You are hereArtikel Misi / Nama-Nya Ajaib

Nama-Nya Ajaib


Konon, ada sepasang suami istri yang menamai anak perempuan mereka dengan nama Sri Rezeki. Mereka berharap anaknya kelak memiliki banyak rezeki. Namun, saat usianya baru memasuki delapan belas tahun, Sri Rezeki terpaksa menikah karena sudah hamil di luar nikah. Mau tidak mau orang tuanya merestui perkawinan tersebut. Nasib putri mereka bertentangan dengan harapan ketika mereka menamai putrinya. Menantu mereka ternyata seorang yang gagal. Alih-alih berkelimpahan rezeki, sebaliknya ia sepi rezeki.

Berbeda dengan Bayi Betlehem yang lahir dari rahim perempuan bernama Maria. Sekitar tujuh ratus tahun sebelum Yesus lahir, Nabi Yesaya telah menulis bahwa satu di antara sekian nama atau gelar dari Mesias adalah Ajaib, "Penasihat Ajaib" (Yes. 9:5). Dalam dunia Alkitab, nama seseorang sangatlah penting. Dan nama yang terpenting adalah nama yang dihubungkan dengan Juru Selamat. Nama "Yesus" berasal dari kata Yunani, padanannya dalam bahasa Ibrani ialah "Yosua". Keduanya berarti `Tuhan itu keselamatan`.

Banyak sekali nama serta gelar Yesus yang tercantum dalam Kitab Suci. Bagi yang sungguh memercayakan diri kepada-Nya, setiap nama menjadi bernilai. Nama-nama itu mengungkapkan siapa dan apa yang dilakukan Yesus bagi kita. Setiap nama yang dipakai-Nya dan setiap gelar yang disandang-Nya menunjukkan berkat-berkat yang dibagikan-Nya kepada umat yang mengasihi-Nya.

AJAIB KEBERADAAN-NYA

Nama "Elohim" dipakai dalam Kejadian dalam kaitan kapasitas Allah sebagai pencipta alam semesta. Selain mengacu pada Trinitas, "Elohim" juga berkaitan dengan aspek Trinitas. Sehingga dalam dialog Firman dalam kitab Kejadian 1:26, Alkitab memakai kata "Kita" (jamak).

Memang dari sisi waktu yang merupakan ukuran yang dipakai manusia, Allah Putra belum berinkarnasi menjadi manusia saat penciptaan manusia dan alam semesta ini. Namun, Ia sudah ada. Dalam pernyataan-Nya yang berkaitan dengan sejarah Israel, kepada para pemuka agama dan masyarakat Yahudi, Yesus mengatakan keberadaan-Nya, bahwa sebelum Abraham jadi, Dia sudah ada (Yoh. 8:58). Artinya, Dialah Allah yang menciptakan Abraham. Ada keajaiban Yesus di situ. Walaupun pada zaman Abraham jelas Ia belum berinkarnasi, namun dikatakan dalam ayat sebelumnya bahwa Abraham "akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita" (Yoh. 8:56).

Bangsa Yahudi cenderung menolak keberadaan Mesias sebagai Allah, sesuai dengan nubuat para nabi dalam Perjanjian Lama. Sehingga Rasul Yohanes memulai kitabnya dengan mengatakan, bahwa pada mulanya Yesus itu adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah (sesuai dengan Kejadian 2:26 tadi). Ada pula yang berpendapat bahwa Yesus merupakan roh yang diciptakan pertama sekali. Namun, pendapat ini jelas tidak sesuai dengan Kitab Suci yang kita percaya sebagai firman Allah.

Dialah Alfa dan Omega, yang awal dan yang akhir. Jelas Ia tidak diciptakan sebab Dia adalah Allah, Sang Pencipta. Kristus tidak menjadi Allah pada saat kelahiran-Nya di dunia atau pada saat dalam kehidupan-Nya di muka bumi ini. Sejak kekal sampai kekal Yesus adalah Allah.

Sebagai makhluk yang diciptakan dan serba terbatas, pengetahuan kita memang tak dapat menjangkau keberadaan Yesus Kristus -- baik sebelum menjelma menjadi manusia maupun sesudah menjelma. Dari nama-Nya sendiri, "Elohim" itu berada di luar jangkauan pengertian manusia. Kalau Ia mampu dijangkau dengan pengertian manusia yang serba terbatas, hal itu justru menunjukkan bahwa Ia bukan Allah. Tetapi Allah kita yang dikenal dalam dan melalui Yesus Kristus, Bayi Betlehem itu, adalah Allah Yang Ajaib. Warren W. Wiersbe, dalam bukunya "His Name is Wonderful" (telah diterjemahkan dengan judul "Nama-Nya Ajaib") mengatakan, "Menyebutkan nama-Nya sama dengan memberikan jawaban; sebab kita akan terheran-heran jika Ia tidak disebut Ajaib. Segala sesuatu tentang Yesus Kristus menjadikan hati orang yang percaya berkata: `Mulai sekarang saya akan memusatkan perhatian pada pemandangan yang mulia ini!` Ia ajaib dalam pribadi-Nya. Betapa tidak, Allah datang ke dunia sebagai seorang manusia!"

Karena Yesus itu Allah, sifat dan atribut Allah ada di dalam diri-Nya. Walaupun dengan sukarela dan untuk sementara waktu, Ia menyerahkan sifat ketidakterbatasan dan kemahahadiran-Nya. Ia Mahahadir, Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahasuci.

AJAIB KELAHIRAN-NYA

Secara teologis istilah "lahir" melihat sisi kemanusiaan Yesus dan "datang" atau "dikaruniakan" melihat peristiwa itu dari sisi keilahian-Nya. Jadi, Yesus memiliki kodrat ganda: Allah sejati dan Manusia sejati. Jika Allah mau, bisa saja Dia datang dengan menjelma sebagai malaikat atau seorang manusia tanpa proses kelahiran. Namun, oleh karena Yesus harus menjadi Juru Selamat manusia, Allah harus menjadi manusia sejati. Itulah yang dijelaskan oleh Rasul Yohanes bahwa Firman itu telah menjadi manusia (Yoh. 1:14).

Mengapa Allah tidak langsung menjadi manusia yang sudah dewasa sama seperti ketika Ia menciptakan Adam dan Hawa? Mengapa Ia harus dilahirkan dengan proses yang sama sebagaimana kita dilahirkan ke dunia? Karena Allah memang rela menjadi manusia sejati dan menghampakan diri-Nya sebagai hamba, sama dengan manusia. Yesus Kristus bahkan merendahkan diri sampai mati di kayu salib dengan dasar ketaatan kepada Allah Bapa (Flp. 2:5-8). Dalam penjelmaan Yesus, Allah sungguh-sungguh rela mengidentifikasikan diri-Nya dengan manusia.

Lagi pula, nilai inkarnasi Yesus akan lebih besar keajaibannya apabila melalui proses dilahirkan sama seperti kita manusia biasa. Sebab bagaimana mungkin di dalam Seorang Oknum ada dua tabiat. Ia Allah yang sejati sekaligus Manusia sejati. Ditinjau dari sisi mana pun mustahil dapat terjadi. Tetapi bagi Allah, tidak ada yang mustahil kalau Ia menghendakinya. Kehamilan Maria juga bukan karena hubungannya dengan calon suaminya, Yusuf, melainkan sepenuhnya kuasa Roh Kudus.

Sesuatu yang terjadi secara alami dan biasa-biasa saja bukanlah suatu keajaiban. Sesuatu akan tampak ajaib apabila mengandung karya mujizat. Ketika malaikat menyampaikan berita kepada Maria, bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang kelak dinamai Yesus, Maria bertanya kepada malaikat itu, "Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum bersuami?" Maria menyadari betul bahwa kehamilan itu karena mujizat, yaitu karena ia belum bersuami. Mujizat itu bukan karena Maria lebih baik daripada wanita lain, melainkan karena kasih karunia Allah saja.

Masih berkaitan dengan kelahiran Mesias. Sekitar lima sampai tujuh abad sebelum Ia dilahirkan, Nabi Mikha telah menubuatkan tempat kelahiran-Nya di Kota Bethlehem, di Efrata, dan telah digenapi dengan tepat ketika Yesus dilahirkan di kota Daud itu (Mi. 5:1; Luk. 2:4-7).

AJAIB PELAYANAN-NYA

Perjanjian Baru tidak menekankan pekerjaan Yesus sebelum ia memulai pelayanan-Nya. Ia baru memulai pelayanan-Nya sebagai Mesias yang menyelamatkan setelah berusia tiga puluh tahun. Puncak pelayanan-Nya adalah di atas Bukit Golgota sebagai korban penghapus dosa bagi isi dunia.

Sebelum memulai pelayanan-Nya, Yesus harus melalui ujian yang berat. Setelah mengakhiri masa puasa-Nya selama empat puluh hari empat puluh malam di padang gurun, Iblis mencobai-Nya. Dalam ujian itu Ia keluar sebagai pemenang mutlak sehingga setelah dihardik, Iblis pun pergi meninggalkan Yesus. Peristiwa lainnya yang harus Ia jalani ialah baptisan air di Sungai Yordan yang dilaksanakan oleh Yohanes Pembaptis, perintis yang telah disiapkan Allah sebelum kelahiran Yesus.

Mungkin kita berkata bahwa ketiga peristiwa itu, yaitu puasa, dicobai Iblis, dan dibaptis tidak ada yang aneh. Bukankah penginjil atau hamba Tuhan yang lain pun pernah melakukan atau mengalami hal- hal seperti itu? Akan tetapi, Yesus menaklukkan Iblis lewat kemenangan yang mutlak. Ia tidak tergiur untuk menuruti keinginan Iblis.

Ketiga segi pencobaan yang diluncurkan Iblis ke arah Yesus mencakup kebutuhan jasmani, kemuliaan, dan takhta. Namun, semua pencobaan itu dapat diatasi oleh Yesus. Sasaran Iblis ialah agar Yesus menghindari jalan salib dan mengambil jalan pintas seperti yang diperintahkan Iblis kepada-Nya (Mat. 4:1-11). Namun, jika diibaratkan dengan pertandingan olahraga, dalam babak semifinal ini pun Yesus tetap keluar sebagai pemenang. Ia tidak mau tunduk kepada Iblis. Dengan modal kemenangan di padang gurun itulah Yesus melawan Iblis pada babak final dan kembali menang melalui peristiwa kayu salib di Bukit Golgota.

Walaupun hanya sekitar tiga tahun melayani dalam pemberitaan Injil Kerajaan Allah di Palestina, Yesus memanfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Ia menjelaskan motto hidup-Nya, bahwa melakukan kehendak Allah Bapa merupakan makanan bagi-Nya (Yoh. 4:34). Kalau saja kita memiliki semboyan hidup sama seperti Yesus, kita akan merasa kosong dan hampa kalau tidak melayani. Sama seperti tubuh yang sehat memerlukan makanan, demikian juga melayani Allah dalam ladang-Nya di dunia ini merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dan dilakukan. Bila kita tidak merasa lapar dan haus akan pelayanan, ada gejala bahwa kita sedang kurang sehat secara rohani. Jangan lupa, melayani Dia dengan cara turut serta membangun Kerajaan Allah di dunia ini merupakan pekerjaan yang dihendaki oleh Allah.

Puncak pelayanan Yesus sebagai pelaku penyelamatan bagi manusia adalah mati di kayu salib. Untuk sementara waktu, para pemimpin politik dan agama pada masa itu mungkin menilai bahwa peristiwa kematian Kristus di kayu salib merupakan kekalahan yang sangat memalukan. Namun, ketika kebangkitan Yesus terwujud sebagai tanda kemenangan yang paling gemilang atas maut, Iblis, dan dosa, mau tak mau sejarah dunia pun mencatat peristiwa salib Golgota itu.

Kalaupun sekarang banyak yang belum mau mengakui karena mengeraskan hatinya, suatu saat apabila Kristus datang sebagai Raja dan Hakim, semua lutut akan bertekuk dan semua lidah akan mengaku bahwa Dia adalah Tuhan (Flp. 2:10-11). Sebab hanya Dialah -- yang dengan taat melakukan kehendak Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia -- yang layak untuk menerima pujian dari semua makhluk. Hanya Yesus yang layak menerima penghormatan tertinggi dari Allah Bapa, setelah kemenangan-Nya terbukti melalui kebangkitan-Nya itu.

AJAIB KEMATIAN-NYA

Kematian Yesus Kristus di kayu salib merupakan kematian sebagai Juru Selamat yang dengan rela dan kasih bersedia menanggung hukuman dosa yang seharusnya diterima oleh semua manusia berdosa. Keajaiban kematian Kristus bukan hanya sampai di situ saja. Menurut Kitab Suci, melalui kematian-Nya itulah Ia memusnahkan Iblis yang berkuasa atas maut dan membebaskan manusia dari ketakutan akan maut (Ibr. 2:14-15).

Kalau kematian-Nya saja berkuasa dan mampu mengalahkan Iblis dan maut, apalagi kebangkitan-Nya. Ketika Dia mati di Bukit Golgota, Alkitab mencatat bahwa alam semesta menangis dan berkabung sehingga matahari pun tak sudi menampakkan sinarnya di bumi selama tiga jam. Seorang penyair Kristen dalam syair lagunya melukiskan,

"Waktu Yesus mati di Bukit Golgota: Semua burung berhenti nyanyi dan daun pun tak bergoyang. Bunga-bunga di padang tunduk dengan lesu: Saat Yesus naik ke Golgota ...."

Ia rela mati di kayu salib dan memikul hukuman dosa semua manusia. Pekerjaan tersebut mengandung tanggung jawab yang sangat berat, namun agung dan mulia. Dengan demikian, setiap orang yang mau menerima dan percaya kepada-Nya sebagai Raja Penyelamat akan memperoleh kelepasan dari hukuman dan selanjutnya mempunyai hidup yang kekal. Rasul Yohanes yang sangat dekat dengan Sang Guru dan Juru Selamatnya itu menulis, bahwa Yesus berkuasa memindahkan manusia yang mati secara rohani dari kerajaan maut kepada kerajaan kehidupan, asalkan manusia mau percaya kepada Dia dan kepada Allah Bapa yang mengutus-Nya (Yoh. 5:24).

Kematian dan kebangkitan Kristus tak dapat dipisahkan sebab bila Yesus tidak bangkit dari kematian, sia-sialah iman kita. Nasib manusia sangat ditentukan oleh kematian dan kebangkitan Kristus. Oleh karena itu, apabila sampai saat ini ada di antara kita yang masih ragu akan kuasa kematian dan kebangkitan Yesus sebagai Juru Selamat, mungkin sekaranglah saatnya untuk kita masing-masing mengambil keputusan dengan keyakinan penuh bahwa tanpa pekerjaan-Nya di kayu salib jalan keselamatan tidak pernah ada.

AJAIB KENAIKAN-NYA

Selain Yesus Kristus, ada dua tokoh Kitab Suci yang naik ke surga hidup-hidup, yakni Henokh dan Elia (Kej. 5:24; 2 Raj. 2:11). Namun, ada perbedaan mendasar antara keduanya dengan Yesus. Keduanya diangkat supaya dapat naik ke surga, tetapi Yesus terangkat ke surga (Kis. 1:6-11). Artinya, oleh karena keduanya manusia biasa, mereka diangkat oleh Allah. Sebab keduanya tidak mungkin naik ke surga dengan kuasanya sendiri. Sebaliknya, Yesus naik ke surga dengan kuasa-Nya sendiri karena Ia berasal dari surga dan Dialah Allah.

Secara teologis, pengangkatan Henokh dan Elia ke surga menguatkan keyakinan kita bahwa apabila Kristus datang kedua kali dan kita masih hidup, kita juga -- sebagai orang yang percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamat pribadi -- akan diangkat dan diubah menjadi tubuh yang baru, tubuh surgawi untuk tinggal selama-lamanya di surga sama seperti Henokh dan Elia. Dan kalau kita sudah meninggal, pada saat Kristus datang kedua kali nanti kita akan dibangkitkan dengan tubuh yang baru dan hidup di surga untuk selama-lamanya (1 Tes. 4:13-18). Dalam urutannya, mereka yang sudah meninggal itu lebih dahulu dibangkitkan, menyusul kemudian yang masih hidup. Sampai di surga, Ia bukan hanya menerima kehormatan setelah selesai melakukan tugas mulia sebagai Juru Selamat dunia, melainkan Ia tetap melayani umat-Nya sebagai Imam Besar Agung untuk menjadi pengantar umat-Nya dengan Allah Bapa.

SIMPULAN

Yesus Kristus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia sejati melalui rahim Maria yang mengandung dengan kuasa Roh Kudus. Kelahiran-Nya di kota Bethlehem lebih dari dua puluh abad lalu, memang benar-benar ajaib. Sesuai dengan salah satu nama yang diberikan kepada-Nya. Ia ajaib dalam keberadaan-Nya, ajaib dalam kelahiran-Nya, ajaib dalam pelayanan-Nya, ajaib dalam kematian dan kebangkitan-Nya, dan ajaib dalam kenaikan-Nya ke surga.

Bahan diringkas dari sumber:

Judul majalah : Sahabat Gembala, November 1999
Judul artikel : Nama-Nya Ajaib
Penulis : Solaiman Sanda
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman : 9 -- 15

e-JEMMi 49/2006