Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/86

e-Konsel edisi 86 (3-5-2005)

Mengatasi Rasa Bersalah

><>                   Edisi (086) -- 01 Mei 2005                  <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
    - Pengantar            : Bagaimana Mengatasi Rasa Bersalah?
    - Cakrawala            : Guilt (Rasa Bersalah)
    - Bimbingan Alkitabiah : Rasa Bersalah
    - Tanya Jawab          : Bagaimana Mengatasi Rasa Bersalah yang
                             Mendalam?
    - Surat                : Masalah Transeksual

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  "Mengapa saya masih terus merasa bersalah meskipun saya telah
  minta ampun kepada Tuhan?"

  Pertanyaan itu sering melintas saat seseorang melakukan perbuatan
  yang melanggar norma-norma tertentu, baik norma agama maupun
  masyarakat. Tidak semua orang bisa mengatasi perasaan bersalahnya
  dengan mudah. Ada tipe orang yang masih terus berkutat dengan
  perasaan bersalahnya meskipun peristiwanya sudah lama berlalu.
  Bahkan, fakta bahwa dia telah menerima pengampunan dari Tuhan dan
  orang yang disakitinya pun belum bisa membantu dia mengampuni
  dirinya sendiri. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana
  caranya mengatasi perasaan bersalah yang mendalam itu dengan sikap
  yang benar?

  e-Konsel edisi ini hadir untuk menjawab pertanyaan tersebut. Topik
  mengenai perasaan bersalah dan bagaimana cara mengatasi perasaan
  bersalah tersebut secara alkitabiah dikupas tuntas dalam sajian-
  sajian berikut ini. Apakah Anda ingin membantu orang-orang di
  sekitar Anda yang sedang bergumul dengan perasaan bersalahnya?
  Silakan menikmati sajian kami dan temukan cara untuk menolong teman/
  rekan dalam mengatasi perasaan bersalah yang mereka alami. (End)

  Redaksi


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

                    -*- GUILT (RASA BERSALAH) -*-

  Apa itu Guilt?
  --------------
  G. Belgum dengan tepat mengatakan bahwa "guilt" adalah sesuatu
  dimana agama dan psikologi paling sering bertemu (Guilt: Where
  Religion and Psychology Meet, Minneapolis: Augsburg, 1970). Mungkin
  tidak ada topik persoalan manusia yang mendapatkan perhatian yang
  begitu banyak, baik oleh teolog-teolog maupun konselor-konselor
  lebih daripada persoalan ini.

  Jikalau kita mau berbicara dengan orang-orang yang depresi,
  kesepian, yang bergumul dengan masalah-masalah dalam hidup
  pernikahan, para homoseks, orang-orang yang sedang dilanda
  kesusahan, dsb., maka kita akan menemukan bahwa guilt adalah bagian
  dari pergumulan dan persoalan mereka.

  Bruce Narramore, bahkan mengatakan bahwa guilt ada dalam setiap
  masalah psikologis yang dihadapi setiap orang (Guilt: Where Theology
  and Psychology Meet, Journal of Psychology and Theology 2, 1974, pp.
  18-25).

  Ada dua kategori yang berbeda tentang guilt, yaitu:

  a. Objective guilt
  ------------------
  Ini adalah guilt yang menjadi masalah oleh karena ada peristiwa
  pelanggaran hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
  Meskipun demikian, orang yang melakukan pelanggaran itu sendiri
  mungkin tidak merasa guilty.

  Ada 4 macam guilt yang objektif, yaitu:
  ---------------------------------------
  1. Legal-guilt, yaitu guilt yang menjadi masalah oleh karena
     pelanggaran terhadap hukum yang berlaku dalam masyarakat.
     Pembunuhan, pencurian, dll. menimbulkan masalah guilt meskipun
     tidak semua orang yang melakukan merasa guilty.

  2. Social-guilt, yaitu guilt yang menjadi masalah jikalau ada
     pelanggaran terhadap hukum yang tidak tertulis yang berlaku dalam
     masyarakat. Misalnya: penghinaan, ancaman terhadap sesama
     manusia, dsb. yang mungkin tidak ada bukti-bukti konkrit yang
     memungkinkan untuk dibawa ke pengadilan, bahkan mungkin tidak ada
     hukum tertulis yang menggariskan tentang hal-hal itu, tetapi
     muncul masalah guilt.

  3. Personal-guilt, yaitu guilt yang menjadi masalah jikalau terjadi
     pelanggaran terhadap "conscience" atau kesadaran akan kebenaran
     yang ada di dalam hati orang yang bersangkutan. Misalnya: guilt
     yang muncul karena orangtua memukul anaknya tanpa alasan yang
     benar; suami yang makan malam di luar sendiri meskipun tahu bahwa
     istrinya menantikan dia, dan sebagainya.

  4. Theological-guilt, yaitu guilt yang menjadi masalah jikalau
     terjadi pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah. Alkitab
     memberikan standar-standar tingkah laku manusia, jikalau itu
     dilanggar, baik dengan pikiran maupun perbuatan, maka muncullah
     masalah guilt walaupun orang yang bersangkutan tidak guilty
     (Wahyu 20:21b). Bahkan Alkitab menyaksikan bahwa kita semua
     guilty di hadapan Allah (Roma 3:23).

  Kebanyakan orang merasa gelisah, bahkan mungkin merasa bersalah,
  jikalau melakukan pelanggaran-pelanggaran di atas. Meskipun
  demikian, banyak pula yang begitu keras hati sehingga mematikan
  perasaan bersalahnya. Banyak juga orang Kristen yang melakukan
  banyak pelanggaran terhadap hukum Allah namun tidak merasa guilty,
  hal ini mungkin disebabkan keberhasilannya dalam mematikan guilty-
  feelingnya atau mungkin juga disebabkan kurangnya pengenalan
  terhadap kebenaran Allah jadi hanya pelanggaran-pelanggaran tertentu
  yang menimbulkan guilty feeling.

  b. Subjective-guilt
  -------------------
  Ini adalah guilt yang menimbulkan perasaan bersalah dan sesal dalam
  diri orang yang bersangkutan. Bahkan, orang yang bersangkutan bisa
  merasakan ketakutan, putus asa, cemas, dan terus-menerus
  menyalahkan diri sendiri oleh karena perbuatan atau pemikiran, yang
  dianggapnya melanggar prinsip-prinsip kebenaran yang selama ini ia
  yakini. Mungkin, apa yang ia lakukan atau pikirkan sebenarnya tidak
  melanggar kebenaran yang sesungguhnya berlaku di masyarakat dsb.,
  namun orang itu merasakan guilty.

  Narramore membagi subjective-guilt ini dalam tiga bagian, yaitu:
      1. A fear of punishment (takut akan hukuman)
      2. A loss in self-esteem (perasaan kehilangan harga diri).
      3. A feeling of loneliness, rejection or isolation (perasaan
         kesepian, penolakan, atau pengasingan).

  Guilty feeling yang semacam ini tidak selamanya buruk, karena
  merupakan dorongan untuk memperbaiki tingkah laku dan menimbulkan
  dorongan serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan dari Allah.

  Meskipun tidak jarang guilty feeling yang semacam ini juga bisa
  menjadi hal yang merusak.

  Subjective-guilt bisa begitu kuat, bisa juga lemah; bisa
  "appropriate" dan memang sesuai atau beralasan, bisa juga
  "inappropriate" dimana untuk pelanggaran yang besar seorang tidak
  merasa guilty, untuk pelanggaran kecil (bahkan mungkin tidak sama
  sekali) seseorang merasakan amat bersalah.

  Apa yang Alkitab Katakan tentang Guilt?
  ---------------------------------------
  Kalau Alkitab menyebut tentang "guilt" atau "guilty", maka itu
  hampir selalu menunjuk pada theological-guilt, yaitu guilt yang
  timbul sebagai akibat dari pelanggaran terhadap hukum Allah. Alkitab
  rupanya tidak pernah memisahkan secara mutlak antara "guilt" dan
  "sin" (L.R. Keylock, "Guilt", in the Zondervan Pictorial
  Encyclopedia of the Bible, ed. Merril C. Tenney, Grand Rapids:
  Zondervan, 1975, 2:852). Dan hal ini penting sekali untuk diketahui
  oleh konselor-konselor Kristen bahwa Alkitab tidak menekankan
  tentang guilty feeling (perasaan bersalah yang seringkali subjektif
  dan tidak berdasar) tapi guilty karena dosa. Oleh karena itu,
  konselor-konselor Kristen harus waspada agar jangan mencoba
  menciptakan guilty feeling sebagai alat untuk memudahkan cara
  mengubah dan memotivasi seseorang. Guilty feeling hanya boleh ada
  sebagai reaksi normal terhadap kesadaran akan realita dosa. Untuk
  itu konselor Kristen harus dapat membedakan dua hal berikut ini:

  1. Constructive-sorrow (dukacita yang positif)
     -------------------------------------------
     Ini adalah istilah yang dipakai oleh Bruce Narramore (Guilt:
     Christian Motivation or Neurotic Masochism, Journal of Psychology
     and Theology, 2:1974, pp. 182-189), yang didasarkan pada
     2Korintus 7:8-10. Dalam bagian ini Paulus membedakan antara
     "dukacita dunia" yang kira-kira sama dengan sekadar "perasaan
     bersalah yang subjektif" dengan "dukacita yang konstruktif", yang
     positif yang menghasilkan perubahan sikap hidup yang membangun.

     Misalnya, seorang sopir yang menabrak orang, bisa menunjukkan:
     1. Dukacita dunia: merasa bersalah, mengutuki diri sendiri, dan
                        selama-lamanya tidak mau memegang kemudi.
     2. Constructive sorrow: merasa bersalah, rela dihukum, tahu
                        kesalahannya, dan berusaha memperbaikinya.

     Memang dunia sering lebih menyukai "dukacita dunia" karena dunia
     terikat dengan nafsu balas dendam sehingga orang baru puas kalau
     orang yang bersalah menerima hukuman yang fatal. Tetapi realita
     ini tidak boleh menjadi alasan untuk kita memilih cara guilty
     seperti itu.

  2. Divine forgiveness (pengampunan Allah)
     --------------------------------------
     Salah satu tema besar dalam Alkitab adalah pengampunan Allah.
     Tuhan Yesus datang sebagai domba Allah yang menghapus dosa dunia
     (Yohanes 1:29) supaya manusia mendapat pengampunan dan
     diperdamaikan dengan Allah (Kisah Para Rasul 5:30-31; Kolose
     1:14; Efesus 1:7). Alkitab seringkali menekankan bahwa
     pengampunan dari Allah menyangkut beberapa hal yang penting
     seperti:
        a. Pertobatan: 1Yohanes 1:9, tanpa pertobatan tidak ada
                       pengampunan (Amsal 28:13).

        b. Pengampunan terhadap sesama manusia: Matius 6:12, 18:21,
                       menekankan bahwa tanpa kesediaan mengampuni
                       kesalahan sesama tidak ada pengampunan dari
                       Allah.

  Memang, iman itu anugerah (Efesus 2:8; Roma 12:3) dan anugerah Roh
  Kudus yang melahirkan iman adalah peristiwa kelahiran baru (Yohanes
  3:3) yang menjadi satu-satunya modal bagi pertobatan. Tanpa
  kelahiran baru, maka tidak ada pertobatan (kesadaran akan dosa dan
  kebutuhan akan pengampunan Allah). Tanpa pertobatan tidak ada
  pengampunan dosa.

  Bukti dari pertobatan adalah kehidupan dalam pimpinan Roh Kudus yang
  membuahkan kebaikan, kemurahan, kesabaran, dsb. (Galatia 5:16,22),
  yaitu unsur-unsur utama yang menandai peristiwa pengampunan. P.H.
  Monsma, dalam tulisannya yang berjudul "Forgiveness" mengatakan:

     "A person who seeks forgiveness but doesn`t forgive others hardly
     knows what he is asking for and is not worthy of it." (Zondervan
     Pictorial Encyclopedia of the Bible, ed. Merril C. Tenney,
     2:599.)

  Bruce Narramore dalam tulisannya yang berjudul "Guilt: Christian
  Motivation or Neurotic Masochism" (Journal of Psychology and
  Theology, 2:1974, p. 188) memberikan bagan perbandingan antara
  psychological guilt dan constructive sorrow, sbb.:
  ____________________________________________________________________
                          Psychological guilt     Constructive sorrow
  ____________________________________________________________________
  1. Pusat perhatian      dirinya sendiri         Allah dan sesamanya
     yang bersangkutan

  2. Pemikiran atas       fokus pada kesalah-     fokus pada akibat
     masalahnya           an yang telah diper-    kesalahan yang telah
                          buat                    diperbuat dan
                                                  langkah-langkah
                                                  perbaikan yang
                                                  akan diambil

  3. Motivasinya di       untuk membebaskan       untuk mendorong
     belakang tindak-     diri dari gangguan      orang lain tumbuh
     an yang diambil      rasa bersalah (guilt    dan melakukan ke-
                          feelings)               hendak Allah (love
                                                  feelings)

  4. Sikap terhadap       marah, benci, dan       mengasihi diri sen-
     diri sendiri         frustrasi               diri sehingga
                                                  mengusahakan yang
                                                  terbaik.

  5. Hasil/akibat         - perubahan luar        kehidupan yang baru
                            yang sementara
                          - menarik diri dari
                            tanggung jawab
                            yang lebih besar.
                          - kegagalan terulang
                            lagi.
                          - self-hatred/membenci
                            diri sendiri.
  ____________________________________________________________________

  Dengan melihat perbedaan di atas, antara "psychological guilt" dan
  "constructive sorrow", maka jelaslah yang manusia butuhkan adalah
  constructive sorrow dimana hal ini tidak pernah sempurna dalam
  pergumulan seseorang tanpa orang tsb. diperdamaikan dengan Allah.

  Memang manusia bisa mengusahakan "constructive sorrow" tapi tanpa
  pertobatan dan diperdamaikan dengan Allah, "constructive sorrow"
  tersebut tidak berdasar dan tidak punya tujuan yang jelas sehingga
  tidak memberikan jaminan penyelesaian persoalan guilt-nya.

  Seperti yang ditulis dalam Nyanyian Rohani 138:1,
     "Memburu-buru berlelah, kutuntut hidup suci, tetapi kesalahanku
     tak dapat aku cuci. Kucoba dengan giatku membuat kebenaran wahai
     segala dosaku menjadi penegahan." (I.S. Kijne, "Mazmur dan
     Nyanyian Rohani", BPK Gunung Mulia, 1978, p. 226).

  Alkitab menekankan jelas sekali mengenai kesia-siaan dari orang yang
  berbuat baik di luar anugerah keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus
  (Roma 3:20, 9:32, 11:6; Galatia 2:16; Efesus 2:9; 2Timotius 1:9;
  Titus 3:5).

-*- Sumber diambil dari: -*-
  Judul Buku   : Pastoral Konseling, Jilid 2
  Judul Artikel: Guilt
  Penulis      : Yakub B. Susabda
  Penerbit     : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 1996
  Halaman      : 79 - 82


*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*

                        -*- RASA BERSALAH -*-

  AYAT ALKITAB
  ============

  Roma 8:1           Yesaya 44:22
  Yohanes 8:36       Filipi 3:13-14
  Roma 7:18-25

  LATAR BELAKANG
  ==============

  Rasa bersalah adalah suatu perasaan berdosa, bersalah atau gagal
  memenuhi standar hidup tertentu. Allah menciptakan di dalam kita
  suatu hati nurani, suatu kemampuan untuk menilai benar atau salahnya
  tindakan-tindakan moral kita. Ada dua jenis rasa bersalah: Rasa
  bersalah karena melakukan pelanggaran moral dan rasa bersalah karena
  sesuatu yang tidak jelas.

  Pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan mengakibatkan rasa bersalah.
  Ini adalah dosa. Karena orang yang berdosa tidak bersedia
  menyelesaikan dosanya seperti yang Allah kehendaki agar dia
  memperoleh kelepasan, akibatnya dia mengalami akibat-akibat buruk.
  Adam dan Hawa di taman Eden adalah contoh terbaik tentang rasa
  bersalah akibat pelanggaran dosa ini. Dosa (ketidaktaatan) mereka
  menyebabkan rasa bersalah. Hubungan mereka dengan Allah putus;
  mereka sadar tentang itu, lalu terjadilah keterasingan dan perasaan
  tertuduh. Mereka lari dari Allah, berusaha menyembunyikan diri agar
  mereka tidak usah menghadapi akibat-akibat tindakan mereka. Tentu
  saja, Allah berhasil menemukan mereka. Mereka berusaha menyangkal
  pertanggungjawaban mereka. Adam menyalahkan Hawa ("Perempuan yang
  Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu
  kepadaku, maka kumakan."), dan Hawa menyalahkan ular ("Ular itu yang
  memperdayakan aku, maka kumakan."). Mereka telah berusaha menutupi
  keadaan mereka dengan membuat cawat dari daun pohon ara, tetapi
  Allah mengepung mereka dengan pertanyaan: "Siapakah yang
  memberitahukan kepadamu bahwa engkau telanjang?" Allah memaksa
  mereka untuk membereskan masalah rasa bersalah mereka. Korban
  tebusan pun kemudian dibuat untuk dosa mereka, sebagai dasar dari
  prinsip korban tebusan seterusnya (Kejadian 3:21).

  Contoh lain tentang cara mengatasi masalah rasa bersalah karena
  dosa ialah teguran terbuka Natan terhadap Daud yang telah melakukan
  perzinahan dan pembunuhan. Teguran terbuka itu mengakibatkan
  pertobatan dan pengakuan (2Samuel 11:1-12,25; Mazmur 51:1-19).

  Rasa bersalah yang tidak disebabkan oleh dosa, biasanya berhubungan
  dengan gangguan emosional yang berasal dari pengalaman-pengalaman
  negatif, khususnya di masa kecil. Bahkan, orang Kristen yang sudah
  memiliki keyakinan bahwa Allah telah mengampuni mereka dan bahwa
  mereka adalah anak-anak-Nya pun, masih bisa mengalami "rasa
  bersalah" yang keliru ini. Orang yang demikian biasanya memiliki
  citra diri yang rendah, selalu merasa kurang (tidak pernah benar dan
  tak mampu), menderita depresi, dan sebagainya. Mereka tidak pernah
  bebas dari rasa bersalah ini, walaupun mereka mencarinya, persis
  seperti Esau yang "tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki
  kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata"
  (Ibrani 12:17).

  Orang yang tertindih oleh rasa bersalah yang keliru ini, sering
  diikuti oleh beberapa ciri yang rumit seperti berikut:

     1. Depresi yang dalam akibat terus-menerus menyalahkan diri
        sendiri.
     2. Rasa letih dan sakit kepala yang kronis, atau penyakit-
        penyakit lainnya.
     3. Penyangkalan diri ekstrim sampai ke bentuk penghukuman diri.
     4. Merasa terus-menerus diawasi dan dikritik orang lain.
     5. Terus mengkritik dosa dan kekurangan orang lain.
     6. Karena menanamkan sikap kalah, dia akan benar-benar tenggelam
        dalam dosa yang lebih dalam, supaya mengalami perasaan
        bersalah yang lebih hebat.

  --------------------------Kutipan-----------------------------------
  Menurut Billy Graham:
  "Rasa bersalah adalah suatu masalah yang sangat rumit. Hati nurani
  manusia sering di luar jangkauan psikiater. Dengan segala teknik
  yang dimilikinya, dia tidak mampu mengukur kerusakan nurani manusia
  ataupun kedalamannya. Terlepas sendiri di bawah gerogotan hati yang
  bersalah dan tertekan oleh beban dosa yang berat, manusia tidak
  berdaya. Tetapi di mana manusia gagal, di sana Allah berhasil."
  ----------------------Kutipan_Selesai-------------------------------

  STRATEGI BIMBINGAN
  ==================

  Untuk yang non-Kristen:
  -----------------------
  1. Tawarkan harapan baginya dengan menegaskan bahwa Allah
     memperhatikan setiap masalah yang dimilikinya. Allah bukan saja
     bisa mengampuni, melainkan juga mampu menghapuskan dosa dan rasa
     bersalah kita.

  2. Jangan sedikit pun memaafkan atau meringankan dosa-dosa yang
     diungkapkannya. Di dalam setiap kita, ada ketidaktaatan dan
     kelakuan berdosa yang harus dibereskan menurut cara Allah, yaitu
     pengakuan dosa. Kita tidak akan pernah menemukan penyelesaian
     terhadap rasa bersalah, jika kita berusaha menutup-nutupi dosa.
     "Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi
     siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi." (Amsal
     28:13)

  3. Tanyakan apakah dia pernah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan
     dan Juruselamatnya. Jelaskan "Damai dengan Allah" [["Damai
     dengan Allah" -- Traktat untuk menolong/menuntun orang non-
     Kristen agar dapat menerima Kristus (dari LPMI/PPA); atau Buku
     Pegangan Pelayanan, halaman 5; CD-SABDA: Topik 17750]].

     Tegaskan bahwa kebebasan dari rasa bersalah, sudah terhisap dalam
     karya penebusan Salib Kristus, tetapi dia harus mempercayai Dia
     untuk menyucikannya.

  4. Dorong dia untuk membaca dan mempelajari Alkitab, mulai dengan
     Injil. Tawarkan "Hidup dalam Kristus" [["Hidup dalam Kristus" --
     Traktat yang berisi pelajaran-pelajaran dasar tentang prinsip
     memulai Kehidupan Kristen (dari LPMI/PPA); CD-SABDA: Topik
     17453]] yang akan menolongnya memulai penyelidikan Alkitab.

  5. Anjurkan dia untuk mengembangkan kebiasaan doa tiap hari. Sampai
     di sini, dia dapat mengakui dosa-dosanya, meminta pengampunan dan
     penyucian. Dia harus mensyukuri Allah yang telah mengangkat dosa
     dan rasa bersalahnya, sambil mengingat-ingat bahwa dosa-dosa kita
     telah diangkat-Nya.

  6. Anjurkan dia untuk mencari suatu gereja yang mementingkan Firman
     Tuhan dan terlibat di dalamnya. Di sana dia dapat bersekutu,
     mendengar dan mempelajari Firman secara teratur dengan sesama
     Kristen lainnya.

  7. Berdoalah bersamanya agar dia memperoleh kelepasan dan damai di
     hatinya. "Dialah damai sejahtera kita" (Efesus 2:14).

  8. Jika orang yang Anda layani masih tidak mampu menanggapi apa yang
     Anda saksikan tentang Kristus, dan terus saja bergumul dengan
     rasa bersalahnya, anjurkan dia untuk menemui pendeta yang akan
     memberinya bantuan lebih lanjut. Mungkin, ada saatnya dia akan
     mampu memberi respon. Berikan kesan tentang pentingnya mengambil
     inisiatif menemui pendeta.

  Untuk yang Kristen:
  -------------------
  Jika dia seorang Kristen yang kembali mengalami gangguan rasa
  bersalah, jelaskan hal-hal berikut:

  1. Yakinkan dia tentang kasih dan pengampunan Allah. Dia dapat
     menyucibersihkan rasa bersalah! Jika Allah telah mengampuni, dia
     harus belajar mengampuni diri sendiri. Seorang Kristen memiliki
     hak untuk menuntut kebenaran yang dinyatakan dalam 1Yohanes 1:9.
     Kristus Juruselamat kita, menghapuskan segala dosa kita -- baik
     yang di masa lampau, masa kini maupun nanti -- melalui karya
     sempurna-Nya di salib.

  2. Anjurkan dia untuk membaca, mempelajari, dan merenungkan bagian-
     bagian Firman seperti Mazmur 103:1-6, 51:1-19; Yesaya 53:1-12;
     dan Yohanes 18:1-40, 19:1-42. Mintalah dia mencatat supaya kelak,
     dia dapat membaca dan mempelajari sendiri bagian-bagian Firman
     tadi. Dia bisa memiliki keyakinan bahwa kelepasan dari rasa
     bersalah akan dialaminya, bila dia menyambut korban Kristus dan
     janji pengampunan serta penyucian-Nya.

  3. Anjurkan dia untuk berdoa secara jelas dan setia, meminta "suatu
     hati nurani yang bersih di hadapan Allah dan manusia" (Kisah Para
     Rasul 24:16). Dia harus terus berdoa, sampai damai dialaminya.

  4. Usulkan dia menghubungi pendeta yang dapat melayaninya lebih
     lanjut.

-*- Sumber diambil dari: -*-
  Judul Buku: Buku Pegangan Pelayanan
  Penulis   : Billy Graham
  Penerbit  : Persekutuan Pembaca Alkitab (PPA)
  Halaman   : 219 - 222
  CD-SABDA  : Topik 17704

*TANYA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* JAWAB*

       -*- BAGAIMANA MENGATASI RASA BERSALAH YANG MENDALAM? -*-

  Pertanyaan:
  -----------
  Bu, terus terang, saat ini saya tidak tahu persis apa yang harus
  saya katakan. Saya bingung, takut, sedih, merasa sangat bersalah,
  campur aduk.

  Saya anak pertama dari 3 bersaudara. Ayah sangat ingin saya
  menggantikannya dan meneruskan pekerjaan di toko kelontongnya yang
  cukup laku. Saya tidak mau, bahkan tidak menyukai pekerjaan seperti
  itu. Kami sering bertengkar, dan untuk menghindarinya saya jarang di
  rumah, kebanyakan ke gereja atau main dengan teman. Hubungan saya
  dengan ayah memang tidak dekat.

  Bu, tiba-tiba ayah saya meninggal, katanya serangan jantung, tetapi
  saya kira dia meninggal karena saya. Malam itu saya diminta untuk
  menjaga toko, tetapi saya tidak mau. Memang dia diam saja, rupanya
  dia asyik membaca koran dan saya langsung pergi karena sudah ada
  janji dengan teman. Tahu-tahu malam itu saya dicari ke mana-mana
  karena ayah masuk rumah sakit. Jam 22.00 WIB saya baru kembali dan
  ayah sudah tidak ada.

  Bu, saya anak durhaka, ayah meninggal karena saya. Ibu dan adik-adik
  semua marah kepada saya. Saya tidak tahu, Bu, sekarang saya harus
  bagaimana?

  Jawab:
  ------
  Saya bisa memahami perasaan campur aduk, khususnya rasa bersalah
  yang Anda alami karena suara hati nurani yang terus-menerus menuduh
  Anda. Meskipun secara rasionil Anda bisa mengemukakan berbagai
  alasan, di pihak lain Anda tahu ada banyak kebaikan yang sebetulnya
  dapat Anda lakukan untuk menyenangkan hati ayah. Sebagian besar
  keinginan ayah sebenarnya dapat Anda penuhi, tetapi Anda berkeras
  hati dan selalu tidak memenuhinya. Itulah sebabnya, sekarang Anda
  merasa sangat bersalah. Apalagi orang yang membuat Anda memiliki
  rasa bersalah itu tidak dapat dihidupkan lagi. Kemungkinan, untuk
  bersujud dan meminta maaf kepadanya, seolah-olah sudah tertutup
  selamanya. Bahkan Anda merasa ikut andil dalam kematian ayah.

  Meskipun demikian, saya harap Anda berhati-hati dengan sikap Anda
  terhadap diri sendiri. Perasaan Anda di tengah kondisi yang seperti
  ini harus diwaspadai karena Anda berada di persimpangan jalan. Anda
  bisa berdukacita dengan "godly sorrow"/dukacita surgawi sehingga
  menghasilkan pertobatan (2Korintus 7:10) atau Anda bisa berduka
  dengan dukacita orang yang tak berpengharapan (1Tesalonika 4:13).
  Dukacita yang kedua ini hanyalah menifestasi self-
  blaming/menyalahkan diri seperti yang dikatakan John Donne
  bahwa "...any man`s death diminishes me, because I am involved in
  mankind"[1]/setiap kematian menekan saya, karena saya terlibat
  dalam kehidupan manusia.

  Pada akhirnya, dengan dukacita yang keliru ini Anda akan tenggelam
  dalam kesedihan dan menghukum diri sendiri. Semoga Anda tidak
  melakukan hal ini, karena Anda bisa membuka diri untuk gejala lain
  yang lebih buruk yang Freud sebut pathological[2]/tidak sehat lagi.
  Yang terpenting bagi Anda sekarang ini adalah membuktikan diri bahwa
  Anda mencintai ibu dan adik-adik. Kekuatiran dan kebingungan Anda
  memang wajar karena Anda masih bingung, peran apa yang akan Anda
  ambil sekarang ini. Anda belum biasa memikul tanggung jawab seorang
  dewasa, oleh sebab itu mulailah dengan langkah-langkah pertama yang
  konkrit dulu, yaitu mengisi peran ayah dan mengupayakan supaya toko
  kelontong yang ayah banggakan itu tidak hancur. Olin & Olin
  mengatakan dengan tepat bahwa "the transition from having little
  awareness and then acceptance of owning up to the responsibility of
  directing one`s life is a gradual process. Bereavement can enhance
  this process"[3]/dukacita yang sehat seharusnya menghasilkan proses
  kehidupan yang baik, yaitu transisi dari kurangnya kesadaran sampai
  kemudian bisa menerima serta memiliki tanggung jawab dalam
  kehidupan.

  Anda belum terlambat, dan jangan menolak kesempatan yang Tuhan
  berikan pada Anda untuk menunjukkan tanggung-jawab pada seluruh
  keluarga. Kiranya Tuhan menolong dan menguatkan Anda pada masa-masa
  yang sulit ini.

-*- Sumber diambil dari: -*-
  Judul Buletin: Parakaleo, Edisi Januari-Maret 2002, Vol. IX/1
  Penulis      : Esther Susabda, P.D.
  Penerbit     : Departemen Konseling STTRI, Jakarta, 2002
  Halaman      : 3 - 4


*SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI Anda-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT*

  Dari: Agus <agus@>
  >Salam damai dalam Tuhan Yesus Kristus,
  >Saya sungguh terberkati dengan membaca artikel-artikel di e-Konsel.
  >Semuanya yang dipaparkan itu benar-benar mencerahkan pandangan
  >saya, dan tentunya menambah semangat saya untuk belajar Firman-Nya
  >Bahasa tentang homoseksualitas Bulan April ini sangat bagus. Tapi
  >saya juga penasaran dengan masalah trans-seksual. Apakah masalah
  >transeksual ini sama gawatnya dengan homoseksual. Kalau iya,
  >barangkali bisa dibahas. Terima kasih.

  Redaksi:
  Kami senang sekali ketika membaca e-mail Anda, kami juga bersyukur
  bisa menjadi saluran berkat bagi Anda. Bersyukur juga kami bisa
  menambah semangat Anda untuk mempelajari Firman Tuhan. Untuk topik
  Transeksual yang Anda usulkan, kami akan usahakan untuk mencari
  bahan-bahannya dan mungkin bisa kami sajikan di e-Konsel tahun
  depan. Sekali lagi, terima kasih untuk usulan Anda.


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                      Ratri, Tesa, Evie, Lisbeth
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2005 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
  Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
  dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org