Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/747

e-BinaAnak edisi 747 (16-2-2017)

Mengajarkan Arti Kristen kepada Anak (I)

e-BinaAnak -- Edisi 747/Februari/I/2017
 
Mengajarkan Arti Kristen kepada Anak (I)
e-BinaAnak -- Edisi 747/Februari/I/2017
 

e-BinaAnak

Salam kasih,

Dalam kehidupan sehari-hari, seorang anak yang lahir atau dibesarkan dalam keluarga Kristen akan memiliki definisi bagaimana menjadi seorang yang Kristen dengan melihat hal-hal sederhana dari keluarga dan lingkungannya. Mereka bisa saja tahu bahwa dengan menjadi seorang Kristen mereka harus ke gereja setiap hari Minggu, merayakan Paskah dan Natal, berdoa sebelum makan, dan mengikuti pelajaran agama Kristen di sekolah mereka. Namun, sudahkah mereka mengerti arti kata "Kristen" yang sebenarnya dalam keseharian mereka? Ataukah, kita membiarkan mereka mengartikan "Kristen" sesuai pemahaman mereka sebagai bentuk "kebebasan rohani" dalam hidup mereka?

Inilah yang seharusnya menjadi tantangan dan pergumulan bagi para pelayan anak, baik itu guru sekolah minggu, guru agama Kristen, dan terlebih orangtua Kristen. Dalam edisi kali ini, kami ingin mengajak kita semua untuk memahami pentingnya mengajar seorang anak untuk memahami makna menjadi orang Kristen yang sebenarnya. Kiranya seluruh sajian dalam edisi ini bisa menolong kita semua untuk melayani mereka.

Rostika

Pemimpin Redaksi e-BinaAnak,
Rostika

 

MUTIARA GURU

Menjalankan tradisi kekristenan tidak membuat anak-anak kita menjadi Kristen

 

ARTIKEL Mengapa Kita Harus Mengajari Anak-Anak Kita untuk Menjadi Orang Kristen?

Sebelum saya dan istri saya menidurkan anak-anak kami, kami menyanyikan sebuah lagu dan berdoa.

Baru-baru ini, mereka mulai memerhatikan rutinitas kami. Putri saya bernyanyi bersama kami. Putra saya menggumamkan suara yang terdengar seperti melodi. Mereka sedikit menundukkan kepala mereka dan mengatakan, "Amin." Saya sepenuhnya menyadari mereka tidak menyadari rincian dan kedalaman iman Kristen yang ditenun lewat lagu dan doa. Namun, mereka memerhatikan sesuatu.

Kami menyanyikan "Come Thou Fount", bagian lagu yang didasarkan pada sebuah ayat dalam 1 Samuel. Bunyinya, "Kemudian Samuel mengambil sebuah batu ... ia menamainya Eben-Haezer, katanya: 'Sampai di sini Tuhan menolong kita.'" (1 Samuel 7:12) Hal ini membisikkan salah satu tema terbesar dalam Alkitab -- Allah menyelamatkan umat-Nya.

Batu Eben-Haezer adalah "batu pertolongan". Hal itu dimaksudkan untuk mendorong kepercayaan generasi sekarang dan mendatang. Dan, sebagaimana Allah menyelamatkan orang-orang pada zaman Samuel, ia menyelamatkan saya dan istri saya. Zaman sekarang, kita tidak menaruh batu di tengah-tengah kota Chicago, tetapi kita punya cerita yang memperingati pembebasan rohani kita sendiri -- cerita yang membuat kita terdorong untuk membagikannya kepada anak-anak kita, dimulai dengan lagu dan doa.

Berbagi Iman dengan Anak Anda

Saya ingin tahu apa yang dipikirkan generasi mendatang tentang batu Samuel. Saya membayangkan beberapa dari mereka tergerak untuk memerhatikan kesetiaan Tuhan. Yang lain, saya yakin, kurang terkesan. Barangkali, mereka beralasan bahwa kisah tentang batu Samuel itu mewakili pikiran dan pengalaman ilahi satu orang atau satu kelompok, tetapi hanya itu saja. Cerita itu dikhususkan untuk orang-orang tertentu pada waktu tertentu.

Saat ini, tampaknya banyak orang berpikir seperti itu. Sebagai contoh, kami mendapat sejumlah kritik ketika beberapa teman kami, yang juga adalah orangtua, mendengar bahwa saya dan istri membesarkan anak-anak kami untuk belajar Alkitab, mengasihi Yesus, menjadi bagian dari komunitas gereja, dan berdoa kepada Tuhan, kami menerima berbagai macam tanggapan. Karena saya seorang pendeta, kami sering mendapatkan tatapan semacam, "Oh, pantas saja," yang segera diikuti dengan perubahan topik pembicaraan. Lain waktu -- ketika saya punya kesempatan untuk masuk ke dalam percakapan yang lebih mendalam -- saya pun mendengar banyak orang merespons secara berbeda.

Dengan rasa hormat, mereka telah menceritakan kepada saya keragu-raguan untuk mengajarkan tentang iman mereka kepada anak-anak mereka sendiri karena mereka ingin anak-anak mereka memilih jalannya sendiri. Pada dasarnya, apa yang saya dengar dari yang mereka katakan adalah bahwa batu Eben-Haezer mereka adalah batu Eben-Haezer mereka. Pengalaman dan keyakinan agama mereka, khusus hanya untuk mereka.

Saya rasa, saya mengerti sedikit mengapa mereka berpendapat demikian. Sebagai orangtua, kita tidak ingin memanipulasi anak-anak kita. Kita tidak ingin memaksa mereka. Kita tidak ingin anak-anak kita menjadi seorang Kristen, Mormon, Buddha, penganut Scientology, atau apa pun hanya karena kita. Kita ingin mereka memiliki perjalanan dan pengalaman rohani yang sejati.

Namun, tanpa disadari, saya pikir konsep progresif tentang iman dan spiritualitas ini telah mengguncang dasar iman secara keseluruhan. Maksud kita bersama adalah untuk memberikan penerimaan yang setara kepada semua iman, agama, dan pandangan dunia. Namun, dengan memangkas iman dan membatasi dampaknya kepada individu, kita benar-benar mengecilkan iman secara keseluruhan. Dengan mengatakan kepada anak-anak kita kalau semua keyakinan adalah dapat diterima dan berpengaruh dan bersifat personal, maka kita juga mengatakan kepada mereka bahwa tidak ada iman yang benar-benar sejati.

Faith

Itu berarti, ketika kita meminta anak-anak kita untuk memilih jalan mereka sendiri, kita mengasumsikan tidak ada jalan yang mengarah ke realitas tertinggi. Dan, jika sebagai masyarakat kita telah memutuskan bahwa tidak ada disposisi agama yang mengarah ke realitas, maka kita telah, pada kenyataannya, memaksakan suatu disposisi atas semua orang, untuk meyakini suatu agama begitu saja -- bahwa tidak ada iman yang benar-benar nyata atau sejati atau tertinggi. Ketika kita memberi tahu anak-anak kita bahwa adalah terserah kepada mereka untuk memutuskan, dalam kenyataannya, kita hanya menyisakan satu pilihan di atas meja untuk didiskusikan.

Namun, mengapa kita tidak merasakan hal yang sama tentang membiarkan balita kita bermain di jalanan? Mengapa kita tidak merasakan seperti itu tentang anak-anak kita berbagi mainan atau makan permen? Mengapa kita tidak membiarkan anak-anak kita memilih sendiri waktu tidurnya, atau ketika mereka menginjak usia 16 tahun, undang-undang lalu lintas mana yang ingin mereka patuhi?

Dalam semua hal tersebut, kita senang memberi tahu anak-anak kita apa yang kita pikirkan, dan menceritakan apa yang telah kita alami dan bahkan menyuruh mereka untuk mengikuti jalan kita, memercayai pengalaman kita, dan mendengarkan suara kita.

Saya pikir, perbedaannya adalah konsep kita tentang realitas. Karena kita sering berpikir keyakinan agama tidak memberi penekanan pada realitas (hanya keyakinan kita sendiri), spiritualitas telah diturunkan menjadi semacam pilihan yang bebas kita ambil. Spiritualitas kemudian dipandang sebagai sebuah praktik yang dianggap pribadi bagi individu sehingga pelatihan-pelatihan, pengajaran, dan pendidikan anak (secara kolektif tentang spiritualitas) dianggap tidak logis, jika bukan kejam dan manipulatif. Namun, penting bagi saya bahwa apakah Allah benar-benar menyelamatkan Israel atau tidak? Apakah Allah benar-benar menyelamatkan saya atau tidak? Apakah Allah benar-benar akan menyelamatkan anak-anak saya atau tidak?

Mengapa Kita Bernyanyi dan Berdoa?

Dan, itulah mengapa kita bernyanyi. Itulah sebabnya, mengapa kita berdoa. Itulah sebabnya, saya memberi tahu mereka bagaimana Yesus menyelamatkan saya. Itulah sebabnya, saya memberi tahu mereka saya tetap memerlukan Yesus dan anugerah-Nya hari demi hari. Itulah sebabnya, kami memberi tahu mereka cerita tentang Yesus dalam semua yang kami lakukan dan katakan dan tonton di Netflix. Satu-satunya cara agar iman anak-anak saya akan menjadi nyata dalam hal apa pun adalah jika saya mengomunikasikan iman itu sebagai gambaran realitas, tidak hanya sentimentalitas.

Waktu menjelang tidur adalah salah satu batu Eben-Haezer yang saya dan istri saya ingin wariskan kepada anak-anak kami. Ini adalah waktu damai dan cinta yang kami harap akan mengarahkan mereka pada damai dan kasih Yesus yang tertinggi. Namun, pada akhirnyaz, mereka akan membutuhkan pengalaman mereka sendiri. Lagipula, Israel tidak akan memenangkan pertempuran berikutnya hanya karena Allah telah membantu mereka memenangkan yang terakhir. Batu lain akan perlu diletakkan untuk setiap generasi berikutnya.

Tuhan telah menolong kami. Dan, semoga Dia juga akan menolong mereka. Saya berharap, itulah yang anak-anak saya perhatikan. Itulah yang saya doakan. (t/Jing-Jing)

Download Audio

Diterjemahkan dari:
Nama situs : desiringGod
Alamat situs : http://www.desiringgod.org/articles/why-you-should-teach-your-children-to-be-christian
Judul asli artikel : Why We Teach Our Children to Be Christian
Penulis artikel : Jason Helveston
Tanggal akses : 13 Desember 2016
 

AKTIVITAS Drama: "Apakah Kita Berbeda?"

Tujuan:

Melalui drama ini, anak-anak dapat belajar bahwa sebagai orang Kristen, cara kita hidup dan bertindak akan membuat perbedaan.

Tokoh:

  1. Teti
  2. Kristin
  3. Narator

Topik:

Lahir Kembali, Hidup Kristen, Kesalehan, Terang, Moralitas, Bersaksi

Bahan/Perlengkapan:

  1. Beberapa buku
  2. Dua tas buku
  3. Naskah drama

Durasi:

Sekitar 10 menit.

Naskah:

(Dua gadis sedang bercakap-cakap)

Teti: Kristin, aku tidak percaya kamu tetap tenang menghadapi Vicky! Jika dia memperlakukan aku seperti itu, aku akan memarahinya! Dia itu lancang!
Kris: Teti, aku kira kau bereaksi berlebihan seperti anak kecil. Vicky mungkin sedang mengalami hari yang buruk.
Teti: Aku tidak peduli jika hidup keluarganya berantakan atau jika sahabatnya adalah ....
Kris: Hentikan, Teti! Aku tidak ingin menggosip tentang Vicky, atau berbicara tentang dia di belakang punggungnya.
Teti: Apa?! Vicky baru saja memperlakukan kamu dengan tidak sopan di kantin sekolah, dan sekarang kau membelanya. Lalu, kau melarangku untuk bergosip! Memihak siapa sih kamu ini?
drama
Kris: Tenang, Teti, aku mencoba untuk tidak membicarakan tentang siapa pun di belakang mereka. Aku berencana untuk berbicara dengan Vicky untuk melihat apakah aku bisa membantunya membereskan masalahnya. Namun, kantin sekolah bukanlah waktu atau tempat yang tepat.
Teti: Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana kamu bisa begitu baik pada dia!
Kris: (Tersenyum) Sahabatku mengajarkan aku ....
Teti: Apa, beberapa hal lagi tentang Yesus yang aneh itu?
Kris: (Tersenyum) Ya, benar. Kamu lihat ketika aku meminta Yesus untuk mengampuniku dan untuk menjadi Tuhan dalam hidupku, Dia melakukannya. Roh Kudus mengubah pandanganku mengenai banyak hal. Aku mencoba untuk memperlakukan orang lain sama seperti aku ingin mereka memperlakukan diriku.
Teti: Nggak tahulah, Kris, meskipun aku sudah melihat perubahan besar pada caramu bertindak sejak kau mengatakan bahwa kau "diselamatkan", pada awalnya aku pikir kau hanya mencoba untuk melakukannya secara setengah-setengah. Kau tahu, mencoba untuk berubah dengan kekuatanmu sendiri, tetapi belakangan ini aku kira kau benar-benar telah menjadi seseorang yang baru.
Kris: Kamu baru saja memarafrasekan ayat kitab suci, Teti. Dalam 2 Korintus 5:17 (AYT) dikatakan: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru. Hal-hal yang lama sudah berlalu, lihatlah, hal-hal yang baru sudah datang."
Teti: Aku mulai berpikir mungkin ada sesuatu tentang Yesus ini.
Kris: Aku mengadakan kelompok belajar Alkitab hari Kamis malam bersama kakakku pkl. 19.00 ... jika kamu ingin datang.
Teti: Ya, aku kira aku akan datang, terima kasih! Apa pun itu yang kamu miliki, aku ingin belajar lebih banyak tentang itu!
Kris: Jika kau mau, kita bisa bicara lebih banyak tentang Yesus sekarang atau kau bisa datang ke rumahku malam ini pkl. 19.00, mana yang akan kau pilih?
Teti: Jika kamu punya waktu, aku ingin mendengar lebih banyak tentang Yesus sekarang.
Kris: Tentu, tidak ada yang lebih penting. Ayo kita duduk di bangku sebelah sana.

(Dua sahabat itu berjalan pergi saat narator mulai berbicara)

Narator: Nah, seperti yang kamu bisa lihat, cara kita hidup dan bertindak benar-benar membuat perbedaan. Jika kita mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi kita bertindak sama seperti orang lain di dunia, kita mengirim pesan yang mematikan. Jika orang melihat kita malas, berbicara kotor, atau bergosip, dan kemudian mendengar kita mengatakan, "Saya seorang Kristen," kita mengirim pesan bahwa semua hal duniawi baik-baik saja. Jangan bertindak seperti dunia, hendaknya terangmu bercahaya di dalam kegelapan, bantulah membebaskan beberapa tawanan. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs : Kids Sunday School Place
Alamat situs : http://www.kidssundayschool.com/552/gradeschool/are-we-different.php
Judul asli artikel : Are We Different?
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 13 Desember 2016
 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-BinaAnak.
logo BinaAnak email BinaAnak binaanak@sabda.org
Facebook BinaAnak e-BinaAnak
twitter BinaAnak @sabdabinaanak
Redaksi: Rostika, Davida, Amidya, dan Ariel
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2017 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org