Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/25

Doa 40 Hari 2017 edisi 25 (10-6-2017)

Kaum Difabel dalam Keluarga Tradisional Timur Tengah

40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA -- SABTU, 10 JUNI 2017

KAUM DIFABEL DALAM KELUARGA TRADISIONAL TIMUR TENGAH

Kehidupan keluarga tradisional di Semenanjung Arab dibangun di sekitar tradisi suku, dan masih sangat menyerupai keadaannya di zaman Alkitab. Jati diri, perkembangbiakan dan pengaruh ekonomi dari masing-masing suku sangat penting dan menjadi dasar kebanggaaan. Ini adalah pola sosial yang telah mengakar, dan yang telah diperkuat dari generasi ke generasi yang tak terhitung jumlahnya, dan tetap tidak berubah sampai sekitar 50 tahun yang lalu bersamaan dengan ditemukannya minyak. Secara ekonomi, segalanya berubah dengan cepat, dan menempatkan negara-negara Teluk setara dengan negara-negara terkaya di dunia. Namun begitu, secara sosial, bahkan dengan kemajuan di bidang kesehatan dan pendidikan, pola pikir dalam struktur keluarga hanya sedikit mengalami perubahan.

Sebagai sarana untuk melindungi kemurnian keluarga Adat, maka tradisi pernikahan dalam hubungan keluarga dekat, seperti sepupu pertama, merupakan hal yang sangat umum. Selama beberapa generasi, hal ini mengakibatkan insiden kematian saat lahir atau terjadi cacat lahir dan kelainan genetik. Secara tradisional, anak-anak yang terlahir seperti ini disembunyikan di rumah, sering didera ketakutan; mereka dipisahkan dari anggota keluarga lainnya, karena dianggap sebagai hukuman dari Tuhan.

Kasus-kasus disabilitas di kawasan ini sangat tinggi, tapi sayangnya tidak dicatat secara akurat sebab ada faktor rasa malu yang sedemikian rupa mengenai keadaan cacat pada umumnya. Jarang sekali bisa ditemui orang cacat berada di depan umum, meskipun hampir setiap keluarga memiliki seseorang yang menderita cacat sejak lahir. Banyak keluarga menderita kesedihan serta rasa malu karena anaknya cacat, namun enggan pergi ke mana pun untuk mencari pertolongan.

Dalam upaya untuk mengatasi masalah dan membantu keluarga yang seperti itu, beberapa negara Teluk memiliki tim-tim yang terlatih, yang terdiri dari kaum wanita setempat yang berdedikasi untuk bekerja di proyek-proyek pemerintah yang menangani anak-anak berusia tiga sampai 18 tahun, menyediakan makanan bagi kelompok-kelompok difabel. Tujuannya adalah memampukan sebanyak mungkin kaum difabel untuk masuk dalam pendidikan dasar. Ada lebih banyak lagi yang didukung dan dididik untuk memiliki kualitas hidup yang menyenangkan.

Mari kita berdoa:

  • - Agar generasi baru dari keluarga muda sanggup membuat perubahan dalam pola sosial untuk mengurangi kasus disabilitas dan memanfaatkan bantuan yang ditawarkan.
  • - Agar ada lebih banyak kesempatan bagi keluarga-keluarga yang memiliki anak-anak difabel untuk mendapatkan bantuan dan dukungan.
  • - Agar kasih Yesus untuk anak-anak yang berharga ini dinyatakan secara jelas kepada mereka dan orangtua mereka.

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org