Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/6

Doa 40 Hari 2015 edisi 6 (13-6-2015)

Suku Mentawai

40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA -- SABTU, 13 JUNI 2015

SUKU MENTAWAI

Dirangkum oleh: S. Setyawati

Suku Mentawai tinggal di pulau Mentawai yang terletak segaris dengan Nias, dekat Sumatera Barat, satu wilayah dengan pulau Pagai, Sipora, dan Siberut. Kepulauan Mentawai memiliki banyak sekali hutan lebat dan pegunungan. Secara fisik, suku Mentawai sama dengan suku Nias, dan berbicara dengan menggunakan berbagai ragam bahasa Melayu-Polinesia. Jumlah anggota suku Mentawai dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tetapi karena tempat tinggal mereka cukup jauh dari lalu lintas laut, hingga kini suku Mentawai belum mengalami perkembangan yang siginifikan.

Suku Mentawai tinggal di desa-desa yang terletak di dekat muara sungai. Masing-masing desa rata-rata dihuni oleh 150 orang, sedangkan di kepulauan Pagai Utara dan Siberut dapat ditemukan sebuah desa yang berpenduduk 500 jiwa. Suku Mentawai tinggal berkoloni dan tinggal di sebuah rumah adat yang disebut Uma. Uma merupakan sebuah rumah yang besar dan megah, berbentuk panggung. Ukurannya 25 x 10 meter dibangun dengan tiang penyangga yang sangat kuat setinggi 1,5 meter. Kerangka Uma terbuat dari kayu bakau, lantainya dari batang nibung, dinding rumahnya dari kulit kayu, sedangkan atapnya dari daun sagu. Awalnya, Uma digunakan sebagai balai pertemuan umum untuk upacara dan pesta adat. Uma terbagi menjadi beberapa ruangan, antara lain ruang tidur, serambi menuju ruang belakang, ruang utama, dan ruang depan yang digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka. Ruang depan juga digunakan untuk tempat para tamu bermalam. Selain rumah, suku Mentawai juga memiliki pakaian adat tradisional berupa penutup bagian tubuh bawah yang terbuat dari kulit kayu untuk kaum pria, bagian tubuh atas dibiarkan terbuka. Untuk kaum wanita, tubuh bagian bawah ditutup dengan memakai untaian pelepah daun pisang yang berbentuk seperti rok dan tubuh bagian atas dibalut dengan daun rumbia yang dirajut berbentuk seperti baju.

Budaya Tradisional

Kepercayaan tradisional masyarakat Mentawai disebut "Arat Sabulungan". Arat berarti adat dan Sabulungan berarti bulu. Kepercayaan Arat Sabulungan berpandangan bahwa semua makhluk benda memiliki jiwa. Bahkan, batu, air terjun, pelangi, dan kerangka suatu benda pun memiliki jiwa. Selain jiwa, ada berbagai macam roh yang tinggal di laut, udara, rawa, dan hutan belantara.

Kini, suku Mentawai memeluk beragam agama, seperti Kristen, Katolik, dan Islam. Akan tetapi, konsep ritual tradisional nenek moyang mereka masih berlanjut hingga kini. Orang Mentawai memiliki konsep tentang kehidupan sekarang dan yang akan datang. Mereka percaya bahwa roh manusia, "Simagere", akan meninggalkan raga seseorang yang telah mati dan hidup di sekitar tempat tinggalnya. Roh arwah ini disebut "Sabulungan". Mereka juga percaya pada roh yang membuat manusia kuat dan berkuasa ("Kere"), roh yang menjaga rumah ("Kira"), dan roh jahat yang mencelakakan manusia ("Sanitu"). Mereka juga percaya adanya penjaga tempat-tempat tertentu yang disebut lakokaina. Mereka yakin lakokaina ini sangat berperan dalam mendatangkan, sekaligus menahan rezeki. Tokoh yang dihormati mereka adalah Sikerei, dukun yang dapat menyembuhkan penyakit dan memimpin upacara keagamaan.

Struktur Sosial

Suku Mentawai bersifat patrilineal, menarik garis keturunan dari pihak ayah. Mereka tinggal di Uma, dan seluruh makanan, hasil hutan, dan pekerjaan dibagi bersama untuk seluruh penghuni Uma. Struktur sosial suku Mentawai bersifat egalitarian -- setiap anggota dewasa dalam Uma mempunyai kedudukan yang sama kecuali "Sikerei".

Untuk sistem warisan, kepala adat akan mengadakan ritual Rimata untuk pemuda dan pemudi yang berusia 16 -- 20 tahun di antara anggota Uma. Rimata merupakan sebutan untuk empat orang yang dihormati sebagai pemimpin, yang akan memelihara warisan keluarga, dan berbagai kegiatan sosial yang diselenggaran di dalam Uma.

Mata Pencaharian

Dua mata pencaharian utama suku Mentawai adalah berburu dan berladang. Tanaman pokok mereka adalah ubi jalar, talas, padi, pisang, pepaya, tebu, sayuran, dan tanaman obat-obatan. Peralatan berladang mereka antara lain tegle, suki, lading, dan kapak. Sementara itu, hewan-hewan yang diburu adalah babi, rusa, burung, dan monyet. Peralatan berburu mereka adalah busur dan panah, yang dibuat dari kayu dan dilumuri dengan racun.

Untuk mengenal lebih jauh tentang suku Mentawai dan menjangkau mereka bagi Tuhan Yesus, silakan simak referensi kami berikut ini.

POKOK DOA

  1. Doakan kepada Tuhan Yesus agar masyarakat Mentawai mau meninggalkan kepercayaan nenek moyang dan membuka hati untuk Injil Kristus.

  2. Berdoalah kepada Bapa surgawi agar peradaban di Mentawai semakin maju.

  3. Doakanlah para hamba Tuhan agar mendapatkan banyak bahan kekristenan untuk menjangkau masyarakat Mentawai.

Dirangkum dari:

  1. _____. "Suku Mentawai". Dalam http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1134/suku-mentawai

  2. _____. "The People of Mentawai". Dalam http://www.balitouring.com/culture/mentawai.htm

Kontak: doa(at)sabda.org
Berlangganan: subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/40hari
(c) 2015 oleh e-DOA dan "MENGASIHI BANGSA DALAM DOA"

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org