Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/81

e-Konsel edisi 81 (15-2-2005)

Melayani Penderita Penyakit Terminal

><>                Edisi (081) -- 15 Pebruari 2005                <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
 - Pengantar            : Melayani Penderita Penyakit Terminal
 - Cakrawala            : Pelayanan kepada Penderita Penyakit Terminal
 - Bimbingan Alkitabiah : Penyakit Terminal (Penyakit Pembawa
                          Kematian)
 - Info                 : Seminar Konseling dari LK3
 - Surat                : Frustasi dalam Merawat Orang Sakit

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  "Anda menderita penyakit kronis dan hidup Anda mungkin tinggal 2
  bulan lagi!"

  Bagaimanakah reaksi Anda apabila mendengar vonis seperti di atas
  tadi? Pasti Anda akan sangat sedih, tapi mungkin juga merasa takut
  atau menjadi depresi dan mencoba menolak kenyataan tersebut. Atau
  bisa juga Anda merasa begitu pasrah dan menyerah. Apa pun reaksi
  Anda, satu hal kita tahu bahwa keadaan menderita penyakit yang
  mematikan merupakan suatu hal yang tidak mungkin diinginkan oleh
  seseorang. Oleh karena itu, keadaan ini biasanya membawa kekacauan,
  baik secara psikis maupun rohani.

  Publikasi e-Konsel kali ini akan mengulas secara khusus masalah yang
  sulit ini, terutama dari sudut pandang Anda sebagai seorang konselor
  Kristen. Bagaimana Anda, sebagai seorang konselor, menolong pasien
  (baik itu saudara sendiri, maupun teman yang kita kenal), yang
  sedang bergumul menghadapi penyakit yang akan membawanya kepada
  kematian ini? Bagaimana agar di tengah keputusasaan ini, Anda masih
  bisa memberikan pengharapan dan kasih? Marilah kita bergandengan
  tangan untuk saling menguatkan sesama kita yang sedang mengalami
  masa-masa sulit dalam hidupnya! (Dav)

  Redaksi

*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

         -*- PELAYANAN KEPADA PENDERITA PENYAKIT TERMINAL -*-

  Teologis
  --------
  Sebagai konselor Kristen, kita bukan saja mempersiapkan konseli
  untuk menghadapi kematiannya secara psikologis tetapi secara
  keseluruhan, termasuk keadaan kerohaniannya. Hal ini bisa
  disimpulkan dengan keadaan SEMUA SUDAH BERES DENGAN HIDUP KITA.
  Keadaan BERES ini berarti mempunyai hubungan yang "beres" dengan
  Allah, dengan diri sendiri, dan dengan orang lain. Ini adalah
  keadaan seorang yang sudah transparan, artinya kita sudah beres,
  lega, "plong," dengan Allah, diri sendiri dan sesama. ("I am clear
  with God, Self, and Others.")

  Beres dengan Allah
  ------------------
  Pada pelayanan dengan konseli Kristen, secara relatif, keadaan ini
  mudah dicapai. Untuk seorang konseli yang kuatir, apakah Allah mau
  menerimanya karena masih ada dosa-dosa yang dirahasiakan, belum
  diampuni karena belum minta ampun, konselor Kristen mempunyai
  kedudukan yang unik untuk menawarkan pengampunan Allah. Hal ini
  lebih mudah lagi dilakukan apabila konseli sudah percaya kepada
  konselor pada masa lampau (misalnya konselor adalah pendeta
  konseli), atau seorang konselor yang baru ditemuinya tetapi sudah
  mempunyai hubungan komunikasi (rapport) yang baik dengannya.

  Tugas konselor akan lebih sukar lagi kalau konseli semasa hidupnya
  menolak Allah dan pada saat ini, rasa bersalahnya menghalanginya
  untuk datang kepada Kristus dan pengakuan Kristus sebagai Tuhan dan
  Allahnya. Ia mungkin berkata: "Saya sudah berbuat jahat seumur hidup
  saya, mengapa Allah mau mengampuni saya sekarang ini?" Kesukaran
  mungkin juga dialami bila konselor menghadapi konseli yang tidak
  pernah peduli akan Allah dan hal-hal rohani pada masa lampaunya,
  atau yang mempunyai pengertian yang kabur tentang Kristus. Pelayanan
  konselor menjadi penginjilan dengan penuh kasih dan kesabaran.
  Konselor Kristen pada saat ini perlu menawarkan anugerah Allah,
  kasih Allah, pengampunan Allah, dan keselamatan Allah melalui anak-
  Nya, Yesus Kristus.

  Dalam hal ini, seorang konselor Kristen tidak perlu ragu-ragu untuk
  bersikap injili dengan menawarkan keselamatan dalam Kristus. Ini
  adalah keyakinan yang Alkitabiah tentang kehidupan kekal atau
  kebinasaan kekal yang harus dialami seorang. Seorang konselor
  Kristen yang melayani seorang yang menderita penyakit terminal dan
  orang itu belum bertuhankan Kristus, harus menawarkan Kristus
  sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Perbuatan ini berdasarkan atas
  kata-kata Kristus sendiri dalam Matius 16:26, "Apa gunanya seorang
  memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya ...."

  Meskipun dalam beberapa bulan, minggu, atau hari terakhir seorang
  konseli dapat menerima kenyataan secara psikologis bahwa ia akan
  meninggal, apa gunanya kalau ia, setelah itu, celaka dan binasa
  selama-lamanya?

  Tentunya, bila konseli mau menerima Kristus sebagai Tuhannya,
  konselor tidak perlu mengharuskan konseli untuk mengucapkan kata-
  kata klise seperti: "Aku menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
  Juruselamatku...." Sering dalam keadaan penyakitnya yang parah,
  konseli mungkin hanya dapat mengangguk atau memberi sinyal lain
  bahwa ia menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Kalau
  keadaan konseli tidak memungkinkan, konselor juga tidak perlu
  memintanya mengulangi DOA ORANG BERDOSA. Konselor hanya memintanya
  percaya dan meyakini doa yang diucapkan konselor. Memang, bila
  konseli masih mampu dan kuat, konselor sebaiknya memintanya berdoa
  bersamanya. Yang terutama adalah konselor mencoba membawanya dalam
  hubungan yang beres dengan Allah, damai dengan Allah dan penyerahan
  kepada-Nya. Konselor, mungkin, merupakan orang terakhir dalam hidup
  konseli itu yang dipakai Allah untuk menawarkan keselamatan-Nya.

  Kita juga mengakui bahwa apa yang dapat dilakukan konselor sebagai
  manusia biasa adalah sangat terbatas. Keselamatan tidak tergantung
  dari konselor, tetapi dari Allah dan orang itu sendiri. Konselor
  tidak dapat memaksakan pada konseli mengenai penyerahannya kepada
  Allah. Penolakan dan penerimaan Kristus sebagai Tuhannya adalah
  keputusan konseli itu sendiri dengan tarikan dan dorongan Roh Allah.
  Ada saatnya konselor harus mengakui bahwa usahanya sudah maksimal
  dan kemudian menyerahkan segalanya kepada Allah. Kalaupun konseli
  menolak tawaran anugerah keselamatan Allah, pelayanan konselor pada
  konseli harus tetap ada. Konselor tidak boleh kecewa dan tidak mau
  melayani konseli lagi. Kita tidak dapat tahu, apakah pada saat-saat
  terakhir sebelum menghembuskan nafas penghabisan, konseli tidak
  menerima Kristus sebagai Tuhannya.

  Suatu keyakinan penulis berdasarkan pengalamannya sebagai pendeta
  rumah sakit (hospital chaplain) di Kansas City, Missouri, USA.,
  ketika melayani mereka yang menderita penyakit terminal ialah bahwa
  manusia tidak mudah patah. Manusia adalah liat/ulet (people are
  tough). Seorang pribadi tidak akan terus berantakan setelah
  mengetahui keadaan sebenarnya dari diri dan penyakitnya. Mungkin,
  ketika pertama kali mengetahui keadaannya, ia akan terkejut (shock),
  tetapi ia akan dapat bangkit kembali.

  Pelayanan konselor kepada orang yang menderita penyakit terminal
  sebenarnya lebih efektif bila konseli tahu bahwa ia menderita
  penyakit terminal. Bila konseli tidak tahu atau sengaja dibohongi
  oleh keluarga atau dokternya (karena kuatir, konseli akan berantakan
  bila mengetahui keadaannya yang sebenarnya), sedangkan konselor
  sudah diberitahu, maka pelayanan konselor akan terhambat. Konselor
  tidak dapat dengan bebas menginjili dan menyatakan kegawatan situasi
  konseli untuk dapat membawa konseli pada keadaan beres dengan Allah,
  diri sendiri, dan sesama.

  Dalam hal ini, penulis berbeda pendapat dengan beberapa pendeta dan
  pelayan Tuhan. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya orang yang
  menderita sakit tidak diberi tahu keadaannya yang sebenarnya karena
  banyak penderita penyakit terminal merasakan parahnya keadaannya
  setelah ia tidak sembuh-sembuh dan meminta dokter atau keluarganya
  memberitahu keadaannya yang sesungguhnya. Ada juga yang berpendapat,
  apabila perlu orang itu dibohongi. Pembicaraan tentang kematian
  dialihkan. Kalau penderita bertanya-tanya tentang kemungkinannya
  sembuh dan menyatakan kekuatirannya, temannya berkata: "Jangan
  dipikir terus penyakitnya. Nanti tidak sembuh-sembuh. Mungkin bulan
  depan bapak sudah bisa lari pagi lagi seperti dulu."

  Ada pula pendeta yang berpendapat bahwa si penderita tidak perlu
  diberi tahu tentang penyakit terminalnya karena kita harus percaya
  terus dan mendoakan agar ia sembuh seperti sediakala. Sebab itu,
  pelayanan seperti yang dibahas di sini tidak perlu dilakukan.
  Penulis berpendapat bahwa pandangan-pandangan seperti ini merugikan
  penderita yang sakit terminal itu dan terlalu berasumsi bahwa Allah
  tidak mungkin membolehkan seorang anaknya pulang melalui penyakit
  (apakah hanya bisa melalui kecelakaan atau martir?) Pandangan ini
  juga menyangkal kenyataan bahwa lebih banyak orang Kristen mati
  karena penyakit dan ketuaan daripada karena bencana alam,
  kecelakaan, dan martir.

  Penulis tidak setuju dengan pendapat-pendapat di atas. Penulis yakin
  bahwa manusia adalah ulet/liat. Jika suatu luka harus diobati, maka
  kita harus mengerti keadaan luka itu. Luka itu harus dibersihkan
  dahulu dari segala kotoran dan setelah itu diberi obat. Kita tidak
  dapat mengabaikan luka itu dan menutupinya dengan kertas merah,
  seakan-akan tidak ada dan berharap luka itu akan sembuh dengan
  sendirinya. Hal yang sama terjadi seperti luka rohani. Jika ada rasa
  bersalah karena dosa, kata-kata manis dan penghiburan tidak akan
  membebaskan orang itu dari dosanya. Kita tidak dapat berkata kepada
  orang yang akan meninggal, yang telah hidup dalam banyak dosa, dan
  menolak Kristus selama hidupnya: "Bapak jangan memikirkan kematian.
  Pikirkan sembuh saja. Bapak akan sembuh seperti dulu." Dengan
  penghiburan palsu ini, kita sebenarnya tidak mengasihinya, tetapi
  malah membencinya. Kita tidak menawarkan jalan keselamatan baginya,
  tetapi malah menipunya ketika sebentar lagi, ia akan celaka kekal.

  Memang, dalam hal ini konselor yang akan menerapkan pelayanan pada
  orang yang akan meninggal mungkin menghadapi hambatan dari keluarga
  konseli itu sendiri. Misalnya, mereka mungkin memberi pesan kepada
  konselor agar tidak memberi tahu kepada ayah mereka bahwa ia akan
  segera meninggal. Apa yang dapat dilakukan konselor pada saat itu
  adalah berusaha meyakinkan para anggota keluarga bahwa kebutuhan
  sang ayah pada saat kritis adalah untuk menerima keselamatan. Juga
  perlu diyakinkan betapa egoisnya mereka kalau mereka tetap melarang
  ayah mereka mendengar, mungkin untuk terakhir kalinya, jalan
  keselamatan. Ataupun bila ia sudah diselamatkan, membereskan
  segalanya dengan Allah, diri sendiri, dan orang lain.

  Sekali lagi, manusia ulet, berarti ia tidak mudah patah dan
  berantakan dalam proses kesembuhan rohani yang bersifat kekal
  seperti ini, termasuk mengetahui situasinya yang sebenar-benarnya
  (yaitu akan mati), bertobat, mengakui dosa-dosanya serta menerima
  Kristus sebagai Tuhannya.

  Beres dengan Diri Sendiri
  -------------------------
  Keadaan beres dengan diri sendiri lebih mudah tercapai setelah
  konseli tahu bahwa ia sudah beres dengan Allah, berdamai dengan-Nya,
  dan menyerah kepada-Nya. Jika ia sesungguhnya sudah dapat berkata:
  "Saya sudah diterima Allah. Masa lampau saya sudah diampuni-Nya.
  Segala noda-noda hitam dalam hidup saya sudah dihapus dan disucikan-
  Nya. Allah sudah melupakan segala dosa dan kejahatan saya. Saya
  sudah beres di hadapan Allah, putih seperti salju," konseli juga
  dapat menerima dirinya. Ia dapat berkata: "Saya sungguh-sungguh
  sudah beres sekarang. Saya sudah OK."

  Di sinilah juga letak pentingnya pelayanan pengampunan dari Allah
  seperti yang sudah kita bahas.

  Beres dengan Sesama
  -------------------
  Setelah beres dengan Allah dan dengan dirinya sendiri, konselor
  dapat membimbing konseli untuk juga beres dengan sesamanya, dimulai
  dengan keluarganya (suami/istrinya, anak dan orangtuanya, saudara-
  saudaranya) dan kemudian dengan orang-orang lain.

  Mula-mula konseli dapat memanggil suami/istrinya. Mereka berbicara
  berdua saja, dari hati ke hati, mengakui segala kesalahan yang
  dibuat selama mereka hidup bersama, masing-masing saling minta ampun
  dan saling mengampuni. Segala dosa-dosa, terutama yang besar, yang
  dilakukan terhadap partnernya diakui dan dimintakan ampun seperti:
  penganiayaan, penyelewengan, pengkhianatan, kekejaman, kesewenang-
  wenangan, pemberontakan, kecemburuan dan dominasi berlebihan, dan
  lain-lain. Segala dendam dan sakit hati perlu diampuni dan
  dinetralisir. Mereka juga perlu mengekspresikan kasih mereka satu
  sama lain.

  Setelah itu, anaknya, satu per satu menemui konseli. Seperti di
  atas, segala dosa dan kesalahan masa lampau dibereskan dan kasih
  yang mungkin sudah pudar dibaharui. Konseli mengakui saat-saat ia
  kejam terhadap anaknya, mengutamakan karier atau uang lebih dari
  anaknya, menganaktirikan anaknya itu, mengusirnya dan tidak mau
  mengakui sebagai anak, dan lain-lain. Si anak juga mengakui
  pemberontakannya kepada konseli, dendamnya, sakit hatinya, dan lain-
  lain. Kemudian mereka saling minta ampun dan mengampuni.

  Pada saat pem"beres"an ini banyak kata-kata minta ampun perlu
  diucapkan seperti: "Ampunilah papa yang ...." ; "Ampunilah mama."
                     "Papa, ampunilah Susi."

  Juga kata-kata mengampuni: "John, papa mengampunimu sekarang."
                             "Rita sudah mengampuni mama."

  Bagi anak yang karena sesuatu hal tidak dapat hadir pada saat itu,
  orangtua yang akan meninggal dapat menulis atau menyuruh menulis
  surat kepada anak itu yang kemudian dapat diposkan. Dalam surat itu,
  penting terdapat permintaan ampun sang orangtua kepada anaknya dan
  pernyataan orangtua yang mengampuni segala kesalahan anak.
  Pernyataan mengampuni ini sangat penting untuk kesejahteraan anak
  yang ditinggalkan itu.

  Contoh:
     Seorang anak yang karena suatu pemberontakannya diusir bapanya
     dari rumah, mungkin menyimpan dendam dan rasa bersalah kepada
     bapanya itu. Ia mungkin tidak mau hadir ketika bapanya sakit
     parah sebelum meninggal, mungkin juga tidak mau datang ketika
     ibunya menunggu kedatangannya, sebelum jenazah bapanya
     dikebumikan. Setelah bapanya meninggal dan seumur hidupnya,
     setelah itu, mungkin anak ini menanggung beban yang berat karena
     rasa bersalahnya. Ia tidak dapat lagi mendapatkan ampun dari
     bapanya. Ia mungkin juga menanggung beban kebencian dan dendam
     pada bapanya yang tentu berakibat buruk pada dirinya sendiri dan
     keluarganya.

     Membaca surat bapanya, ia dapat segera membereskan hubungannya
     dengan bapanya yang telah meninggal dan dikuburkan. Ia tahu ia
     telah diampuni bapanya, dan kini ia tinggal meminta ampun kepada
     Allah untuk segala pemberontakannya terhadap bapanya dan
     mengampuni bapanya di hadapan Allah. Kalaupun pada saat itu ia
     belum bersedia untuk membereskan diri dengan bapanya yang telah
     meninggal, dan lama setelah itu ia baru menjadi dewasa dan sadar
     akan kesalahannya, isi surat bapanya yang diingatnya akan sangat
     melegakan dirinya dan melenyapkan beban yang ditanggungnya. Ia
     dapat yakin bahwa bapanya sudah mengampuninya dan sudah meminta
     ampun kepadanya. Dari pihak bapanya ia dapat yakin bahwa sudah
     ada "clearance" (pemberesan). Surat itu juga dapat menyebabkan
     hubungan dengan bapanya yang sudah lama meninggal menjadi beres.
     Ke"beres"an melalui mengampuni dan diampuni ini sangat penting
     bagi kesejahteraan dan kebahagiaan seorang, juga terhadap orang
     yang sudah meninggal.

  Bagi anggota keluarga lain yang tidak hadir dan ia mempunyai sesuatu
  untuk di"beres"kan, konseli juga dapat mengirim surat. Demikian
  juga, bila ada teman-teman yang perlu dikiriminya surat. Setelah
  segalanya itu, ia dapat sungguh-sungguh beres dengan sesamanya.
  Kalaupun ada yang tidak mau mengampuninya dan tidak mau menerima
  pengampunannya, itu bukanlah lagi persoalannya. Itu adalah persoalan
  orang yang menolak pem"beres"an itu dengan Allah sendiri.

  Ada juga konseli yang setelah mengalami pem"beres"an dengan
  sesamanya, masih mempunyai beberapa kekuatiran. Kekuatiran ini
  mungkin ada karena ia merasa adanya tugas, tanggung jawab, dan
  kewajiban yang belum diselesaikannya. Seorang bapa mungkin
  mengkuatirkan keadaan anak-anaknya yang masih kecil yang segera akan
  ditinggalkannya. Seorang suami mungkin mengkuatirkan kesejahteraan
  istrinya karena selama ini istrinya sangat bergantung padanya.
  Istrinya tidak terbiasa mengatur keuangan keluarga, tidak tahu
  menulis cek, dan lain-lain. Seorang pengusaha mungkin mengkuatirkan
  keadaan perusahaannya yang telah dibinanya bertahun-tahun.

  Bila kekuatiran-kekuatiran semacam ini masih ada, konselor dapat
  menenangkan konseli dan membicarakan pemeliharaan Allah bagi mereka
  yang ditinggalkannya. Ia dapat mengajarkan pemeliharaan Allah pada
  burung-burung di udara dan larangan bagi anak-anak-Nya untuk kuatir
  berlebihan (Matius 6:25-34). Ia dapat meyakinkan pemeliharaan Allah
  kepada anak-anak-Nya (Lukas 12:6,7). Pemeliharaan Allah sangat lebih
  baik daripada pemeliharaan ayah atau suami. "Serahkanlah segala
  kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu," (1Petrus
  5:7) diajarkan agar konseli juga mau melepaskan segala
  kekuatirannya.

  Pada saat itu, konseli juga dapat membereskan segala urusannya di
  dunia ini. Ia dapat membuat atau memperbaiki surat warisannya agar
  kelak anak-cucunya tidak saling berkelahi dan membenci. Ia dapat
  memberi tahu di bank mana saja ia menyimpan uangnya dan asuransi
  mana saja yang telah dibelinya yang akan menjadi hak keluarga yang
  ditinggalkannya. Ia dapat mengatur staf pengganti untuk perusahaan
  atau tokonya. Ia perlu memberi tahu kredit yang masih menjadi
  tanggung jawabnya (agar, misalnya, setelah meninggal nanti orang-
  orang tidak dapat menggunakan kesempatan dalam kesempitan dengan
  cara yang tidak benar, yaitu menagih uang kepada istrinya.) Ada juga
  yang mengatur segala pengeluaran dana untuk keperluan pemakamannya
  (pembelian peti mati dan tanah pekuburan) dan bahkan mengatur
  upacara pemakamannya (siapa pendetanya, lagu permintaannya, dll.)
  Setelah itu, konseli dapat pergi dengan tenang (bahkan dengan
  sukacita) untuk berdiam dengan Kristus (Filipi 1:21,23).

-*- Sumber diedit dari: -*-
  Judul Buku    : Mengatasi Masalah Hidup
  Judul Artikel : Pelayanan kepada Penderita Penyakit Terminal
  Penerbit      : Kalam Hidup Pusat - Bandung, 1998
  Penulis       : DR. Jonathan A. Trisna
  Halaman       : 74 - 83

*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*

                      -*- PENYAKIT TERMINAL -*-
                     (PENYAKIT PEMBAWA KEMATIAN)

  AYAT ALKITAB
  ============
  Yohanes 14:1-6; Mazmur 23:1-6; 1Tesalonika 4:13-18; Filipi 1:21

  LATAR BELAKANG
  ==============
  Orang yang Anda layani mengidap penyakit yang sangat berat. Hidupnya
  terancam; dia tak akan hidup terlalu lama. Kanker, tekanan darah
  tinggi, sakit jantung, gangguan ginjal, atau penyakit-penyakit gawat
  lainnya yang menghancurkan fungsi badannya. Dia merasa sunyi. Siapa
  gerangan pernah menderita seperti ini?

  Secara berurutan, walaupun tidak selalu berurutan, dia merasakan
  penolakan ("Hal ini tak mungkin menimpa diriku."), marah ("Mengapa
  harus aku, Tuhan?"), depresi ("Tak ada harapan."), tawar-menawar
  ("Tuhan, keluarkan aku dari situasi ini, aku akan melakukan apa yang
  Kaukatakan."), dan penerimaan ("Jadilah kehendak Allah."). Perasaan-
  perasaan ini tidak terlupakan sesudah muncul dan teralami, tetapi
  akan terulang berkali-kali. Perasaan-perasaan ini bukan hal yang
  tidak wajar, tetapi justru merupakan ciri dari orang yang sedang
  dalam "lembah kekelaman".

  Apa yang harus Anda katakan pada orang yang demikian? Bagaimana
  tanggapan Anda? Untuk penderita, sakit gawatnya dianggapnya unik,
  hingga ada kecenderungan untuk menolak pengertian orang lain yang
  tidak sungguh mengerti keadaan demikian.

  STRATEGI BIMBINGAN
  ==================
  1. Dengarkan! Dengan simpati, dengarkan perasaan-perasaan yang
     dicurahkannya. Anjurkan dia untuk berbicara. Mungkin Anda perlu
     menggali perasaan-perasaannya secara lembut. Sebagian ada di
     permukaan, sebagian lagi terpendam cukup dalam.

  2. Jangan menghakimi perasaan-perasaan yang diceritakannya itu
     walaupun, kadang-kadang, itu diungkapkan dalam kemarahan,
     mengasihani diri, atau kepahitan. Tunjukkan saja kepadanya bahwa
     Anda mendengarkan. Jangan memberi kesan sok dengan mengatakan
     bahwa Anda menyelami dalam-dalam semua perasaannya. Tetapi, Anda
     boleh menyatakan perhatian Anda kepadanya. Ini bisa diucapkan
     atau dikesankan melalui nada suara, kelembutan Anda dan kemampuan
     Anda merasa dan melibatkan diri. (Bandingkan dengan Ibrani 13:3)

     Waktu itu bukan saat untuk menyatakan pengalaman pedih Anda
     sendiri; pusat perhatian harus pada orang yang Anda layani.

  3. Jangan optimis berlebihan walaupun secara rohani. Hindarkan diri
     dari ucapan-ucapan klise. Jangan menganjurkan dia untuk menjadi
     teladan dalam penderitaannya.

     Jangan menanamkan harapan semu tentang penyembuhan, atau
     menyatakan bahwa semua penyakit berasal dari iblis dan asal ada
     iman dia dapat sembuh. Allah bisa menyembuhkan, bisa juga tidak.
     Semua tergantung kedaulatan-Nya. Satu hal yang pasti hanyalah
     bahwa Allah akan menyembuhkan secara rohani, mereka yang menaruh
     imannya dalam Yesus Kristus.

  4. Jangan mencegahnya, bila dia menyebut-nyebut soal kematian.
     Justru ini merupakan tanda adanya pikiran sehat terhadap hal yang
     memang tak terelakkan itu. Pembicaraan tentang kematian dapat
     membuka kesempatan bagi Anda, sebagai pembimbing, untuk
     menanyakan tentang hal-hal penting yang belum dibereskan. Ini
     sebabnya kita bersaksi: membantunya mempersiapkan diri terhadap
     kekekalan.

     Anda bisa bertanya: "Jika Anda malam ini meninggal dan di pintu
     surga ditanyakan, 'Berdasarkan apa kau berusaha diizinkan masuk
     ke surga Allah?' apa jawab Anda?"

     Jelaskan "Damai dengan Allah", [["Damai dengan Allah" -- Traktat
     untuk menolong/menuntun orang non-Kristen agar dapat menerima
     Kristus (dari LPMI/PPA); atau Buku Pegangan Pelayanan, halaman 5;
     CD-SABDA: Topik 17750.]].

     Jika dia menerima, jelaskan "Kepastian Keselamatan" [["Kepastian
     Keselamatan" -- Traktat untuk orang yang telah menerima Kristus,
     namun mengalami keraguan (dari LPMI/PPA); atau Buku Pegangan
     Pelayanan, halaman 9; atau CD-SABDA: Topik 17752]]. Anda boleh
     juga menjelaskan bagian-bagian Firman Tuhan lainnya seperti
     Mazmur 23:1-6; Yohanes 14:1-6 dan 1Tesalonika 4:13-18.

  5. Penyerahan diri kepada Kristus seharusnya mempersiapkan jalan
     bagi masalah-masalah yang belum dibereskan, seperti hubungan
     (keluarga, sahabat), keuangan (warisan, misalnya), pengurusan
     rinci proses kematiannya, kematian, penguburan, dan lain
     sebagainya. Anjurkan dia untuk mengurus semua hal tadi, sambil
     mencari bantuan penggembalaan atau nasihat dari orang yang
     berkepentingan.

  6. Berdoalah baginya agar dia mendapat keberanian dan kekuatan dalam
     penderitaannya, sambil menyerahkan dia kepada Dia yang telah
     menanggung semua kepedihan dan kedukaan kita.

-*- Sumber diedit dari: -*-
  Judul Buku: Buku Pegangan Pelayanan
  Penulis   : Billy Graham
  Penerbit  : Persekutuan Pembaca Alkitab (PPA)
  Halaman   : 170 - 171

*INFO *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* INFO*

                  -*- SEMINAR KONSELING DARI LK3 -*-

  Untuk melengkapi dan mendapatkan informasi yang lebih lanjut
  mengenai pelayanan kepada penyakit terminal, pembaca dapat mengikuti
  seminar yang digelar oleh LK3 pada:

  1. Hari, tanggal : Sabtu, 19 Pebruari 2005
     Pukul         : 10.00 - 12.30 WIB
     Tempat        : Parenting & Counseling Education Center,
                     Gajah Mada Plaza, Lantai 7
     Materi        : Konseling Bagi Penyakit Terminal dan Permanen
                     (HIV/AIDS, Kanker, Jantung, Adiksi, dll.)
     Pembicara     : 1. Pdt. Emmy Sahertian (seorang Pendeta sekaligus
                        konselor senior di Rumah Sakit Cikini yang
                        berpengalaman mendampingi pasien terminal.
                     2. Dr. Hartati Kurniadi Sp.Kj. (seorang dokter
                        psikiatri dari Rumah Sakit Siloam Gleneagles
                        yang sarat pengalaman mendampingi kasus
                        gangguan jiwa, terutama masalah anak kecanduan
                        narkoba.)
     Deskripsi Singkat:
     Sesi ini menjelaskan secara medis hal-hal yang terjadi dalam
     penyakit terminal dan permanen, serta dampak-dampak psikologis
     yang ditimbulkannya bagi penderita. Peserta juga diperlengkapi
     dengan pola pendampingan pastoral dan konseling bagi penderita
     penyakit terminal dan permanen.

  LK3 akan melanjutkan rangkaian seminar berikutnya dengan mengusung
  topik KONSELING BAGI MASALAH RENDAH DIRI (INFERIOR ATAU LOW SELF
  ESTEEM). Seminar diselenggarakan pada:

  2. Hari, tanggal : Sabtu, 26 Pebruari 2005
     Pukul         : 10.00 - 12.30 WIB
     Tempat        : Parenting & Counseling Education Center,
                     Gajah Mada Plaza, Lantai 7
     Pembicara     : Lani Siahaan M.K. (seorang konselor sekaligus
                     dosen Psikologi dan Konseling di STRII Jakarta)
     Deskripsi Singkat:
     Sesi ini membahas tentang masalah rendah diri yang sering
     dihadapi orang-orang tanpa mengenal usia, status sosial, strata
     pendidikan, jenis kelamin, dan lain-lain. Disadari atau tidak,
     masalah rendah diri yang tidak segera diatasi, dapat memberikan
     dampak-dampak yang tidak terduga, seperti: bunuh diri, depresi,
     arogansi, sulit mendapatkan pekerjaan, sulit bersosialisasi,
     anarkis, dan lain-lain. Meskipun demikian, bukan berarti masalah
     rendah diri tidak dapat diatasi. Keluarga, teman-teman dekat,
     konselor, atau guru sekolah, hamba Tuhan, dapat menolong orang-
     orang di sekitarnya yang mengalami gangguan rendah diri. Sesi ini
     membahas bagaimana mendeteksi gejala-gejala rendah diri secara
     praktis, namun tepat sasaran dapat menolong orang-orang yang
     mengalaminya.

  Informasi selengkapnya mengenai kedua seminar tersebut masih tetap
  dapat Anda peroleh di:
  KANTOR LK3
  Taman Permata Sektor 5 Blok A 7 No. 38 Lippo Karawaci
  Tlp/Faks: 021-55650281, 021-70281762, 021-55654851
  (dengan Sdr. Nita, Wita, Rumini atau Samurai)
  Jam kantor: Selasa - Sabtu, pukul 09.00 - 17.00 WIB.

*SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI Anda-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT*

  Dari: <ria@>
  >Terus-terang tema konsel edisi Peb spt mjd jawaban bagi kebingungan
  >saya. Di rumah, ada nenek yg sakit. Saya sering marah dan sering
  >frustasi saat dapet jatah nemeni dia. Secara fisik masih oke tp
  >nenek suka sekali mengeluh ... yg sakit inilah, sakit itulah.
  >Kiriman konsel kemarin bener-bener mbantu saya. Doakan juga spy
  >saya bisa sabar dalam merawat nenek. Thanks.

  Redaksi:
  Terima kasih untuk surat yang Anda kirimkan kepada kami ini. Sungguh
  merupakan suatu berkat bagi kami yang mendengar sharing Anda. Dengan
  sukacita, kami akan mendukung Anda dalam doa supaya bisa bersabar
  dalam merawat nenek Anda. Sajian kami dalam edisi ini, e-Konsel
  081/2005, kami harap juga dapat menambah wawasan Anda dalam merawat
  orang sakit. Selamat menyimak.

e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                      Ratri, Tesa, Evie, Lisbeth
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                         Sistem Network I-KAN
                     Copyright(c) 2005 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
  Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
  dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org