1. HARTA YANG TERSEMBUNYI
(Palestina, 100 s.M. - 1947 M.)
Di daerah Palestina dua ribu tahun yang lalu, orang membuat
kitab bukan dengan kertas, melainkan dengan kulit kambing yang sudah
disamak. Jadi, pada waktu seorang juru tulis Palestina yang kenamaan
hendak menyalin sebuah kitab, ia pun terlebih dahulu memesan gulungan
kulit. Kulit itu disiapkan secara istimewa oleh seorang penyamak
kulit yang ahli.
Juru tulis kenamaan itu sangat memperhatikan gulungan yang
dipesannya, karena ia sedang menghadapi suatu tugas yang sangat
penting: Ia akan menyalin seluruh Kitab Nabi Yesaya denngan tulisan
tangannya sendiri!
Di atas meja tulisnya sudah tersedia berbagai alat tulisnya:
beberapa buluh rawa yang diruncingkan dan semacam dawat khusus yang
dipakainya sebagai tinta. Dengan memakai dawat itu, tulisan pada
kulit kambing dapat tahan tanpa menjadi luntur untuk bertahun-tahun
lamanya.
Setelah segala alat tulisnya siap, juru tulis kenamaan itu
mulai bekerja. Dengan teliti ia menyalin kata demi kata pada
lajur-lajur sempit yang membujur di gulungan panjang itu. Jam demi
jam, hari demi hari, minggu demi minggu ia bekerja dengan tekun.
Akhirnya selesailah salinan seluruh Kitab Nabi Yesaya. Kedua
ujung naskah yang tertulis pada gulungan kulit itu masing-masing
dilekatkan pada dua batang kayu, supaya mudah dibuka untuk dibaca.
Bila tidak dipakai, naskah itu digulung dari kedua ujungnya sampai
tertutup dengan rapat, lalu diikat dan disimpan dalam perpustakaan.
Penyamak kulit ahli sudah menyediakan sebuah gulungan kulit
kambing lagi, maka juru tulis kenamaan itu bekerja terus. Segera ia
mulai menyalin sebuah kitab lain lagi dari Perjanjian Lama. Sedikit
sekali orang yang semahir dia; sedikit sekali orang yang seteliti
dia bila sedang membuat salinan baru dari naskah kuno. Semua gulungan
naskah dari kulit hasil karyanya itu dipakai berkali-kali dalam
kebaktian serta penyelidikan Alkitab, dan selalu dipelihara
baik-baik.
Bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun sudah lewat.
Bangsa Romawi sudah mulai menjajah daerah Palestina.
Sekelompok ahli Taurat mengungsi ke suatu daerah yang
terpencil di dekat Laut Mati. Di situ bukit-bukitnya gersang dan ada
banyak gua, tempat binatang buas membuat liangnya dan lebah hutan
menyimpan madunya. Di situ pula ahli-ahli Taurat itu membangun
semacam benteng, dengan memakai batu-batu pegunungan yang ada
disekitar mereka.
Di dalam benteng itu mereka membentuk suatu mazhab agama
Yahudi tersendiri, yang hidup terasing di pegunungan. Mereka
mendirikan semacam persekutuan persaudaraan, dan hidup sebagai
biarawan. Walau ada kerusuhan di dunia luar, namun mereka terus
menyelidiki Kitab Perjanjian Lama dari gulungan-gulungan kulit.
Di antara orang-orang itu ada seorang ahli perpustakaan.
Dialah yang bertugas memelihara gulungan-gulungan kitab yang banyak
sekali itu. Di samping itu ia pun mencatat hikayat tentang cara hidup
para anggota persekutuan persaudaraan.
Masa itu memang suatu masa yang penuh kerusuhan. Ahli
perpustakaan itu makin lama makin cemas. Ia mulai berpikir:
Bagaimanakah kalau orang-orang Romawi atau musuh-musuh lain datang
menyerbu benteng kita? Lalu timbul kecemasan lain lagi dalam
benaknya: Bagaimanakah aku dapat menyelamatkan gulungan-gulungan
kulit yang sangat berharga ini? Di manakah tempat yang paling aman?
Sesudah ia menjelajahi seluruh daerah pegunungan yang gersang
itu, akhirnya ia menemukan suatu tempat yang aman. Di sebuah bukit
yang terpencil ada beberapa gua. Gua-gua itu kelihatan kecil, tetapi
setelah ia menyelinap masuk melalui celah gunung yang sempit,
ternyata ruang di dalamnya cukup luas, lagi bersih dan kering.
Sesudah ia menjelajahi seluruh daerah pegunungan yang gersang
itu, akhirnya ia menemukan suatu tempat yang aman. Di sebuah bukit
yang terpencil ada beberapa gua. Gua-gua itu kelihatannya kecil,
tetapi setelah ia menyelinap masuk melalui celah gunung yang sempit,
ternyata ruang di dalamnya cukup luas, lagi bersih dan kering.
Ahli perpustakaan itu pulang dan melaporkan hasil
penjelajahannya. Lalu para anggota persekutuan itu setuju bahwa
gulungan-gulungan kulit milik mereka sebaiknya disembunyikan di
gua-gua. Nanti sesudah bahaya peperangan lewat, mereka dapat
megambilnya kembali.
Maka gulungan Kitab Nabi Yesaya itu diambil dari tempat
penyimpannya di perpustakaan, bersama dengan ratusan naskah lainnya,
besar dan kecil. Tiap kitab gulungan diikat baik-baik, serta
dimasukkan ke dalam sebuah tempayan dari tanah liat. Ada yang
disembunyikan dalam gua yang satu, dan ada yang disembunyikan dalam
gua yang lain. Selain para anggota persekutan persaudaraan itu, tidak
seorang pun yang tahu di manakah mereka menyimpan harta mereka.
Akhirnya bahaya itu betul-betul datang. Biara berupa benteng
itu dihancurkan, dan para anggota persekutuan persaudaraan dibunuh.
Jadi, tidak ada seorang pun yang masih hidup, yang tahu adanya
naskah-naskah yang tersembunyi itu.
Bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun, bahkan beratus-ratus
tahun sudah lewat. Di dalam gua-gua yang gelap, tempayan-tempayan
tanah liat itu masih tetap melindungi harta yang tersembunyi.
Kadang-kadang ada yang pecah karena ada batu yang jatuh dari
langit-langit gua, dan naskah yang sudah lapuk itu pun hancur.
Tetapi gulungan Kitab Nabi Yesaya masih tetap utuh. Hanya saja, . . .
mungkinkah mata manusia akan sempat membacanya lagi?
Sementara itu, di dunia luar ada juga salinan-salinan Kitab
Nabi Yesaya, tetapi kurang lengkap. Tidak semua juru tulis seteliti
juru tulis kenamaan yang pernah membuat salinan kitab gulungan itu
ribuan tahun yang lampau! Di sana sini ada bagian-bagian kecil yang
rupa-rupanya salah tulis atau dilompati, sehingga orang yang
menyelidiki kitab itu sulit mengerti ayat-ayat tertentu. Kata-kata
nabi itu seakan-akan tidak ada artinya lagi.
Pada tahun 1947, dua tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia, dan hampir dua ribu tahun setelah naskah-naskah
gulungan kulit itu disembunyikan, daerah Palestina dikuasai oleh
Kerajaan Yordania.
Pada suatu hari seorang anak laki-laki yang menjadi gembala
pergi mencari madu hutan di gua-gua dekat Laut Mati. Alangkah
herannya ia melihat tempayan-tempayan yang berderet-deret di salah
satu gua itu! Melalui celah-celah tempayan yang sudah retak, anak
gembala itu dapat melihat gulungan-gulungan kulit yang sudah hampir
dua puluh abad umurnya. Ia berlari pulang dan memberitahu keluarganya
tentang hal luar biasa yang baru ditemukannya itu.
Tidak lama kemudian, sampailah salah satu gulungan kulit itu
di kota Yerusalem. Para sarjana memandangnya dengan kagum. Mereka
berusaha membukanya, tetapi tidak dapat. Kulitnya sudah terlalu tua
dan terlalu lapuk. Sentuhan sedikit saja akan menghancurkannya.
Gulungan kulit itu harus diselamatkan, agar tulisan di
dalamnya dapat dibaca! Dengan segala pengetahuan ilmiah modern, para
ahli mencari daya untuk dapat membukanya. Mereka menggunakan uap air
panas, zat-zat kimia, mikroskop, lampu-lampu khusus, dan kamera.
Sedikit demi sedikit pekerjaan yang amat sulit itu terlaksana.
Betapa sukacitanya hati mereka: Gulungan kulit itu adalah
salinan seluruh Kitab Nabi Yesaya! Belum pernah manusia melihat
sebuah kitab yang setua atau sebagus itu.
Mungkinkah kitab itu lebih tua daripada salinan-salinan Kitab
Nabi Yesaya yang sudah biasa dipakai sebagai dasar terjemahan
Alkitab? Mungkinkah kata-kata yang kurang masuk akal itu ternyata
disebabkan oleh kekhilafan seorang juru tulis dahulu kala?
Para sarjana Alkitab mulai mencocokkan bagian-bagian yang
belum mereka pahami dalam salinan-salinan Kitab Nabi Yesaya yang
sudah ada di dalam tangan mereka, dengan bagian-bagian yang sama dalam
naskah pada gulungan kulit itu.
"Nah, inilah dia! Di sini!" demikianlah seru salah seorang
sarjana Alkitab dengan girang. "Lihat! Di sini ada sebagian kecil
yang kurang pada salinan kita. Ada beberapa kata yang terlewat!"
Sekarang mereka mengerti mengapa beberapa ayat dari Kitab Nabi
Yesaya itu tadinya kurang masuk akal, sebab ada beberapa kata yang
tidak tertulis. Rupa-rupanya pernah ada seorang penyalin yang memang
kurang teliti.
Tahulah para sarjana Alkitab bahwa gulungan naskah dari
bukit-bukit di dekat Laut Mati itu merupakan harta yang tak ternilai
harganya. Dengan bantuan gulungan itu, ada sebanyak tiga belas tempat
di dalam Kitab Nabi Yesaya di mana terjemahan-terjemahan yang kurang
tepat dapat diperbaiki.
Orang-orang terus berdatangan ke daerah pegunungan di dekat
Laut Mati itu, dan terus mencari. Betul, sebagaimana mereka sangka, di
dalam gua-gua di bukit-bukit yang gersang itu masih terdapat
beratus-ratus gulungan kulit lainnya.
Semuanya diamankan. Oleh karena naskah-naskah itu sudah
sangat tua dan sangat lapuk, maka semuanya harus disimpan dengan
hati-hati. Ada yang diberi tanda: "Jangan dipegang!" Bahkan ada yang
diberi tanda: "Dilarang bernapas di atas gulungan ini!"
Gulungan-gulungan yang disalin pada masa lampau oleh seorang
juru tulis kenamaan serta disembunyikan oleh para anggota persekutuan
persaudaraan itu telah menjadi harta yang sangat berharga. Pada masa
lampau mereka sendiri tidak menyangka bahwa benda-benda itu akan tetap
tersembunyi selama dua ribu tahun. Tetapi pada masa sekarang
naskah-naskah yang tertulis di atas kulit itu dapat digunakan untuk
memperkaya pengertian Alkitab di seluruh dunia.
TAMAT