Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/93

e-Konsel edisi 93 (18-8-2005)

Berpoligami?

><>                 Edisi (093) -- 15 Agustus 2005                <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
    - Pengantar            : Lebih Baikkah dari Perselingkuhan?
    - Cakrawala            : Poligami
    - TELAGA               : Membentengi Pernikahan
    - Tanya Jawab Konseling: Apakah Poligami Diizinkan Allah?
    - Info                 : Seminar Keluarga KBI
    - Surat                : Terima Kasih untuk Topik Stres pada Anak

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                   -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Bagi sebagian orang, lepas dari latar belakang ras, budaya, dan
  agama beranggapan bahwa melakukan poligami adalah lebih baik
  dibanding dengan melakukan perselingkuhan. Argumentasi yang
  diajukan, bukankah lebih baik melakukannya dengan terang-terangan
  daripada harus sembunyi-sembunyi? Benarkah demikian? Bagaimana
  dengan sikap kita sebagai orang Kristen?

  Dunia akan selalu berkompromi dengan dosa, apa pun caranya. Bila
  perzinahan dilarang, maka akan muncul "cara-cara" baru untuk tetap
  dilakukan dan dihalalkan. Keluarga-keluarga Kristen pantas
  mewaspadai bahaya ini dan menyelaraskan hidup mereka dengan
  kebenaran Kristus. Itulah sebabnya, edisi e-Konsel kali ini
  menyajikan berbagai hal yang perlu kita ketahui tentang poligami
  berdasarkan Alkitab sehingga kita mampu menyikapinya dengan benar.
  Harapan kami, materi ini bisa memberkati Anda semua. (Sil)

  Redaksi


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

                           -*- POLIGAMI -*-

  Dalam hati nurani setiap orang beragama, tentunya termasuk Kristen,
  ada kesadaran bahwa beristri (atau bersuami) lebih dari satu adalah
  dosa. Poligami adalah hal yang tercela. Tidak heran jikalau hidup di
  tengah masyakarat yang agamanya "memberi peluang" untuk poligami
  sekalipun, poligami secara terang-terangan hanya dilakukan oleh
  segelintir orang yang perasaannya tidak terlalu peka terhadap suara
  hati nurani orang banyak.

  Dalam studi riset yang dilakukan beberapa ahli, ditemukan adanya
  perbedaan yang cukup mencolok antara pria dan wanita dalam soal
  poligami. Prialah yang lebih cenderung untuk berpoligami, wanita
  tidak. Helmut Thielicke dalam bukunya "Theological Ethics" (Vol 3.
  hal 84-ff) menyebutkan beberapa alasan:

  1. Bagi wanita, masalah seksualitas menyatu dengan keseluruhan
     dirinya.
     -----------------------------------------------------------
     Oleh sebab itu, ia mengatakan,
       "For woman, poligami/polyandry will damage her very substance
        of her nature." (Untuk wanita poligami akan merusak substansi
        terdalam dari naturnya sebagai wanita.)
     Itulah sebabnya dengan kesadaran yang sama, Teolog Soren
     Kierkegaard mengakui,
       "It would matter nothing to him to betray the whole world, but
        that he will shrink from betraying a pure maiden, because it
        will violating the real self of her." (Tak menjadi masalah
        baginya mengkhianati seluruh dunia, tetapi untuk mengkhianati
        cinta yang tulus dari seorang wanita ia sendiri akan rusak,
        karena pengkhianatan tersebut berhubungan langsung dengan jati
        diri yang sesungguhnya dari seorang wanita.)

  2. Bagi pria, masalah seksualitas terpisah dari jati dirinya sebagai
     seorang laki-laki.
     -----------------------------------------------------------------
     Pria pada umumnya bisa memisahkan seksualitas (dan hal-hal
     badani) dari "the real self"-nya. Sehingga pengalaman seksualitas
     bisa independen dari apa yang sesungguhnya terjadi dalam
     batinnya.

  David Friedrich Srauss menganalisa karya Goethe (Faust) yang
  berhasil menyingkapkan rahasia terdalam dari kehidupan seorang pria.
  Berbeda dari wanita, dalam batin pria selalu ada kegelisahan mencari
  "eternal feminine/wanita abadi" yang tak kunjung muncul. Dalam
  petualangannya dengan wanita-wanita, kebutuhan "eros pria"
  sebenarnya tak mungkin pernah terpuaskan. Oleh sebab itu, keberanian
  Faust mengikatkan diri dengan seorang wanita (dalam cerita itu
  Margaret) yang menolak untuk diperlakukan sebagai "a mere specimen
  of the eternal feminime" (suatu bentuk simbolik dari wanita abadi),
  telah menjebaknya dalam ikatan yang menghancurkan dirinya sendiri.
  Seolah-olah sesuatu yang tragis justru dialami pria oleh karena ia
  mencoba menyangkali naturnya yang memisahkan antara seksualitas
  dengan jati dirinya.

  Tentu ini hanya drama dari Goethe. Meskipun drama ini mengandung
  kebenaran, yaitu Goethe menyingkapkan realita kegagalan manusia
  (pria) dalam upaya menghidupi kebenaran, karena jiwanya yang masih
  terjerat dengan naturnya yang tidak konduktif untuk menjadi konteks
  kebenaran tersebut. Kesetiaan hubungannya dengan wanita, hanyalah
  suatu fantasi yang terpendam jauh dalam lubuk batin manusia yang
  berdosa. Keberaniannya menerapkan kebenaran di tengah konteks hidup
  yang berdosa justru akan menghancurkan dirinya. Sama seperti yang
  dikatakan Tuhan Yesus dalam Matius 9:16-17 bahwa perbuatan tersebut
  seperti "menambal kain yang baru pada baju yang lapuk", atau
  "memasukkan air anggur yang baru dalam kerbat kulit yang lama".
  Manusia perlu diperbaharui dahulu sebelum ia benar-benar dapat
  mengerti dan menghayati kebenaran ilahi. Peringatan dan larangan
  berpoligami tidak berfaedah, karena bagi mereka yang terjebak dalam
  natur dosanya secara formal memang bukan poligami, melainkan tidak
  membebaskan mereka dari dosa perzinahan (Matius 5:27-28). Suatu
  bentuk poligami tersembunyi, yang ternyata bukan hanya pria saja
  yang melakukan.

  Kita hidup di tengah budaya yang sangat kondusif dengan berbagai
  macam perzinahan. Meskipun sebagian besar dari kasus tersebut
  merupakan kasus perzinahan poligami yang tersembunyi yang
  dimanifestasikan dalam bentuk-bentuk yang berbeda dari poligami pada
  umumnya. Oleh sebab itu, kejelian dan kepekaan saudara seiman
  sebagai konselor sangat diperlukan. Coba perhatikan kasus di bawah
  ini:

     A dan B adalah pasangan suami-istri yang "cukup baik". Mereka 
     jarang bertengkar karena keduanya benar-benar ingin menjaga 
     "image" sebagai keluarga Kristen yang baik. A adalah seorang 
     individu yang tertutup dan pendiam. Ia pekerja yang rajin dan 
     karirnya menanjak dengan baik. Hanya A bukanlah tipe yang 
     romantis. Tidak heran, meskipun ia tidak pernah menyeleweng, dan 
     ia adalah seorang yang setia pada seluruh keluarganya, tetapi B, 
     istrinya, merasa ada sesuatu yang kurang.

     Sebagai teman dari B, Anda seringkali mendengar keluhan
     ketidakpuasan B terhadap A. Meskipun demikian, karena Anda
     melihat mereka sering berdua dalam kegiatan gerejani dan
     nampaknya baik-baik saja, Anda cenderung menganggap keluhan B
     sebagai hal yang wajar saja. Toh tak ada gading yang tak retak.
     Tak ada pernikahan yang "sempurna".

     Meskipun demikian, pada suatu hari Anda melihat hal yang membuat
     hati nurani Anda gelisah. Anda bertemu dengan B dan X yang sedang
     makan siang bersama di sebuah food-court. Dalam pertemuan
     tersebut mereka sama sekali tidak menunjukkan hal-hal yang aneh.
     Hanya ... Anda sendiri yang merasa gelisah. Kegelisahan Anda
     semakin memuncak ketika pada suatu hari B mengatakan kepada Anda
     bahwa pria idamannya sebenarnya tipe pribadi seperti pemimpin
     paduan suara yang bernama X tersebut. Dengan terus terang B
     mengatakan telah salah pilih dan menikah dengan orang yang
     keliru. B mengatakan bahwa ia akan terus belajar mensyukuri apa
     yang memang sudah menjadi jodohnya. Kemudian, B mengakui terus
     terang bahwa dua tahun terakhir ini ia dekat sekali dengan X
     seperti layaknya hubungan adik-kakak. Rasanya cocok betul, segala
     sesuatu dapat dibicarakan dengan begitu enaknya. Masalah apa saja
     dapat dibicarakan dengan X.

     Menurut pengakuan B (yang Anda kenal sebagai orang jujur)
     hubungan tersebut tidak ada unsur-unsur pacaran sama sekali.
     Hanya saja ... B merasa setiap hari ada kebutuhan dan keinginan
     untuk ngobrol dengan X. "Yah, meskipun cuma melalui telepon,"
     katanya.

     A, suami B, nampaknya tidak keberatan karena X dan istrinya
     seringkali mampir dan ngobrol di rumahnya. A menganggap pasangan
     suami-istri tersebut adalah teman-teman dekatnya.

  Kasus seperti ini merupakan kasus yang sangat sering kita jumpai
  sekarang ini. Persahabatan antara pria dan wanita yang sudah menikah
  telah menjadi bagian dari budaya, sehingga dianggap wajar-wajar
  saja. Meskipun demikian, kita perlu betul-betul waspada bahwa hal
  yang wajar dan dapat diterima oleh masyarakat tak selalu wajar dan
  baik. Oleh sebab itu, sebagai teman dekat B, Anda seharusnya
  membekali diri dengan beberapa prinsip di bawah ini:

  1. Walaupun B tidak secara khusus meminta nasihat kepada Anda, B
     sebenarnya sudah memainkan peran sebagai klien yang siap untuk
     suatu konseling.
     --------------------------------------------------------------
     Oleh sebab itu, mintalah pimpinan kepada Tuhan. Berdoalah dan
     persiapkanlah diri Anda untuk mulai membimbing B. Pekalah
     terhadap waktu yang Tuhan sediakan bagi Anda untuk percakapan
     konseling tersebut.

     Untuk itu, Anda perlu membekali diri dengan konsep-konsep yang
     benar (sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran firman Tuhan)
     tentang apa itu natur dan tujuan pernikahan Kristen. PERTAMA,
     Anda perlu jelas bahwa apa yang sudah terjadi (A menikah dengan
     B) adalah sama dengan apa yang sudah dipersatukan Allah. Memang
     ini misteri dari providensia Allah yang di dalamnya manusia
     mempertanggungjawabkan kebebasannya untuk memilih. Meskipun
     secara sadar manusia salah pilih, tetap dalam iman ia seharusnya
     memasukkan "realita tersebut" dalam ikatan providensia-Nya supaya
     dapat dipertanggungjawabkan secara imani. Artinya, dalam
     pemilihan untuk memasuki realita "salah pilih" tersebut seorang
     yang beriman akan memasukkannya dalam konteks menjadi bagian
     kehendak Allah atas dirinya. Itulah konsep kehidupan iman. Dengan
     demikian, tidaklah benar jika B menghidupkan perasaan tidak puas
     oleh karena A bukan tipe idealnya dsb..

     KEDUA, kehidupan dalam iman seharusnya membekali B dengan tekad
     untuk membangun kehidupan seutuhnya dengan A dan bukan dengan
     orang lain. Kehidupan seutuhnya adalah kehidupan yang arahnya
     pemenuhan batin dan aktualisasi dirinya. B tidak seharusnya
     meragukan kemungkinan untuk mendapat pemenuhan tersebut dengan A,
     karena pemenuhan kebutuhan batiniah dan aktualisasi diri bukanlah
     sesuatu yang manusia secara subjektif tentukan sendiri. Hanya
     Allah yang sebenarnya dapat memberikan pemenuhan tersebut. Oleh
     sebab itu, ketaatan (obedience) kepada Allah akan membawa B masuk
     dalam proses yang benar. Sebagai konselor, jangan sampai empati
     Anda berubah menjadi simpati sehingga Anda membiarkan B hanyut
     dalam nafsu subjektif pemenuhan kehendak pribadi dan setuju kalau
     B berhak untuk tidak mencari pemenuhan batinnya dengan A.

     KETIGA, jelas perlu bagi konselor dan klien mengerti bahwa tujuan
     pernikahan Kristen bukanlah "kebahagiaan atau perasaan bahagia".
     Karena perasaan bahagia adalah anugerah umum atau sesuatu yang
     relatif yang Allah sediakan bagi siapa saja, termasuk bagi orang-
     orang jahat. Setiap orang dengan sendirinya akan merasa bahagia
     kalau kebutuhannya terpenuhi. Itu natural. Oleh sebab itu,
     kebahagiaan (yang Tuhan juga sediakan bagi orang-orang percaya
     ini) bukanlah tujuan utama pernikahan. Tujuan utama pernikahan
     telah ditetapkan Allah sejak penciptaan, yaitu supaya suami-istri
     menjadi rekan-rekan kerja Allah dalam mengerjakan segala
     pekerjaan baik yang telah disediakan-Nya (Kejadian 1:26-28,
     Efesus 2:10). Untuk itu syarat utama adalah suami-istri, keduanya
     masuk dalam proses pertumbuhan yang seutuhnya menjadi serupa
     dengan gambar Kristus (Roma 8:29).

     Memahami tujuan ini, akan memungkinkan orang seperti B sadar
     bahwa fokus hidupnya selama ini adalah fokus yang sangat duniawi
     dan egosentristik. B belum menyadari tujuan hidupnya sebagai
     orang yang sudah diselamatkan. Anda harus menolong B untuk
     belajar mematikan perasaannya terhadap X dan memakai kondisi
     ketidakpuasan terhadap A sebagai sarana pertumbuhan pribadi dan
     imannya.

  2. Dengan sikap tidak menghakimi, Anda perlu belajar untuk menjadi
     teman bicara B yang sebaik-baiknya.
     --------------------------------------------------------------
     Ciptakanlah suasana yang konduksif dimana B akan merasa dirinya
     sangat diterima dan sangat dimengerti oleh Anda. Melalui itulah
     Anda akan mulai melihat B yang sesungguhnya muncul dari "tempat
     persembunyian jiwanya" yang ia sendiri tidak menyadarinya.

     Misalnya, Anda mulai dapat menangkap pola-pola pikirannya
     (bagaimana pikirannya bekerja; bagaimana B memikirkan hubungannya
     dengan A dan X; komponen-komponen kognitif apa yang ia pakai dan
     komponen-komponen kognitif apa yang ia abaikan; mengapa demikian,
     dst.) dan struktur kepribadian atau pola kerja jiwanya (mengapa
     ia begitu mudah mengikatkan dirinya dengan X; apa sebenarnya
     kebutuhan B yang terpenuhi dalam hubungan dengan X dan bukan
     dengan A suaminya, dsb.). Untuk itu, Anda mulai mempunyai
     pengenalan yang sesungguhnya akan siapa sebenarnya B tersebut.
     Anda mulai mempunyai praduga-praduga dan itu perlu diuji dulu
     kebenarannya. Untuk itu, Anda perlu merefleksikan praduga
     tersebut dan melihat bagaimana reaksi B atas refleksi yang Anda
     berikan. Misalnya, Anda katakan pada B: "Mendengar apa yang Anda
     katakan tadi, rasanya Anda mau mengatakan kepada saya bahwa Anda
     sudah memutuskan untuk tidak mau berupaya mengasihi suami Anda
     dengan kasih yang seharusnya ada dalam hubungan suami-istri. Apa
     benar demikian?", 3. Setelah B menyadari apa yang sedang terjadi dalam dirinya dan
     bagaimana sikapnya dalam realita kehidupannya, barulah Anda boleh
     mengkonfrontir B (ini tidak dianjurkan untuk profesional
     konselor) dengan kebenaran-kebenaran yang sumbernya dari Alkitab.
----------------------------------------------------------------

     B seharusnya menyadari bahwa hubungannya dengan X (meskipun tak
     ada realita praktis seperti layaknya orang pacaran) adalah
     hubungan yang tidak wajar. Hubungan ini sudah mempunyai muatan-
     muatan "cinta/love", karena tiga komponen love ada di sana,
     yaitu:
     (a) intimacy, atau perasaan intim oleh karena merasa dirinya
         dimengerti dan diterima sepenuhnya,
     (b) decision commitment, atau unsur rasionil untuk
         mempertimbangkan untung-rugi kalau mengambil keputusan dan
         komitmen. Nah, hasilnya B dan X telah merasakan adanya
         obligasi untuk selalu dan sering-sering bertemu, berhubungan
         dan berkomunikasi. B mengakui bahwa apa saja bisa
         disharingkan dengan X. Ada kemungkinan hubungan mereka diam-
         diam "dinikmati" oleh karena ada komponen ketiga, yaitu:
     (c) passion atau seksualitas dalam bahasanya yang tersendiri.
         Mungkin benar mereka tidak bercumbuan dsb, tetapi tingginya
         frekuensi komunikasi pribadi antara pria-wanita tak mungkin
         dapat dipertahankan tanpa unsur-unsur passion.

  Nah, kalau X menjadi begitu berarti bagi B, siapakah sesungguhnya
  suami B? Memang secara yuridis A adalah suami B, tetapi secara
  praktis (de facto) sebenarnya X-lah suami B. Ini adalah perzinahan
  yang tersembunyi. Ini adalah bentuk poligami yang tersembunyi.

-*- Diedit dari sumber: -*-
  Judul Buletin: Parakaleo (Vol.VII/No.1/Edisi Jan-Mar 2000)
  Penulis      : Dr. Yakub B. Susabda
  Penerbit     : Departemen Konseling STTRI
  Halaman      : 1 - 3


*TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*

  Meskipun sudah disatukan dan diikat dalam pernikahan kudus, sikap
  saling menjaga diri untuk memperkuat suatu pernikahan tetaplah
  diperlukan. Ringkasan dari kaset TELAGA berikut ini memberikan
  beberapa langkah yang bisa digunakan sebagai tips untuk menjaga
  pernikahan Anda. Silakan menyimak!

                    -*- MEMBENTENGI PERNIKAHAN -*-

  Sebagai manusia yang berkodrat emosional, kita masih dapat tertarik
  dengan orang lain setelah kita menikah. Apa yang harus kita lakukan
  untuk melindungi pernikahan kita?

  1. Jangan panik!
     -------------
     Perasaan suka memang bisa datang namun perasaan ini juga bisa
     pergi. Syaratnya satu: Jangan menyediakan pot untuk bibit cinta
     ini. Misalkan, jangan pergi berdua dengannya, jangan sengaja
     meneleponnya, jangan membicarakan hal-hal yang pribadi, jangan
     menunjukkan kesan bahwa kita menyukainya, jangan memberi
     perhatian ekstra.

  2. Jagalah keseimbangan hidup.
     ---------------------------
     Cukup istirahat, cukup kerja, cukup olahraga, cukup rekreasi, dan
     cukup berteman.

  3. Maksimalkan madu pernikahan sendiri.
     ------------------------------------
     Perbaiki kerusakan yang ada, sampaikan harapan yang belum
     terpenuhi, perbuatlah hal-hal yang menyenangkan pasangan kita.

  4. Takut akan Tuhan.
     -----------------
     Ingatlah bahwa Tuhan tidak berkenan dengan perzinahan dan Ia akan
     menghukum kita.

  Hati-hati terhadap:
  -------------------
  1. Ajakan kencan berduaan dari lawan jenis meski ia adalah teman
     baik.
  2. Sikap yang terlalu baik dan penuh perhatian darinya.
  3. Pertanyaan-pertanyaan yang terlalu pribadi.
  4. Sentuhan yang lembut.
  5. Ajakan mengerjakan tugas bersamanya.
  6. Orang yang sedang dalam keadaan butuh secara emosional.
  7. Orang yang tidak takut akan Tuhan.

                  "Akuilah Dia dalam segala lakumu,
                   maka Ia akan meluruskan jalanmu.
           Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak,
     takutlah akan Tuhan dan jauhilah kejahatan; itulah yang akan
        menyembuhkan tubuhmu dan menyegarkan tulang-tulangmu."
                             (Amsal 3:6-8)

-*- Sumber: -*-
  Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #0139B
        yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.
   ==>  http://www.telaga.org/ringkasan.php?membentengi_pernikahan.htm


*TANYA JAWAB*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*KONSELING*

  Sajian Tanya Jawab berikut ini akan menolong kita untuk mengetahui
  lebih jauh pandangan orang Kristen tentang poligami dan perceraian.
  Silakan disimak.

               -*- APAKAH POLIGAMI DIIZINKAN ALLAH -*-

------
  T : Saya sudah membaca cerita tentang Abraham dan keturunannya
      hingga Daud dan Salomo. Mereka berpoligami, tetapi Allah tetap
      hadir dalam kehidupan mereka. Bagaimana penjelasan mengenai hal
      ini?

  J : Jika Tuhan membiarkan mereka berpoligami, itu tidak berarti
      Tuhan setuju dengan poligami. Ketidaksetujuan Tuhan ini jelas
      terlihat dari adanya masalah-masalah yang muncul sebagai
      hukuman yang Tuhan berikan untuk dosa poligami yang mereka
      lakukan. Misalnya, masalah Sara dan Hagar sehingga Abraham
      akhirnya harus mengusir Hagar dan anaknya. Contoh lain,
      munculnya masalah-masalah keluarga yang dialami oleh Yakub, Daud
      Salomo, dll..
------
  T : Apakah Allah membenci perceraian tetapi mengizinkan poligami?

  J : Tuhan tidak mengizinkan poligami atau perceraian, bahkan Tuhan
      membenci keduanya karena baik poligami maupun perceraian
      merupakan kekejian di mata Tuhan.
------
  T : Sepertinya konsep poligami itu sangat umum di dunia Timur,
      apalagi Timur Tengah. Benarkah budaya monogami itu lebih
      didukung oleh dunia Barat. tapi mereka juga yang akhirnya
      mengesahkan perceraian. Mohon penjelasan!

  J : Alkitab memberi banyak petunjuk bahwa Tuhan tidak menghendaki
      umat-Nya hidup dalam dosa poligami atau perceraian, lepas dari
      latar belakang budayanya. Orang-orang Barat mewarisi banyak
      tradisi Kristen sehingga menerapkan prinsip perkawinan monogami
      (ketika nilai-nilai kekristenan masih dijunjung tinggi di
      Barat). Dengan berjalannya waktu, ternyata nilai-nilai
      kekristenan yang dijunjung tinggi itu makin lama makin luntur,
      karena dunia Barat mulai meninggalkan Tuhan. Sebagai konsekuensi
      logisnya, nilai-nilai kekristenan pun semakin ditinggalkan.
      Kesetiaan dalam perkawinan tidak lagi menjadi nilai yang harus
      dipertahankan. Jika mereka merasa sudah tidak cocok lagi dengan
      pasangannya atau ingin mencari pasangan lain, maka mereka
      mengambil jalan keluar dengan menceraikan pasangannya. Dari
      sinilah dosa perceraian mulai menjadi praktik yang lazim
      dilakukan di dunia Barat.

  Tim Konselor YLSA


*INFO *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* INFO*

                     -*- SEMINAR KELUARGA KBI -*-

  Kelompok Bina Iman (KBI) Domba Kristus, akan menyelenggarakan
  seminar keluarga dengan tema "NEVER WALK AWAY" pada:

  Hari, tanggal: Sabtu, 3 September 2005
  Pukul        : 17.00 - 21.00 WIB
  Tempat       : Dome of Harvest, Jl.Gunung Rinjani No.6,
                 Taman Himalaya, Lippo Karawaci, Jakarta
  Pembicara    : Pdt. Paul Gunadi, Ph.D.
  Biaya        : Rp. 50.000,00 / peserta (termasuk makan malam)

  Untuk pendaftaran dan informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
  - KBI Domba Kristus, Telp. 021-5467744, atau
  - Lusi, Telp. 021-9255256 / 0816 1605685


*SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI Anda-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT*

  Dari: Steven <steven (at)>
  >Terimakasih, topik stres pada anak tepat sekali untuk saat ini.
  >Menghadapi anak-anak yang sedang tumbuh, banyak orangtua yang jadi
  >bingung.
  >Panduan seperti ini sangat membantu.
  >Salam, GBU

  Redaksi:
  Kami sangat bersyukur, e-Konsel bisa menjadi berkat bagi Anda.
  Kiranya, bahan tersebut juga bisa menjadi berkat bagi para orangtua
  lainnya yang saat ini membutuhkan bimbingan dalam mendampingi putra-
  putri mereka yang sedang bertumbuh. Terima kasih untuk suratnya dan
  Tuhan memberkati!


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                        STAF REDAKSI e-Konsel
                         Ratri, Evie, Silvie
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                         Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2005 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                    http://www.sabda.org/katalog/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel(at)sabda.org>
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel(at)xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org
Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org
ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org