim dialami oleh mereka yang bekerja di biro-biro kesejahteraan
     dan bantuan bahwa mereka kewalahan oleh banyaknya kasus. Biro-
     biro seperti itu sering kali kekurangan staf, terutama staf yang
     cukup berbobot. Sudah menjadi suatu gejala umum bahwa para
     profesional dalam bidang ini sering kali bicara tentang terlalu
     banyaknya beban kerja dan terlalu sedikitnya bayaran yang mereka
     terima. Karena kebanyakan biro seperti ini dibiayai oleh dana
     yang berasal dari masyarakat, dapat dimengerti bahwa kendala
     finansial menjadi faktor utama yang menyebabkan biro-biro itu
     harus mempertahankan sedikitnya jumlah staf. Bahkan meskipun biro
     tersebut dibiayai oleh dana pemerintah, kendala keuangan masih
     dirasakan juga sebab kebanyakan negara Asia tidak menempatkan
     program-program kesejahteraan manusia sebagai prioritas tinggi
     dalam anggaran nasionalnya.

  2. Manajemen klien.
     Sejumlah biro kelihatannya memberikan pelayanan terhadap berbagai
     ragam klien tanpa penyaringan untuk menerima klien-klien mana
     yang bisa mendapatkan pelayanan dari biro tersebut. Konselor
     diharapkan menjadi spesialis untuk "melayani semua jenis klien".
     Pada akhirnya para staf harus menjadi praktisi umum.

     Ini dapat menyebabkan stres bagi para pekerja yang mengalami
     kesulitan dalam menyaring klien dan menentukan jenis masalah apa
     yang harus mereka tangani. Akhirnya mereka "kerja seadanya",
     memberikan bantuan keuangan, bantuan praktis, dan konseling tanpa
     mempunyai titik berat pada apa yang mereka lakukan.

  3. Pengetahuan dan keterampilan yang tidak memadai.
     Ada biro-biro di mana para stafnya dituntut untuk memberikan
     konseling tanpa mendapat pelatihan yang memadai. Karena konseling
     merupakan profesi yang masih relatif baru, biro-biro itu mungkin
     tidak memusingkan kebutuhan akan profesional yang terlatih dalam
     disiplin ini. Meskipun demikian, dalam beberapa kondisi,
     memang benar-benar ada kekurangan staf berbobot sehingga ada
     desakan untuk mempekerjakan staf tak terlatih untuk menyelesaikan
     tugas tersebut.

     Bahkan kalau pun tersedia profesional terlatih, tidak jarang
     dijumpai bahwa para pekerja sosial atau psikolog merasa tidak
     cukup dibekali untuk memberikan sejenis konseling terapeutis yang
     dibutuhkan oleh klien. Banyak pekerjaan yang dilakukan tanpa
     penyeliaan memadai. Dan para konselor sulit sekali menjumpai
     profesional berpengalaman untuk mendapatkan konsultasi.

     Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dapat menjadi sumber utama
     stres, sebab para konselor sering kali akan merasa tidak mampu
     dan frustrasi bila tidak banyak menemukan kemajuan dalam karya
     mereka. Mereka diharapkan untuk menangani kasus-kasus yang
     para profesional berpengalaman sekali pun kesulitan untuk
     menanganinya.

  4. Klien-klien transisi.
     Ada kondisi-kondisi di mana klien seringkali berada dalam masa
     transisi. Para konselor seperti pekerja sosial medis sering
     menemukan diri mereka sendiri berada dalam situasi frustrasi,
     karena mereka harus memberikan pertolongan bagi pasien-pasien
     yang tinggal di rumah sakit untuk waktu yang amat singkat. Karena
     mereka biasanya tidak diharapkan untuk terus mengikuti pasien-
     pasien ini, tidak banyak hal yang dapat dilakukan dan hampir-
     hampir tidak ada kesempatan untuk mengetahui hasil pekerjaan
     mereka. Sejumlah orang mengungkapkan bahwa mereka terpecah antara
     kebutuhan untuk memberikan konseling terhadap para pasien itu dan
     tuntutan untuk bersiap-siap melepaskan mereka.

  Faktor Suasana dan Organisasi
  -----------------------------
  1. Manajemen kasus yang tidak efektif.
     Diharapkan, para konselor bekerja dalam suasana di mana mereka
     dituntut untuk terus-menerus meninjau kasus-kasus mereka dan
     terlibat dalam pembahasan kasus secara teratur. Sayangnya, hal
     ini tidak selalu bisa terlaksana. Sejumlah biro terlalu sibuk
     memberikan pelayanan sehingga tidak ada banyak waktu bagi staf
     untuk membicarakan dan berkonsultasi satu sama lain mengenai
     pekerjaan yang mereka lakukan.

     Ada orang-orang yang sungguh-sungguh membuat pembahasan kasus
     secara teratur tetapi kelihatannya tidak mendapatkan banyak
     hasil. Alasan yang biasa disampaikan adalah bahwa terlalu banyak
     waktu terbuang untuk bicara dan membuat diagnosis untuk kasus-
     kasus tersebut sedangkan waktu yang tersisa untuk membicarakan
     usaha-usaha intervensi sangat sedikit. Untuk beberapa kasus, hal
     ini berkaitan dengan kurangnya keterampilan staf, atau mereka
     diharapkan untuk mengetahui sendiri apa yang harus mereka
     lakukan.

  2. Kurangnya dukungan dari para penyelia dan komite manajemen.
     Banyak biro pelayanan dikelola oleh orang-orang yang bermaksud
     baik, tetapi tidak terlatih dalam bidang profesi ini. Tidak mudah
     bagi mereka untuk menilai kerja staf yang biasanya adalah para
     profesional terlatih. Harapan-harapan dan pemahaman mereka
     tentang apa yang harus dilakukan bagi klien biasanya akan berbeda
     dengan harapan dan pemahaman staf profesional.

     Demikian juga mereka yang memberikan pelayanan langsung, mungkin
     saja bekerja di bawah pengawasan para penyelia yang terlalu sibuk
     dengan tanggung jawab administratif atau penyelia yang tidak lagi
     mengikuti tren-tren baru dalam bidang konseling. Hampir dapat
     dipastikan bahwa para penyelia seperti ini tidak dapat memantau
     proses konseling atau memberikan penyeliaan yang memadai terhadap
     pekerjaan konselor. Dalam sejumlah kasus, para penyelia tidak
     hanya kekurangan keterampilan praktis untuk mendampingi staf
     konseling. Mereka juga bekerja dalam cara yang berlawanan dengan
     para staf konseling karena pemahaman mereka terhadap strategi-
     strategi intervensi lebih bersifat akademis.

  3. Program pengembangan staf dan kebijaksanaan kesejahteraan staf
     yang tidak memadai.
     Para profesional dalam bidang ini kadang-kadang mengajukan
     pertanyaan pada diri sendiri berkaitan dengan kesejahteraan
     mereka sendiri. Kepada klien mereka berkata, "Kesejahteraan Anda
     adalah kepedulian saya." Kepada diri mereka sendiri mereka
     mempertanyakan, "Kesejahteraan saya, siapa yang peduli?"

     Adalah suatu ironi bahwa biro-biro kesejahteraan yang sungguh-
     sungguh memberikan pelayanan kesejahteraan pada masyarakat
     memiliki ketentuan yang tidak jelas atau minimal terhadap
     kesejahteraan staf. Ada banyak staf yang bekerja dalam situasi-
     situasi dan lingkungan-lingkungan yang sulit yang kurang
     mendukung kesehatan mental. Sejumlah orang lainnya bekerja
     terus-menerus selama berbulan-bulan tanpa istirahat atau liburan.

     Mengingat profesi ini sedang mengalami pertumbuhan dan
     perkembangan besar-besaran, sangat aneh bila biro-biro tersebut
     tidak memiliki kebijaksanaan dan perencanaan yang jelas untuk
     pengembangan staf. Staf bekerja selama bertahun-tahun tanpa
     mendapatkan pendidikan atau pelatihan lanjutan. Kurangnya sumber
     dana ditunjuk sebagai faktor penghambat. Hal ini bisa juga benar.
     Meskipun demikian, tetap saja tidak ada alasan untuk tidak
     merumuskan satu kebijaksanaan yang jelas menyangkut aspek penting
     pelayanan terhadap manusia ini.

<=> Sumber diambil dari: <=>
  Judul Buku   : Konseling: Suatu Pendekatan Pemecahan Masalah
  Judul Artikel: Faktor-faktor yang Menyebabkan Kejenuhan
  Penulis      : Anthony Yeo
  Penerbit     : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2002
  Halaman      : 119 - 127

<=> TIPS ----------------------------------------------------------<=>

          <=> KEJENUHAN DALAM PELAYANAN KONSELING KRISTEN <=>

  Alkitab mengingatkan kita untuk, "tidak jemu-jemu berbuat baik", dan
  menjanjikan bahwa, "pada masanya kita akan menuai hasilnya jikalau
  kita tidak menjadi lemah" (Galatia 6:9). Tentu saja Paulus sangat
  memahami apa arti menjadi jenuh dalam pelayanan menolong sesama.
  Konselor yang berpengalaman sekali pun dapat menjadi jenuh dan
  kehilangan gairah bila menangani banyak orang yang bermasalah.
  Seperti api yang menyala dengan segala daya tariknya untuk sementara
  waktu dan kemudian padam dan cuma meninggalkan abu dengan sisa-sisa
  kehangatannya saja.

  Bagaimana kita dapat menjadi konselor yang efektif dan penuh kasih
  tanpa menjadi jenuh? Ada beberapa nasihat yang dapat
  dipertimbangkan. Masing-masing berhubungan dengan kemampuan konselor
  itu sendiri dalam menangani tekanan-tekanan dalam hidupnya.

  1. Kita membutuhkan kekuatan rohani.
     Seperti nyala api yang padam pada saat kehabisan minyak atau
     oksigen, demikian juga kita seringkali melemah dalam perjuangan
     melawan kuasa kegelapan. Efesus 6 sekali lagi menjadi bagian yang
     sangat penting. Setan selalu berusaha melemahkan dan kalau
     mungkin memadamkan semangat pelayanan kita. Kita tidak mungkin
     dapat berjuang dengan kekuatan sendiri. Kekuatan rohani adalah
     kunci dari kemenangan perjuangan orang percaya. Ketekunan dalam
     meditasi dan pemahaman firman Tuhan merupakan hal yang sangat
     utama bagi mereka yang menginginkan efektivitas pelayanan
     terhadap sesama. Meluangkan waktu secara khusus dalam doa
     memohon penerangan Roh Kudus adalah hal yang sama sekali tidak
     boleh diabaikan.

     Tuhan Yesus adalah contoh yang paling nyata. Walapun Ia sangat
     sibuk dengan pelayanan-Nya, Ia selalu mengadakan waktu khusus
     untuk bersekutu dengan Bapa-Nya (Markus 1:35). Karena kehidupan
     doa-Nyalah Ia selalu dapat menjaga keseimbangan dari pelayanan-
     Nya yang begitu padat. Persekutuan dengan Tuhan secara pribadi,
     adalah hal yang menentukan efektivitas pelayanan pada sesama yang
     sebagian besar membutuhkan pengorbanan dan perhatian khusus.

  2. Kita perlu menyadari keterbatasan kita.
     Banyak konselor yang cenderung memaksakan diri melebihi kemampuan
     pelayanan mereka. Penting sekali untuk selalu diingat, bahwa
     Tuhan Yesus tidak pernah mengharapkan satu orang untuk dapat
     mengubah dan memperbarui seluruh dunia, sekaligus dapat
     mengerjakan semua pekerjaan pelayanan pada sesama manusia.
     Anehnya ada orang-orang yang tidak menyadari hal ini. Beberapa di
     antaranya selalu mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa mereka
     memiliki kemampuan lebih dari yang Tuhan berikan. Sikap ini
     mendorong mereka untuk selalu bersaing dengan mereka-mereka yang
     sudah lebih berhasil dan meremehkan pentingnya waktu untuk
     beristirahat.

     Setiap konselor perlu menyadari keterbatasan diri sendiri yang
     tak dapat dilampaui tanpa akibat kelelahan jasmani maupun emosi.
     Seringkali orang lain dapat menolong mengingatkan sejauh mana
     kita masih dapat memaksakan diri sendiri.

  3. Kita membutuhkan dukungan dari saudara-saudara seiman.
     Sebenarnya tidak pernah ada pelayanan Kristen yang dapat
     dilakukan sendiri. Kekristenan adalah kehidupan yang dibangun
     dengan beralaskan Tuhan Yesus Kristus dan berciri-khaskan
     ikatan kasih antarsaudara seiman. Kita membutuhkan saudara-
     saudara yang berdoa untuk dan bersama kita. Kita membutuhkan
     saudara-saudara seiman dan rekan-rekan sepelayanan yang benar-
     benar menerima kita dalam kasih, mendukung dan mendorong kita,
     yaitu mereka-mereka yang juga membutuhkan dukungan dan kasih
     kita dalam pelayanan. Kita semua membutuhkan satu atau dua orang
     yang dapat menjadi teman berdoa, teman yang terbuka dan jujur
     mengakui kesalahan, yang dapat memberikan kebebasan dari perasaan
     tertekan, dan yang betul-betul menginginkan kemajuan pelayanan
     kita. Setiap kita membutuhkan seorang sahabat yang pada saat-saat
     tertentu tanpa ragu-ragu kita dapat menangis, tidak merasa malu
     untuk mengutarakan perasaan kita yang sebenarnya, teman tempat
     meminta pengertian, dan yang dapat menyimpan rahasia-rahasia
     pribadi.

     Bagaimana kita dapat menemukan orang seperti itu? Lihatlah di
     sekitar kita. Kita pasti akan menemukan orang-orang Kristen
     yang seperti kita, yang dengan tulus sedang mencari saudara-
     saudara seiman yang demikian. Barangkali dia terdapat dalam
     keluarga kita sendiri. Barangkali pula dia saudara seiman di
     gereja kita. Memang Tuhan tidak menyediakan begitu saja orang-
     orang yang kita butuhkan. Karena itu, hal menemukan saudara
     seiman yang kita butuhkan bukanlah hal yang sederhana.

  4. Kita membutuhkan waktu untuk diri kita sendiri.
     Waktu untuk menyendiri guna memperbaharui semangat pelayanan
     seringkali memang sulit ditemukan. Bahkan sebagian dari konselor
     merasa bersalah pada saat mereka mengambil waktu beberapa menit
     untuk rileks, meskipun mereka mengetahui bahwa Tuhan menghendaki
     hal tersebut. Allah sendiri telah memberikan contoh pada saat Dia
     beristirahat setelah menciptakan langit dan bumi dengan segala
     isinya. Tuhan Yesus juga menyediakan waktu khusus, menyingkir
     dari orang banyak untuk berdoa, beristirahat, bahkan rileks.

     Tidaklah benar kalau keberhasilan bergantung kepada kerja berat
     tanpa istirahat. Kita akan segera menemukan bahwa setelah jangka
     waktu tertentu, efisiensi kerja kita mulai menurun. Jelas kita
     tak mungkin dapat menjadi konselor yang efektif kalau kita tidak
     secara teratur menyediakan waktu untuk memperbaharui kekuatan
     fisik, mental, sosial, dan spiritual -- walaupun untuk itu kita
     harus meninggalkan orang-orang yang "membutuhkan" pertolongan
     kita.

     Masa istirahat memberikan perspektif yang baru yang sebelumnya
     tidak kita sadari, sekaligus menjernihkan pikiran buntu yang
     disebabkan oleh masalah-masalah konseling yang tidak habis-
     habisnya. Dengan memberi waktu untuk diri sendiri seringkali kita
     menemukan inspirasi yang baru dalam pelayanan kita, bagaimana
     mengatur waktu dan memilih prioritas di tengah seribu satu macam
     tawaran pelayanan. Tidak mengherankan kalau waktu untuk diri
     sendiri memberikan semangat yang baru dan kesegaran pelayanan
     pada konselor.

  5. Kita perlu membagi tugas dan tanggung jawab.
     Memang hal yang termudah untuk mencapai kepuasan dalam
     penyelesaian tugas adalah dengan mengerjakannya sendiri. Prinsip
     seperti ini barangkali mempengaruhi tingkah laku kita dalam
     pelayanan. Meskipun tanpa kita sadari Allah sendiri tidak bekerja
     dengan cara seperti itu. Ia yang sempurna dan Maha Kuasa ternyata
     memakai manusia-manusia yang tidak sempurna untuk menyelesaikan
     tujuan yang dikehendaki-Nya. Tuhan Yesus dengan segala ke-Maha
     Kuasaan-Nya sebenarnya tidak membutuhkan murid-murid. Ia pasti
     dapat mencapai pemberitaan Injil-Nya ke seluruh dunia dengan
     jalan yang lain. Mengherankan bahwa Dia melatih murid-murid,
     mendelegasikan tanggung jawab dengan resiko kegagalan dalam
     pekerjaan tersebut.

  Tidak semua orang Kristen adalah konselor, tetapi setiap orang
  Kristen telah dipanggil untuk dapat memikul beban sesama (baca:
  Galatia 6:2). Kita hidup untuk saling melayani. Oleh sebab itu,
  konselor yang efektif pasti melibatkan orang-orang lain dalam
  pelayanannya pada sesama.

<=> Sumber diambil dari: <=>
  Judul Buku   : Konseling Kristen yang Efektif
  Judul Artikel: Masa Depan Pelayanan Konseling
  Penulis      : DR. Garry R. Collins
  Penerbit     : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 1998
  Halaman      : 189 - 192

<=> INFO --------------------------------------------------------- <=>

        PEMBUKAAN KELAS VIRTUAL PESTA PERIODE APRIL - MEI 2006
        ------------------------------------------------------

  PESTA (Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam) adalah kursus
  teologia online yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga SABDA
  untuk membekali orang-orang Kristen awam, khususnya yang ada di
  `market place` untuk diperlengkapi dengan pengetahuan teologia.
  Kursus yang akan dibuka saat ini adalah Kelas "DASAR-DASAR IMAN
  KRISTEN (DIK). Bahan DIK ini terdiri dari 10 Pelajaran yang memuat
  pokok-pokok pengajaran penting dalam iman Kristen, khususnya tentang
  penciptaan manusia, kejatuhan manusia dalam dosa, rencana
  keselamatan Allah melalui Yesus Kristus dan hidup baru.

  Waktu Pelaksanaan:
  Tgl. 1 - 31 Maret 2006 : Waktu pendaftaran kursus.
  Tgl. 1 - 25 April 2006 : Waktu bagi peserta untuk mempelajari
                           materi kursus serta mengumpulkan
                           Tugas menjawab pertanyaan
  Tgl. 1 - 31 Mei 2006   : Waktu berdiskusi (via milis) tentang
                           bahan DIK bagi peserta yang telah
                           mengumpulkan semua Tugas.
  Biaya: GRATIS!

  Jika Anda tertarik, segeralah menulis email ke:
  ==>     < staf-PESTA(at)sabda.org >

  Atau langsung mengisi Formulir Pendaftaran yang tersedia di Situs
  PESTA Online di alamat:

  ==>     http://www.pesta.org/formulir.php?jenis=kelas

  Untuk men-download bahan kursus:

  ==>     http://www.pesta.org/kursus.php?modul=dik

<=> SURAT ANDA --------------------------------------------------- <=>

  Dari: Anthonius <Anthonius(at)>
  >Apakah C3I ada menyediakan kursus/pembinaan konseling bagi
  >konselor? Jika ada mohon alamat dan lokasinya. Terima Kasih
  >Tuhan Memberkati

  Redaksi:
  Sdr. Anthonius terkasih,
  Terima kasih untuk surat Anda. C3I belum menyediakan kursus/
  pembinaan konseling bagi konselor. Saat ini C3I baru menyediakan
  materi-materi konseling yang bisa dipergunakan untuk meningkatkan
  kemampuan konselor Kristen awam. Kami mohon dukungan doanya supaya
  di masa mendatang C3I bisa menyediakan kursus/pembinaan konseling
  bagi konselor seperti yang Anda maksud. Terima kasih, Tuhan
  memberkati.

<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=> e-KONSEL <=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                          Ratri, Evie, Endang
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2006 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>
Anda punya masalah/perlu konseling?   < masalah-konsel(at)sabda.org >
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat:          < owner-i-kan-konsel(at)xc.org >
=====================================================================
  Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org >
  Berhenti    : < unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org >
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP       : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  Situs C3I   : http://www.sabda.org/c3i/
<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org