Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/7

e-Konsel edisi 7 (1-1-2002)

Siapakah Saya?

><>                 Edisi (007) -- 01 Januari 2002                <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
   - Pengantar            : Siapakah Saya?
   - Cakrawala            : (1) Identitas dalam Kristus
                            (2) Siapakah Aku?
   - TELAGA               : Peran Orangtua dalam Pembentukan
                                Jati Diri Remaja [No. 48A]
   - Bimbingan Alkitabiah : Apa Kata Alkitab tentang Harga Diri?
   - Tips                 : Bagaimana Menolong Orang Rendah Diri?
   - Kesaksian            : Mengenal Diri Sendiri
   - Surat                : Ucapan Selamat dan Usulan Topik

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

   "Siapakah saya?" "Apakah identitas diri saya?" "Bagaimana saya
   dapat mengembangkan citra diri dengan benar?" Kami yakin Anda
   pernah bertanya pada diri sendiri pertanyaan-pertanyaan di atas.
   Apakah identitas diri kita hanya ditentukan oleh bagaimana orang
   menilai kita atau bagaimana kita menilai diri kita sendiri saja?
   Sebagai seorang Kristen, bagaimana seharusnya kita memandang diri
   kita sendiri? Pertanyaan-pertanyaan tentang identitas diri sangat
   penting karena sebagian besar masalah yang terjadi dalam hidup
   manusia bersumber dari masalah penerimaan akan diri yang tidak
   benar.

   Oleh karena itu untuk memulai tahun 2002 ini, marilah kita
   belajar lebih mengenal diri dengan baik. Harapan kami, artikel dan
   bahan yang kami sajikan pada edisi ini akan menolong anda untuk
   mewujudkan manusia ciptaan baru sebagaimana yang Allah kehendaki
   sehingga kita dapat memberikan hidup yang terbaik bagi Dia.

   Selamat menyimak!
   Staf Redaksi e-Konsel


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

Bagian (1)
==========
                   -*- IDENTITAS DALAM KRISTUS -*-

  Istilah "identitas dalam Kristus" sebenarnya tidak dipakai dalam
  Alkitab, tetapi konsepnya diajarkan berulang kali, khususnya di
  dalam Alkitab Perjanjian Baru. Masalah identitas sangat penting
  sekali, sebab pada dasarnya hidup manusia dibentuk dari bagaimana ia
  menerima identitasnya. Bagaimana seseorang bersikap, berrespon, dan
  bereaksi terhadap lingkungan hidupnya adalah tergantung (sadar atau
  tidak sadar) pada persepsi terhadap dirinya sendiri.

  Jika seorang Kristen tidak memiliki perbedaan secara mendasar dengan
  orang yang bukan Kristen, atau jika cara mereka memandang diri
  mereka tidak ada bedanya dengan orang yang bukan Kristen, maka hidup
  orang Kristen akan menjadi hidup yang biasa saja dan hampir tidak
  ada bedanya dengan mereka yang bukan Kristen. Hidup yang demikian
  akan menghasilkan kekalahan yang berulang-ulang dalam menjalani
  hidup Kristennya. Musuh kita, si Iblis, akan memanfaatkannya dengan
  membebani kita dengan rasa bersalah karena hidup Kristen kita hanya
  akan dikacaukan dengan tuntutan aturan-aturan legalistik. Jika gagal
  keselamatan kita akan dipertanyakan dan akhirnya kita akan menerima
  keberadaan hidup rohani yang naik-turun (ups and downs) sebagai
  keadaan yang normal. Orang Kristen yang kalah akan mengakui
  keburukan dan kecenderungan mereka untuk berbuat dosa. Sekalipun
  telah berusaha melakukan yang lebih baik, namun hatinya tetap
  mengakui bahwa dia hanyalah seorang pendosa yang diselamatkan oleh
  anugerah dan tidak ada yang dapat dilakukan selain menunggu
  kedatangan Tuhan yang kedua kali.

  Mengapa ini menjadi gambaran kebanyakan hidup orang Kristen?
  Jawabannya adalah karena ketidaktahuan mereka akan identitas yang
  benar di dalam Kristus. Karya Penebusan Kristus yang mengubah para
  pendosa menjadi orang kudus merupakan karya terbesar yang Allah
  kerjakan di dunia ini. Perubahan yang terjadi di dalam diri manusia
  ini akan berpengaruh sejak kita menerima keselamatan. Sedangkan
  perubahan yang dilihat dari luar masih akan terus menerus
  berlangsung hingga akhir hidupnya, inilah yang disebut sebagai
  proses 'pengudusan' (sanctification). Tetapi karya pengudusan yang
  terus menerus ini baru akan mempunyai pengaruh luar biasa dan penuh
  dalam hidup seseorang pada saat terjadi transformasi diri yang
  radikal, yaitu ketika seseorang seorang yang percaya menerima sifat
  baru di dalam Kristus, yang disadarinya dan diterimanya melalui
  iman.

  Manusia baru yang kita terima dari Kristus akan mendapat identitas
  yang sama dengan Kristus, yaitu kesamaan:

  1. Dalam kematian-Nya      Roma 6:3,6; Galatia 2:20; Kolose 3:1-3
  2. Dalam penguburan-Nya    Roma 6:4
  3. Dalam kebangkitan-Nya   Roma 6:5,8,11
  4. Dalam hidup-Nya         Roma 5:10-11
  5. Dalam kuasa-Nya         Efesus 1:19-20
  6. Dalam warisan-Nya       Roma 8:16-17; Efesus 1:11-12

  Rasul Paulus menjelaskan dalam 1 Timotius 1:15 bahwa dirinya adalah
  orang yang paling berdosa. Namun, pernyataan ini dibuat jelas dalam
  konteks (ayat 12-16) yang menunjukkan keadaannya sebelum ia
  diselamatkan. Dia membuat pernyataan yang serupa tentang kejatuhan
  harga dirinya dalam 1 Korintus 15:9, tetapi pada ayat berikutnya ia
  mengungkapkan, "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah
  sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-
  Nya kepadaku tidak sia-sia." (ayat 10). Semua yang dibutuhkan untuk
  kehidupan yang kudus sudah kita miliki melalui kuasa Tuhan yang kita
  warisi dari Kristus yang hidup di dalam kita (2 Petrus 1:3; Galatia
  2:20; Roma 8:37). Identitas dan tujuan orang percaya adalah di dalam
  Kristus. Dia menjadi pelaku Firman Tuhan karena dia telah ada di
  dalam Firman. Dia tidak melakukannya supaya ia menjadi seperti yang
  ada di dalam Firman. Tetapi, ia telah menjadi pelaku Firman yang
  taat karena ia telah menjadi satu dengan Kristus (Yak. 1:22-25).

  Di dalam Alkitab orang-orang yang percaya disebut sebagai "saudara",
  "anak", "anak Allah", "anak terang", "terang dalam Allah", "orang-
  orang kudus", dll. Tidak pernah Alkitab menyebut orang yang percaya
  sebagai "pendosa", bahkan juga tidak sebagai "pendosa yang
  diselamatkan oleh anugerah". Mengapa demikian? Apakah orang yang
  percaya tidak lagi berdosa? Tentu saja orang yang percaya masih bisa
  melakukan dosa. Sebutan-sebutan untuk orang percaya yang diberikan
  oleh Alkitab tersebut adalah sesuai dengan identitas kita yang baru
  di dalam Kristus. Mereka telah mati terhadap dosa dan kini hidup di
  dalam Kristus. Kegagalan (kejatuhan dalam dosa) orang Kristen yang
  sejati tidak akan mengubah atau menghentikan karya Penebusan
  Kristus. Tetapi hal ini tidak berarti membenarkan orang Kristen
  gagal dan jatuh dalam dosa. Penebusan Kristus memberikan kuasa
  kepada orang Kristen sejati karena Kristus yang tinggal di dalam
  hati kita dan Dia tidak akan berubah. Jika seorang Kristen sejati
  menerima identitasnya sebagai pendosa maka identitas utamanya adalah
  dosa itu sendiri. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang telah
  dikatakan dalam Alkitab, karena orang yang percaya telah dibenarkan
  oleh iman. Seandainya seorang Kristen adalah pendosa, maka apa yang
  akan dilakukannya? Tentu berbuat dosa! Apa yang dapat diharapkan
  dari seorang pendosa? Berbuat dosa! Seorang Kristen bukanlah
  "pendosa yang diselamatkan oleh anugerah" tetapi "seorang kudus yang
  karena keadaannya di dunia masih bisa berbuat dosa"

  Kuasa dosa telah dipatahkan; kehendak manusia kini dapat memilih apa
  yang benar karena kuasa Roh Kudus dan Kebenaran telah membebaskan
  manusia dari kuasa dosa (Yoh. 8:31,32). Orang percaya betul-betul
  bebas ketika melalui iman ia memilih untuk "menjadi" seperti apa
  yang ada dalam kenyataan, yaitu bahwa ia sudah "ada" di dalam
  Kristus.

-*- Sumber -*-
  Judul Buku : Spiritual Conflicts and Counseling: the Work Book
  Penulis    : Anderson, Neil T.
  Penerbit   : Freedom in Christ Ministries
  Halaman    : 11 - 13


Bagian (2)
==========
                        -*- SIAPAKAH AKU? -*-

  Jika anda telah percaya dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan
  Juruselamat anda, maka anda sekarang adalah CIPTAAN BARU. Oleh
  karena itu anda sekarang memiliki identitas yang baru di dalam
  Kristus. Berikut ini adalah fakta-fakta yang Alkitab berikan yang
  menyatakan secara jelas siapakah anda setelah anda menerima Kristus
  sebagai Juruselamat:


    Aku adalah anak Allah.                            (Yohanes 1:12)

    Aku adalah bagian dari Pokok Anggur yang benar
    dan hidup Kristus mengalir di dalamku.            (Yohanes 15:5)

    Aku adalah saksi pribadi untuk Kristus dan
    aku diutus untuk menceritakan tentang Dia.     (Kisah Rasul 1:8)

    Aku bebas dari segala penghukuman.                    (Roma 8:1)

    Aku adalah ahli waris bersama dengan Kristus,
    yang mewarisi kemuliaan-Nya.                         (Roma 8:17)

    Aku tidak dapat dipisahkan dari kasih Allah.         (Roma 8:35)

    Aku adalah bait Allah.                         (1 Korintus 3:16)

    Aku adalah ciptaan baru. Yang lama telah
    diampuni dan sekarang semuanya menjadi baru.   (2 Korintus 5:17)

    Aku telah disalibkan bersama dengan Kristus,
    karena itu sekarang Kristus hidup di dalamku.     (Galatia 2:20)

    Aku adalah orang kudus.                             (Efesus 1:1)

    Aku adalah warga negara surga dan
    sekarang aku memiliki tempat di surga.              (Efesus 2:6)

    Aku adalah buatan Allah.                           (Efesus 2:10)

    Aku memperoleh jalan masuk kepada Tuhan
    melalui Roh Kudus-Nya.                             (Efesus 2:18)

    Aku adalah benar dan kudus.                        (Efesus 4:24)

    Aku dapat mengerjakan segala sesuatu di dalam
    Kristus yang memberi kekuatan kepadaku.            (Filipi 4:13)

    Aku adalah sempurna di dalam Kristus.              (Kolose 2:10)

    Aku dipilih, dikuduskan dan dikasihi oleh Allah.   (Kolose 3:12)

    Aku memiliki roh kekuatan, kasih dan
    penguasaan diri.                                (2 Timotius 1:7)

    Aku adalah anggota dari bangsa yang terpilih,
    imamat rajani dan umat kepunyaan Allah.        (1 Petrus 2:9,10)

    Aku dilahirkan kembali dalam Kristus dan
    si Jahat tidak akan dapat menjamahku lagi.      (1 Yohanes 5:18)

-*- Sumber -*-
  Pelayanan : Freedom in Christ Ministries


*TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*

  Konsep diri yang salah bisa disebabkan karena beberapa sebab.
  Selain karena pemahaman teologia yang salah, bisa juga disebabkan
  karena masukan yang salah dari lingkungan, terutama keluarga. Sajian
  kaset TELAGA [No. 48A] yang berisi percakapan dengan Dr. Paul Gunadi
  berikut ini akan menolong kita untuk mengerti lebih jelas tentang
  bagaimana keluarga dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri anak.

      -*- PERAN ORANGTUA DALAM PEMBENTUKAN JATI DIRI REMAJA -*-

-------
  T: Kita sering mendengar istilah "jati diri", apa sebenarnya yang
     dimaksud dengan jati diri atau konsep diri?
  J: Suatu pengetahuan tentang siapa kita, karena setiap kita pasti
     mempunyai gambaran tentang siapakah kita ini. Memang gambaran ini
     tidak selalu sama, karena konsep diri juga dipengaruhi oleh hal-
     hal yang kita alami pada masa yang lalu.

-------
  T: Bagaimana caranya supaya anak remaja memiliki konsep diri yang
     benar?
  J: Yang diperlukan di sini adalah masukan dari orang tua atau dari
     keluarga. Nah, otomatis ini tidak bisa terjadi ketika anak sudah
     menginjak usia remaja. Ini harus terjadi sejak usia yang paling
     dini. Contoh: sewaktu anak bayi digendong oleh orang tua dan
     dikatakan, "Aduh senyummu bagus", "Aduh ketawamu lucu". Nah, ini
     menjadi masukan si bayi. Meskipun bayi belum tahu apa yang
     dikatakan orang tuanya tapi si bayi bisa merasakan bahwa yang
     dikatakan orang tuanya itu sesuatu yang baik, sesuatu yang
     menyenangkan. Jadi perasaan yang baik yang disalurkan kepada si
     bayi membuat si bayi juga merasa tenang. Ketika anak-anak
     menangis ibu biasanya akan mencoba menenangkan si bayi dengan
     menyanyi lagu yang lembut atau mengajaknya bicara atau
     bersenandung. Tidak ada bayi yang sedang menangis yang dapat
     ditenangkan dengan hardikan-hardikan atau suara keras. Anak bisa
     menangkap getaran dan emosi si ibu itu. Nah, dari hal kecil-kecil
     seperti itu sebetulnya orang tua sudah mulai berkomunikasi dengan
     si anak. Meskipun hanya sepihak dan belum melibatkan kemampuan
     berpikir yang canggih, tapi ini pun penting.

-------
  T: Sebenarnya mulai kapan anak membutuhkan konsep diri/jati diri
     yang jelas?
  J: Dia mulai membutuhkannya serius pada masa dia memasuki usia
     remaja, kira-kira usia 12 tahun, di situlah anak sebetulnya sudah
     harus memiliki secara mendasar gambaran tentang siapa dia. Jika
     dia jelas maka dia bisa masuk ke dalam usia remajanya dengan
     lebih aman. Kalau ada masukan-masukan dari teman yang bertolak
     belakang dari yang dia terima dari orang tuanya, dia memiliki
     kesempatan untuk membandingkan dan mengevaluasi mana yang benar.
     Kalau orangtua tidak memberikan sama sekali masukan kepadanya,
     dia akan menerima apa yang diberikan dari teman-temannya.

-------
  T: Tadi dikatakan, dasar konsep diri dibangun sejak dari kecil. Nah,
     sampai usia 12 tahun, apakah peran orangtua?
  J: Mereka harus bisa mengkomunikasikan kepada anak bahwa mereka
     penting, mereka berharga dan mereka dikasihi. Orangtua juga perlu
     memberikan keyakinan kepada anak bahwa mereka baik, dan mereka
     bisa menjadi lebih baik. Di sini orangtua perlu mengarahkan anak
     ke mana dia harus bertindak atau pergi, dengan siapa dia bergaul,
     hidup seperti apa yang baik, dll. Hal-hal seperti ini perlu
     dikomunikasikan kepada si anak dan ini bisa disampaikannya dengan
     cara yang sangat informal.

-------
  T: Apakah kita sebagai orang tua bisa mengetahui apakah anak kita
     sudah menemukan jati dirinya atau belum?
  J: Saya kira kita bisa mendeteksinya dengan cara melihat seberapa
     mudah dia terombang-ambing. Anak yang mudah terombang-ambing
     saya kira memperlihatkan bahwa proses pembentukan jati dirinya
     belum mantap. Pembentukan jati diri bisa memakan waktu yang lama,
     tapi tidak semua anak sama, ada yang lamban, ada yang cepat. Nah,
     untuk yang lebih lamban, mungkin saja karena anak cenderung lebih
     nakal, lebih badung, dsb. sehingga membuat dia lebih banyak
     bergumul untuk menggabungkan masukan dari orangtua dan masukan
     dari teman-temannya.

-------
  T: Apakah seseorang yang sekali menemukan jati dirinya dia akan
     tetap di situ atau dia suatu saat bisa berubah lagi?
  J: Dia akan mempertahankan bagian dasar dari konsep dirinya, tapi
     ia akan terus memoles dan menambahkan dengan masukan yang baru.
     Yang tidak relevan akan ditinggalkan, kemudian dia masukkan yang
     baru, demikian terus-menerus menjadi suatu proses yang dinamis.

-------
  T: Apa yang Alkitab katakan sehubungan dengan peran orang tua dalam
     pembentukan jati diri anak?
  J: Amsal 1:8 berkata: "Hai anak-Ku dengarlah didikan ayahmu dan
     jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu. Sebab karangan bunga yang
     indah itu bagi kepalamu dan suatu kalung bagi lehermu." Jadi
     memang Tuhan meminta anak-anak mendengarkan didikan orangtua
     ibaratnya seperti karangan bunga atau kalung bagi leher si anak
     yang akan menghiasi si anak. Tugas orang tua sudah pasti adalah
     memberi didikan dan memberi ajaran, dan hal ini tidak boleh
     berhenti karena itu memang tugas yang Tuhan embankan.

-*- Sumber -*-
 [[Sajian kami di atas, kami ambil dari isi salah satu kaset TELAGA
   No.  48A, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk tulisan.]]
   -- Jika anda ingin mendapatkan transkrip seluruh kaset ini lewat
      e-Mail, silakan kirim surat ke:  < owner-i-kan-konsel@xc.org >
   -- Informasi tentang pelayanan TELAGA/Tegur Sapa Gembala Keluarga
      dapat anda lihat dalam kolom INFO edisi e-Konsel 03 dari URL:
  ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/003/    [01 Nov 2001]


*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*

         -*- APA KATA ALKITAB TENTANG HARGA DIRI MANUSIA? -*-

  Ada orang-orang Kristen yang memiliki pengertian teologis yang salah
  tentang harga diri. Mereka berpikir bahwa manusia adalah mahluk yang
  sudah tercemar oleh dosa, oleh karena itu ia hina dina dan tidak ada
  harganya dan tidak pantas dikasihi. Jika ada orang Kristen yang
  menganggap diri layak dikasihi dan merasa dirinya baik adalah
  manusia yang sombong. Sebaliknya orang Kristen yang menghina diri
  adalah orang Kristen yang rendah hati. Betulkah demikian? Betulkah
  orang Kristen tidak pantas menghargai diri?

  1. Alkitab mengajarkan bahwa manusia sangat berharga
     -------------------------------------------------
     Seluruh Alkitab secara konsisten mengatakan bahwa manusia
     berharga. Pertama, karena manusia diciptakan menurut gambar dan
     rupa Allah (Kej. 1:26-27). Kedua, karena Allah memelihara dan
     mengasihi umat-Nya sebagai "biji mata" Nya (Ul. 32:10).

  2. Manusia tetap dihargai sekalipun telah jatuh dalam dosa
     -------------------------------------------------------
     Alkitab berkata bahwa karena ketidaktaatan, manusia jatuh dalam
     dosa dan harus dihukum oleh Allah. Allah membenci dosa yang
     dilakukan manusia, tetapi Allah tidak membenci manusia. Ia tetap
     menunjukkan kasih-Nya, bahkan ketika kita masih berdosa (Rom.
     5:8). Allah mengasihinya sehingga Ia mau mengutus Anak-Nya yang
     tunggal untuk menebus manusia agar manusia beroleh hidup yang
     kekal (Yoh. 3:16).

  3. Menghargai diri tidak sama dengan menyombongkan/memuja diri
     -----------------------------------------------------------
     Menghargai atau mengasihi diri tidak sama dengan menyombongkan
     diri atau memuja diri, dan juga tidak sama dengan mementingkan
     diri sendiri (egoist). Orang Kristen dapat memiliki harga diri
     yang positif bukan karena apa yang telah ia perbuat dan bukan
     karena keberadaannya sebagai manusia, namun semata-mata karena
     anugerah Allah dan karunia keselamatan yang diberikan-Nya (Gal.
     6:14; Rom. 15:17).

  4. Allah menghargai apa yang manusia lakukan untuk Allah
     -----------------------------------------------------
     Ketika Allah memilih untuk menyelamatkan manusia, maka Ia pun
     berkenan memanggil manusia untuk ikut ambil bagian dalam karya
     pekerjaan-Nya (Ef. 2:10)). Oleh karena itu Allah juga menerima
     puji-pujian dari manusia, karena Allah memang menciptakan manusia
     untuk kemuliaan-Nya (Yes. 43:21).

  Setelah membaca beberapa bagian dari Alkitab di atas, masih
  pantaskah orang Kristen menghina diri? Jika Allah memandang manusia
  berharga, maka kita harus memandang diri kita berharga sebagaimana
  Allah memandang kita.

-*- Sumber -*-
  Staf Redaksi


*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*

 -*- BAGAIMANA MENOLONG ORANG YANG MEMILIKI PERASAAN RENDAH DIRI -*-

  Gary R. Collins, Ph.D. dalam bukunya "Christian Counseling"
  memberikan beberapa saran bagaimana menolong orang-orang yang
  memiliki perasaan rendah diri atau tidak berharga:

  1. Berikan dukungan, perasaan diterima, dan penghargaan yang tulus.
     Orang yang memiliki perasaan rendah diri sangat sensitif dengan
     pujian dan sikap yang pura-pura, oleh karena itu konselor harus
     dapat memberikan dukungan dan penghargaan yang terus-menerus
     dengan lembut dan tulus untuk setiap kemajuan kecil yang jelas
     bisa dilihat.

  2. Kembangkan pemahaman yang benar.
     Konselor dapat menolong dengan mencari tahu sebab-sebab rasa
     rendah dirinya dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Ingatkan
     bahwa masa lalu tidak seharusnya menjadi penjara bagi hidupnya.
     Mengetahui masa lalu tidak mengubah keadaan tapi memudahkan
     konselor memberikan pemahaman yang benar.

  3. Berikan perspektif Alkitab tentang harga diri.
     Alkitab mengajarkan bahwa harga diri yang positif tidak sama
     dengan kesombongan. Sikap menghukum dan menghina diri adalah
     sikap yang salah di hadapan Tuhan, karena kita telah ditebus
     dengan darah-Nya dan menjadi ciptaan baru.

  4. Doronglah untuk bersikap terbuka, khususnya dalam mengevaluasi
     diri secara realistik.
     Buatlah daftar tentang kelebihan, kekuatan dan talenta serta
     kelemahan yang dimiliki. Ajaklah untuk berani mengambil resiko
     dalam mengatasi kelemahannya dengan hal-hal yang positif.

  5. Berikan stimulasi untuk memeriksa kembali pengalaman, tujuan dan
     prioritasnya.
     Orang yang rendah diri takut membuat tujuan karena takut gagal.
     Jadi doronglah untuk membagi tujuan jangka panjang dan
     prioritasnya dalam tujuan jangka pendek yang kecil-kecil serta
     mudah dicapai. Keberhasilan kecil-kecil akan lebih mudah menolong
     meningkatkan rasa percaya dirinya.

  6. Ajarkan ketrampilan-ketrampilan baru.
     Berikan ketrampilan-ketrampilan baru, misalnya: mempelajari
     Firman Tuhan dengan teratur, belajar untuk berpikir positif,
     belajar menghargai orang lain, dll. Hal-hal seperti ini tidak
     bisa didapatkan secara otomatis, tapi perlu dipelajari.

  7. Jauhkanlah dari kecenderungannya yang merusak.
     Seorang yang memiliki harga diri yang rendah cenderung
     memperburuk keadaan, misalnya: memberi reaksi yang berlebihan
     jika melakukan kesalahan, atau menjadi sangat pasif, atau bisa
     juga memperlakukan orang lain sebagai obyek untuk dimanipulasi.
     Untuk itu konselor perlu menolongnya agar tidak melakukan
     tindakan-tindakan yang merusak tsb.

  8. Berikan stimulasi untuk memiliki kelompok yang mendukung.
     Memiliki kelompok orang-orang yang mengasihi dan mau menolong
     adalah cara terbaik untuk membangun rasa percaya diri. Rasa
     memiliki dan dimiliki dalam kelompok dapat menjadi terapi
     kelompok yang sangat menolong.

  9. Ajaklah untuk menangani dosa yang telah dilakukan.
     Tidak ada orang yang senang dengan dirinya sendiri ketika ia
     menyadari bahwa ia telah berdosa kepada Tuhan. Oleh karena itu
     Konselor bisa menolong orang yang merasa bersalah dan kehilangan
     harga diri karena dosa ini dengan mengajaknya datang kepada
     Tuhan, mengakui dosa-dosanya dan berdamai dengan Tuhan.

-*- Sumber diringkas dari: -*-
  Judul Buku : Christian Counseling
  Penulis    : Gary R. Collins, Ph.D.
  Penerbit   : Word Publishing
  Halaman    : 321 - 324


*KESAKSIAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* KESAKSIAN*

                    -*- MENGENAL DIRI SENDIRI -*-

  Selama bertahun-tahun sebenarnya aku bergumul dengan kehidupan
  Kristenku. Namun aku tidak pernah terlalu memikirkannya, karena aku
  pikir hal itu bukan hal yang serius seperti masalah hidup dan mati.
  Aku tahu bahwa aku adalah seorang yang berdosa, tetapi sama seperti
  kebanyakan orang Kristen, aku lahir dan dibesarkan dalam keluarga
  Kristen yang baik, karena itu aku bukan seorang pendosa besar. Aku
  tidak punya pengalaman pertobatan yang dramatis seperti David
  Wilkerson. Kadang hal inilah yang membuatku berdalih bahwa andai aku
  seorang pendosa besar maka mungkin aku bisa menjadi seorang Kristen
  yang lebih baik dan seorang pengkotbah yang lebih meyakinkan.

  Aku memutuskan untuk masuk ke Sekolah Alkitab pada usia 14 tahun.
  Tahun-tahun berikutnya aku lewati dengan gampang karena aku tidak
  terlalu memikirkan hal-hal rohani secara serius, bahkan aku sering
  bolos ikut kebaktian atau saat teduh pagi. Pada tahun 1965 aku
  akhirnya lulus dengan meraih predikat sarjana Teologia dan langsung
  dipercaya untuk melayani jemaat kecil di sebuah kota kecil. Namun,
  di sinilah aku mulai mengalami krisis identitas. Aku mulai malu
  dipanggil "pendeta" karena dalam hati aku tahu aku sebenarnya tidak
  layak mendapat panggilan itu.

  Seperti sudah aku katakan, aku belum pernah melakukan dosa besar,
  tapi aku tetap tidak merasa pantas menjadi pendeta. Jika aku hanya
  menjadi anggota jemaat biasa mungkin tidak ada masalah, karena aku
  dapat menjadi jemaat yang baik dan tidak perlu merasa seburuk ini.
  Sebagai seorang pendeta, aku dipandang sebagai pemimpin rohani
  dan teladan bagi orang yang dewasa rohani,... tapi aku benar-benar
  merasa seperti bermain sandiwara saja.

  Perasaan yang buruk terharap diriku sendiri ini membuat aku mulai
  belajar lagi hal-hal dasar tentang hidup Kristen. Hal ini terjadi
  terutama karena aku merasa terancam dengan jemaat-jemaat baru yang
  menyaksikan bagaimana mereka menemukan hubungan dengan Tuhan Yesus.
  Hal-hal doktrin Kristen aku menguasai tapi jemaat-jemaat baru ini
  kelihatannya lebih mengenal Tuhan Yesus daripada aku. Mungkin
  anggota jemaatku mengetahui pergumulanku sehingga mereka memberiku
  buku-buku yang biasanya tidak pernah aku baca, yaitu buku-buku yang
  ditulis oleh Watchman Nee, Andrew Murray, A.W. Tozer. Buku-buku tsb.
  sungguh mengagetkanku karena sepertinya penulis-penulis itu benar-
  benar memahami arti keberdosaan manusia.

  Sebagai bahan perbandingan akupun membaca tulisan Martin Luther,
  terutama Tafsiran Surat Roma dan Galatia. Aku sangat terkesan dengan
  iman dan hidup Kristen dari Martin Luther. Salah satunya dia berkata
  bahwa "pengenalan manusia akan dirinya sendiri akan mendatangkan
  kengerian yang dalam, dan ia merasa hancur, sampai ia menerima dan
  menghargai anugerah Tuhan, pengampunan-Nya dan hidup barunya dalam
  Kristus." Aku tahu Luther tidak pernah melakukan dosa besar tapi
  jelas dia tahu bahwa keadaan dirinya dan hatinya sangat merana.

  Aku menyadari bahwa pengetahuan yang dalam tentang dosa adalah
  langkah yang perlu dalam memulai pertumbuhan hidup Kristen. Aku
  mulai berdoa pada Tuhan untuk menunjukkan keadaan hatiku yang
  sebenarnya. Aku berdoa dengan cara yang sederhana, tidak dengan
  berlutut, melipat tangan dan memandang ke surga, tapi aku hanya
  berkata, "Tuhan, aku ingin tahu keadaan hatiku yang sebenarnya." Aku
  ingat Daud pun pernah berdoa, "Tuhan, selidikilah aku." Dan Tuhan
  menjawab doaku. Dalam beberapa peristiwa yang sederhana Tuhan
  tunjukkan betapa aku mampu melakukan hal-hal yang jahat di mata
  Tuhan. Aku bahkan terkejut dengan kenyataan bahwa sebenarnya tidak
  ada dosa yang tidak dapat aku lakukan. Aku menjadi sangat takut
  terhadap diriku sendiri. Aku tidak lagi mengagumi kesaksian orang-
  orang yang melakukan dosa-dosa besar... karena sangat mengerikan!
  Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku melihat diriku sebagaimana
  Allah melihatku; orang yang rusak, memprihatinkan, miskin, buta dan
  telanjang. Aku betul-betul membutuhkan Yesus!

  Dari apa yang aku alami aku belajar bahwa kekristenan alkitabiah dan
  psikologi humanis sama-sama setuju dalam satu hal, yaitu bahwa
  manusia harus mengenal dirinya sendiri, tapi untuk suatu alasan yang
  berbeda. Psikologi humanis mengajarkan bahwa kita harus mengenal
  diri kita supaya kita merasa senang dengan diri kita sendiri.
  Kekristenan alkitabiah mengajarkan kita untuk mengenal diri sendiri
  supaya kita tidak lagi melihat pada diri sendiri tapi menemukan
  hidup kita dan identitas dalam Yesus Kristus.

-*- Sumber -*-
  Diterjemahkan dan diringkas dari:
  Judul Buku : Christ Esteem
  Penulis    : Don Matzat
  Penerbit   : Harvest House Publishers
  Halaman    : 37 - 43


*SURAT *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* SURAT*

 =1= From: AniK < ani-k@ >
     >Salam,
     >Pertama-tama, terima kasih banyak untuk pelayanannya, saya
     >mendapat banyak berkat. Kiranya Tuhan yang membalasnya.
     >kedua, saya mengucapkan selamat Natal dan Tahun Baru.  Ketiga,
     >Kalau boleh saya ingin usul apakah bisa disajikan hal-hal
     >tentang penyakit kejiwaan dilihat dari sudut pandang Kristen?
     >Beribu-ribu terima kasih.
     >Hormat saya,
     >Ani K.

     Redaksi:
     Terima kasih untuk ucapan selamat Natal dan Tahun Barunya.
     Kami juga mengucapkan terima kasih untuk usulan anda. Topik
     tentang Penyakit Kejiwaan kami masukkan sebagai salah satu usulan
     topik e-Konsel tahun 2002. Apakah ada usulan lain dari pembaca
     setia e-Konsel yang lain?


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL
                        STAF REDAKSI e-Konsel
                   Yulia O., Linda C., Margareta A.
                   PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                        Yayasan Lembaga SABDA
                    INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                         Sistem Network I-KAN
                     Copyright(c) 2002 oleh YLSA

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
 Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
 Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
 dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
 Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
 Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
 Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
 ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org