Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/bio-kristi/88

Bio-Kristi edisi 88 (2-4-2012)

Gladys Aylward

                           Buletin Elektronik
                    BIO-KRISTI (Biografi Kristiani)
________________________Edisi 88, April 2012__________________________

DAFTAR ISI
KESAKSIAN PASKAH: APAKAH ANDA MEMERCAYAI PASKAH?
RIWAYAT: GLADYS AYLWARD

Shalom,

Pelayanan misi tidak hanya dilakukan oleh kaum pria. Para wanita pun
banyak yang terlibat dalam pelayanan ini. Salah satu misionari wanita
yang bisa dicontoh adalah Gladys Aylward, yang melayani di China. Apa
saja karya yang ditorehkan wanita ini? Simak selengkapnya dalam edisi
ini. Namun sebelum Anda mulai membacanya, silakan simak sebuah
kesaksian dari seorang wanita yang luar biasa tentang Paskah. Akhir
kata, segenap Redaksi Bio-Kristi mengucapkan "Selamat Paskah", selamat
meneladani kasih Kristus dengan menjadi garam dan terang dunia.
Imanuel.

Pemimpin Redaksi Bio-Kristi,
Sri Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://biokristi.sabda.org >

"Kesulitan terbesar dunia bukanlah kemampuannya untuk menghasilkan
sesuatu, tetapi ketidakmauan untuk berbagi." Roy L. Smith -- Pendeta

               KESAKSIAN PASKAH: APAKAH ANDA MEMERCAYAI PASKAH?

Edith Burns adalah seorang wanita Kristen yang luar biasa. Dia tinggal
di San Antonio. Edith Burns memiliki kebiasaan memperkenalkan dirinya
sendiri kepada semua orang, dengan cara: "Halo, nama saya Edith Burns.
Apakah Anda memercayai Paskah?" Kemudian dia akan menjelaskan arti
Paskah pada orang yang ditemuinya. Melalui dia banyak orang
diselamatkan.

Suatu ketika Laporan Lab mengatakan bahwa Edith terkena kanker, dan
tidak akan bertahan hidup lebih lama. Namun, semua orang di tempat dia
dirawat kagum dengan Edith, kecuali Phyllis Cross -- kepala perawat.
Suatu pagi, dua perawat yang seharusnya menjaga Edith sakit, sehingga
terpaksa Phyllis Cross yang menggantikan mereka. Ketika dia masuk ke
kamar Edith, Edith memberikan senyum lebar dan berkata, "Phyllis,
Tuhan mengasihimu dan aku telah berdoa bagimu." Phyllis menjawab,
"Silakan hentikan doamu, karena tidak ada gunanya bagiku." Edith
menjawab, "Baiklah, aku akan berdoa meminta agar Tuhan tidak
memanggilku sebelum kamu datang pada Tuhan." Phyllis Cross memotong,
"Baiklah, kamu tidak akan pernah mati karena hal itu tidak akan
terjadi!" Lalu dia meninggalkan ruangan.

Sesudah peristiwa itu, setiap kali Phyllis Cross melintasi ruangannya,
Edith selalu berkata, "Tuhan mengasihimu Phyllis dan saya mengasihimu,
saya berdoa bagimu. Suatu hari, Phyllis Cross seperti ditarik masuk ke
ruangan Edith. "Saya sangat senang kamu mau datang, sebab Tuhan
berkata padaku bahwa ini merupakan hari khususmu," kata Edith. "Ya
Edith, kamu bertanya pada setiap orang di sini; Apakah Anda memercayai
Paskah? Tetapi kamu tidak pernah menanyakannya padaku." Edith
menjawab, "Phyllis, sebenarnya saya ingin, tapi Tuhan berkata padaku
untuk menunggu sampai kamu meminta, dan sekarang kamu telah meminta."
Edith Burns lalu mengambil Alkitabnya dan berbagi dengan Phyllis Cross
mengenai Paskah, mulai dari kematian sampai kebangkitan Tuhan Yesus
Kristus. Edith bertanya, "Phyllis, percayakah kamu pada Paskah?
Percayakah kamu bahwa Tuhan Yesus hidup dan Dia ingin tinggal di dalam
hatimu?" Phyllis Cross berkata, "Saya percaya dengan segenap hati
saya, dan saya menginginkan Yesus tinggal dalam hidup saya." Kemudian
Phyllis Cross berdoa dan mengundang Yesus Kristus masuk dalam hatinya.

Pada hari minggu Paskah, Phyllis Cross datang ke rumah sakit. Dia
ingin mengunjungi Edith, memberikan bunga Lili, serta mengucapkan
selamat Paskah. Namun terlambat, Edith telah terbaring tanpa nyawa.
Alkitab hitam ada di pangkuannya. Tangan kirinya menunjuk pada Yohanes
14:2-3 "Dalam rumah Bapaku banyak tempat... Dan apabila Aku telah
pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang
kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku
berada, kamupun berada." Tangan kanannya menunjuk pada Wahyu 21:4,
"Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka dan maut tidak
akan ada lagi; tidak akan ada perkabungan, atau ratap tangis, atau
dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." Ada
senyum manis di wajahnya. Phyllis Cross menatap tubuh Edith,
mengangkat wajah, air mata mengalir di pipinya, dan dia berkata
"Selamat Paskah Edith!"

Phyllis Cross meninggalkan Edith dan berjalan keluar. Saat bertemu
dengan dua siswa perawat ia berkata, "Halo, nama saya Phyllis Cross.
Apakah kamu percaya pada Paskah?"

Sumber: http://sabda.org/publikasi/icw/058/

Diambil dari:
Nama situs: Paskah.sabda.org
Alamat URL: http://paskah.sabda.org/apakah_anda_memercayai_paskah_1
Tanggal akses: 5 Maret 2012

                        RIWAYAT: GLADYS AYLWARD
               (1902 -- 1970) Misionaris Wanita di China

Gladys Aylward lahir di London pada tahun 1902. Suatu hari, dia
menghadiri sebuah KKR. Pengkhotbah dalam KKR itu mengajak pengunjung
agar mempersembahkan hidupnya untuk melayani Allah. Gladys menanggapi
pesan tersebut, dan segera setelah itu dia merasa yakin bahwa dia
dipanggil untuk memberitakan Kabar Baik di China. Saat berusia 26
tahun, dia menjadi calon penginjil di China Inland Mission Center di
London, tetapi gagal lulus ujian.

Suatu saat dia mendengar seorang misionaris wanita, Jeannie Lawson (73
tahun), sedang mencari wanita muda untuk melanjutkan pekerjaannya.
Gladys menulis surat lamaran kepadanya. Ibu Lawson mau menerimanya
jika dia bisa sampai ke China. Pada bulan Oktober 1930, dengan sedikit
uang, dia berangkat dari London menuju China dengan naik Kereta Api
Trans-Siberia dan tiba di Vladivostok. Ia kemudian berlayar ke Jepang
menuju Tientsin. Dari Tientsin dia naik kereta, bus, dan keledai
menuju kota Yangchen di pedalaman, di provinsi Shansi yang
bergunung-gunung, sebelah Selatan Peking (Beijing). Sebagian besar
penduduk Yangchen belum pernah melihat orang Eropa selain Ibu Lawson
dan Aylward. Mereka tidak memercayai kedua wanita itu sebagai orang
asing, dan tidak bersedia mendengarkan mereka.

Yangchen adalah tempat peristirahatan bagi kafilah dan keledai-keledai
yang mengangkut batu bara, kapas mentah, belanga, dan barang-barang
dari besi. Melihat situasi seperti itu, dua wanita tersebut menyadari
bahwa cara pengajaran paling efektif adalah dengan membuka tempat
penginapan. Dengan sedikit perbaikan -- karena bangunan tempat tinggal
mereka saat itu sebelumnya berupa penginapan, mereka pun menyewakan
tempat tinggal mereka menjadi tempat penginapan bagi para kafilah.
Mereka meletakkan persediaan makanan untuk keledai-keledai dan para
tamu, dan ketika iring-iringan keledai berikutnya datang, Gladys
berlari ke luar, meraih kekang keledai terdepan, dan menggiringnya ke
halaman penginapan mereka. Keledai itu menurut, hewan itu sepertinya
tahu bahwa berbelok ke halaman berarti diberi makanan, air, serta
kesempatan beristirahat semalam. Keledai-keledai yang lain pun
mengikuti dan para penunggangnya pun turut. Mereka diberi makanan yang
baik dan tempat tidur yang hangat dengan harga standar. Keledai-
keledai mereka dirawat dengan baik, dan ada pula hiburan gratis pada
malam hari -- sang pemilik penginapan bercerita tentang seseorang yang
bernama Yesus.

Setelah beberapa minggu pertama, Gladys tidak perlu mendesak para
pelanggan, mereka sendiri yang memilih untuk berbelok ke penginapan.
Beberapa orang bertobat dan banyak dari mereka (baik yang Kristen
maupun non-Kristen) mengingat cerita tersebut, dan menceritakan
kembali kepada penunggang keledai lainnya, di tempat perhentian
lainnya sepanjang jalur perjalanan kafilah. Gladys berlatih bahasa
China berjam-jam setiap hari dan menjadi fasih dan nyaman
menggunakannya. Kemudian Ibu Lawson jatuh sakit dan meninggal beberapa
hari berikutnya. Gladys Aylward selanjutnya menjalankan misi sendirian
dengan bantuan seorang Kristen asal China, Yang, seorang tukang masak.

Beberapa minggu setelah kematian Ibu Lawson, Gladys bertemu dengan
seorang pejabat asal Yangchen. Pejabat itu datang dengan seorang
ajudan, dan memberitahunya bahwa pemerintah telah memutuskan untuk
mengakhiri praktik mengikat kaki. (Bagi kelompok masyarakat atas dan
menengah, sudah menjadi adat selama berabad-abad bahwa kaki wanita
harus dibungkus erat menggunakan perban sejak bayi, agar tidak
berkembang. Dengan demikian, para wanita yang beranjak dewasa itu
memiliki kaki yang sangat mungil, sehingga mereka hanya dapat berjalan
dengan langkah yang pelan dan terhuyung, yang kala itu dianggap sangat
anggun.) Pemerintah membutuhkan seorang pemeriksa kaki, seorang wanita
(sehingga dia dapat memeriksa bagian kaki wanita tanpa skandal), yang
akan berpatroli ke daerah-daerah untuk menegaskan keputusan pemerintah
itu. Menurutnya, Gladys adalah satu-satunya kandidat yang mungkin
untuk pekerjaan itu. Gladys menyanggupinya dan dia menyadari bahwa
pekerjaan itu akan memberinya kesempatan untuk menyebarkan Kabar Baik.

Pada tahun keduanya di Yangchen, Gladys dipanggil kembali oleh sang
pejabat karena terjadi kekacauan di penjara pria. Gladys datang ke
penjara tersebut dan melihat para narapidana yang sedang mengamuk di
halaman penjara, bahkan ada beberapa yang tewas. Para prajurit tidak
ada yang berani untuk menengahi. Sipir penjara berkata kepada Gladys,
"Pergilah ke dalam dan hentikan kerusuhan itu." "Bagaimana aku bisa
melakukannya?" jawabnya. Penjaga itu berkata, "Kamu sudah mengajarkan
bahwa orang-orang yang percaya kepada Kristus tidak perlu takut
terhadap apa pun." Lalu Gladys berjalan menuju halaman dan berseru,
"Diam! Aku tidak dapat mendengar jika semua orang berteriak sekaligus.
Pilihlah satu atau dua juru bicara, dan biarkan aku berbicara dengan
mereka."

Orang-orang itu pun berangsur tenang dan memilih seorang juru bicara.
Gladys berbicara dengannya, lalu keluar dan memberi tahu sipir, "Anda
telah mengurung orang-orang ini di tempat yang penuh sesak, tanpa ada
satu hal pun yang bisa dilakukan. Tidak mengherankan jika mereka
sangat terganggu, sehingga perselisihan kecil pun memicu keributan.
Anda harus memberi mereka pekerjaan. Selain itu, saya juga diberi tahu
bahwa Anda tidak menyediakan makanan kepada mereka, sehingga mereka
hanya memiliki apa yang dikirimkan oleh kerabat mereka. Tidak
mengherankan jika mereka berkelahi demi makanan. Kita akan menyediakan
mesin-mesin tenun, sehingga mereka dapat menenun kain dan mendapatkan
cukup uang untuk membeli makanan sendiri." Saran ini pun dilakukan.
Beberapa sipir menyumbangkan mesin-mesin tenun bekas mereka dan sebuah
batu penggiling, sehingga para narapidana itu dapat menggiling
biji-bijian. Karena kejadian itu, orang-orang mulai memanggil Gladys
Aylward "Ai-weh-deh", yang berarti "Orang Benar".

Suatu hari setelah peristiwa itu, dia melihat seorang wanita mengemis
di tepi jalan, ditemani oleh seorang anak yang penuh dengan borok dan
jelas-jelas menderita gizi buruk dalam tingkat parah. Dia meyakinkan
dirinya sendiri bahwa wanita itu bukanlah ibu dari anak itu, tetapi
dia telah menculik anak itu dan memanfaatkannya untuk membantunya
mengemis. Dia membeli anak itu, seorang anak perempuan berusia lima
tahun seharga "ninepence" [artinya sembilan penny Inggris-Red].
Setahun kemudian, si "Ninepence" datang dengan seorang anak laki-laki
-- anak laki-laki yang ditelantarkan di gerobak, katanya, "Aku akan
makan sedikit, agar dia dapat makan juga." Setelah itu, Ai-weh-deh
memperoleh anak yatim yang kedua, "Less" [lebih sedikit, Red]. Pada
tahun 1936, Gladys secara resmi diangkat menjadi warga negara China.
Di sana, dia hidup sederhana dan berpakaian seperti orang-orang di
sekitarnya. Inilah faktor utama yang membuat pengajarannya efektif.

Pada musim semi tahun 1938, pesawat-pesawat Jepang mengebom kota
Yangchen, menewaskan banyak orang, dan menyebabkan orang-orang yang
selamat harus mengungsi ke pegunungan. Lima hari kemudian, tentara
Jepang menguasai Yangchen kemudian meninggalkannya, lalu datang lagi
dan meninggalkannya lagi. Sang pejabat mengumpulkan orang-orang yang
selamat dan memberi tahu mereka untuk mengungsi ke pegunungan untuk
beberapa waktu. Dia juga mengumumkan bahwa dia terkesan dengan
kehidupan Ai-weh-deh dan berharap untuk mengikuti imannya. Gladys
sering menemukan dirinya berada di belakang garis Jepang dan sering
memberikan informasi kepada tentara China, negara keduanya.

Suatu ketika, Gladys bertemu (kemudian berteman) dengan "Jenderal
Ley", seorang pendeta Katolik Roma dari Eropa, yang mengangkat senjata
ketika Jepang menyerang, dan kemudian mengepalai pasukan gerilya.
Jenderal Ley mengirimkan pesan kepada Gladys, "Pasukan Jepang datang
dengan kekuatan penuh. Kami mundur. Ikutlah kami." Dengan marah,
Gladys menuliskan catatan dalam bahasa China: "Chi Tao Tu Pu Twai",
yang artinya "Orang Kristen tidak pernah mundur!" Jenderal Ley
mengirim balik salinan selembar cek Jepang yang menawarkan 100 dolar
bagi setiap tawanan -- hidup atau mati, yaitu: sang pejabat, saudagar
terkemuka, dan Ai-weh-deh. Dia memutuskan untuk melarikan diri ke
panti asuhan milik pemerintah di Sian, dengan membawa anak-anak yang
telah dikumpulkannya -- sekitar 100 anak. Bersama anak-anak, dia
berjalan selama 12 hari. Kadang mereka menemukan tempat bernaung
dengan tuan rumah yang ramah, dan kadang mereka harus tidur tanpa atap
di lereng pegunungan. Pada hari ke-12, mereka tiba di Sungai Kuning
dan tidak ada jalan untuk menyeberanginya. Seluruh lalu lintas kapal
dihentikan, dan semua perahu warga disita untuk mencegah mereka keluar
dari penguasaan Jepang. Anak-anak bertanya, "Mengapa kita tidak
menyeberang?" Jawab Gladys, "Tidak ada perahu." Mereka berkata, "Allah
dapat melakukan apa saja. Mintalah pada-Nya untuk menolong kita
menyeberang." Mereka semua berlutut dan berdoa. Kemudian mereka
bernyanyi. Seorang tentara China yang mendengar mereka menyanyi,
menghampiri mereka, mendengarkan kisah mereka dan berkat, "Aku pikir
aku dapat mencarikanmu perahu." Setelah mereka menyeberang, Gladys
menyerahkan anak-anak asuhannya kepada pihak-pihak yang kompeten di
Sian.

Tidak lama kemudian, dia jatuh sakit karena demam tifus dan mengigau
selama beberapa hari. Saat kesehatannya berangsur membaik, Gladys
mendirikan gereja Kristen di Sian dan bekerja di tempat lain, termasuk
bekerja di tempat penampungan para penderita kusta di Szechuan, di
dekat perbatasan Tibet. Tetapi luka yang diterimanya selama perang
mengakibatkan kesehatannya semakin memburuk, sehingga pada tahun 1947
dia kembali ke Inggris untuk menjalani operasi. Dia menetap dan
mengajar di sana. (t/Setya)

Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: www.womenofchristianity.com
Alamat URL: http://www.womenofchristianity.com/?page_id=326
Penulis: James Kiefer
Tanggal akses: 18 Januari 2012

Kontak: < biokristi(at)sabda.org >
Redaksi: Sri Setyawati, Kusuma Negara, dan Yonathan Sigit P.
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/biokristi >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org