Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/95

e-Konsel edisi 95 (15-9-2005)

Perlukah Berhutang?


><>                Edisi (095) -- 15 September 2005               <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
    - Pengantar            : Mempertimbangkan Hutang
    - Cakrawala (Artikel 1): Boleh Hutang, Asal ...?
                (Artikel 2): Menggunakan Kartu Kredit
    - Tips                 : Bebas dari Jebakan Hutang
    - Surat                : Topik Stres pada Anak

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Ada pepatah mengatakan "Besar pasak daripada tiang" yang artinya
  "besar pengeluaran daripada penghasilan". Pepatah ini sering
  digunakan untuk menunjuk atau memperingatkan orang-orang yang sering
  terlibat dalam masalah hutang. Hutang memang bukan hal baru.
  Terlebih lagi sekarang ini ada banyak cara yang digunakan perusahaan
  untuk memikat orang supaya berhutang. Sebagai contoh, banyak barang-
  barang yang dapat dibeli dengan sistem kredit. Juga budaya pemakaian
  kartu kredit yang pada akhirnya justru sering menjerat penggunanya
  ke dalam masalah hutang.

  Apakah berhutang itu alkitabiah? Yang jelas dari akal sehat kita
  tahu bahwa berhutang itu akan membuat hidup kita menjadi lebih sulit
  dan rumit. Nah, sebelum mengambil keputusan untuk berhutang, mari
  kita belajar dulu dari Firman Tuhan. Dua Artikel dan satu Tips yang
  kami sajikan di edisi e-Konsel kali ini akan menolong Anda untuk
  melihat apa yang Alkitab katakan tentang hutang. Dan melalui sajian
  ini kami berharap Anda akan belajar untuk membuat pertimbangan yang
  matang terlebih dahulu sebelum Anda mengambil keputusan untuk
  berhutang. (Rat)

  Redaksi

*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

  (Artikel 1)

                   -*- BOLEH HUTANG, ASAL ...? -*-

  Dulu, jika tidak benar-benar sedang butuh uang -— entah karena
  tertimpa musibah atau peristiwa darurat lainnya -— orang sebisa
  mungkin tidak akan berhutang. Tapi sekarang, orang yang memiliki
  uang justru lebih suka berhutang. Malah, kepercayaan untuk mendapat
  kredit (hutang) bisa menunjukkan status sosial tertentu. Bagaimana
  seharusnya kita menyikapi fenomena itu?

  Orang seringkali tidak sadar bahwa hutang itu adalah pendapatan yang
  akan kita peroleh di masa depan namun kita pakai saat ini. "Artinya,
  pengeluaran yang tidak bisa ditutup oleh pendapatan kita yang
  sekarang ditutup oleh pendapatan kita pada masa datang. Sayangnya,
  banyak orang yang tidak menyadari hal ini. Mereka menganggap hutang
  itu sebagai uang lebih. Padahal tidak seperti itu," kata Benny
  Santosa, S.T.,M.Com., penulis buku "All About Money 1 &, 2" (PBMR
  ANDI).

  Jika orang sadar hakikat hutang yang sebenarnya, ia akan menggunakan
  hasil hutang itu untuk hal-hal produktif yang dapat menambah
  penghasilan sehingga uang yang dipinjam tidak habis sia-sia.
  Sebaliknya, kalau digunakan untuk keperluan konsumtif tidak akan
  memberi nilai tambah, tetapi justru akan menjebak orang ke jerat
  hutang yang lebih dalam.

  1. Hutang produktif
     ----------------
     Menurut dosen Universitas Surabaya itu, setidaknya ada dua alasan
     orang berhutang, yaitu ingin mempercepat proses dan ingin
     memenuhi keinginan. Untuk mengembangkan bisnis, orang membutuhkan
     modal besar. Berhutang akan mempercepat proses untuk mendapatkan
     modal besar. Hutang model ini, mungkin bisa disebut sebagai
     hutang yang produktif. Karena uang yang dipinjam tidak hilang
     sia-sia tapi justru dapat menambah penghasilan. Dengan catatan,
     jika usaha yang dikembangkannya berhasil. Meski begitu, jika
     tidak dilakukan dengan perhitungan yang matang, hutang yang
     tujuannya produktif ini pun dapat mencekik. Seperti yang terjadi
     pada 1998, kekacauan di negeri ini membuat suku bunga kredit
     tinggi. Akibatnya, banyak perusahaan yang mengandalkan hutang
     jadi hancur.

  2. Karena kepepet
     --------------
     Ada pula orang yang berhutang dengan alasan ingin segera keluar
     dari masalah keuangan. Tapi pada kenyataannya, orang yang
     berhutang dengan alasan ini justru akan terjerat lebih dalam ke
     jebakan hutang. Hidupnya tidak lagi tenang. Gali lubang, tutup
     lubang, begitu seterusnya tiada henti. Namun, ada juga orang yang
     terpaksa hutang karena terkena musibah, seperti membiayai
     keluarga yang sakit. Fenomena itulah yang dipotret di salah satu
     tayangan TV yang berjudul "Lunas". Menurut Eko Nugroho,
     penggagasnya, acara itu memang sengaja dibuat untuk membantu
     orang terlepas dari jerat hutang yang bukan karena kesalahannya
     sendiri melainkan karena musibah. Dan, kasus seperti itu banyak
     ditemui di masyarakat kita.

  3. Memenuhi keinginan
     ------------------
     Yang paling sering terjadi dan dilakukan banyak orang adalah
     berhutang untuk memenuhi berbagai keinginan. Nah, ini yang paling
     sulit karena sifat alami manusia adalah punya banyak keinginan.
     Parahnya, banyak manusia tidak dapat membatasi keinginan mereka.
     Padahal keinginan itu biasanya lebih besar daripada kemampuan
     ekonomi. Akibatnya, orang pun "terpaksa" berhutang demi memenuhi
     keinginan yang tidak terjangkau oleh penghasilan itu. Edo,
     misalnya. Penghasilannya sebagai salah satu manajer di perusahaan
     telekomunikasi sebenarnya cukup untuk membeli mobil sekelas
     Kijang. Namun, karena ia hidup di lingkungan yang bergaya hidup
     elit, mobil itu dipandang kurang berkelas. Kini, ia memilih
     membeli mobil Nissan X-Trail yang lebih mahal dengan cara kredit.

  4. Untuk gaya hidup?
     -----------------
     Seringkali, hutang memang disebabkan oleh masalah gaya hidup.
     Menurut Benny, paling tidak ada tiga gaya hidup yang berkaitan
     dengan uang. Pertama, orang yang pengeluarannya selalu lebih
     besar daripada penghasilan. Biasanya mereka melakukan itu demi
     memenuhi tuntutan lingkungan. Mereka tak segan berhutang, untuk
     membiayai gaya hidup ini hingga tanpa sadar suatu kali mereka
     dapat terjebak masalah.

     Kedua, orang yang selalu menghabiskan pendapatannya tanpa
     menyisakan sedikit pun untuk menabung. Bagi orang seperti ini,
     berapa pun jumlah uang yang didapat tak berpengaruh. Jika yang
     masuk lebih banyak, biasanya yang keluar pun lebih banyak.
     Akibatnya, jika terjadi hal-hal yang mendadak dan darurat,
     mereka kebingungan karena tidak memiliki simpanan.

     Ketiga, orang yang memiliki tujuan dalam keuangan. Artinya,
     mereka tahu dengan pasti berapa jumlah uang mereka dan untuk
     tujuan apa uang itu dikeluarkan. Dengan begitu, pengeluaran
     tidak akan melebihi pendapatan mereka.

     Dari ketiga gaya hidup itu, yang paling banyak tampak adalah yang
     pertama dan kedua. Mengapa itu bisa terjadi? Selain karena tidak
     bisa mengelola anggaran dengan baik, pada dasarnya manusia memang
     tidak pernah merasa puas. Ia selalu dicobai dan dibelenggu oleh
     satu keinginan kepada keinginan yang lain. Tak ada habisnya.
     "Karena itu, kita harus dengan sangat tegas berkata, gaya hidup
     konsumtif adalah lawan yang harus kita perangi!" tandas Benny.

  4. Tidak menikmati berkat
     ----------------------
     Menurut Benny yang memilih gaya hidup sederhana, orang sebenarnya
     tidak perlu berhutang seandainya ia bisa mengelola anggaran
     dengan baik. Artinya, ia bisa menyesuaikan antara pendapatan dan
     pengeluaran.

     Penghasilan yang kita peroleh adalah berkat dari Tuhan yang harus
     kita kelola dengan baik. Sayangnya, manusia adalah makhluk yang
     tidak pernah puas. Dan, ketidakpuasan adalah penyakit utama semua
     manusia. Kita hanya memfokuskan diri pada apa yang tidak kita
     miliki sehingga selalu hanya melihat kekurangan yang ada dalam
     diri kita. Ada saja kebutuhan yang belum dipenuhi.

     Ketidakpuasan itu juga ada karena kita memiliki iri hati, selalu
     membandingkan apa yang sudah kita miliki dengan apa yang dimiliki
     orang lain. Karena selalu merasa "rumput tetangga lebih hijau",
     kita menjadi tak bisa melihat berkat Tuhan yang telah dicurahkan
     dalam hidup kita. Sebaliknya, kita justru akan dikejar-kejar oleh
     kebutuhan untuk memenuhi keinginan kita yang tidak ada habisnya.
     Itulah yang seringkali membuat kita menjadi tertekan hingga harus
     berhutang. Bukan karena tidak cukup, tetapi karena kita sendiri
     yang tidak pernah bisa berkata cukup! "Sebetulnya ketidakpuasan
     itu timbul gara-gara terlalu banyak menggunakan uang bukan untuk
     sesuatu yang sudah direncanakan Tuhan," kata Benny.

  Apa Kata Alkitab?
  -----------------
  Begitu dekatnya kita dengan aktivitas ini hingga kita merasa bahwa
  hutang adalah sesuatu yang wajar. Benarkah demikian? Lalu apa maksud
  Alkitab yang melarang kita berhutang seperti yang tertulis di kitab
  Roma 13:8,
    "Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi
    hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi
    sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat."

  "Kalau membaca itu, orang Kristen langsung berkata bahwa kita tidak
  boleh berhutang apa pun. Tapi kalau dilihat dari ayat di atasnya,
  sebenarnya Paulus tidak langsung berbicara seperti itu," kata Benny
  yang meraih gelar Master of Commerce dari University of New South
  Wales (UNSW), Sydney, Australia itu.

  Jika dilihat dari konteksnya, ayat itu tidak menunjuk soal larangan
  untuk meminjam uang pada orang lain. Tema besar dari perikop itu
  adalah tentang kewajiban yang harus dipenuhi orang Kristen terhadap
  pemerintah, salah satunya adalah membayar pajak. Selain itu, Paulus
  juga menegaskan tentang pentingnya menghormati hak seseorang. Salah
  satunya adalah memberi hormat kepada orang yang berhak
  mendapatkannya. "Dengan demikian, ketika mengatakan bahwa `Janganlah
  kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga`, Paulus dalam konteks
  ini tidak menyinggung soal larangan meminjam uang kepada orang
  lain," jelas pria kelahiran Magetan, 7 Juni 1971.

  Siapa yang berhutang menjual kebebasannya. Begitu kata pepatah
  Jerman. Amsal pun mengatakan,
    "Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak
    dari yang menghutangi." (Amsal 22:7)

  Jadi, kendati Firman Tuhan tidak pernah melarang kita untuk meminjam
  uang, Alkitab menunjukkan bahwa melakukannya juga mendatangkan
  pengaruh negatif. Oleh karena itu, menurut Benny, hutang bisa
  membawa kebaikan tetapi bisa juga keburukan. "Sekali lagi, kalau
  bisa jangan berhutang, tetapi jangan juga merasa berdosa kalau
  berhutang untuk hal yang baik. Meski begitu, itu pun harus dilakukan
  dengan pertimbangan yang sangat matang," terang pria yang aktif
  terlibat sebagai tim edukasi GBIS River of Live Surabaya ini.

  Dengan begitu, hutang yang dimaksudkan untuk membantu kita keluar
  dari masalah keuangan akhirnya tidak akan menjadi jerat baru yang
  membuat kita makin terpuruk. Namun, hal yang lebih mendasar dari
  semua itu adalah bagaimana kita mampu mencukupkan diri pada semua
  yang ada. "Karena apa pun yang kita miliki sekarang suatu saat akan
  kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan. Kita ini hanyalah pengelola
  sesuatu yang sebenarnya bukan milik kita," tutur Benny bijak.

  Toh, kesuksesan hidup seseorang tidaklah tergantung pada seberapa
  banyak barang yang ia miliki, melainkan dari seberapa banyak yang
  bisa ia berikan pada orang lain. Dan, itu tidak sekedar materi,
  tetapi juga nilai-nilai hidup dan kebaikan. (Sari)

  -*- Sumber diambil dari: -*-
  Situs Bahana Magazine
  ==>   http://www.bahana-magazine.com/mei2005/jentera2.htm

*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*
  (Artikel 2)

                   -*- MENGGUNAKAN KARTU KREDIT -*-

  Ada banyak mitos tentang kartu kredit yang perlu untuk dimengerti
  oleh para pasangan muda. Pertama ialah pendapat bahwa dalam
  kehidupan masyarakat masa kini, memiliki kartu kredit adalah suatu
  keharusan. Jangan salah menanggapi pendapat ini. Kredit atau
  meminjam uang bukanlah hal yang tidak alkitabiah. Firman Tuhan tidak
  melarang kita untuk meminjam uang. Namun tidak ada satu pun hal
  positif dalam Alkitab yang menganjurkan kita untuk meminjam uang.
  Semua referensi ayat dalam hal meminjam adalah hal yang negatif.
  Kebanyakan justru berupa peringatan. Sebagai contoh, menurut Amsal
  22:7, "Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi
  budak dari yang menghutangi." Saya ingin mendorong para pasangan
  muda untuk mengingat Amsal ini dan mempercayainya. Sangatlah mudah
  bagi masyarakat kita untuk terikat kepada para peminjam uang.

  Apakah Anda memerlukan kredit?
  ------------------------------
  Banyak pasangan muda bertanya, "Bagaimana caranya supaya kami bisa
  memperoleh kredit?" Hal pertama yang saya coba lakukan untuk
  meyakinkan mereka ialah, jangan membuat kartu kredit kecuali Anda
  memiliki tujuan yang jelas dalam penggunaannya serta mengerti
  bagaimana menggunakannya dengan bijaksana. Saya percaya bahwa setiap
  kartu kredit seharusnya bertuliskan:
                                 AWAS!
        PENGGUNAAN KARTU INI BISA MEMBAHAYAKAN PERNIKAHAN ANDA

  Mungkin menurut Anda, Anda mampu menangani kredit. Begitu pula
  pendapat setiap pasangan yang pernah terjerat hutang. Jarang sekali
  ada orang bertujuan untuk terjerumus dalam hutang. Kenyataannya
  ketika melakukan konseling kepada saya, setiap pasangan yang dililit
  hutang itu akan menyatakan hal yang sama, "Bagaimana bisa kami masuk
  ke dalam masalah yang ruwet ini?"

  Drew dan Nan terlihat seperti pasangan ideal. Mereka berdua adalah
  lulusan dengan predikat unggul. Drew meneruskan ke sekolah hukum
  sementara Nan mengambil jurusan keguruan.

  Usai lulus dari sekolah hukum, Drew menggabungkan diri ke sebuah
  firma hukum yang dipimpin oleh ayah Nan. Setiap orang mengira rumah
  besar mereka tentu dibelikan oleh orangtua mereka yang kaya. Padahal
  kenyataannya rumah itu ada karena pembelanjaan mereka yang melebihi
  kemampuan penghasilan mereka. Saat para kreditor mulai menekan
  mereka, Drew mulai berspekulasi di saham, berusaha keras untuk
  mencapai angka puncak dan keluar dari belenggu hutang itu. Ia tahu
  bahwa jika sampai masalah keuangan itu diketahui orang, hal ini akan
  berpengaruh buruk terhadap karirnya.

  Nan sama sekali tidak peduli dengan keadaan keuangan mereka dan
  mempercayai saja kata-kata Drew bahwa gaya hidup mewah mereka
  diperoleh dari bonus firma hukumnya. Pada kenyataannya, Drew
  mengambil uang itu dari rekening bersama milik klien yang ia kelola.
  Ujung-ujungnya, skandal itu pun meledak bersamaan dengan audit bank
  atas rekening bersama tersebut. Ketika audit selesai, jumlah defisit
  atas dana klien bersama tersebut telah mencapai angka sebesar USD
  64.000. Drew dinyatakan melanggar hukum dan terancam hukuman 3 tahun
  tahanan di penjara federal -- semua karena keinginannya dan
  istrinya untuk hidup melampaui kemampuan mereka.

  Drew sendiri tidak menganggap dirinya tak jujur. Ia selalu bermaksud
  untuk membayar kembali rekening tersebut dan selalu menyimpan
  catatan terperinci mengenai jumlah uang yang "dipinjamnya". Banyak
  pasangan lainnya mengalami hal yang sama, hanya saja mereka meminjam
  dari teman, keluarga, dan para kreditur. Memang tindakan mereka
  masih dianggap legal karena hal itu "hanya" berakibat kebangkrutan.
  Namun konsekuensi emosional dan spiritualnya sangatlah mirip.

  Mereka yang memberikan kredit mengadakan promosi gencar bahwa Anda
  seharusnya membuat pinjaman segera. Tentu itu wajar karena begitulah
  cara mereka memperoleh penghasilan. Namun semakin lama Anda mampu
  hidup tanpa meminjam (atau kartu kredit), semakin berkurang pula
  ketergantungan Anda kepadanya kelak. Apa pun yang Anda lakukan,
  jangan menggunakan kartu kredit untuk sesuatu yang konsumtif/mudah
  habis nilainya seperti pakaian, makanan, liburan, atau reparasi.
  Dalam sejarah, hanya generasi kitalah yang meminjam uang untuk
  membeli barang-barang yang bisa habis dikonsumsi. Kakek-nenek kita
  tidak meminjam uang sebagaimana yang kita lakukan. Mereka hidup
  dengan apa yang mereka hasilkan, simpan dan kemudian belikan. Kini,
  orang membeli dan membayarnya kembali dalam bentuk pinjaman. Hanya
  seringkali para pasangan muda itu membeli di luar kemampuan mereka
  untuk membayarnya kembali.

  Bisakah kartu kredit digunakan dengan bijaksana?
  ------------------------------------------------
  Mitos umum lainnya ialah bahwa kartu kredit bisa digunakan dengan
  bijaksana. Jangan mau disesatkan! Kartu kredit bisa digunakan dengan
  ceroboh, namun jarang sekali, jika ada, yang bisa menggunakannya
  dengan bijak. Kartu kredit bukanlah sebuah masalah, namun ia jelas
  bisa membawa kita pada masalah. Sebuah kartu kredit, jika diatur
  dengan tepat, bisa berguna. Namun pada kenyataannya, setiap orang
  cenderung akan membeli secara berlebihan ketika ia menggunakan kartu
  kredit daripada ketika mereka membeli dengan uang tunai. Saya pernah
  mendengar orang berkata, "Saya membayar rutin tiap kali gajian
  setiap bulan," menunjukkan bahwa mereka bisa menggunakannya dengan
  bijaksana. Cukup sering pada kenyataannya hal itu tidaklah benar.
  Saya adalah orang yang sangat sadar akan pentingnya anggaran,
  sebagaimana yang saya katakan sebelumnya, dan saya memang
  menggunakan kartu kredit jika sedang bepergian. Saya membayar
  tagihan rutin tiap bulan dan tidak pernah membayar bunganya. Namun
  jika saya tidak hati-hati, saya akan membelanjakan uang lebih banyak
  dengan menggunakan kartu plastik itu dibandingkan jika saya membeli
  secara tunai.

  Kira-kira 12 tahun yang lalu, saya terbebas sama sekali dari kartu
  kredit dan pergi tanpanya selama hampir 10 tahun. Alasannya hanya
  karena hal berikut ini. Mayoritas orang yang berkonseling dengan
  saya telah menggunakan kredit dengan cara yang salah, dan ketika
  saya menanyakan pada mereka apakah mereka mau terbebas dari kartu
  kredit, hal pertama yang mereka tanyakan ialah, "Apakah Anda
  menggunakan kartu kredit?"

  Saya harus mengatakan, "Ya, saya memakainya, tapi saya
  menggunakannya dengan bijaksana."

  Kemudian mereka akan mengatakan, "Kalau begitu, mulai sekarang saya
  berjanji akan menggunakannya dengan bijaksana juga." Namun nyatanya
  jarang sekali mereka melakukannya.

  Maka saya memutuskan untuk melepaskan kartu kredit saya dan melihat
  apakah saya bisa bepergian tanpanya. Saya melakukan hal itu selama
  10 tahun. Tahukah Anda apa yang saya temukan? Ternyata saya tidaklah
  secermat yang saya kira, rupanya saya juga telah membeli barang-
  barang yang tidak akan saya beli bila saya membelinya secara tunai.
  Di airport saya sering membeli sesuatu karena saya bisa membayarnya
  30 hari kemudian. Atau saya akan makan di restoran yang lebih mahal
  karena saya tak perlu membayarnya secara tunai. Seringkali saya
  menginap di hotel atau motel yang tak akan saya pilih seandainya
  saya harus membayar tunai. Ingatlah, Anda bisa menggunakan kartu
  kredit dengan ceroboh, namun jarang bisa menggunakannya secara
  bijak. Itulah mitos yang umum.

  Namun, jika Anda akan menggunakan kartu kredit, sama seperti
  pasangan-pasangan yang lainnya, tetapkan beberapa aturan dasar dan
  tekankan dengan seksama. Saya akan menyarankan tiga aturan mendasar:

  1. Gunakan kartu kredit Anda HANYA untuk hal-hal yang telah
     dianggarkan. Dengan kata lain, jika barang itu tidak dianggarkan
     untuk bulan itu, jangan membelinya secara kredit.

  2. Bayarlah kredit Anda TIAP bulan. Jangan pernah membayar suku
     bunganya yang sangat membebani.

  3. Pada bulan pertama, jika Anda menemui bahwa Anda tak bisa
     membayar tagihan kartu kredit Anda, hancurkan kartu kredit Anda
     dan jangan pernah mengambil kredit lagi.

  Jika Anda dapat mengikuti aturan tersebut, kartu kredit tak akan
  menjadi sumber belenggu keuangan bagi Anda. (t/sil)

  -*- Sumber diterjemahkan dari: -*-
  Judul Buku        : The Complete Financial Guide
  Judul Artikel Asli: Credit Cards
  Penulis           : Larry Burkett
  Penerbit          : SP Publications, Inc., USA, 1989
  Halaman           : 37 - 40


*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*

                   -*- BEBAS DARI JEBAKAN UTANG -*-

  Kendati kita sudah berusaha keras supaya tidak berhutang, ternyata
  tetap saja ada kebutuhan mendesak yang besarnya tak dapat dicukupi
  oleh jumlah penghasilan kita. Sebelum memutuskan untuk berhutang,
  ada baiknya Anda merenungkan kiat-kiat berikut ini, supaya hutang
  yang dimaksudkan untuk membantu kita keluar dari masalah keuangan,
  tidak malah membuat kita semakin terpuruk.

  1. Menguji motivasi
     ----------------
     Sebelum memutuskan untuk berhutang, kita harus menguji motivasi
     kita terlebih dulu. Jangan sekali-kali berhutang tanpa tahu
     motivasi dan tujuan kita. Apakah hutang ini merupakan akibat dari
     KEINGINAN atau KEBUTUHAN? Hutang yang timbul akibat keinginan
     biasanya merupakan hutang yang buruk. Kita seharusnya mengajukan
     pertanyaan, "Apakah yang akan terjadi dalam hidup saya jika saya
     tidak mengambil hutang?" Jika ternyata dampaknya tidak terlalu
     besar lebih baik kita tidak berhutang!
       "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri,
       karena ia diseret dan dipikat olehnya." (Yakobus 1:14)

  2. Mencukupkan diri
     ----------------
     Jika kita bisa mengelola berkat Tuhan dengan baik —- menyesuaikan
     antara penghasilan dan pengeluaran —- maka kita tidak akan perlu
     berhutang. Untuk itu, kita harus mencukupkan diri dengan apa yang
     ada pada kita. Seperti yang dilakukan Paulus,
       "Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah
       belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." (Filipi 4:11)

  3. Mengerti konsekuensi jika memiliki hutang
     -----------------------------------------
     Firman Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa hidup dalam hutang
     adalah hidup seperti budak.
       "Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi
       budak dari yang menghutangi." (Amsal 22:7)

     Dengan memiliki hutang, kita harus menyadari bahwa gaya hidup
     kita nanti pasti akan berubah. Apakah kita siap menghadapi adanya
     perubahan ini? Seberapa banyak perubahan yang akan kita alami?
     Kita harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sehingga kita
     tidak kaget hidup dengan hutang. Banyak orang tidak pernah
     memikirkan hal ini sehingga tidak siap menghadapi hidup "baru"
     mereka yang dalam belitan hutang.

  4. Mengerti konsekuensi jika tidak bisa membayar hutang
     ----------------------------------------------------
     Kita harus mampu melihat konsekuensi terburuk dari keputusan kita
     untuk berhutang. Dengan begitu, kita bisa memeriksa kesiapan diri
     kita jika kejadian yang paling buruk itu terjadi. Seringkali,
     kita hanya melihat sisi baik dari hutang sehingga tidak siap
     apabila terjadi hal buruk. Ingat, kemungkinan mendapatkan untung
     senantiasa sebanding dengan kemungkinan mendapatkan kerugian.
     Oleh karena itu, kita harus memperlengkapi diri dengan ketekunan
     dan tanggung jawab tinggi sehingga kita dapat menyelesaikan
     kewajiban membayar hutang ini pada waktunya.
       ".... Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi
       pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta
       pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada
       padamu,...." (1Petrus 3:15).

  5. Menggunakan hutang/kredit secara tepat
     --------------------------------------
     - Dengan membeli barang yang nilai tukarnya terus bertambah.
       Dengan melakukan hal ini sebenarnya kita sedang mengamankan
       diri pada kemungkinan buruk. Ada kemungkinan, kita masuk dalam
       masa sulit yang membuat kita tidak bisa membayar hutang kita.
       Dalam kondisi seperti ini, kita mungkin harus menjual barang
       itu untuk menutupi hutang. Jika nilai barang itu lebih tinggi
       dari saat kita membelinya, kita bisa memanfaatkannya. Yang
       termasuk dalam golongan ini adalah pembelian rumah atau tanah.

     - Dengan membeli barang-barang yang bisa menghasilkan uang
       tambahan. Hutang yang kita ambil bisa menjadi hutang yang
       bermanfaat jika kita menggunakannya sebagai modal usaha. Namun
       demikian, hutang seperti ini tetap mengandung resiko. Ada
       kemungkinan usaha yang kita jalankan dengan menggunakan hutang
       akan mengalami kerugian. Oleh karena itu, perlu perhitungan
       yang sangat matang sebelum mengambil hutang untuk memperbesar
       usaha.

     - Jangan gunakan untuk membeli barang konsumtif. Berhutang untuk
       membeli barang-barang konsumtif yang nilainya terus menurun
       adalah keputusan yang sangat bodoh. Yang merupakan barang
       konsumtif di sini adalah: handphone, barang elektronik, dan
       sejenisnya.

  6. Besar maksimal uang cicilan per bulan tidak boleh lebih dari 30%
     pendapatan yang diterima
     ----------------------------------------------------------------
     Jika kita mendapatkan gaji sebesar 1 juta rupiah per bulan,
     sebaiknya total cicilan hutang kita tidak lebih dari 300 ribu
     rupiah. Hal ini supaya hidup kita tidak terlalu tertekan.

  7. Mengambil tindakan tegas ketika mendeteksi adanya kemungkinan
     tidak bisa membayar dengan pendapatan yang diterima
     -------------------------------------------------------------
     Kita harus berani mengambil tindakan tegas jika ada tanda-tanda
     kita tidak bisa meneruskan pembayaran cicilan hutang. Jika
     terlambat bertindak, bisa-bisa kita akan rugi besar. Keputusan
     terakhir yang bisa kita ambil adalah menjual barang yang kita
     beli dengan hutang itu untuk membayar semua kewajiban hutang
     kita. (Benny Santoso)

  -*- Sumber diambil dari: -*-
  Situs Bahana Magazine
  ==>   http://www.bahana-magazine.com/mei2005/jentera3.htm

*SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI Anda-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT*

  Dari: Steven <steven at>
  >Terimakasih, topik stres pada anak tepat sekali untuk saat ini.
  >Menghadapi anak-anak yang sedang tumbuh, banyak orangtua yang jadi
  >bingung.
  >Panduan seperti ini sangat membantu.
  >Salam, GBU

  Redaksi:
  Bersyukur kami bisa berbagi berkat dengan Anda. Kiranya bahan
  tersebut juga menjadi berkat bagi para orangtua lainnya yang saat
  ini rindu melihat putra putri mereka bertumbuh dan berkembang sesuai
  dengan yang dikehendaki Tuhan. Terima kasih untuk suratnya dan Tuhan
  memberkati!

e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                           Ratri, Evie, Silvi
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2005 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel(at)sabda.org>
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel(at)xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Berlangganan  : <subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org>
Berhenti      : <unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org>
Sistem lyris  : http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
ARSIP Publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
SABDA Katalog : http://www.sabda.org/katalog/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org