You are hereKesaksian Misi / Ignatius (Murid Rasul Yohanes, Meninggal Tahun 111)

Ignatius (Murid Rasul Yohanes, Meninggal Tahun 111)


Nama lain Ignatius adalah Teoforus, "Pembawa Berita Allah" karena ia sering memberitakan Tuhan dan Juru Selamat dengan perkataan dan kehidupannya. Ignatius percaya bahwa kehidupan manusia akan berakhir pada kematian yang berkelanjutan, kecuali Kristus hidup di dalamnya. Ia diketahui sering berkata, "Kristus yang disalibkan adalah satu-satunya dan seluruh kecintaanku." Meskipun Ignatius menanggung kesengsaraan hebat, ia mendapatkan penghiburan di dalam kebenaran Injil, "Karena dunia membenci umat Kristen, maka Allah mencintai mereka."

Setelah ia mengetahui Kaisar Traianus menaikkan syukur kepada dewa-dewa di Antiokhia dengan mempersembahkan kurban besar kepada mereka, Ignatius mencela perbuatan itu secara terang-terangan di dalam Bait Suci. Kaisar sangat murka dan ia menghadapkan Ignatius ke proses peradilan di Roma dan ia akan diumpankan kepada singa.

Selama perjalanan, ia memikirkan taring-taring binatang yang akan merobek-robek dirinya. Ia menulis kepada jemaat di Roma, "Aku sudah siap menghadapi binatang buas yang siap untuk melahapku! Aku sudah menjadi murid Kristus. Aku tidak memandang pada segala sesuatu, entah yang kelihatan, yang tidak kasat mata, maupun yang dikagumi dunia ini. Cukuplah bagiku jika aku diperkenankan mengambil bagian di dalam Kristus. Biarlah iblis dan orang-orang jahat menyakitiku dengan segala kesakitan dan siksaan, dengan api, dengan salib, dengan pertarungan melawan binatang buas, dengan mencabik-cabik anggota tubuhku; aku tidak terlalu menghiraukan semuanya itu, karena aku menghayati Kristus."

Pada saat Ignatius dibawa dari Senat Roma menuju lubang singa, ia berulang kali menyerukan nama Yesus ketika ia berbicara dengan umat percaya. Ketika ditanya mengapa ia melakukan perbuatan itu, ia menjawab, "Yesus yang kukasihi, Juru Selamatku, tertulis sangat dalam di hatiku, sehingga aku diyakinkan, jika hatiku dibelah dan diiris-iris, nama Yesus akan ditemukan tertulis di dalam setiap potongannya."

Banyak orang berkumpul untuk menyaksikan kematian Ignatius. Ia dibawa ke tengah-tengah amfiteater. Dengan penuh keberanian, Ignatius menyampaikan sesuatu kepada mereka, "Aku adalah benih Tuhan. Aku dikertak gigi-geligi binatang buas supaya aku menjadi roti Kristus yang murni, yang bagiku merupakan roti kehidupan." Segera setelah ia menyebutkan kata-kata itu, dua singa kelaparan dilepaskan dari kandangnya dan merobek serta menelannya, hanya menyisakan sedikit bagian tubuh, bahkan sedikit tulangnya yang masih tersisa. Demikianlah perhentian martir Yesus yang setia ini dan ia sudah bergirang di dalam Tuhan.

Seperti Ignatius, pada masa ini banyak umat Kristen di negara yang tertutup untuk Injil di seluruh dunia menghadapi "binatang buas" setiap hari. Bagi mereka, binatang buas itu seperti orang-orangan di sawah yang menyembunyikan bel makan malam untuk tuaian jiwa yang sudah matang.

Seperti Ignatius, orang-orang percaya ini melihat hidup mereka bagaikan "kematian yang berkelanjutan", yang memberikan penghiburan dan pengharapan di tengah kenyataan dunia yang membenci umat Kristen, sehingga Allah mencintai mereka.

Dunia kita semakin tidak aman bagi umat Kristen dan bagi gereja, bahkan di negara bebas sekalipun. Marilah kita memikul salib seperti Ignatius dan saudara-saudara kita yang teraniaya di seluruh dunia. Berjalanlah melewati orang-orangan di ladang dunia dan masuk ke dalam ladang untuk menuai tuaian yang sudah matang. Marilah kita, seperti Ignatius, berkata dengan penuh keyakinan bahwa jika hati kita dibelah dan diiris-iris, nama Yesus akan ditemukan di dalam setiap potongannya.

Diambil dan disesuaikan dari:

Judul buku : Batu-batu Tersembunyi dalam Fondasi Kita
Judul buku asli : The Hidden Stones in Our Foundation
Penulis : Tidak dicantumkan
Penerjemah : Ivan Haryanto
Penerbit : Kasih dalam Perbuatan, Surabaya 2005
Halaman : 7 -- 9

Dipublikasikan di: http://kesaksian.sabda.org/ignatius_murid_rasul_yohanes_meninggal_tahun_111