Sudahkah anda membuka hati dan mempersilakan Yesus untuk masuk ke
dalam hati anda pada Natal tahun ini?
KERICUHAN DI RUMAH PENGINAPAN
(Oleh: Dina Donohue)
Selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang, setiap kali orang
membicarakan sandiwara Natal di kota kecil di Midwest, mereka
selalu ingat untuk menyebut nama Wallace Purling. Peristiwa dalam
sandiwara Natal yang dimainkan oleh si Wally sampai sekarang
menjadi cerita legenda yang tak jemu-jemu mereka bicarakan setiap
tahun. Bagaimana peristiwa tsb. terjadi? Beginilah kesaksiannya:
Wally berumur sembilan tahun waktu itu dan duduk di kelas dua,
meskipun seharusnya ia sudah di kelas empat. Hampir semua orang di
kota tahu ia mempunyai kesulitannya dalam mengimbangi teman-teman
sebayanya. Ia bertubuh besar canggung, lambat bergerak dan
berpikir. Meskipun begitu, Wally disukai oleh teman-teman
sekelasnya, mereka semua badannya lebih kecil dari Wally. Tetapi
anak laki-laki tidak dapat menyembunyikan kejengkelannya apabila
Wally ingin ikut bermain bola bersama mereka atau dalam permainan
apa saja karena dalam hal ini yang penting adalah meraih
kemenangan. Tetapi mereka sering menemukan cara untuk menghindarkan
Wally untuk terlibat, meskipun Wally tetap menunggu di sekitar situ
-- ia sama sekali tidak merajuk, hanya berharap. Ia selalu menolong,
tulus hati, dan suka tersenyum, tetapi anehnya ia selalu melindungi
teman-temannya yang lemah. Apabila anak-anak laki-laki yang lebih
tua mengusir anak-anak yang lebih muda, pasti Wally akan membela,
"Tidak bisakah mereka dibiarkan bermain? Mereka tidak mengganggu."
Wally berangan-angan menjadi seorang gembala yang memainkan
seruling dalam sandiwara Natal tahun itu, tetapi sutradara
pertunjukan, Nona Lumbard, memberinya peran yang lebih penting,
yaitu menjadi pemilik rumah penginapan. Menurutnya, kalimat yang
diucapkan penjaga penginapan tidak terlalu banyak, lagi pula badan
Wally yang besar akan membuat penolakan terhadap Yusuf tampak lebih
mantap.
Dan begitulah, seperti biasanya banyak orang berdatangan, para
penonton yang ingin menyaksikan sandiwara Natal yang megah yang
diselenggarakan setiap tahun, tongkat gembala, suasana pada waktu
kelahiran Yesus, orang-orang berjanggut, mahkota orang-orang majus,
lingkaran cahaya malaikat, dan suara yang nyaring memenuhi panggung
pertunjukan. Pada malam itu tidak ada seorang pun yang lebih
terpesona dari Wallace Purling. Belakangan orang-orang bercerita
bahwa Wally berdiri di sisi panggung dan benar-benar hanyut dalam
pertunjukan yang sedang berlangsung sehingga beberapa kali Nona
Lumbard harus memastikan bahwa ia tidak naik ke panggung sebelum
waktunya.
Lalu tibalah saatnya Yusuf muncul, berjalan perlahan-lahan, dengan
lembut menuntun Maria ke depan pintu penginapan. Yusuf mengetuk
dengan kuat pintu kayu yang ditaruh di latar belakang panggung yang
dicat. Wally, penjaga penginapan, sudah siap di balik pintu.
"Apa yang kalian cari?" tanya Wally sambil membuka pintu dengan
gerakan yang kasar.
"Kami mencari penginapan."
"Cari saja di tempat lain." Wally menatap lurus ke depan dan
berbicara dengan suara yang keras. "Penginapan ini sudah penuh."
"Tuan, kami sudah mencari-cari di tempat yang lain, tetapi
sia-sia. Kami sudah jauh bepergian dan sangat lelah."
"Tidak ada kamar di sini untuk kalian." Wally menatap dengan
tajam sebagaimana mestinya.
"Tolonglah kami, penjaga yang baik. Ini istri saya, Maria, sedang
mengandung dan perlu tempat untuk beristirahat. Pasti Tuan
mempunyai sudut ruangan yang kosong untuk dia. Ia sangat lelah."
Pada waktu itu, untuk pertama kalinya, penjaga penginapan
melembutkan sikapnya dan menatap Maria. Dan, saat itu terjadi jeda
waktu yang panjang, cukup panjang untuk membuat penonton menjadi
sedikit tegang dan malu.
"Tidak! Pergi!" kata juru bisik dari sisi panggung.
"Tidak!" Wally langsung menirunya. "Pergi!"
Dengan sedih, Yusuf merangkul pinggang Maria yang menyandarkan
kepalanya ke bahu suaminya dan mereka berdua berjalan pergi.
Tetapi, penjaga penginapan itu tidak masuk kembali dalam
penginapan. Wally berdiri di dekat pintu, mengamati pasangan yang
sedih itu. Mulutnya terbuka, keningnya berkerut karena ikut
prihatin, dan, tidak salah lagi, pelupuk matanya mulai penuh dengan
air mata.
Dan tiba-tiba sandiwara Natal ini menjadi berubah total.
"Jangan pergi, Yusuf!" teriak Wally, "Bawa Maria kembali." Dan
wajah Wally Purling mengembangkan senyum yang cerah. "Kalian berdua
bisa memakai kamar saya."
Beberapa orang di kota berpendapat bahwa sandiwara itu sudah gagal.
Tetapi lebih banyak lagi yang menganggap sandiwara itu adalah
sandiwara Natal yang paling mengesankan yang pernah mereka lihat.
Sumber: Dikutip dari
Judul Buku: Kisah Nyata Seputar Natal
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman : 80 - 82