Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/42

e-Konsel edisi 42 (15-6-2003)

Peran Seorang Ayah

><>                 Edisi (042) -- 15 Juni 2003                   <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
    - Pengantar            : Peran Seorang Ayah dalam Keluarga
    - Cakrawala            : Peran Ayah dalam Mendidik Anak
    - Telaga               : Peran Ayah dalam Pembinaan Anak [T 11A]
    - Bimbingan Alkitabiah : Janji-janji Khusus -- untuk Ayah
    - Kesaksian            : Satu Jam Saja
    - Tips                 : Tujuh Rahasia Menjadi Ayah yang Efektif
    - Stop Press           : Kaset Rekaman Ceramah Pemulihan Keluarga
    - Surat                : Ayah dan Waktu Luang bagi Anak-anak

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Setiap hari Minggu ketiga bulan Juni (tahun ini jatuh pada tanggal
  15 Juni), rakyat Amerika memperingati "Hari Ayah" atau "the Father's
  Day". Di Indonesia kita memiliki Hari Ibu, untuk menghormati para
  ibu, tapi sayang sekali belum ada hari khusus untuk para ayah. Oleh
  karena itu bertepatan dengan "Hari Ayah" ala Amerika ini, kami
  menyajikan tema "Peran Seorang Ayah", terutama dalam tugasnya untuk
  mendidik anak secara kristiani.

  Salah satu tugas orang tua adalah mendidik anak-anaknya. Tetapi pada
  kenyataannya tugas ini sering dilimpahkan hanya kepada ibu saja
  karena ayah sangat disibukkan dengan tugas utamanya yaitu mencari
  nafkah untuk menghidupi keluarga. Dampak dari pola kehidupan yang
  seperti ini adalah anak lambat laun menjadi kehilangan sosok seorang
  ayah yang bisa menjadi contoh dalam bersikap, berpikir, bertindak,
  dsb. Memang dibutuhkan waktu dan kedekatan untuk mendidik anak
  tetapi sebenarnya hal ini tidak akan menjadi masalah jika ayah mau
  menyediakan waktunya, walaupun kadang hanya sedikit saja, untuk
  melakukan hal-hal kecil bersama dengan anak mereka, misalnya bermain
  bersama. Dengan demikian ayah akan tahu sifat-sifat dan kebutuhan
  anaknya sehingga menjadi lebih mudah baginya untuk mengajarkan hal-
  hal yang harus diketahui oleh anaknya

  Nah, bagaimana seharusnya peran seorang ayah Kristen dalam hal
  mendidik anak-anak ini? Sajian kami pada edisi ini diharapkan dapat
  menolong para ayah untuk ikut bertanggung jawab dalam mendidik anak.
  Semoga sajian kami menjadi berkat.

  Selamat menyimak dan Tuhan memberkati!

  Tim Redaksi


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

                -*- PERAN AYAH DALAM MENDIDIK ANAK -*-
                     Oleh: Pdt. Paul Gunadi, Ph.D.

  Peran ayah dalam pendidikan, dalam bahasa Inggris, ialah 'to
  father'. Di dalam bahasa Inggris terdapat tiga istilah yang
  berhubungan dengan tugas mendidik anak, yaitu 'mothering',
  'fathering', dan 'parenting'. Meskipun semuanya membicarakan tentang
  tugas mendidik anak, namun ada keunikan masing-masing dalam konteks
  sumbangsih ayah dan ibu dalam mendidik anak.

  Salah satu tugas ayah kristiani ialah:
     "Kamu harus mengajarkannya (perintah Tuhan) kepada anak-anakmu
     dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan
     apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring
     dan apabila engkau bangun;" (Ulangan 11:19)
  Dengan jelas Tuhan menghendaki agar kita mengajarkan perintah Tuhan
  dengan cara membicarakannya. Apabila Anda seperti saya, mungkin Anda
  juga mengalami kesulitan membicarakan, apalagi mengajarkan perintah
  Tuhan kepada anak-anak Anda. Saya kira membicarakan dan mengajarkan
  bukanlah perkara yang terlalu sulit, yang terlebih sukar adalah
  membicarakan dan mengajarkan secara tepat dan pada waktu yang tepat
  sehingga dapat dicerna oleh anak kita. Ada satu peristiwa yang
  Tuhan berikan kepada isteri dan saya dimana kami berkesempatan
  mengajarkan dan membicarakan Firman Tuhan kepada salah satu anak
  kami. Pelajaran yang kami sampaikan berasal dari Matius 7:12 dan
  wahana penyampaiannya, tak lain tak bukan, bola basket.

  Saya percaya bahwa salah satu alasan mengapa Matius 7:12 mendapat
  julukan "Hukum Emas" (The Golden Rule) adalah karena nilai yang
  terkandung di dalamnya bak emas yang sangat berharga. Hukum ini
  mengatur relasi kita dengan sesama secara agung sekaligus praktis.
  Perhatikan apa yang Tuhan Yesus katakan, "Segala sesuatu yang kamu
  kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga
  kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
  Berbahagialah orang yang mampu menerapkan Firman Tuhan. Apabila
  seseorang memperlakukan orang lain sama seperti ia ingin
  diperlakukan, ia sudah memiliki "emas" yang tak ternilai. Sebagai
  orang tua kami pun rindu agar anak-anak kami mempunyai "emas" yang
  tak ternilai itu dan Tuhan telah menyediakan sarananya.

  Suatu hari ibu guru salah seorang anak kami yang berumur hampir 9
  tahun menelepon isteri saya untuk memberitahukan bahwa tadi anak
  kami menangis di sekolah. Menurut ibu guru tersebut, anak kami ingin
  bermain bola basket dengan kawan-kawannya namun mereka tidak
  mengizinkannya bermain dengan mereka. Ia merasa perlu memberitahukan
  kami sebab ia merasa prihatin melihat kesedihan anak kami yang
  mendalam itu. Pada sore harinya isteri saya menceritakan kepada saya
  perihal anak kami itu. Sebelumnya isteri saya sudah menanyakan anak
  kami dan ia bercerita bahwa memang benar ia menangis karena tidak
  diajak bermain bola basket. Reaksi alamiah kami adalah rasa iba
  sebab kami menyadari bahwa anak kami itu memang senang bermain
  basket. Penolakan teman-temannya sudah tentu mendukakan hatinya.

  Mendengar peristiwa tersebut, dengan didorong oleh rasa iba dan
  hasrat untuk menghiburnya, saya bergegas memanggil anak kami itu dan
  mengajaknya bermain bola basket di halaman rumah. Melalui permainan
  itulah akhirnya Tuhan menyadarkan saya akan salah satu tugas
  mendidik selain dari menghibur anak, yakni mengajarkan Firman Tuhan.
  Tuhan membukakan mata saya terhadap hal-hal tersembunyi yang jauh
  lebih hakiki daripada sekadar menghibur anak. Pada saat bermain
  itulah baru saya memahami mengapa teman-temannya enggan mengajaknya
  bermain. Alasannya tidak lain tidak bukan adalah ia bermain curang!
  Naluri keayahan saya mendorong saya bertindak sebagai pahlawan yang
  ingin membela anak kami, seolah-olah dengan mengajaknya bermain saya
  berkata, "Biar semua orang tidak mau bermain denganmu, saya akan
  selalu siap bermain denganmu." Namun, ternyata dia jugalah pemicu
  perlakuan teman-temannya.

  Pada waktu kami sedang bermain, kakaknya juga turut melempar-lempar
  bola ke basket. Adakalanya bola yang sedang dilemparnya bersentuhan
  dengan bola basket kakaknya dan ia pun dengan segera meminta
  mengulang ... dengan bola di tangannya lagi. Namun pada suatu
  ketika, bola itu bertabrakan dengan bola yang dilempar kakaknya,
  tetapi kebetulan saat itu, sayalah yang sedang melempar bola. Dengan
  serta merta ia mengambil bola dari tangan saya dan "menghukum" saya
  dengan cara memberinya hak untuk melempar bola ke basket dua kali.
  Saya berusaha menerangkannya bahwa keputusannya itu keliru namun ia
  tidak peduli dan malah mogok bermain. Dengan bersimpuh di tanah
  sambil menduduki bola itu ia bersikeras bahwa sayalah yang salah dan
  selayaknya menerima hukuman.

  Saya mencoba untuk menjelaskan bahwa ia telah bertindak tidak adil
  sebab pada waktu hal yang sama terjadi pada dirinya bukan saja ia
  tidak menghukum dirinya, ia malah menghadiahi dirinya. Ia tetap
  tidak menerima penjelasan saya dan menolak untuk mengakui
  ketidakkonsistenannya. Di dalam ketidakkonsistenannya itu saya
  jelaskan padanya bahwa jika ia tetap berbuat demikian maka tidak
  akan ada orang yang ingin bermain lagi dengannya dan saya tidak
  ingin melihat ia menjadi orang yang tidak mempunyai teman. Setelah
  mengatakan hal itu, saya lalu memeluknya dan ia pun mulai meneteskan
  air mata. Kemudian saya menanyakan kembali, dan sekarang ia siap
  mengakui ketidakadilannya itu. Sesudah itu saya mengajaknya bermain
  lagi dan ia pun bermain jujur dan adil.

  Saya berterima kasih kepada Tuhan yang tidak membiarkan saya
  melewati kesempatan emas yang tak ternilai itu. Betapa mudahnya bagi
  saya melakukan tugas keayahan saya dengan cara menghibur anak kami
  namun kehilangan pelajaran yang sangat berharga. Melalui peristiwa
  tersebut ada empat hal yang saya pelajari yang berfaedah bagi tugas
  keayahan:

  1. Tugas mendidik menuntut waktu.
  ---------------------------------
  Sudah tentu keinginan atau kerinduan menjadi ayah yang baik adalah
  penting, namun tekad tersebut haruslah diwujudkan dalam bentuk waktu
  yang diberikan bagi anak kita. Tanpa waktu, tidak akan ada
  kesempatan "mengajarkan dengan cara membicarakan" pedoman hidup yang
  berasal dari Firman Tuhan. Jika saya tidak menyediakan waktu untuk
  bermain basket dengan anak kami, tidak akan ada peluang untuk
  menyaksikan kelakuannya dan sekaligus mengoreksi sikapnya.

  2. Tugas mendidik membutuhkan kesediaan untuk melihat kelemahan
     anak kita.
  ---------------------------------------------------------------
  Kita perlu terbuka untuk menerima kenyataan bahwa anak kita bukan
  saja tidak sempurna, namun akibat dosa, ia pun berpotensi merugikan
  orang lain. Adakalanya sulit bagi kita untuk mengakui kelemahan anak
  kita karena kelemahannya sedikit banyak merefleksikan kekurangan
  kita pula.

  3. Tugas mendidik lebih mendahulukan pendekatan kasih daripada
     konfrontasi.
  --------------------------------------------------------------
  Kadang kita perlu memperhadapkan anak kita dengan perbuatannya
  secara tegas; sekali-sekali kita perlu menghukumnya. Namun yang
  harus lebih sering dan diutamakan adalah menegurnya dengan kasih.
  Makin keras saya menegurnya, makin bersikeras ia menyangkalnya.
  Sebaliknya, tatkala dengan lemah lembut saya menegurnya, ia pun
  luluh dan bersedia menerima perkataan saya.

  4. Tugas mendidik yang kristiani menuntut kita menjadi ayah yang
     mengenal Firman Tuhan.
  ----------------------------------------------------------------
  Tanpa pengenalan akan Firman Tuhan, kita tidak bisa mendidiknya
  seturut dengan Firman Tuhan. Hukum Emas dari Matius 7:12 sangatlah
  penting, tetapi masih banyak kebenaran Firman-Nya yang perlu kita
  sampaikan kepada anak kita.

-*- Diedit dari sumber -*-:
  Judul Buku   : Parakaleo IV/2 April - Juni 1997
  Judul Artikel: Peran Ayah dalam Mendidik Anak
  Penulis      : Pdt. Paul Gunadi, Ph.D.
  Penerbit     : STTRII Jakarta


*TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*

               -*- PERAN AYAH DALAM PEMBINAAN ANAK -*-

  Salah satu peran yang dituntut Firman Allah terhadap ayah adalah
  mendisiplin anak. Dalam materi ini diajarkan bagaimana seorang
  ayah berperan dalam membina anaknya sesuai dengan Firman Tuhan.
-----
  T: Tugas mendidik anak-anak seringkali diserahkan kepada istri atau
     ibu dari anak-anak itu. Sebenarnya apakah pola pendidikan seperti
     itu bisa dipertanggungjawabkan dari sudut kristiani?

  J: Kalau dilihat dari sudut kristiani sudah tentu kurang begitu
     tepat karena Tuhan memang meminta ayah untuk terlibat. Budaya
     kita memang lebih memberikan tanggung jawab itu kepada para ibu,
     tapi yang disetujui oleh budaya belum tentu dikehendaki oleh
     Tuhan. Firman Tuhan dalam Efesus 6:4,
        "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam
        hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan
        nasihat Tuhan."
     Ayat ini cukup menarik karena yang diperintahkan oleh Tuhan untuk
     mendidik anak bukanlah ibu tetapi ayah. Kata 'didik' sebenarnya
     berarti 'mendisiplin'. Jadi kalau diinterpretasikan dengan lebih
     luas, saya berkesimpulan bahwa peran mendisiplin anak-anak dan
     membesarkan anak secara fisik adalah tanggung jawab ayah. Namun
     membesarkan anak secara emosional saya simpulkan lebih berada di
     pundak ibu.
-----
  T: Jadi keduanya harus bekerja sama -- antara kedisiplinan dan
     membesarkan anak harus seimbang dan dilakukan bersama-sama.
     Padahal ayah seringkali waktunya habis dengan pekerjaannya,
     dengan kegiatan di luar, dan sebagainya.

  J: Betul, jadi Tuhan memang mendisain peranan ini dengan lengkap
     dan sempurna. Tidak realistis jika kita menuntut ayah untuk
     bertanggung jawab dalam hal membesarkan anak dalam pengertian
     memberi makan anak, merawat, mengasuh, memenuhi kebutuhan
     fisiknya, dsb. Saya kira ayah akan mengalami kesulitan untuk
     mengatur semua itu karena dia memang sudah bekerja dari pagi
     sampai sore. Namun Tuhan memang meminta ayah untuk berperan
     dalam rumah tangga sebagai seorang pendidik atau pendisiplin.
-----
  T: Mendisiplin anak juga dipengaruhi oleh kedekatan seorang ayah
     dan anaknya. Soalnya secara praktek seorang ayah yang seharian
     bekerja, malamnya sudah lelah dan sulit sekali dia itu untuk
     bisa berkomunikasi, untuk bisa dekat dengan seorang anak. Pada
     waktu anak itu didisiplinkan, si ayah mengalami kesulitan.

  J: Itu betul, jadi anak itu cenderung menerima disiplin kalau dia
     merasa dekat dengan orang yang mendisiplin dia. Si ayah yang
     otomatis akan sedikit jauh dari anak karena faktor pekerjaan
     tadi, memang merawankan si ayah tatkala mendisiplin anak. Maka
     tadi Alkitab berkata jelas, "Jangan bangkitkan amarah anakmu",
     artinya memang mendisiplin anak mempunyai resiko yang
     berkebalikan dari yang kita harapkan. Hasilnya tidak produktif
     malah merugikan karena membuat anak malah mendendam kepada kita.
     Nah, kalau anak merasa dekat dengan kita, dia akan lebih
     cenderung untuk menerima disiplin tersebut. Sekali lagi anak
     harus juga melihat apakah adil dan apakah motivasi si ayah ini
     benar dan baik, bukannya melampiaskan hasrat amarahnya saja.
-----
  T: Seandainya ayah itu kurang berperan di dalam pendidikan, dampak
     negatif apa yang terjadi pada diri si anak?

  J: Dampaknya bisa banyak karena pertama-tama, anak-anak itu, apalagi
     anak laki, memerlukan model/contoh bagaimana dia bersikap,
     berpikir, bertindak, dsb. Sewaktu ayah kurang berperan meskipun
     secara fisik hadir di rumah tetapi dia tidak banyak bicara dengan
     anak-anak, tidak banyak berinteraksi dengan anak-anak, malah
     hanya diam-diam saja di rumah, nah si anak akan kehilangan contoh
     peran yang seharusnya dia dapat. Saya takut kalau ayah tidak
     berperan, anak akan dirugikan dalam arti dia tidak cukup menerima
     bahan yang diserapnya untuk menjadikan dia seorang manusia yang
     tangguh dan sudah pasti dia kehilangan peran model itu, ayah yang
     positif seperti apa, ini saya pikir kerusakan yang paling
     berbahaya, yang paling besar.
-----
  T: Saya melihat bahwa peran pendidikan yang harus dilakukan baik
     oleh istri maupun suami, baik ayah maupun ibu, sebenarnya sangat
     mendasar. Jadi kalaupun ayah itu sekarang diminta untuk terlibat
     dalam pendidikan, itu bukan sesuatu hal yang baru tetapi kita
     kembali kepada prinsip-prinsip dasar yang Allah sudah berikan
     kepada kita untuk membina suatu rumah tangga yang baik.

  J: Betul, jadi yang kita mesti ingat, anak itu adalah anak kita
     berdua. Jadi tidak benar kalau ada prinsip: saya sebagai pria
     mencari uang. Engkau sebagai ibu yang mengasuh anak, membesarkan
     anak, dan mendisiplin anak. Budaya kita memang menganut prinsip
     tersebut tapi itu bukanlah pengajaran Firman Tuhan.

-*- Sumber -*-:
   [[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #11A
     yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.]]
     -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat
        e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org >
                                  atau: < TELAGA@sabda.org >


*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*

               -*- JANJI-JANJI KHUSUS -- UNTUK AYAH -*-

  Tugas ayah untuk mendidik anak-anaknya memang bukan hal yang mudah.
  Ayat-ayat berikut ini berisi tentang tuntunan dan janji-janji yang
  khusus Tuhan berikan bagi para ayah dalam mendidik anak-anak mereka.

            Amsal 17:6, 15:20           Mazmur 103:13
            Amsal 23:24, 19:18          Efesus 6:4
            Amsal 22:6                  2Korintus 12:14
            Amsal 29:17, 13:22          Kolose 3:21

-*- Sumber -*-:
  Judul Buku   : Indeks Masalah Sehari-hari
  Judul Artikel: Janji-janji Khusus -- untuk Ayah
  Nomor Topik  : 09783 (CD SABDA)
  Copyright    : Yayasan Lembaga SABDA [Versi Elektronik (SABDA)]


*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*

            -*- TUJUH RAHASIA MENJADI AYAH YANG EFEKTIF -*-

  Peranan dan tanggung jawab sebagai seorang ayah benar-benar sangat
  penting bagi pertumbuhan dan kesehatan anak-anak. Tugas menjadi
  seorang ayah memang bukan hal yang mudah tetapi keahlian itu dapat
  dipelajari.

  Berikut ini kami sajikan tujuh rahasia untuk menjadi seorang ayah
  yang efektif khususnya dalam mendidik anak-anaknya:

  1. Komitmen.
     ---------
     Komitmen mencakup lebih dari sekedar mengakui anak Anda sebagai
     milik Anda, tapi juga suatu pilihan untuk menjadi ayah bagi anak
     Anda dan keputusan untuk bekerja bagi keuntungan anak Anda.
     Komitmen itu bukan hanya sekedar dorongan kemauan dari dalam hati
     kita tetapi juga suatu ekspresi yang berupa tindakan. Jika kita
     memilih untuk tidak secara aktif menjadi ayah dari anak-anak
     kita, maka seseorang atau hal lain yang akan melakukannya,
     misalnya televisi, sekolah, pacar, dll.

  2. Mengenal anak Anda.
     -------------------
     Kenali bagaimana anak Anda bertumbuh dan mengembangkan pikiran-
     pikiran dan kreativitasnya. Hasil riset yang telah dilakukan
     menemukan bahwa 'seorang ayah yang berhasil' mengetahui apa yang
     dilakukan oleh anaknya ketika merasa sedih, menghadapi hari yang
     sulit, hal-hal apa saja yang membuat anak mereka merasa senang,
     kelebihan dan kekurangan dari anak-anak mereka, nama-nama teman
     anak mereka, dan lain sebagainya. Anda dapat mengenal anak Anda
     dengan meluangkan waktu sejenak bersama dengan anak-anak Anda.

  3. Konsistensi.
     ------------
     Maksudnya adalah seorang ayah harus dapat menepati apa yang telah
     diucapkan atau dijanjikannya dalam suatu tindakan yang nyata,
     misalnya dengan menepati janjinya pada anak-anak. Dengan demikian
     maka ia dapat menjadi contoh seorang pemimpin bagi anak-anaknya.

  4. Pelindung dan pemberi nafkah.
     -----------------------------
     Peran sebagai pelindung dapat ditunjukkan dengan memberikan rasa
     aman dan tenang bagi keluarganya di saat krisis terjadi sehingga
     segala permasalahan dapat diselesaikan dengan efektif. Peran
     sebagai pemberi nafkah ditunjukkan dengan memberikan pendapatan
     yang tetap dan dapat dipercaya serta dapat menyediakan kebutuhan
     materi keluarga.

  5. Mengasihi ibu dari anak-anak itu (istri Anda).
     ----------------------------------------------
     Tunjukan kasih sayang Anda pada istri di depan anak-anak.
     Perkataan dan tindakan yang berjalan bersama-sama memberikan
     bukti yang menyakinkan bahwa ayah mencintai ibu dan semua
     berjalan dalam satu kesatuan. Hal ini penting karena bagi anak
     seorang ayah merupakan contoh seorang pemimpin yang patut ditiru.

  6. Mendengar aktif.
     ----------------
     Mendengar anak-anak Anda secara aktif berarti berkomunikasi
     dengan mereka dan menganggap bahwa mereka cukup istimewa untuk
     menerima perhatian penuh dari Anda. Berikan tanggapan yang bukan
     hanya sekedar basa-basi ketika anak Anda mengungkapkan atau
     menceritakan apa yang telah terjadi atau yang mereka rasakan.

  7. Perlengkapan rohani.
     --------------------
     Bantulah anak-anak Anda untuk menemukan hubungan dengan Allah.
     Tanamkan nilai-nilai kristiani dalam diri anak-anak Anda pada
     kehidupan mereka dengan menjadi contoh yang nyata dalam
     kehidupan sehari-hari.

-*- Diringkas dari sumber -*-:
  Judul Buku: 7 Rahasia Menjadi Ayah yang Efektif
  Penulis   : Ken R. Canfield
  Penerbit  : Yayasan ANDI, Yogyakarta, 1997
  Halaman   : 31 - 237


*KESAKSIAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* KESAKSIAN*

  Tugas seorang ayah dalam keluarga adalah mencari nafkah untuk
  memenuhi kebutuhan keluarganya. Tidak jarang dia tidak mempunyai
  waktu yang cukup untuk bertemu dan menjalin komunikasi dengan
  anaknya. Sebagai akibatnya sang anak kurang mendapat perhatian dan
  kasih sayang dari ayahnya. Kesaksian berikut ini menggambarkan
  tentang kerinduan seorang anak yang ingin mendapatkan perhatian
  dari ayahnya walaupun hanya satu jam saja. Ia rela melakukan apa
  saja hanya untuk mewujudkan keinginannya itu. Nah, selamat menyimak!

                        -*- SATU JAM SAJA -*-

  Seorang pria kembali terlambat pulang dari kerja, letih dan lesu,
  menemukan putranya yang berusia 5 tahun sedang menantinya di depan
  pintu.

  "Papa, bolehkah saya menanyakan sesuatu?"
  "Tentu, nak, apa yang ingin kau tanyakan?" jawab pria tersebut.
  "Papa, berapa jumlah uang yang Papa peroleh dalam satu jam?"
  "Itu bukan urusanmu! Mengapa kamu bertanya seperti itu?" tanya pria
  tersebut dengan marah.
  "Saya hanya ingin tahu. Tolong beritahukan berapa uang yang Papa
  peroleh dalam satu jam?" tanya anak itu.
  "Baiklah, bila kamu benar-benar ingin tahu. Papa mendapat  per
  jam."
  "O," anak itu mengangguk-anggukkan kepalanya.

  Kemudian anak itu memandang kembali kepada pria tersebut dan
  berkata, "Papa, bolehkah saya meminjam  ?"

  Dengan marah ayahnya menjawab, "Bila kamu hanya ingin tahu berapa
  jumlah uang yang Papa peroleh dalam satu jam agar kamu dapat meminta
  uang untuk membeli suatu mainan konyol atau mainan tak berguna lain,
  lebih baik sekarang juga kamu pergi ke kamarmu dan tidur. Pikirkan
  kembali mengapa kamu menjadi begitu egois. Papa letih bekerja keras
  berjam-jam setiap hari, dan tidak ada waktu untuk bermain dengan
  anak-anak seperti itu."

  Dengan diam anak kecil itu pergi ke kamarnya dan menutup pintu. Pria
  tersebut kemudian duduk dan semakin bertambah marah saat ia
  memikirkan tentang pertanyaan putranya. Betapa beraninya ia bertanya
  seperti itu hanya untuk memperoleh sejumlah uang. Setelah beberapa
  jam, amarahnya menyurut dan ia mulai berpikir mungkin ia telah
  bersikap terlalu keras terhadap putranya. Lagipula putranya jarang
  meminta uang kepadanya. Pria tersebut berjalan ke kamar putranya dan
  membuka pintu kamar.

  "Engkau sudah tidur, nak?" tanya pria tersebut.
  "Belum, Papa. Saya masih terjaga," jawabnya.
  "Papa baru saja berpikir, mungkin Papa terlalu keras terhadapmu
  tadi," kata pria tersebut.
  "Hari ini Papa sangat lelah dan tanpa sadar Papa menjadi cepat
  marah. Ini uang  yang kamu minta."
  Anak itu segera bangun dan berseru dengan riang, "Oh, terima kasih,
  Papa!"

  Kemudian ia membalikkan bantalnya dan mengambil sejumlah uang yang
  ada di bawahnya. Pria tersebut melihat bahwa putranya telah memiliki
  uang, dan ia menjadi marah kembali. Dengan perlahan anak tersebut
  menghitung uangnya dan kemudian memandang kepada pria tersebut.

  "Mengapa kamu menginginkan uang lagi, padahal kamu sudah
  memilikinya?" tanya ayahnya dengan jengkel.
  "Karena uang saya belum cukup, tapi sekarang sudah cukup," jawab
  anak tersebut.
  "Papa, sekarang saya mempunyai uang . Sekarang, bisakah saya
  membeli satu jam dari waktu yang Papa miliki?"

-*- Sumber -*-:
  Judul Buletin: Eunike, Edisi 15, Januari - Maret 1999
  Situs        : http://www.geocities.com/~eunike-net/


*STOP PRESS*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*STOP PRESS*

           -*- REKAMAN KASET CERAMAH PEMULIHAN KELUARGA -*-

  Beberapa waktu yang lalu kami mengumumkan tentang diadakannya
  CERAMAH PEMULIHAN KELUARGA, yang diselenggarakan atas kerjasama
  antara Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan Yayasan Lima Roti
  Dua Ikan di Malang. Ceramah tersebut telah terselenggara dengan
  sangat baik dan dihadiri lebih dari 200 orang peserta. Untuk itu
  kami mengucapkan terima kasih untuk dukungan dan doa para pembaca
  e-Konsel.

  Bagi para pembaca e-Konsel, khususnya yang tidak sempat datang, yang
  ingin mendapatkan kaset rekaman Ceramah Pemulihan Keluarga tersebut,
  telah tersedia kaset rekamannya. Adapun judul-judul kaset adalah:
  1. "Aku Hanya Minta Ditemani" -- Pdt. Paul Gunadi, Ph.D. (1 kaset)
  2. "Menambah Kemesraan, Mengurangi Pertengkaran" -- Pdt. Timotius
     Wibowo, M.K. (2 kaset)
  3. "Mengatasi Anak yang Keras Kepala" -- Heman Elia, M.Psi.
     (1 kaset)
  4. "Mengembangkan Kepribadian Anak" -- Ev. Shirley Indrawati, M.K.
     (1 kaset)
  Harga per kaset: Rp. 10.000,00,

  Untuk bahan atau makalah, LBKK hanya menyediakan 2 makalah, yaitu:
  1. "Mengatasi Anak yang Keras Kepala", 2. "Mengembangkan Kepribadian Anak"

  Bagi Anda yang berminat, pemesanan dapat dilakukan melalui:
  ==> e-mail ke: < telaga@indo.net.id >
  ==> surat ke : Sekretariat LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang 65122.
                 Telp. (0341) 493645
  dengan menyebutkan judul rekaman kaset dan makalah ceramah yang
  dikehendaki beserta jumlahnya.


*SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI ANDA-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT*

  Dari <ina@>
  >Saya adalah seorang ibu dengan dua orang anak. Saat ini saya merasa
  >kewalahan dalam mendidik anak-anak kami karena kami masing-masing
  >bekerja dari pagi hari hingga sore. Suami saya jarang sekali mau
  >meluangkan waktunya untuk bersama dengan anak-anak kami padahal
  >saya sudah sering mengatakan padanya bahwa ia juga harus
  >memperhatikan perkembangan anak-anak kami. Apa yang harus saya
  >lakukan agar suami saya bisa berubah dan mau meluangkan waktunya
  >bagi anak-anak kami?

  Redaksi:
  Kami mengucapkan terima kasih atas surat yang telah ibu kirimkan.
  Dari surat ibu, kami bisa melihat sepertinya ibu dan suami sama-sama
  mempunyai banyak kesibukan. Pernahkah ibu membicarakan dengan suami
  tentang bagaimana mengatur waktu bersama agar suami bisa menyediakan
  waktu untuk bersama dengan anak-anak? Jika terpaksa buatlah waktu
  bergiliran agar suami juga punya waktu sendiri bersama anak-anak.
  Hal lain yang bisa diusahakan bersama adalah mencoba melibatkan
  suami pada kegiatan yang biasa dilakukan dengan anak-anak, misalnya
  makan malam bersama, doa malam bersama, atau nonton film bersama
  dengan anak-anak sehingga mereka bisa merasakan kehadiran ayahnya.
  Libatkan suami dalam setiap obrolan-obrolan ringan pada waktu
  seluruh keluarga berkumpul. Cari waktu yang tepat untuk bisa
  membicarakan atau membaca buku tentang perkembangan anak-anak.
  Kitab Ulangan 11:19, bisa menjadi bahan renungan dan doa bersama
  dalam keluarga.

  Dan yang sangat penting, jangan lupa minta pertolongan Tuhan agar
  suami ibu dibukakan terhadap tanggung jawabnya sebagai orang tua
  dan ayah. Semoga berhasil!


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                    Yulia, Ratri, Natalia, Purwanti
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2003 oleh YLSA

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
  Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
  dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org