Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binasiswa/70

e-BinaSiswa edisi 70 (14-2-2017)

Remaja dan Media Sosial (2)

[Remaja dan Media Sosial (2) -- Edisi 70/II/Februari 2017]
 
Remaja dan Media Sosial (2)
Edisi 70/II/Februari 2017
 
e-BinaSiswa

Salam kasih dalam Kristus,

Media sosial merupakan sarana untuk bersosialisasi di dunia maya. Berbagai jenis media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path, dan sebagainya adalah media untuk mengaktualisasi diri. Teknologi semakin berkembang, demikian juga dengan media sosial. Masyarakat dari berbagai latar belakang, pendidikan, gender, hingga keyakinan menggunakan media sosial dengan berbagai macam tujuan. Lalu, bagaimanakah sikap orang Kristen ketika menggunakan media sosial? Bagaimana cara menggunakan media sosial dengan bijak?

Publikasi e-BinaSiswa kali ini menyajikan sebuah renungan yang dapat menolong kita dan remaja yang kita layani untuk merenungkan tentang membagikan Kabar Baik secara virtual, berdoa, dan mengasihi jiwa belum mengenal Kristus. Simak pula sebuah artikel yang akan menolong kita dalam mendorong dan melayani siswa yang kita layani untuk menggunakan media sosial dengan bijak.

Soli Deo Gloria!

Amidya

Pemimpin Redaksi e-BinaSiswa,
Amidya

 

RENUNGAN Yesus dan Media Sosial

Dalam masyarakat modern, ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Akibatnya, dunia menjadi semakin kecil, atau begitulah tampaknya. Namun, bahkan dengan kemajuan teknologi, beberapa hal tidak akan pernah berubah, terlepas dari jumlah tahun-tahun yang telah berlalu.

Apa yang sedang saya bicarakan? Saya mengacu pada kebutuhan manusia untuk diakui dan diterima. Sebelumnya, ini tidak pernah lebih terasa dibandingkan dengan zaman kita hidup sekarang, dengan berbagai cara untuk "memposting" apa yang kita lakukan dan hal-hal yang kita nikmati atau benci di Internet.

media sosial

Kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain dan dihubungi kembali oleh mereka yang mengenal kita adalah sesuatu yang akan selalu kita rindukan. Saya teringat kisah tentang bagaimana seorang wanita Samaria yang pergi ke sumur pada siang hari dan menemui Orang yang tidak hanya memulai percakapan dengannya, tetapi juga menerimanya sebagaimana dirinya. Orang itu tidak lain adalah Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus.

Apakah Yesus hanya kebetulan datang ke sumur karena Dia haus? Saya memilih untuk berpendapat bahwa bukan itu yang terjadi; sebenarnya saya ingin menyodorkan pemikiran bahwa Dia datang ke sumur, tidak hanya untuk minum, tetapi juga untuk bertemu dengan orang-orang. Sebab, sumur adalah tempat di mana orang berkumpul dan mengobrol saat mereka mengambil air di sana.

Dalam konteks zaman ini, "sumur" itu tidak lagi menjadi ruang fisik, tetapi telah menjadi ruang virtual, menjadi apa yang sekarang dikenal sebagai media sosial. Melalui berbagai topik yang menarik, seseorang bisa melempar percakapan ke hampir semua orang di dunia melalui Facebook, Twitter, blog, bahkan game online. Media sosial telah terintegrasi dengan kehidupan kita.

Dan, seperti wanita Samaria di sumur, ada banyak orang di luar sana, di dalam dunia situs yang luas yang mencari penerimaan. Akankah kita mengikuti teladan Yesus untuk melibatkan mereka ke dalam percakapan, mengenal mereka, dan membawa mereka ke Satu Teman yang sejati?

Meskipun saya telah menyebutkan hal virtual, ada banyak "sumur" lainnya — tempat dan platform — di mana kita bisa memulai percakapan dengan seseorang. Dan, salah satu tempat seperti itu bisa saja adalah meja makan dan rumah Anda. Saya berharap, suatu hari ibu saya akan datang untuk mengenal Juru Selamat kita yang besar dan ajaib itu. Sampai itu terjadi, saya akan terus berdoa baginya dan mencari peluang dalam menemukan kebutuhan dan kepeduliannya sehingga saya dapat menceritakan Kristus kepadanya.

Maukah Anda bergabung dengan saya, berdoa untuk orang yang Anda kasihi, yang belum mendengar Kabar Baik? Saya tahu bahwa saya akan melakukannya dan saya memilih untuk percaya kepada DIA, yang terlebih dulu telah memercayai kita.

Yesus dan wanita Samaria

Di sumur saya menunggu,
Siang berlalu hingga matahari makin memanas,
Mencari air abadi,
Yang rasanya tidak saya ketahui,
Mencari Yesus di dekat sumur.

(t/N. Risanti)

Download Audio

Diterjemahkan dari:
Nama situs : YMI
Alamat URL : http://ymi.today/2014/02/jesus-and-social-media/
Judul artikel : Jesus and Social Media
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 2 Maret 2016
 

ARTIKEL Haruskah Kita Berhenti Menggunakan Media Sosial?

Kamu tentu sudah mendengar tentang Essena O’Neill.

Jika belum, kamu bisa membaca beritanya. Essena adalah seorang bintang Instagram asal Australia berusia 18 tahun yang telah mengumpulkan lebih dari 500.000 pengikut di Instagram, 200.000 pengikut di YouTube dan Tumblr, serta 60.000 pengikut di Snapchat. Pada tanggal 2 November 2015, ia membuat heboh media di seluruh dunia dengan mengumumkan secara resmi bahwa ia memutuskan berhenti menggunakan media sosial.

Alasannya? Ia ingin menunjukkan sisi gelap dari media sosial dan mengungkap “kebenaran” di balik kehidupannya yang dari luar tampak sempurna. Dalam video berdurasi 18 menit yang diunggah di akun YouTube-nya sebelum akun itu ditutup, Essena menjelaskan bagaimana ia telah menjadi terobsesi dengan jumlah orang yang melihat, menyukai, dan menjadi pengikutnya di media sosial. Ia juga berterus-terang bahwa ia sengaja membuat foto-foto diri yang cantik dengan tujuan menarik lebih banyak pengikut. Ia rela puasa berhari-hari demi mendapatkan bentuk tubuh yang ideal untuk difoto, berpose lebih dari 200 kali demi mendapatkan satu foto yang pas untuk diunggah di Instagram, dan memastikan posenya itu menampilkan sisi terbaik dari dirinya. Namun, meski ia menuai perhatian dari ratusan ribu pengguna media sosial, ia mengaku merasa kosong dan makin sensitif dengan pendapat orang lain terhadap dirinya.

Kini Essena ingin menjadi seorang “pembawa perubahan”. Ia ingin menginspirasi orang lain agar mereka tidak menghabiskan waktu untuk mencari perhatian, tetapi melakukan apa yang dapat membuat diri mereka bahagia. Ia sendiri mulai membuat situs web untuk mempromosikan “gaya hidup vegetarian, nutrisi dari tanaman, kesadaran akan lingkungan hidup, isu-isu sosial, kesetaraan gender, dan karya seni kontroversial”.

Banyak orang mendukung langkah perubahan yang diambil Essena. Namun, banyak juga yang mengkritiknya habis-habisan, menganggap ia hanya sedang berusaha menarik perhatian publik dengan cara yang berbeda. Salah satu tulisan di situs web Mashable memberi catatan bahwa perubahan yang dibuat oleh remaja putri itu justru akan membawanya muncul lebih banyak di media. “Sebuah langkah yang aneh untuk seseorang yang mengaku tidak ingin lagi mencari perhatian publik,” demikian komentar situs web tersebut.

Bagaimana seharusnya kita menanggapi apa yang dilakukan Essena? Perdebatan tentang seberapa tulus dan bijak gadis ini tidak akan ada habisnya. Namun, mungkin kita semua bisa sependapat untuk satu hal: setiap kita pada dasarnya cenderung berpusat pada diri sendiri dan selalu menginginkan pengakuan orang lain. Minimal, kita ingin sedikit dihargai. Baik dalam media sosial, komunitas teman-teman, atau lingkungan kerja, kita selalu mencari pengakuan dan penghargaan orang lain — mungkin dalam bentuk like (suka) di Facebook, acungan jempol, atau tepukan di pundak.

QuitSosmed

Berhenti menggunakan media sosial bisa jadi dapat menolong kita untuk tidak terobsesi dengan keinginan mendapatkan penghargaan orang lain. Namun, benarkah tindakan itu dapat menyelesaikan masalah? Mungkinkah keinginan kita untuk selalu diakui dan dihargai orang lain akan muncul lagi dalam bentuk lainnya, membuat diri kita kembali merasa kosong dan serba kurang?

Mungkin inilah saatnya kita belajar mengenali akar masalah dan tidak hanya mengomentari gejala. Menyalahkan media sosial sebagai penyebab tumbuhnya obsesi kita mungkin tidak seharusnya kita lakukan. Mengingatkan diri sendiri berulang-ulang bahwa identitas kita tidak ditentukan oleh pendapat orang lain mungkin tidak cukup. Sebaliknya, mungkin kita perlu belajar mengakui bahwa setiap kita memiliki ruang kosong dalam diri kita, kekosongan yang haus untuk diisi dengan pengakuan dan penghargaan terhadap keberadaan diri kita. Kita harus berani bertanya pada diri sendiri: adakah cara mengendalikan keinginan hati kita yang selalu haus pujian orang lain ini? Adakah cara lain untuk mengukur harga diri kita? Pendapat siapa yang harus kita dengarkan?

Mungkin solusinya adalah mengisi ruang kosong dalam diri kita itu dengan sesuatu yang lain. Dalam dunia yang nilainya sangat mudah berubah, kita perlu mengarahkan pandangan kita kepada satu-satunya Pribadi yang tidak pernah berubah — Dia yang menciptakan dan membuat keberadaan kita berarti.

Ambillah waktu untuk merenungkan: sungguhkah kita menganggap apa yang dikatakan Allah itu penting dibandingkan semua pendapat yang ada?

Ketika kita sungguh-sungguh menganggap apa yang dikatakan Allah itu penting, jumlah orang yang menyukai status Facebook atau mengikuti akun Instagram kita tidak lagi menjadi terlalu penting. Nilai diri kita sebagai ciptaan Allah tidak akan pernah berubah.

Diambil dari:
Nama situs : Warungsatekamu
Alamat URL : http://www.warungsatekamu.org/2015/11/haruskah-kita-berhenti-menggunakan-media-sosial/
Judul artikel : Haruskah Kita Berhenti Menggunakan Media Sosial?
Penulis artikel : Joanna Hor
Tanggal akses : 2 Maret 2016
 
Stop Press! PUBLIKASI E-REFORMED

Reformasi gereja membawa perubahan besar bagi kehidupan bergereja.

Publikasi reformed

Melalui para reformator seperti Marthin Luther, John Calvin, dan Ulrich Zwingli, lahirlah satu ajaran yang kita kenal hari ini dengan "Teologi Reformed". Teologi Reformed membawa api reformasi bagi kekristenan dan semangat baru untuk terus mereformasi gereja supaya gereja semakin setia pada kebenaran Alkitab dan mendasarkan iman Kristen kepadanya.

Untuk mengenal ajaran Reformed lebih dalam, YLSA menerbitkan publikasi elektronik "e-Reformed" yang menyajikan tulisan-tulisan Kristen bercorak pengajaran teologi Reformed. Melalui publikasi ini, kami berharap banyak orang Kristen yang semakin bertumbuh dan berkembang dalam mempertajam konsep dan pemahamannya terhadap kebenaran Alkitab, dan menolong kita sekalian semakin beriman dalam Kristus.

Untuk membaca berbagai bahan berbasis ajaran Reformed, berkunjunglah ke situs e-Reformed. Untuk berlangganan, silakan kirim email ke reformed@sabda.org.

Tak lupa, kami juga mengundang Anda untuk bergabung dengan komunitas e-Reformed di:
Situs Reformed Reformed @sabdareformed
 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-BinaSiswa.
binasiswa@sabda.org
e-BinaSiswa
@sabdabinasiswa
Redaksi: Amidya dan Ariel
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2017 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org