Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/37

e-Konsel edisi 37 (1-4-2003)

Konseling untuk Mereka yang Berduka (2)

><>                  Edisi (037) -- 01 April 2003                 <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
    - Pengantar            : Konseling untuk Orang yang Berduka
    - Cakrawala (Artikel 1): Tragedi Kematian: Normal Grief Reaction
                (Artikel 2): DABDA -- 5 Fase dalam Menghadapi Kematian
    - Telaga               : Penghiburan Bagi Janda [T 07A dan T 07B]
    - Bimbingan Alkitabiah : Ketika Anda Menghadapi Dukacita
    - Tips                 : Menolong Mereka yang Berduka
    - Surat                : Bagaimana Mengajarkan Kematian Pada Anak?

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Suka atau tidak suka, cepat atau lambat, secara teori kita tahu
  bahwa suatu ketika kematian akan datang diantara kita. Namun
  demikian, dalam prakteknya banyak di antara kita yang tidak siap
  menghadapinya. Jika kita tidak siap maka kematian, khususnya
  kematian orang yang kita kasihi, akan menjadi suatu pukulan yang
  sangat berat. Bagaimana menolong mereka?

  Bagian kedua dari tema "Konseling untuk Orang yang Berduka" yang
  dibahas dalam edisi e-Konsel kali ini diharapkan dapat menolong kita
  untuk semakin mengerti kebutuhan mendasar dari orang-orang yang
  mengalami kepedihan karena kehilangan. Dengan demikian pertolongan
  konseling dapat diberikan dengan cara yang tepat.

  Selamat melayani.
  Tim Redaksi


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

Artikel (1)

           -*- TRAGEDI KEMATIAN: NORMAL GRIEF REACTION -*-
                      Oleh: Dr. Yakub B. Susabda

  Heran sekali, dalam anugerah-Nya, Allah telah menciptakan manusia
  dengan bekal pelbagai mekanisme pertahanan (Defense Mechanism),
  termasuk antara lain melupakan (FORGETTING), untuk melindungi
  dirinya dari pengalaman-pengalaman kejiwaan yang menyakitkan. Tidak
  bisa dibayangkan jikalau manusia tidak dilengkapi dengan mekanisme
  pertahanan ini. Barangkali setiap manusia yang sehat jiwanya justru
  akan mengalami depresi dan mental break-down dalam menghadapi
  realita kematian yang tak terhindarkan. Setiap orang siang-malam
  akan terganggu dengan ingatan bahwa "hidup ini sedang menuju
  kematian". Kematian selalu mengintip dan menunggu, begitu dekat, di
  luar pintu. Bahwa orang-orang yang dikasihinya, suami-istri, ayah,
  ibu, anak, saudara, dan sahabat-sahabatnya suatu saat akan
  meninggalkan dia untuk selama-lamanya, oleh karena kematian. Syukur
  bahwa manusia telah diperlengkapi dengan mekanisme pertahanan
  "forgetting", sehingga ia dapat menjalankan hidupnya dengan fungsi
  penuh, bahkan dengan gairah, semangat mencoba dan berupaya yang
  tidak habis-habisnya, cita-cita setinggi langit, dan kemampuan
  mengisi hidup ini dengan berbagai macam sumber sukacita. Ada yang
  menikmati hobi-hobinya, ada yang berkreasi dalam musik dan seni,
  dan bahkan hampir setiap orang suka sekali bekerja membangun harga
  dirinya dan mengumpulkan kekayaan untuk dinikmatinya.

  Dengan mekanisme pertahanan "forgetting" ini, hidup betul-betul
  menjadi sesuatu yang indah dan dapat dinikmati. Meskipun demikian,
  di sisi lain, kita juga patut bersyukur kepada-Nya yang pada saat-
  saat tertentu membiarkan mekanisme pertahanan tersebut melemah
  bahkan "untuk sementara hilang". Hal ini terjadi pada saat kematian
  betul-betul merupakan realita yang harus dihadapi. Pada saat-saat
  seperti itulah mekanisme pertahanan "forgetting" tersebut melemah
  dan hilang. Pada saat-saat itu manusia harus menghadapi realita yang
  menyakitkan dan menakutkan dengan bekal apa adanya. Kadang-kadang,
  kita jumpai, ada orang-orang yang begitu "kuat" sehingga mekanisme
  pertahanan "forgetting" yang hilang dapat segera diraihnya kembali
  dan roda-roda kehidupan dapat dengan begitu cepat berputar lagi.
  Seakan-akan tanpa orang yang dikasihinyapun (kematiannya) ia dapat
  berfungsi hidup dengan penuh. Tetapi tidak jarang ada individu-
  individu lain yang "lebih lemah" yang tidak siap menghadapi
  realita tersebut. Untuk itu peran konseling dari orang-orang yang
  mengasihinya sangat dibutuhkan. Coba perhatikan kasus di bawah ini.

     "A dan B adalah pasangan suami-istri yang cukup ideal. Mereka
     seiman, sama-sama berkepribadian "matang" dan sama-sama mempunyai
     komitmen untuk keluarga. Tidak heran jikalau di luar karier
     masing-masing, mereka selalu kelihatan bersama-sama. Komitmen
     untuk keluarga itu makin nampak jelas setelah anak mereka lahir.
     Betul-betul keluarga yang "bahagia". Sayang sekali kebahagiaan
     keluarga itu tidak lama. Tiba-tiba realita kematian hadir dalam
     hidup mereka. Pulang dari kantor, B (suami A) mendapat kecelakaan
     dan meninggal seketika. Kematian hadir dalam hidup A (dan anaknya
     yang baru berusia 2 th.) tanpa persiapan sama-sekali. Baginya,
     langit seakan-akan runtuh, seluruh makna hidup, tujuan hidup,
     tujuan dan isinya hilang sama sekali. Bahkan bersama dengan
     anaknya-pun kekosongan jiwa sangat dirasakan. Tidak tahu mengapa,
     perasaan dan pikirannya kacau-balau. Air mata mengucur terus
     sampai mengering pun tidak mengubah apa-apa. Dalam dadanya terasa
     kosong ... ada lubang besar menganga di sana. Tak dapat ditutup
     dengan apa pun juga. Seribu satu macam pertanyaan timbul
     tenggelam. Segala macam mekanisme pertahanan jiwa telah hadir
     tanpa peran. Menyerah pun tidak mengubah apa-apa ... Toh Allah
     tak akan menghidupkan kembali kekasihnya. Lalu muncul pikiran
     yang menakutkan ... hari-hari di depannya yang akan dijalaninya
     sendiri. 'Ah hidup ini ... Allahku mengapa Engkau
     meninggalkan aku ....'"

  Bagaimana peran konseling awam dalam kasus seperti ini? Coba
  pertimbangkan beberapa prinsip di bawah ini:

  1. Jikalau A bukan seorang dengan kepribadian depressive, maka apa
     yang dialaminya adalah suatu "NORMAL GRIEF REACTION" (reaksi
     kedukaan yang normal). Oleh karena itu peran Anda yang terutama
     adalah LISTENING (bersama dia dan menjadi 'tong sampah' yang rela
     mendengar apa saja yang dikatakan maupun disingkapkannya). Anda
     harus ingat, bahwa yang A butuhkan bukan nasehat (dalam bentuk
     apapun juga). Jangan Anda menghalangi atau mencegah A mengeluh
     dan menangis. Katakan padanya bahwa Anda bersama dia, dan sedang
     sungguh-sungguh belajar menangis bersamanya. Anda ikut merasakan
     kesakitan hati, kebingungan, dan keputus-asaan yang dirasakannya.
     Katarsis (pelampiasan unek-unek hatinya) merupakan kebutuhan yang
     sangat primer saat-saat itu. A berhak untuk mendapatkan kebutuhan
     tersebut.

     Biarkan A masuk dalam proses kesembuhan yang telah disediakan
     oleh "waktu" itu sendiri. Maksudnya, memang secara alami, Allah
     memberikan kepada setiap orang mekanisme pertahanan yang juga ada
     dalam tubuh jasmaninya (bentuknya bisa berbagai macam antibodi
     dalam darah ataupun keseimbangan produksi cairan-cairan hormonal/
     kimiawi dalam tubuh). Bagi mereka yang "normal" dengan sendirinya
     maka keseimbangan tubuh dan jiwa (physical and psychological
     balance) akan tercipta lagi. Mula-mula pada saat musibah tersebut
     diterima, A mungkin mengalami FASE I yaitu "SHOCK dan NUMBNESS"
     (mengalami kejutan dahsyat dan diikuti dengan perasaan baal atau
     kehilangan rasa) karena antara perasaan dan pikirannya terjadi
     gap yang besar. Oleh sebab itu, kalau ia menangis, maka tangisan
     tersebut belum betul-betul lahir dari kesedihan, tetapi lebih
     banyak lahir dari keinginannya untuk mengatakan pada dirinya
     sendiri bahwa ia seharusnya sedih. Biasanya dengan datangnya
     banyak orang untuk menghibur dan munculnya berbagai macam
     kesibukan (mengatur pemakaman, kebaktian, dsb.) perasaan numbness
     tersebut bertahan terus. Sampai selesai pemakaman, rumah menjadi
     sepi, dan A betul-betul memasuki realita hidup "tanpa B". Nah,
     saat melihat sepatunya, bantalnya, pakaian-pakaiannya, dsb.
     dimulailah FASE II yaitu "GRIEVING PERIOD" yang sesungguhnya
     terjadi. Produksi Epinephrine menaik terus dan A betul-betul
     mengalami kesedihan yang mendalam. Fase ini memuncak dengan
     depresi disertai gejala-gejalanya. Sampai fase berikutnya tiba
     (biasanya setelah melewati minggu-minggu ketiga) yaitu FASE III
     yang dapat disebut fase "ACCEPTANCE and RECOVERY" (penerimaan dan
     pemulihan)". Saat itu produksi Epinephrine berhenti dan muncullah
     Nor-Epinephrine menggantikannya sehingga A mulai bisa tidur dan
     bangun dengan semangat untuk hidup dan berjuang kembali. Inilah
     kesembuhan yang disediakan oleh "waktu" itu sendiri. Oleh sebab
     itu, jangan panik, biarkan proses berjalan dan waktunya akan tiba
     di mana A dengan sendirinya akan mempunyai kekuatan untuk
     menerima kenyataan tersebut. Hidup ini memang demikian. Yang A
     butuhkan hanyalah orang yang dengan tulus hadir di dekatnya,
     menemani, dan bersama dia di tengah proses duka dan kesembuhannya
     dengan telinga dan hati yang bersedia mendengar.

  2. Menghadapi kasus seperti A, Anda perlu waspada akan kekuatan
     sistim yang membudaya dalam kehidupan ini. Biasanya masyarakat
     (termasuk gereja) memberi sikap dan reaksi secara tradisi
     (custom) saja, sehingga apa yang mereka lakukan cenderung etika
     basa-basi yang tidak membawa banyak muatan pelayanan yang
     sesungguhnya. Apa yang mereka lakukan memang penting, tetapi
     hanya kepentingan umum yang tidak berhubungan langsung dengan
     kebutuhan-kebutuhan pribadi orang yang berdukacita. Tidak heran
     jika banyak di antara mereka muncul dan rela menjadi "seksi
     sibuk" pada hari-hari pertama sampai dengan hari pemakaman.
     Tetapi setelah itu, justru pada masa-masa duka yang mendalam
     dialami, biasanya tak ada lagi orang yang mempedulikan dan
     memberi penghiburan padanya. Nah, untuk kekosongan pelayanan
     inilah, peran Anda dalam konseling sangat diperlukan.

   Mungkin Anda dapat mengorganisir teman-teman gereja untuk secara
   bergilir menemani A setiap hari dan membantu dia dalam menyesuaikan
   kembali (readjustment) hidupnya, dengan mengingat bahwa proses ini
   harus alami dan sesuai dengan kondisi A yang sesungguhnya. Justru
   Anda jangan menciptakan kondisi yang tidak realitistis yang akan
   mempersulit penyesuaian tersebut. Misalnya: setiap hari dikirimi
   makanan enak, melarang A mengerjakan apa saja, membawa A ke tempat-
   tempat tamasya, atau memberi kebaktian penghiburan setiap hari.
   Karena yang A butuhkan justru adalah keberanian melewati proses
   dukacita yang menyakitkan itu dan menyelesaikannya dengan baik,
   sehingga ia dapat menjalani kehidupannya yang nyata sebagaimana
   adanya.

   Mungkin Anda dapat mempersiapkan setiap teman yang akan terlibat
   dalam pelayanan ini (sebaiknya wanita untuk melayani wanita) dengan
   dasar-dasar pelayanan konseling yang baik sehingga kehadiran mereka
   tidak justru menciptakan tambahan persoalan bagi A misalnya:
   - LISTENING (melatih kemampuan mendengar dengan kepekaan telinga
     hati),
   - EMPATHY (dapat merasakan apa yang dirasakan A dan dapat melihat
     realita dari kacamata A),
   - UNDERSTANDING (dapat memahami sikap kata dan tingkah laku A tanpa
     mempermasalahkan dia), dan
   - ACCEPTANCE (dapat menerima A sebagaimana adanya -- tidak memaksa
     A menjadi orang lain seperti yang kita kehendaki).

-*- Sumber -*-:
  Judul Buku   : Parakaleo  Vol. VI, Nomor 4, Okt - Des 1999
  Judul Artikel: Tragedi Kematian
  Penulis      : Dr. Yakub B. Susabda
  Penerbit     : STTRII, Jakarta


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

Artikel (2)

  Artikel berikut ini membahas tentang lima fase (langkah-langkah)
  yang pasti akan dihadapi oleh orang yang mengalami kedukaan atau
  "Grief" apapun, dan khususnya oleh orang yang sedang menghadapi
  kematian. Fase-fase tersebut biasa disebut: DABDA (Denial, Anger,
  Bargaining, Depression, Acceptance). Dengan mengetahui fase-fase
  ini, konselor dan konsele akan lebih mudah memahami keadaannya dan
  bisa saling membantu dalam melewati fase-fase ini.

              -*- LIMA FASE DALAM MENGHADAPI KEMATIAN -*-

  Beberapa tahun yang lalu sekelompok mahasiswa teologi mengadakan
  pertemuan dengan dokter-dokter jiwa dan menanyakan,
     "Bagaimana reaksi orang dalam menghadapi kematian?"
  Untuk mendapatkan jawab atas pertanyaan tersebut, mereka kemudian
  mewawancarai pasien-pasien yang berpenyakit parah dan juga keluarga
  mereka. Kemudian disimpulkan adanya beberapa fase yang biasanya
  dilalui orang dalam menghadapi kematian.

  1. DENIAL -- Fase Penyangkalan dan Pengasingan Diri
     Reaksi pertama setelah mendengar, bahwa penyakitnya diduga tidak
     dapat disembuhkan lagi adalah, "Tidak, ini tidak mungkin terjadi
     dengan saya." Penyangkalan ini merupakan mekanisme pertahanan
     yang biasa ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama
     mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya. Hampir tak
     ada orang yang percaya, bahwa kematiannya sudah dekat, dan
     mekanisme ini ternyata memang menolong mereka untuk dapat
     mengatasi shock khususnya kalau peyangkalan ini periodik.
     Normalnya, pasien itu akan memasuki masa-masa pergumulan antara
     menyangkal dan menerima kenyataan, sampai ia dapat benar-benar
     menerima kenyataan, bahwa kematian memang harus ia hadapi.

  2. ANGER -- Fase Kemarahan
     Jarang sekali ada pasien yang melakukan penyangkalan terus
     menerus. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang
     sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan
     munculnya ketakutan dan kemarahan. "Mengapa ini terjadi dengan
     diriku?", "Mengapa bukan mereka yang sudah tua, yang memang
     hidupnya sudah tidak berguna lagi?" Kemarahan ini seringkali
     diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada
     pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Bahkan kadang-kadang
     ditujukan pada orang-orang yang dikasihinya, dokter, pendeta,
     maupun Tuhan. Seringkali anggota keluarga menjadi bingung dan
     tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Umumnya mereka tidak
     menyadari, bahwa tingkah laku pasien tidak masuk akal, meskipun
     normal, sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya.
     Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian, bukan
     argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh
     karena kemarahannya.

  3. BARGAINING -- Fase Tawar Menawar
     Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat
     hidup sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya.
     Mereka bisa menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan, "Tuhan,
     kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu,
     maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu.", 4. DEPRESSION -- Fase Depresi
     Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.
     Penderita merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa
     harapan. Sebagai orang percaya memang mungkin dia mengerti adanya
     tempat dan keadaan yang jauh lebih baik yang telah Tuhan sediakan
     di surga. Namun, meskipun demikian perasaan putus asa masih
     akan dialami.

  5. ACCEPTANCE -- Fase Menerima
     Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan
     yang ia alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka
     akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat,
     sehingga mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi
     dan tidak tertarik lagi dengan berita dan persoalan-persoalan di
     sekitarnya. Pasien-pasien seperti ini biasanya membosankan dan
     mereka seringkali dilupakan oleh teman-teman dan keluarganya,
     padahal kebutuhan untuk selalu dekat dengan keluarga pada saat-
     saat terakhir justru menjadi sangat besar.

  Memang terdapat banyak perbedaan pada setiap individu dalam
  menghadapi realita kematian. Kelima fase di atas mungkin tidak
  terlihat jelas pada setiap penderita, apalagi jika masa penderitaan
  itu singkat. [Red: Fase-fase itu pasti terjadi secara berurutan,
  bahkan semua fase ini akan sering diulang lagi seperti suatu spiral/
  siklus/lingkaran yang terus maju setiap kali]. Perbedaan kebudayaan,
  keluarga, bahkan kepribadian biasanya menghasilkan perbedaan
  kecepatan dan cara menghadapi kematian, tetapi proses/fase masih
  sama. Meskipun demikian, semua orang mempunyai persamaan, yaitu
  bahwa mereka semua pasti mengharapkan akan ada kesembuhan; begitu
  pengharapan akan kesembuhan itu lenyap, kematian menjadi semakin
  dekat. Orang-orang Kristen yang benar-benar percaya, bahwa
  meninggalkan tubuh jasmani ini berarti hidup bersama dengan Tuhan
  (2Korintus 5:6-8), tentulah mempunyai cara menghadapi kematian yang
  berbeda dengan mereka yang tidak beriman.

-*- Sumber diedit dari -*-:
  Judul Buku   : Konseling Kristen yang Efektif
  Judul Artikel: Masalah-masalah Pelayanan Pada Orang-orang yang
                 Menghadapi Kematian
  Penulis      : Dr. Gary R. Collins
  Penerbit     : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 1998
  Halaman      : 164 - 166


*TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*

                   -*- PENGHIBURAN BAGI JANDA -*-

  Silakan menyimak ringkasan perbincangan TELAGA berikut ini yang
  menghadirkan Pdt. Dr. Paul Gunadi (T) sebagai penanya, dan juga Ibu
  Indrawati Tambayong (J1) dan Ibu Aymee (J2)-- dua orang ibu yang
  beberapa tahun yang lalu suaminya dipanggil Tuhan.

  T: Ibu-ibu, saat musibah itu datang menimpa, apakah di dalam hati
     ada perasaan berontak kepada Tuhan? Apakah muncul banyak
     pertanyaan misalnya mengapa ini harus terjadi? Mengapa Tuhan
     meninggalkan saya? dan Bagaimanakah hidup saya nanti?

 J1: Ya, itu yang saya alami. Saya sangat berontak sekali karena dalam
     pengalaman pelayanan saya banyak mujizat terjadi khususnya satu
     bulan terakhir sebelum suami saya meninggal. Kami mendapat lima
     mujizat. Jadi saya melihat bahwa kuasa Tuhan nyata tetapi mengapa
     Dia memanggil suami saya? Namun saat itu ada seorang hamba Tuhan
     yang menghibur saya. Dia mengatakan bahwa rencana Tuhan itu yang
     terbaik bagi saya dan suami. Saat itu saya berdoa, "Tuhan aku
     minta ampun. Aku tidak mengerti apa yang terbaik bagi diriku.
     Yang aku tahu saat ini aku mengalami suatu hal yang tidak baik."
     Hamba Tuhan ini juga mendoakan supaya Tuhan sendiri yang
     memberikan jawaban supaya saya bisa menerima keadaan ini.

 J2: Saya mempunyai perasaan yang sama yaitu berontak, dalam hati saya
     pertanyaan "mengapa" itu terus muncul tetapi kemudian setelah
     beberapa minggu berlalu saya mulai berserah. Dan dalam pikiran
     saya, saya hanya tahu dan percaya satu hal bahwa Tuhan pasti
     menolong. Saya tahu kalau Tuhan memanggil suami saya, pasti Dia
     yang menggantikan tempatnya dan pasti Dia tolong. Karena di dalam
     Alkitab tertulis, "Tuhan menjaga orang-orang asing, anak yatim
     dan janda ditegakkannya kembali."
-----
  T: Apakah ibu-ibu bisa menceritakan pergumulan dalam menjalani hidup
     sendiri dan bagaimana mengatasi saat-saat kesepian, saat-saat
     yang paling sulit?

 J1: Saya dikuatkan melalui Firman Tuhan. Saya merenungkan nasehat-
     nasehat saudara seiman yang mengingatkan bahwa rencana Tuhanlah
     yang terbaik. Untuk merenungkan itupun merupakan suatu
     perjuangan. Mazmur 68:6 membuat saya merasa terlindung. Selain
     itu janji Firman Tuhan yang tercatat di Yesaya 54:5 membuat saya
     mempunyai satu ketenangan. Jadi saya percaya bahwa pengganti dari
     suami saya itu adalah Bapa di sorga yang memelihara anak-anak
     saya. Saya merasa itu lebih menjamin kehidupan keluarga saya.

 J2: Untuk mengatasi kesepian saya selalu kembali ke Firman Tuhan.
     Saya selalu memikirkan bahwa Tuhan Yesus adalah bujangan dan Dia
     bisa menjalankan kehidupan-Nya begitu murni dan begitu benar di
     hadapan orang, jadi Tuhan Yesus adalah contoh bagi saya. Saya
     terus memandang Tuhan Yesus yang memberi saya kekuatan luar
     biasa. Kalau saya merasa kesepian, saya berlutut dan mengatakan
     kepada Tuhan secara terus-terang bahwa saya kesepian sekali dan
     merindukan suami saya. Nah, kemudian saya nangis dan Tuhan
     menolong, selalu.
-----
  T: Jadi tangisan adalah hal yang positif untuk melepaskan ketegangan
     dan kesepian kita, apalagi waktu kita bersedih.

 J1: Saya membiarkan perasaan saya keluar. Dengan demikian setelah
     berdoa dan berserah itu saya merasa ada damai dan sejahtera lagi.
-----
  T: Bagaimana kesulitan atau suka dukanya mengasuh anak itu sendiri
     karena tidak ada lagi figur ayah?

 J1: Untuk mendidik anak, saya bersandar kepada Tuhan. Jadi memang
     saya membimbing anak-anak untuk mandiri dan tidak bergantung
     kepada siapapun juga. Hal ini bukan berarti saya lepas tanggung
     jawab tetapi memang saya mau mereka beriman kepada Tuhan. Apa
     yang tertulis di 1Korintus 2:9 benar-benar kita alami. Tuhan pun
     juga membimbing anak-anak saya.

 J2: Memang membesarkan anak itu tidak mudah apalagi sebagai orangtua
     tunggal yang sebenarnya membutuhkan seorang partner untuk sharing
     khususnya dalam mengasuh anak-anak. Kedua anak saya sudah
     menginjak dewasa. Mereka juga mempunyai masalah dan pergumulan
     yang sebenarnya saya sendiri tidak bisa mengatasinya. Namun saya
     hanya yakin dan percaya satu hal, kalau kami berdua, saya dan
     suami saya, sudah mendidik anak-anak sejak kecil dalam Tuhan maka
     waktu mereka menginjak dewasa, kami tidak begitu khawatir lagi.
     Saya tetap meminta mereka memegang Firman Tuhan dalam hidup
     mereka. Saya sungguh bersyukur kepada Tuhan karena kedua anak
     saya justru menjadi lebih dewasa dalam iman setelah ditinggal
     oleh ayahnya. Saya berani menyaksikan bahwa Tuhan itu ikut
     bekerja dalam setiap bidang kehidupan kami. Tuhan itu begitu
     setia dan tidak pernah meninggalkan kami.
-----
  T: Mungkin Ibu berdua bisa memberikan pesan untuk para janda lain?

 J1: Sebagai seorang janda memang kita harus menanggulangi kesepian
     yang kita alami. Setelah melalui setengah tahun dalam pergumulan
     itu, Tuhan memberikan satu kekuatan khusus. Saya selalu ingat
     suami tetapi saya tidak pernah kesepian dan saya tidak lagi
     merasakan kebutuhan kasih dari suami, karena saya cukup
     mendapat kasih dari Allah Bapa yang menghibur dan memberikan
     kekuatan khusus baik bagi saya maupun bagi anak-anak saya.

 J2: Sebagai seorang janda yang sudah ditinggal suami selama 2 tahun,
     sekarang ini saya berpendapat bahwa bujangan atau menikah itu
     tidak ada yang lebih baik satu daripada yang lain. Yang penting
     adalah hidup dalam rencana Tuhan. Jika rencana Tuhan mengharuskan
     saya hidup sendirian, maka saya menerima hal itu dengan rela.
     Karena mungkin dengan kesendirian itu, saya diberi keleluasaan
     untuk melayani Tuhan, untuk bekerja lebih leluasa, dan lebih luas
     lagi memancarkan kasih kepada sesama saya.

  T: Terima kasih bagi Ibu berdua. Saya teringat Firman Tuhan yang
     dicatat di kitab Ayub 3:25, "Karena yang kutakutkan itulah yang
     menimpa aku dan yang kucemaskan itulah yang mendatangi aku."
     Namun kesimpulannya adalah tidak ada yang lebih besar dari Tuhan
     meskipun yang ditakutkan terjadi tetapi kita bisa melewatinya
     karena Tuhan yang menyertai dan menolong kita semua. Tuhan
     memberkati Ibu berdua.

-*- Sumber -*-:
   [[Sajian kami di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA
     No. #07A + #07B, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk
     tulisan.]]
     -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip seluruh kaset ini lewat
        e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org >
                                  atau: < TELAGA@sabda.org >


*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*

               -*- KETIKA ANDA MENGHADAPI DUKACITA -*-

  Pada saat Anda atau teman/konsele menghadapi dukacita, ayat-ayat
  referensi dari beberapa topik/bahan dalam CD-SABDA berikut ini dapat
  dijadikan sebagai penuntun praktis.

  Topik #9755
  Indeks Masalah Sehari-hari:  KETIKA ANDA MENGHADAPI DUKACITA
     Yesaya      41:10     Efesus    1:18      Nahum   1:7
     Yesaya      43:2      1Petrus   5:7       Ibrani  4:15-16
     2Korintus   1:3-4     Roma      8:28      Mazmur  121:1-2
     1Tesalonika 4:13-14   1Korintus 2:9       Mazmur  62:7
     Ibrani      6:18      Yesaya    51:11     Mazmur  31:7
     Yeremia     17:7      Lukas     14:14     Mazmur  62:8
     Roma        15:4      1Korintus 15:55-57  Ulangan 33:27

  Topic #9223
  Dua Ratus Topik Penting:  BERDUKA-CITA (Bereavement)
    Perjanjian Lama:
     Kejadian  23:2, 37:34-35, 50:1,4          Ayub        1:19-21
     Keluaran  12:29-30                        Amsal       15:13
     Imamat    10:6                            Pengkhotbah 7:2-4
     Rut       1:3,5,20-21                     Yehezkiel   24:16-18
     2Samuel   12:15-23, 18:33, 19:4           Hosea       9:12
    Perjanjian Baru:
     2Korintus 1:3-4       1Tesalonika 4:13-18

  Topic #5015
  Dapatkanlah Pertolongan Tatkala Anda:  BERDUKACITA
     Matius 5:4            2Korintus 1:3,4

  Topic #9136
  Janji-janji Allah dalam Alkitab:  KEMATIAN
     Mazmur    23:4        Yohanes  8:51       Hosea     13:14
     1Korintus 15:55       Mazmur   48:14      Mazmur    37:37
     Amsal     14:32       Mazmur   73:26      2Korintus 4:16
     Roma      5:9         Mazmur   49:15      Yohanes   3:15
     Ibrani    2:14,15     Yesaya   25:8       Roma      8:38,39

  Topic #9160
  Janji-janji Allah dalam Alkitab:  PENGHIBURAN
     Mazmur 46:1-3         Nahum   1:7         2Korintus 1:5
     Mazmur 138:7          Mazmur  37:39       Mazmur    9:9
     Mazmur 18:2           Mazmur  55:22       Ratapan   3:31-33
     Mazmur 22:24          Yohanes 16:33       Mazmur    27:14
     Mazmur 37:24          Matius  11:28

--*- Sumber/Ayat-ayat dari CD-SABDA-*-:
  Disusun Oleh : Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
  CD-SABDA     : Topik 5015, 9136, 9160, 9223, 9755


*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*

                 -*- MENOLONG MEREKA YANG BERDUKA -*-

  Konselor yang ingin menolong konsele yang sedang mengalami kedukaan
  yang mendalam (karena kehilangan orang yang dikasihi) harus ingat
  bahwa tugas utamanya bukanlah menutupi rasa pedih yang dialami
  konsele, tapi menolong konsele agar dapat jujur menghadapi perasaan
  yang sesungguhnya.

  Penelitian menunjukkan bahwa periode dua tahun merupakan waktu yang
  wajar untuk seseorang mulai pulih dari kepedihannya. Namun masing-
  masing individu mempunyai cara-cara yang unik dalam menghadapinya,
  oleh karena itu hindarkan pemaksaan kepada konsele tentang apa yang
  harus dilakukan untuk memulihkan kepedihannya itu. Agar proses
  pemulihan dari kedukaan itu dapat berjalan secara alami, konselor
  perlu mengingat tiga kebutuhan konsele berikut ini:

  * MENERIMA kenyataan kehilangan itu.
    ----------------------------------
    Banyak orang yang menderita dukacita yang sangat dalam mencoba
    menyangkali kenyataan, misalnya berpura-pura menganggap bahwa
    orang yang dikasihi itu masih hidup, atau menyimpan semua barang-
    barang dari orang yang meninggal itu. Untuk itu berikan tantangan
    yang lembut, perhatian serta dukungan, supaya secara bertahap
    konsele dapat menghadapi kenyataan yang sebenarnya.

  * MENYESUAIKAN diri dengan kenyataan baru.
    ----------------------------------------
    Setelah konsele menerima kenyataan baru, dia harus ditolong untuk
    mulai menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan-perubahan
    praktis dalam kehidupannya sehari-hari. Perasaan menerima ini akan
    terus berkembang melalui proses alami jika konsele mau mengambil
    inisiatif sendiri untuk menyesuaikan diri. Misalnya, seorang duda
    yang dulu menggantungkan diri pada istrinya dalam membayar semua
    tagihan harus menyadari bahwa hal itu sekarang menjadi tugasnya.
    Seorang wanita yang dulu selalu minta nasehat pada almarhum
    ayahnya, sekarang ia harus mencari penasehat yang lain.

  * Sebagai REINVESTASI di masa mendatang.
    --------------------------------------
    Tahap ini mungkin merupakan tahap paling sulit dalam proses
    pemulihan kedukaan ini. Ketika konsele mulai menyesuaikan diri
    dengan kenyataan baru, bahwa ia tidak lagi memiliki seseorang yang
    dulu sangat berarti baginya, maka ia akan tergoda untuk segera
    mengisi kekosongan ini, atau sebaliknya akan menghindarinya.
    Konselor dapat menuntun konsele yang berada diantara kedua keadaan
    tersebut dengan menolongnya me-reinvestasi secara bertahap dan
    tidak terburu-buru dalam membuat keputusan-keputusan besar.

  Dalam masa pemulihan dari kedukaan ini, akan sangat baik jika
  konsele didorong untuk bisa bebas mengekspresikan kepedihannya
  dengan cara-cara yang "sehat", misalnya menangis, membela diri, atau
  bertanya. Dengan lembut yakinkan bahwa suatu kehidupan yang berarti
  dan memuaskan dapat hadir sekali lagi dalam hidupnya.

-*- Diterjemahkan dan diringkas dari sumber -*-:
  Judul Buku   : Leadership Handbook of Outreach and Care
  Judul Artikel: Grief Counseling
  Penulis      : Randy Christian
  Editor       : James D. Berkley
  Penerbit     : Baker Books, Michigan, 1994
  Halaman      : 324 - 325


*SURAT *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*DARI ANDA*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* SURAT*

  Dari: <nes@>
  >Shalom
  >Terus terang saya sangat dibantu dengan kiriman e-Konsel edisi 036
  >khususnya di bagian Tanya Jawab. Saya sendiri mengalami kesulitan
  >menceritakan tentang kematian kepada anak-anak dan bagaimana
  >mengajarkan kepada mereka untuk menerima realita itu. Sekiranya ada
  >bahan lain yang mengajarkan kematian pada anak, bisakah dikirimkan?
  >Terima kasih atas perhatiannya.

  Redaksi:
  Mudah-mudahan materi yang kami sajikan dalam e-Konsel edisi 037 ini
  juga menjadi berkat bagi Anda. Untuk menjawab permintaan bahan
  tentang bagaimana mengajarkan kematian kepada anak, Anda dapat
  membaca Publikasi e-BinaAnak (Publikasi untuk Sekolah Minggu),
  yaitu edisi 116 - 119. Untuk itu silakan mengunjungi Situs SABDA.org
  yang menyimpan semua arsip e-BinaAnak:
     e-BinaAnak 116 -- Perspektif Kristen tentang Kematian
     ==>   http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/116/
     e-BinaAnak 117 -- Mengajarkan Anak tentang Kematian
     ==>   http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/117/
     e-BinaAnak 118 -- Melayani Anak yang Menghadapi Kematian
     ==>   http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/118/
     e-BinaAnak 119 -- Menghadapi Masalah Kematian
     ==>   http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/119/
  Kami yakin materi-materi tersebut akan menjawab permintaan Anda.
  Selamat menjelajah Situs SABDA.org.


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                    Yulia, Natalia, Ratri, Purwanti
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2003 oleh YLSA

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
  Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
  dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org