Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/15

e-Konsel edisi 15 (1-5-2002)

Masalah Keluarga

><>                 Edisi (015) -- 01 Mei 2002                    <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
   - Pengantar            : Masalah Keluarga
   - Cakrawala            : Sebab dan Akibat Masalah Keluarga
   - Telaga               : Mengatasi Konflik dlm Rumah Tangga ( 68A)
   - Bimbingan Alkitabiah : Mengatasi Keluarga yang Sering Bertengkar
   - Tips                 : Konseling Keluarga
   - Surat                : Terima Kasih atas Kiriman Artikelnya

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Ketika menangani konseling, seorang konselor harus sadar bahwa ia
  tidak boleh melihat konselee hanya sebagai individu saja karena
  dalam kenyataannya konselee tidak hidup dalam lingkungan yang vakum.
  Keluarga adalah salah satu bagian dari hidup konselee yang memberi
  pengaruh yang sangat besar, bahkan bisa dikatakan paling besar.
  Pengaruh keluarga ini bisa positif tetapi juga bisa negatif. Dari
  banyak kasus konseling yang dihadapi konselor ternyata terbukti
  bahwa masalah keluarga merupakan faktor yang paling kuat yang
  menyebabkan masalah-masalah lain timbul.

  Oleh karena itu, pada kesempatan edisi ini kami ingin membahas topik
  "Masalah Keluarga". Harapan kami melalui sajian-sajian ini kita,
  baik sebagai konselor atau sebagai konselee, dapat belajar banyak
  tentang hal-hal yang menjadi penyebab masalah keluarga, karena
  mungkin dari sinilah kita bisa mengevaluasi dan memecahkan masalah-
  masalah yang sedang kita hadapi.

  Selamat menyimak sajian kami.

  Redaksi e-Konsel


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

              -*- SEBAB DAN AKIBAT MASALAH KELUARGA -*-

  Anggota keluarga yang datang untuk konseling biasanya memerlukan
  bantuan karena krisis yang tidak dapat mereka tangani sendiri.
  Krisis tersebut dapat dilihat dari persamaan berikut ini:

                             abc=x

       a = peristiwa atau situasi yang membuat stres
       b = sumber-sumber kekuatan dalam keluarga
       c = cara anggota keluarga memandang situasi yang terjadi

  Secara bersama-sama, ketiga poin tersebut menentukan keseriusan
  krisis yang mereka alami, yaitu x.

  Dari gambaran di atas, konseling keluarga akan mencakup:
    a. membantu anggota keluarga mengurangi stres/tekanan,
    b. memberikan cara bagaimana menangani krisis dengan lebih baik,
    c. menolong melihat situasi dari sudut pandang yang baru atau
       berbeda.

  Pendekatan kepada setiap keluarga harus dilakukan secara berbeda-
  beda karena setiap tekanan yang dialami setiap keluarga adalah unik.
  Setiap keluarga juga mempunyai kemampuannya sendiri-sendiri dalam
  mempelajari ketrampilan baru untuk mengatasinya, karena masing-
  masing anggota keluarga mempunyai tingkat kematangan spiritual dan
  emosi yang berbeda.

  Karena keunikan ini, maka tidak mudah merangkum penyebab-penyebab
  dari masalah keluarga dalam beberapa kalimat saja. Namun bagi
  kebanyakan keluarga, beberapa faktor di bawah ini adalah penyebab
  masalah keluarga yang seringkali timbul:

  1. Kurangnya kemampuan berinteraksi antar pribadi dalam
     menanggulangi masalah.
  -------------------------------------------------------
  Dalam usahanya untuk menghadapi masa transisi dan krisis, banyak
  keluarga mengalami kesulitan menangani karena kurangnya pengetahuan,
  kemampuan, dan fleksibilitas untuk berubah. Menurut seorang konselor
  yang berpengalaman, keluarga yang mengalami kesulitan beradaptasi
  seringkali berkutat pada halangan-halangan yang ada dalam keluarga
  -- yaitu sikap dan tingkah laku yang manghambat fleksibilitas dan
  menghalangi penyesuaian kembali dengan situasi yang baru. Jenis
  halangan-halangan tersebut dapat muncul dengan tipe yang berbeda-
  beda:

  o Halangan dalam komunikasi timbul jika masing-masing anggota
    keluarga tidak tahu bagaimana mereka harus membagikan perasaan
    mereka dengan anggota keluarga lainnya atau bagaimana
    mengungkapkan perasaan mereka dengan jelas. Beberapa keluarga
    mempunyai topik-topik pembicaraan yang dianggap tabu. Mereka tak
    pernah membicarakan tentang uang, seks, hal-hal rohani, atau
    perasaan mereka. Sementara itu keluarga yang lain tak pernah
    tertawa selama mereka di rumah, jarang berbicara tentang apa yang
    mereka pikirkan, tidak dapat mendengarkan orang lain, atau tidak
    dapat berkomunikasi tanpa berteriak atau tanpa menggunakan
    sarkasme dan bentuk-bentuk komunikasi lain yang merusak. Ada juga
    keluarga yang menyampaikan pesan ganda, kata-kata mereka
    mengungkapkan satu hal tetapi tindakan mereka berkata lain. Hal
    yang sulit bagi sebuah keluarga untuk menghadapi krisis adalah
    jika masing-masing dari anggota keluarga tidak dapat berkomunikasi
    secara efektif.

  o Halangan dalam hal keakraban/kedekatan merupakan ciri dari
    keluarga yang mempunyai hubungan yang tidak erat satu sama lain.
    Kadang-kadang anggota keluarga merasa takut untuk bersikap akrab.
    Mereka jarang meluangkan waktu untuk bersama-sama, tidak saling
    percaya atau tidak menghormati anggota keluarga yang lain, jarang
    berbagi masalah, dan punya kesulitan dalam menangani krisis karena
    mereka tidak pernah belajar untuk bekerjasama dengan akrab.

  o Halangan dalam hal aturan keluarga yang tidak tertulis, bahkan
    seringkali tidak dikatakan, namun biasanya merupakan hukum-hukum
    yang diterima tentang siapa tidak boleh melakukan apa. Hampir
    semua keluarga tidak mempunyai aturan yang baku sehingga hal ini
    seringkali membingungkan terutama bagi anak-anak. Ada juga
    keluarga yang mempunyai aturan yang kaku sehingga menghambat
    pertumbuhan individu-individu dalam keluarga. Keluarga yang
    religius, keluarga yang ingin maju secara sosial, keluarga yang
    mempunyai paling sedikit satu anggota tetap, keluarga militer, dan
    beberapa keluarga minoritas lainnya diidentifikasikan sebagai
    keluarga yang seringkali mempunyai aturan kuat yang dapat mencegah
    fleksibilitas, mengabaikan sumber-sumber pertolongan dari luar,
    dan menghambat kemampuan untuk mengatasi masalah pada saat-saat
    tekanan terjadi dalam keluarga.

  o Halangan sehubungan dengan sejarah keluarga, termasuk rahasia
    keluarga yang tidak boleh diungkapkan oleh anggota keluarga atau
    berita-berita yang "tidak didiskusikan oleh keluarga." Kadang-
    kadang anggota keluarga menyembunyikan rahasia-rahasianya dari
    anggota keluarga lainnya -- misalnya kehamilan yang tidak sah,
    anak cacat yang diaborsi, pernikahan dini dan perceraian, atau
    hutang yang tidak dibicarakan. Sikap seperti ini akan membuat
    beberapa anggota keluarga bersikap berjaga-jaga, sementara yang
    lainnya merasa curiga akan adanya sesuatu yang tidak mereka
    ketahui. Kadang-kadang rahasia tersebut diketahui oleh seluruh
    anggota keluarga tetapi mereka merahasiakannya terutama untuk
    menjaga kehormatan keluarga. Semuanya ini akan menghalangi
    kejujuran untuk mengatasi krisis dimana faktor kejujuran sangat
    penting.

  o Halangan mengenai tujuan yang berhubungan dengan masalah ekonomi,
    akademis, sosial, politik, atau tujuan-tujuan lainnya yang
    ditetapkan oleh beberapa anggota keluarga bagi mereka sendiri atau
    bagi anggota keluarga yang lain. Ada seorang pendeta yang
    mengharuskan ketiga anak laki-lakinya masuk dalam pelayanan.
    Ketika seorang dari mereka memberontak secara terang-terangan atas
    keinginan ayahnya ini, dan yang satunya menolak tapi dengan sikap
    pasif, maka sang pendeta menanggapinya dengan penuh kemarahan.
    Mempunyai cita-cita dan ambisi keluarga merupakan hal yang sehat,
    tetapi jika tujuan dan ambisi tersebut dipertahankan secara kaku
    atau ketika seorang anggota keluarga menetapkan cita-cita bagi
    anggota yang lain, hal ini justru akan menimbulkan kesulitan
    terutama ketika hasil yang dicapai tidak seperti yang diharapkan.
    Hidup jarang sekali berjalan dengan mulus dan keluarga yang tidak
    mampu menyesuaikan cita-cita yang dimiliki seringkali terlibat
    dalam masalah-masalah keluarga.

  o Halangan mengenai nilai-nilai yaitu cara berpikir yang sebelumnya
    diterima keluarga tetapi kemudian ditolak oleh salah satu/banyak
    anggota keluarga lainnya. "Semua keluarga kita masuk ke perguruan
    tinggi", "Perempuan dalam keluarga kita tidak boleh bekerja di
    luar rumah", "Tidak boleh ada anggota keluarga kita yang minum
    minuman keras", "Semua orang dalam keluarga kita adalah
    Presbiterian", merupakan contoh nilai-nilai yang dipegang teguh
    namun seringkali ditentang oleh beberapa anggota keluarga,
    terutama anggota keluarga yang lebih muda. Ketika keluarga tidak
    mau atau mampu beradaptasi dengan perubahan, konflik seringkali
    timbul.

  Dari daftar halangan di atas, mungkin bisa ditambahkan halangan-
  halangan yang berhubungan dengan orang ketiga ((triangulation) dan
  pelimpahan kesalahan (detouring). Dua istilah teknis tersebut
  menggambarkan tingkah laku yang seringkali nampak dalam keluarga.
  Triangle atau segitiga adalah kelompok tiga orang dimana dua
  anggotanya mengucilkan anggota yang ketiga. Ibu dan anak
  perempuannya misalnya, membentuk suatu koalisi melawan sang ayah.
  Salah satu dari pasangan suami-istri merangkul salah satu dari
  anaknya untuk melawan pasangannya. Kadang-kadang seorang suami
  dapat bersekutu dengan wanita simpanannya untuk melawan istrinya.
  Keluarga triangulasi seperti ini jarang sekali berfungsi dengan
  baik.

  Pelimpahan kesalahan (detouring) adalah istilah lain dari mencari
  'kambing hitam'. Dengan mengkritik anak laki-lakinya yang
  memberontak, anak perempuannya yang menolak untuk makan, atau
  guru sekolah yang tidak kompeten, dapat membuat kedua orangtua terus
  sibuk beradu argumen satu sama lain. Masalah yang lebih mendasar,
  seperti konflik perkawinan, dikesampingkan atau diabaikan sehingga
  dua pasangan tersebut berjuang bersama melawan musuh mereka. Masalah
  "detouring" ini kelihatannya menjadi masalah yang sering muncul
  dalam keluarga-keluarga di gereja. Memerangi dosa, atau terlibat
  dalam politik gereja, untuk sementara waktu dapat membuat anggota
  keluarga melupakan rasa sakitnya sehubungan dengan masalah serius
  yang sedang dihadapi keluarga mereka.

  2. Kurangnya komitmen terhadap keluarga.
  ----------------------------------------
  Menjadi sangat sulit untuk membangun kebersamaan keluarga dan
  menangani masalah jika satu atau lebih dari anggota keluarga tidak
  mempunyai keinginan atau waktu untuk terlibat. Orang-orang
  dimotivasi oleh karir bekerja dalam perusahaan yang mengharapkan
  pekerjanya memberikan 100% komitmen. Pekerjaan yang dilakukan
  menuntut kesediaan mereka bekerja keras dan dalam waktu yang panjang
  bagi "keluarga" perusahaan. Para pekerja ini seringkali kehabisan
  energi untuk membangun hubungan dalam keluarga mereka sendiri atau
  untuk menangani masalah-masalah yang berubah dari waktu ke waktu.

  Konselor yang menangani masalah keluarga kadang-kadang berjuang
  dengan masalah etika saat ia harus memaksa anggota keluarga yang
  enggan berpartisipasi untuk memecahkan masalah keluarga. Sering
  anggota keluarga yang sibuk tersebut dapat dibujuk untuk datang
  paling tidak untuk satu pertemuan, dan waktu-waktu tersebut
  merupakan sarana untuk membujuknya memberikan komitmen lebih besar
  terhadap isu-isu dalam keluarga. Namun, sering juga konselor
  keluarga harus bekerjasama dengan anggota keluarga yang bersedia
  saja, karena menyadari bahwa menangani anggota keluarga yang terlalu
  sibuk dan tidak memiliki motivasi untuk terlibat akan lebih sulit.

  3. Peran yang kurang jelas dari anggota keluarga.
  -------------------------------------------------
  Setiap keluarga menetapkan peran masing-masing anggotanya. Beberapa
  peran ini termasuk aktivitas; misalnya siapa yang akan membuang
  sampah keluar rumah, siapa yang mencatat keuangan, siapa yang
  memasak, atau siapa yang membawa anak-anak ke dokter gigi. Peran
  lain bersifat emosional; seperti beberapa anggota menjadi pemberi
  semangat, menjadi penghibur, pemecah masalah, atau penasihat masalah
  etika. Biasanya peran-peran dimulai perlahan-lahan di awal
  perkawinan tetapi kadang-kadang timbul konflik tentang siapa yang
  akan melakukan apa. Konflik ini akan meruncing jika masing-masing
  anggota memegang perannya secara kaku atau kalau ada kebingungan
  peran.

  Ahli psikologi, Paul Vitz, akhir-akhir ini mengadakan penelitian
  ulang terhadap buku-buku pegangan yang digunakan di sekolah dasar.
  Pada hampir lima belas ribu halaman dari buku-buku yang ditelitinya
  tersebut tak satupun yang menyinggung tentang hal keagamaan dan
  gambaran tentang keluarga diberikan secara samar-samar. Salah satu
  dari buku pegangan itu mendefinisikan keluarga sebagai "sekelompok
  orang" dan di dalam buku-buku itu istilah "suami" atau "istri" tak
  pernah digunakan, istilah "perkawinan" hanya disinggung satu kali
  saja, istilah "ibu rumah tangga" tidak ditemukan, dan tidak
  disinggung satupun peran traditional gender (jenis kelamin) dalam
  keluarga secara jelas.

  Keluarga memang sedang mengalami perubahan. Model keluarga lama
  dimana perempuan menikah sekali untuk selamanya kepada seorang pria,
  kemudian bekerja sama dengan pasangannya membesarkan dua atau tiga
  anak-anaknya, merupakan gambaran keluarga yang semakin jarang
  dilihat dalam kebudayaan kita sekarang ini. Lebih sering kita
  melihat keluarga dengan orangtua tunggal; ketidakstabilan perkawinan
  yang menjurus pada perceraian, pernikahan lagi (remarriage) dan
  pembentukan keluarga tiri; hubungan orangtua - anak yang terbalik
  dimana yang masih muda mengadopsi tingkah laku sebagai orangtua
  (memelihara, mendukung, atau merawat) dan orangtua berusaha
  menyenangkan anak-anaknya atau mencari persetujuan dari anaknya;
  koalisi orangtua - anak dimana masing-masing pasangan bersekutu
  dengan satu atau dua anak-anaknya untuk melawan pasangannya.
  atau hubungan orangtua - anak yang terlalu ikut campur sehingga
  orangtua terperangkap dalam aktivitas-aktivitas anak, urusan
  sekolah, dan gaya hidup anak. Jadi bukanlah hal yang mengherankan
  bila ada beberapa anggota keluarga, termasuk anak-anak, yang merasa
  bingung dengan peran yang harus dijalankannya dan tidak mampu
  berbuat apa-apa ketika krisis menciptakan tekanan, dan tak seorang
  pun tahu siapa yang seharusnya melakukan apa.

  4. Kurangnya kestabilan lingkungan.
  -----------------------------------
  Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga kerap kali berasal dari
  luar rumah. Kita telah membahas tentang berbagai krisis, perubahan
  pandangan sosial tentang keluarga, dan tekanan pekerjaan yang
  membuat kekacauan di beberapa keluarga. Televisi telah merubah pola
  komunikasi dalam rumah tangga, karena menggantikan rasa kebersamaan,
  dan menyajikan banyak program yang memberikan gambaran negatif
  tentang keluarga. Selain itu ditambah dengan maraknya gerakan-
  gerakan, penggabungan perusahaan, kehilangan pekerjaan yang tidak
  diharapkan atau trend ekonomi yang membuat beberapa anggota keluarga
  terpaksa berada jauh dari keluarga mereka untuk bekerja. Hal lain
  yang menambah ketidakstabilan jika kedapatan adanya penyakit AIDS di
  anggota keluarga, keputusan dari satu anggota keluarga (seringkali
  adalah si ayah) untuk lari dan meninggalkan rumah, munculnya
  kekerasan dalam rumah tangga, penggunaan obat-obatan atau alkohol,
  atau adanya campur tangan keluarga mertua dan orang-orang lain yang
  dapat mengganggu kestabilan keluarga.

-*- Artikel di atas diterjemahkan dari sumber -*-:
  Judul Buku: Christian Counseling, a Comprehensive Guide
  Penulis   : Gary R. Collins, Ph.D.
  Penerbit  : Word Publishing
  Halaman   : 440 - 442


*TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*

  Konflik sudah menjadi bagian dari pengalaman setiap keluarga, namun
  apa penyebab konflik itu? Bagaimana kita sebagai pasangan Kristen
  dapat menghadapi atau mengatasi konflik itu? Simak tanya-jawab
  dengan Dr. Paul Gunadi berikut ini:

              -*- MENGATASI KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA -*-

------
  T: Dalam kehidupan rumah tangga, dengan latar belakang suami-istri
     yang berbeda, tentu ada konflik yang kadang-kadang muncul. Sering
     kali lebih gampang memunculkan konflik daripada mengatasinya.
     Kami ingin tahu terlebih dahulu, apa yang menjadi sumber-sumber
     konflik atau penyebab konflik itu, Pak?

  J: Sudah tentu kalau membicarakan sumber konflik kita dapat
     menemukan daftar yang panjang sekali. Tapi saya kira hampir semua
     atau kebanyakan konflik mempunyai satu tema yang serupa, yaitu
     kita merasa pasangan kita tidak lagi seperti yang kita harapkan.
     Dengan kata lain, kita sering mendengar orang berkata: "Engkau
     tidak hidup seperti yang aku harapkan." Bentuk dan wujudnya bisa
     berbeda-beda, tapi saya kira salah satu akarnya adalah ini.

------
  T: Mungkin harapan kita terhadap pasangan kita terlalu tinggi atau
     kita tidak pernah mengkomunikasi harapan itu kepadanya.

  J: Nah, di sini muncul satu kata kunci yaitu harapan. Jadi, saya
     percaya setiap kita ketika menikah sebenarnya membawa sekantong
     harapan yang akhirnya kita bebankan pada pasangan kita untuk
     dipenuhi. Nah, kita boleh menyadarinya atau tidak, tetapi yang
     pasti kita masuk ke pernikahan membawa harapan-harapan ini.

------
  T: Tapi, apakah harapan itu seharusnya dikomunikasikan untuk
     mengurangi tingkat konflik itu?

  J: Seyogyanya sebelum menikah, suami dan istri dapat membicarakan
     apa-apa yang diharapkan. Harapan-harapan itu dikomunikasikan dan
     mulai mencoba memenuhinya, kalau tidak bisa memenuhinya perlu
     dibicarakan atau dikompromikan. Memang kita tidak bisa
     membicarakan harapan dengan tuntas tapi setidak-tidaknya harus
     ada sebagian besar atau garis besar harapan yang telah
     terungkapkan. Yang berbahaya adalah kalau harapan-harapan ini
     tidak pernah dibicarakan, karena ada anggapan ini tidak penting
     atau nanti akan beres dengan sendirinya. Lalu mereka menikah.
     Setelah menikah barulah harapan-harapan itu muncul karena harapan-
     harapan tersebut ternyata memang ada. Waktu harapan-harapan itu
     tidak dipenuhi kita menjadi sangat jengkel.

------
  T: Lalu bagaimana kalau sudah sama-sama marah ... emosi biasanya
     lebih dahulu mengendalikan kita, ya?

  J: Betul. Nah, pada waktu marah, yang penting adalah kita menyadari
     bahwa kita marah sebetulnya karena kita menganggap pasangan kita
     gagal memenuhi tuntutan kita dan yang satunya akan berkata kita
     gagal untuk mengerti dia. Akhirnya kita menganggap kegagalan
     memenuhi tuntutan dan kegagalan mengerti sebagai suatu
     pelanggaran. Nah, kita akan masuk ke firman Tuhan untuk melihat
     metode penyelesaiannya. Saya akan membuka Galatia 6:1,
       "Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu
       pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu
       ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga
       dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan."

     Kata pelanggaran yang digunakan dalam ayat tersebut sebetulnya
     berarti jatuh atau mengambil langkah yang salah. Memang dalam
     konteks Galatia 6, yang sedang dibicarakan Paulus adalah
     kejatuhan manusia ke dalam dosa. Namun konsep ini bisa diterapkan
     juga dalam keluarga, jadi maksud saya adalah pasangan kita atau
     anak kita bisa jatuh, bisa gagal memenuhi tuntutan kita.

     Apa yang harus kita lakukan ketika menemukan pasangan atau anak
     kita bisa jatuh, bisa gagal memenuhi tuntutan atau harapan kita?
     Yang pertama adalah Tuhan tidak memerintahkan kepada kita untuk
     memarah-marahi pasangan kita atau anak kita. Firman Tuhan malah
     meminta kita harus memimpin orang itu ke jalan yang benar. Kata
     memimpin ke jalan yang benar sebetulnya berasal dari istilah
     medis dalam bahasa aslinya. Istilah medis yang diterjemahkan
     menjadi merestorasi, memulihkan, atau mengembalikan ke keadaan
     semula. Istilah medis sesungguhnya berarti meluruskan tulang yang
     patah, jadi Tuhan meminta kita untuk meluruskan tulang yang patah
     itu atau orang yang gagal hidup sesuai dengan harapan yang kita
     minta darinya. Jadi inilah langkah yang Tuhan minta.

     Berikutnya adalah Tuhan memberikan syaratnya, siapa yang boleh
     memimpin orang ke jalan yang benar? Tuhan berkata 'orang yang
     rohani'. Saya mengambil definisi 'orang yang rohani' dari
     Galatia 5:22-23 yang kita juga sudah kenal, yaitu orang yang
     mempunyai buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera,
     kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan
     penguasaan diri. Ayat 25 berkata bahwa jika kita hidup oleh Roh
     baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh. Jadi maksud 'orang
     yang rohani' adalah orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh.

------
  T: Salah satu buah Roh yang disebutkan adalah kelemahlembutan.
     Biasanya di dalam pertengkaran kalau ada salah satu yang mulai
     bersikap lemah lembut, konflik itu akan cepat diredakan.

  J: Tepat sekali Pak. Jadi Tuhan menambahkan syarat perawatannya
     yaitu dilakukan dalam roh lemah lembut, bukankah tulang yang
     retak kalau diperlakukan dengan kasar malah patah.

     Jadi orang yang dalam keadaan gagal atau jatuh kita marah-marahi
     atau perlakukan dengan kasar, biasanya makin parah. Termasuk
     pasangan atau bahkan anak-anak kita, waktu mereka jatuh kalau
     kita kasari, mereka makin parah. Kenapa Tuhan meminta kita untuk
     bersikap lemah lembut? Karena kita semua sama-sama rawannya, jadi
     Tuhan berkata agar kita sama-sama menjaga diri supaya jangan kena
     pencobaan.

-*- Sumber -*-:
   [[Sajian kami di atas, kami ambil dari isi salah satu kaset TELAGA
     No.  68A, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk tulisan.]]
     -- Jika anda ingin mendapatkan TRANSKRIP seluruh kaset ini lewat
        e-mail, silakan kirim surat ke:  < owner-i-kan-konsel@xc.org >
     -- Informasi tentang pelayanan TELAGA/Tegur Sapa Gembala Keluarga
        dapat anda lihat dalam kolom INFO edisi e-Konsel 03 dari URL:
    ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/003/    [01 Nov 2001]


*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*

          -*- MENGATASI KELUARGA YANG SERING BERTENGKAR -*-

  Problem Menggejala Dalam:
  -------------------------
  - Pertengkaran yang terjadi disebabkan oleh hal-hal yang sepele dan
    yang tidak berarti apa-apa.
  - Komunikasi yang saling melukai.
  - Lelah dengan kehidupan sehingga muncul keinginan untuk saling
    menghindar, bahkan pada saat pertengkaran muncul ide perceraian.
  - Anak-anak yang bermasalah.
  - Penyelewengan dan ketidaksetiaan dalam pernikahan.

  Penyebab:
  ---------
  - Kebiasaan memaksakan kehendak.
  - Kepribadian ego-sentrik, pembosan dan 'low self-esteem' (harga
    diri yang rendah), sehingga cenderung tidak mensyukuri anugerah
    Tuhan terhadap pernikahan tersebut.
  - Konflik yang tidak terselesaikan dengan baik dan menciptakan
    sistem komunikasi yang makin memburuk.
  - Kehidupan rohani yang tidak sehat, sehingga naik turunnya perasaan
    yang menentukan tingkah lakunya.
  - Tidak mempunyai teman bersekutu untuk membagi perasaan.

  Dampak:
  -------
  - Tidak memiliki gairah dalam kehidupan, menurunnya semangat kerja
    dan keinginan untuk lebih banyak di luar rumah.
  - Berkembangnya pikiran yang negatif terhadap pasangannya, sehingga
    menutup kesempatan-kesempatan untuk berubah dan bertumbuh sebagai
    pribadi dewasa yang diperkenan Allah (sistem memberikan label pada
    pasangannya, misalkan: pribadi yang brengsek, dsb.)
  - Sengaja membawa diri ke dalam pencobaan dengan memakai kata-kata
    yang memancing pasangannya untuk berbuat dosa.

  Perspektif Alkitab:
  -------------------
  - Kebiasaan bertengkar tidak diperkenan oleh Allah. (Amsal 27:15)
  - Tidak mengkomunikasikan melainkan mereka-reka yang jahat dalam
    hati. (Amsal 18:1-2, 15:4, 14:1)
  - Memberikan reaksi sebelum mendengar dengan benar, adalah satu
    kebodohan. (Amsal 15:23, 18:13, 25:11)
  - Tuhan memanggil orang percaya untuk dapat menguasai dirinya.
    (Amsal 16:32, 25:28)

  Prinsip Bimbingan:
  ------------------
  - Menolong klien untuk mengerti tujuan yang indah dari pernikahan
    yang ditetapkan Allah, sehingga tidak membiarkan diri terjerat
    dalam kebiasaan yang merusak atau merugikan.
  - Menolong klien menyadari kelemahan emosinya dan menemukan strategi
    untuk mengontrol dirinya.
  - Menolong klien untuk belajar berkomunikasi dengan pasangannya
    dalam pola dialogis (bisa menerima dan menghargai perbedaan dan
    keunikan  masing-masing dan belajar membedakan antara yang primer
    dan sekunder)
  - Menolong klien untuk menanggalkan kebiasaan dan keinginan untuk
    mengubah pasangannya.

-*- Sumber -*-:
  Judul Buku: Buku Panduan Pelayanan Konseling Melalui Telepon
  Penerbit  : People Helpers Ministry Indonesia, Jakarta, 1998
  Halaman   : 238 - 240


*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*

                    -*- KONSELING KELUARGA -*-

  Alkitab mengajarkan bahwa Allah telah membentuk kita untuk hidup
  saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh karena itu tidak
  ada satu masalah pun yang tidak mempengaruhi keluarga dan yang tidak
  dipengaruhi oleh keluarga. Saat mengetahui bahwa masalah-masalah
  yang tidak terungkapkan dipengaruhi oleh dinamika keluarga secara
  serius, maka konselor harus mencoba untuk melibatkan para anggota
  keluarga dalam proses konseling. Beberapa garis besar untuk
  melakukan hal tersebut:

  * Mempersiapkan konselee
  ------------------------
  Pertama-tama konselor perlu mempersiapkan orang yang akan
  dikonseling. Konselee kadang takut jika permasalahannya diketahui
  oleh keluarganya. Oleh karena itu, sebelum konselor melibatkan orang
  lain, dia harus terlebih dulu mendapat ijin dari konselee.

  * Ciptakan sekutu
  -----------------
  Saat mendekati anggota keluarga dari konselee, konselor dapat
  mencoba menciptakan persekutuan yang konstruktif dengan anggota
  keluarga yang mungkin menjadi sumber permasalahan konselee.
  Mintalah pihak ketiga (keluarga konselee) untuk bersama-sama dengan
  konselor mencari tahu bagaimana memahami konselee. Dengan demikian,
  anggota keluarga akan menjadi sekutu konselor dan akan memberikan
  kerjasamanya dengan baik untuk menolong konselee.

  * Gunakan rasa takut/ancaman dengan tepat
  -----------------------------------------
  Bila permasalahan konselee cukup serius dan keluarganya menolak
  untuk datang mengikuti konseling (menolong), maka konselor perlu
  membuat ancaman yang masuk akal untuk menegaskan seriusnya
  permasalahan. Tujuannya adalah supaya keluarga konselee mau
  memberikan kerjasamanya untuk menolong konselee keluar dari
  permasalahannya.


  TIGA PERINGATAN

  Saat mulai terlibat dalam permasalahan keluarga, konselor perlu
  waspada terhadap tiga bahaya:

  * Sabotase
  ----------
  Karena keluarga telah membangun satu pola tertentu dalam meresponi
  masalah yang dihadapi, maka mereka ragu-ragu untuk mengubah sistem
  interaksi yang ada, meskipun hal itu menyebabkan salah seorang
  anggota keluarganya menderita stress berat. Jika konselor terlalu
  memaksa keluarga itu untuk berubah, maka mereka cenderung akan
  melakukan sabotase terhadap proses penyembuhan yang sedang
  dijalaninya. Oleh karena itu jangan terlalu cepat menanyakan
  pertanyaan-pertanyaan yang menantang atau terlalu cepat menyarankan
  perubahan.

  * Kolusi
  --------
  Konselor perlu hati-hati berasumsi tentang keluarga konselee yang
  selalu sependapat. Jika semua anggota sependapat terhadap masalah
  yang sedang dihadapi, belum berarti mereka pasti benar. Kadang-
  kadang keluarga terlalu mudah ditipu dan percaya pada orang-orang
  sebelumnya telah berusaha menolong masalah konselee.

  * Masalah segitiga (triangling)
  -------------------------------
  Hindari masalah "segitiga", yaitu ketika konselor dan konselee
  bersama mencoba menyelesaikan masalah dari pihak ketiga (misalnya:
  "Bisakah anda menolong suami saya agar berhenti dari kecanduannya
  minum minuman keras?"). Jika konselor mencoba menyelesaikan masalah
  pihak ketiga atas permintaan konselee, tentu saja pihak ketiga akan
  bereaksi melawan, karena sepertinya konselor membuat gang dengan
  konselee untuk melawannya. Hal itu biasanya menciptakan konflik yang
  lebih parah lagi.

-*- Bahan diterjemahkan dan diringkas dari sumber -*-:
  Judul Buku     : Leadership Handbook of Outreach and Care
  General Editor : James D. Berkley
  Judul Artikel  : Family Counseling
  Penulis Artikel: Archibald D. Hart
  Halaman        : 315 - 317

*SURAT *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- DARI ANDA -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* SURAT*

  Dari: amos pakpahan <amospakpahan@>
  >Terima kasih atas artikel-artikel yang anda kirim saya sangat
  >dibantu olehnya dan biarlah di hari-hari mendatang teman-teman yang
  >lain juga dapat memperoleh bimbingan yang sama. Saya hanya dapat
  >ucapkan Tuhan memberkati pelayananya dan saya juga masih butuh
  >surat-surat dari anda atau dari teman-teman yang sudah bergabung.
  >God Bless You All
  >Amos

  Redaksi:
  Terima kasih untuk suratnya. Terus doakan pelayanan e-Konsel ini
  agar dapat dipakai Tuhan untuk menolong sebanyak mungkin konselor
  awam yang terjun dalam pelayanan konseling. Doakan juga supaya
  bahan-bahan yang kami terbitkan bisa semakin tersebar dan semakin
  banyak orang bisa menggunakannya.


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL
                         STAF REDAKSI e-Konsel
                      Yulia O., Lani M., Ka Fung
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2002 oleh YLSA

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
  Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
  dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Sistem Lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org