PENDEKATAN YANG WAJAR DAN POSITIF
Di satu negara ada pepatah berbunyi, "dengan satu tongkat orang
dapat menggembalakan seratus ekor domba, tetapi untuk memimpin
seratus orang dibutuhkan seratus tongkat".
Setiap orang berbeda. Bahkan dalam satu bangsa, suku atau keluarga,
kita tidak dapat memperlakukan semua orang dengan cara yang sama.
Apa yang berhasil di negara kita belum tentu berhasil di negara
lain. Sebaliknya, apa yang efektif di negara lain belum tentu
efektif di negara kita. Sering kali dalam melakukan pendekatan
dengan seseorang kita harus menggunakan beberapa pendekatan yang
berbeda. Bila kita berbicara tentang pendekatan dalam penginjilan
pribadi, yang dimaksudkan adalah langkah yang harus diambil untuk
membawa seseorang kepada Kristus.
Bila demikian, mungkin kita bertanya, bagaimana saya dapat
menggetahui bahwa untuk menghadapi orang tertentu saya harus
menggunakan cara tertentu? Jawaban pertanyaan tersebut memang sulit.
Seni dalam melakukan pendekatan memang tidak sama dengan hitungan
matematik yang serba eksak. Meskipun begitu kita harus berusaha
terus sampai kita menemukan pendekatan yang tepat. Bila perlu, dalam
batas-batas tertentu kita dapat menyesuaikan diri dengan obyek yang
kita dekati. Namun yang penting, biarlah Roh Kudus memimpin kita.
BERSIKAP WAJAR
Bila kita ingin memenangkan jiwa-jiwa, kita perlu mengetahui
pendekatan seperti apa yang dapat menolong kita untuk menceritakan
Kabar Baik. Pertama, perkataan dan perbuatan kita hendaknya menjadi
teladan yang hidup. Kedua, kita harus bersikap wajar dan mencari
cara untuk menceritakan Kabar Baik kepada orang-orang dari sudut
pandang yang dapat mereka mengerti.
Yesus mendekati seorang perempuan Samaria sebagai seorang yang
tengah menempuh perjalanan dan membutuhkan pertolongan. Sekalipun
perempuan itu seorang berdosa, ia bisa memberi bantuan yang besar
bagi Yesus. Yesus tidak menganggap diri-Nya terlampau kudus sehingga
tidak dapat ditolong oleh perempuan ini. Sebaliknya, Ia berkata,
"Berikan Aku minum." Pendekatan semacam ini disebut pendekatan orang
yang tak dikenal atau pendekatan seorang pejalan.
Hanya dengan menggunakan pendekatan yang wajar seperti itu, Yesus
dapat memenuhi kebutuhan perempuan ini yang paling dalam. Ia dapat
memberi air hidup kepadanya. Dalam kitab Perjanjian Lama, hamba
Abraham menggunakan pendekatan yang sama di tepi sebuah sumur. Hamba
tersebut berkata kepada Ribka, "Tolong beri aku minum air sedikit
dari buyungmu itu. (Kej. 24:17)"
Mungkin kita belum mengunjungi banyak tempat di dunia ini. Namun, ke
mana pun kita pergi, kita melihat bahwa banyak orang senang membantu
sesamanya yang membutuhkan pertolongan. Bila kita memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk melayani kita, sekalipun dalam
masalah-masalah kecil, maka ia akan dengan senang hati mendengarkan
kita. Di sanalah terbuka kesempatan untuk menceritakan Kabar Baik.
Rasul Paulus menggunakan pendekatan yang wajar. Pada waktu ia
berkunjung ke Athena, ia menjadi sangat sedih karena melihat seluruh
kota itu penuh dengan berhala. Meskipun begitu, ia berusaha bersikap
bijaksana dalam berbicara dengan orang-orang di sana. Ia berusaha
berbicara dalam sudut pandang mereka. Ia mengatakan, "Hai orang-
orang Athena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat
beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di
kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga
sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa
yang kamu sembah tanpa mengenalnya itulah yang kuberikan kepada
kamu. (Kis. 17:23)"
Dengan cara sederhana ini, yaitu berbicara mengenai sesuatu dalam
hidup mereka, Paulus dapat menarik perhatian mereka. Sekalipun
mereka itu penyembah berhala, ia dapat menyampaikan Kabar Baik itu
dengan menggunakan penyembahan berhala mereka. Sebagai akibatnya,
beberapa dari antara mereka mengikut dia dan percaya (Kis. 17:34).
Nah, sekarang andaikata Rasul Paulus mengatakan, "Kalian orang
berdosa, kalian pasti masuk ke neraka. Seorang penyembah berhala
tidak mungkin akan melihat Allah". Seandainya ia mengatakan begitu,
pasti tanggapan orang akan lain. Mungkin tak akan ada seorang pun di
antara mereka yang mau percaya terhadap pemberitaan Paulus.
Coba pikirkanlah bagaimana seseorang menceritakan Yesus kepada kita.
Apakah mereka menggunakan pendekatan yang wajar? Kita tidak akan
dapat memenangkan orang kepada Kristus melalui pendekatan yang
negatif. Kita harus mendatangi mereka dengan sikap yang positif,
namun wajar.
Beberapa tahun yang lalu Ben membawa pamannya ke suatu desa.
Pamannya seorang pendeta. Ia buta. Saya masih ingat caranya
mendekati penduduk desa itu. Penduduk desa tersebut punya kebiasaan
mengorbankan binatang dengan harapan dewa-dewa mereka menyukai
korban itu. Lalu paman saya menceritakan kepada mereka bahwa korban
binatang bukanlah sesuatu yang baru. Ia mengatakan bahwa Allah suka
akan korban. Bahkan pada suatu waktu Ia memerintahkan kepada umat-
Nya agar melakukan korban secara teratur.
Mendengar semua itu, semua penduduk hanya berdiri dan menerima kata-
kata paman saya dengan rasa gembira. Mereka belum pernah mendengar
kata-kata seperti itu. Mereka biasa dengan pendekatan-pendekatan
negatif. Namun, setelah itu paman saya menjelaskan bahwa pada suatu
waktu Allah mengirim Anak-Nya Yesus Kristus sebagai korban. Ia
menceritakan bagaimana Yesus mati di kayu salib untuk menyelamatkan
seluruh umat manusia. Sejak saat itu hingga kini, Allah tidak lagi
menghendaki korban-korban binatang. Yesus telah membayar semuanya
itu. Kita hanya tinggal datang kepada-Nya dan berbicara, maka Ia
akan mendengarkan kita.
Paman saya yang buta itu menggunakan pendekatan positif terhadap
suatu soal yang menarik perhatian semua orang dan ia berhasil
menarik banyak di antara mereka datang kepada Kristus. Beberapa dari
orang-orang tersebut sekarang sedang menyebarluaskan Kabar Baik
tentang Kristus.
JANGAN MENGHUKUM
Allah tidak menghukum kita. Allah dapat dengan segera membinasakan
Adam dan Hawa pada waktu mereka jatuh dalam dosa. Akan tetapi, Ia
tidak melakukan hal itu. Sebaliknya Ia datang kepada mereka dan
berkata, "Di manakah engkau? (Kej. 3:9)"
Pada zaman Raja Daud, seluruh bumi ini penuh dengan dosa. Bangsa-
bangsa menyembah berhala. Ada yang mengorbankan anak-anaknya sendiri
dengan memasukkannya ke dalam api (Im. 18:21). Orang-orang Israel
pun telah meninggalkan Allah mereka. Mereka sama seperti bangsa-
bangsa lain. Sesungguhnya Raja Daud telah menuliskan hal ini, "Busuk
dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik. Mereka
semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat, tidak ada yang
berbuat baik, seorang pun tidak. (Mzm. 14:1,3)"
Mungkin kita berpikir kalau Allah memandang dunia dan segala
dosanya, tentu Ia akan menghukum kita dengan murka-Nya. Namun,
kenyataan menunjukkan lain. Sebaliknya Ia berkata, "Marilah, baiklah
kita berperkara! Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan
menjadi putih seperti salju; sekali pun berwarna merah seperti kain
kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba. (Yes. 1:18)"
Allah meminta dengan sangat kepada manusia. Memang Ia membenci dosa,
tetapi ia mengasihi orang-orang berdosa. Ketika Ia memandang dari
surga, Ia tidak hanya melihat orang-orang berdosa. Ia melihat orang-
orang yang duduk dalam kegelapan, sehingga ia tidak dapat mengatakan
lagi bahwa semuanya itu baik adanya. Sekalipun demikian, kita
membaca bahwa Ia begitu mengasihi dunia ini sehingga Ia memberikan
Anak-Nya yang tunggal kepada kita. Ia tidak mau menghukum dunia,
melainkan menyelamatkannya (Yoh. 3:16-17).
Yesus tidak menghukum kita. Ini bukan tugas-Nya. Ketika Ia berbicara
kepada perempuan Samaria, Ia tahu bahwa perempuan itu hidup dalam
dosa. Yesus juga tahu bahwa menurut hukum, perempuan itu harus
dilempari batu sampai mati. Namun, Ia mempunyai belas kasihan. Oleh
sebab itu, Ia menawarkan air hidup yang kekal. Ia tahu bahwa air
hidup ini akan menarik dia dekat kepada Allah dan menjauhkan dia
dari berbuat dosa (Yoh. 4:10).
Kita membaca dalam Alkitab kisah seorang perempuan yang dituduh
melakukan perzinaan. Ada lebih dari dua saksi yang menuduhnya. Kalau
melihat kasusnya, tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan dia
dari hukuman dilempari batu sampai mati. Suaminya atau jeritan anak-
anaknya tak akan dapat menyelamatkannya. Tetapi Yesus ada. Ia
berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia
yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu. (Yoh. 8:7)"
Tidak ada satu orang pun yang tanpa dosa, yang berhak melemparkan
batu pertama kepada perempuan itu. Yesuslah satu-satunya yang bisa
melakukan hal itu. Tetapi ia berkata, "Hai perempuan, di manakah
mereka? Tidak adakah seorang menghukum engkau?" Jawabnya, "Tidak
ada, Tuhan." Lalu kata Yesus, "Aku pun tidak menghukum engkau.
Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi. (Yoh 8:10-11)"
Cobalah kita bayangkan bagaimana perempuan ini pulang ke rumahnya.
Tentu ia bersukacita karena telah dibebaskan. Yesus dikirim bukan
untuk menghukum, melainkan untuk memberi hidup kepada sekalian orang
yang mau percaya kepada-Nya.
Marilah kita mengikuti teladan Tuhan kita. Pekerjaan kita adalah
memberikan kabar pengharapan kepada mereka yang telah terhukum oleh
dosa-dosanya sendiri. Kita harus mendekati mereka dengan kasih-Nya,
memandang mereka sebagaimana Yesus memandangnya.
MENUNJUKKAN RASA HORMAT
Tujuan memberikan contoh tentang bagaimana sikap hormat itu adalah
agar penginjilan pribadi kita dapat mendatangkan hasil. Kita telah
berbicara tentang pentingnya mengetahui bagaimana mendekati orang-
orang yang umurnya atau kedudukannya berbeda dengan kita. Banyak
contoh tentang hal ini terdapat dalam Alkitab.
Lihatlah cara seorang gadis kecil Israel berbicara kepada nyonyanya.
Ia mengatakan, "Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu,
maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya. (2
Raj. 5:3)"
Pendekatan seperti itu sangat bijaksana. Karena ia masih sangat
muda, menjadi budak dan tinggal di negeri asing, gadis itu hanya
dapat menyarankan apa yang pada hematnya dapat menolong mereka.
Ketika ia melakukan hal itu, ternyata hasilnya positif dan tuannya,
Naaman mengikuti nasihatnya.
Di samping itu, ketika nabi menyuruh Naaman pergi dan membasuh
dirinya di Sungai Yordan, bisa saja ia mengambil keputusan yang
salah. Karena kedudukannya yang tinggi itu, ia tidak mau membasuh
dirinya dalam air yang kotor. Ia hendak kembali pulang tanpa
menjalankan apa yang dipesankan nabi. Tetapi pegawai-pegawainya
mendekati dia dan berkata, "Bapa, seandainya nabi itu menyuruh
perkara yang sukar kepadamu, bukankah bapa akan melakukannya?
Apalagi sekarang, ia hanya berkata kepadamu: Mandilah dan engkau
akan menjadi tahir. (2 Raj. 5:13)"
Pendekatan yang positif dan berhati-hati itu membuat tuannya mau
merendahkan diri dan masuk dalam sungai Yordan dengan airnya yang
kotor. Akibatnya, Ia sembuh sama sekali. Di daerah saya ada banyak
desa yang terbuka untuk Injil oleh karena pendekatan yang positif.
Tetapi juga ada desa-desa yang masih tertutup karena pendekatan yang
salah, sekalipun maksud pekerja-pekerja itu benar.
Pada suatu hari, ada seorang datang kepada Raja Daud yang sedang
duduk di atas takhtanya. Orang itu berkata, "Marilah kita pergi ke
rumah Tuhan." Dan Raja Daud menjawab dengan penuh sukacita, "Aku
bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku, mari kita pergi ke
rumah Tuhan. (Mzm. 122:1)" Ini juga merupakan suatu pendekatan
positif dari seorang yang sederhana kepada raja Israel.
Adakalanya pendekatan yang benar itu berterus-terang dan keras.
Tetapi kita harus merasa pasti bahwa kita senantiasa dipimpin oleh
Roh Kudus.
MENARUH PERHATIAN
Dalam penginjilan pribadi, kita harus menaruh perhatian yang lebih
besar terhadap kebutuhan orang-orang lain. Sebagai orang-orang yang
diutus oleh Kristus, kita harus belajar berjalan di tempat Ia
berjalan dan membiarkan hati kita tersentuh oleh kebutuhan-kebutuhan
yang ada di sekitar kita.
Mungkin kebutuhan manusia di tempat yang satu berbeda dengan
kebutuhan di tempat yang lain. Tetapi pada dasarnya semua kebutuhan
itu sama. Yesus diundang ke perjamuan kawin. Ia pergi dan karena Ia
ada di pesta itu, maka ia dapat memenuhi kebutuhan yang ada.
Andaikata Yesus menolak undangan itu, apa yang akan terjadi?
Pertama, kesukaan perkawinan itu akan berubah menjadi kesedihan.
Kedua, Ia akan kehilangan kesempatan untuk melakukan mukjizat, dan
kita tidak akan mendengar pemeliharaan dan perhatian-Nya yang penuh
kasih (Yoh. 2:11).
Pada waktu seorang perempuan Sidon berseru kepada Yesus demi anak
perempuannya yang dirasuk Setan, Yesus mendengar dan memenuhi
kebutuhannya. Meskipun pelayanan Yesus dalam dunia ini terbatas pada
wilayah Israel, namun ia tidak menolak atau pun acuh tak acuh
terhadap seruan perempuan ini. Sungguh, Yesus menangis bersama orang
yang menangis dan bersukacita bersama orang yang berbahagia. Kita
telah diberikan tugas yang sama.
Pada tahun 1974, saya dan seorang diaken mengadakan perjalanan
penginjilan dari kampung ke kampung. Kami mengundang orang-orang
untuk datang ke kebaktian malam dan menceritakan Kabar Baik tentang
Kristus kepada mereka.
Di salah satu kampung kami menjumpai seorang perempuan yang baru
ditinggal mati anaknya. Banyak orang datang menghiburnya. Kami
menceritakan pengalaman Hawa ketika ia kehilangan anaknya, dan
bagaimana Allah menghiburnya dengan memberikan seorang anak yang
lain (Kej. 4:25). Juga kami bercerita tentang Raja Daud yang juga
mengalami kedukaan dan bagaimana Allah telah menghiburnya.
Hati kedua orang tua itu terbuka. Kami dapat melihatnya. Mereka
kemudian meminta kami berdoa. Kami berdoa agar Allah menghibur
mereka seperti Ia menghibur Hawa dan orang-orang lain.
Satu tahun kemudian, perempuan ini melahirkan seorang anak perempuan
yang manis. Ia merasakan penghiburan Allah secara pribadi. Satu hal
yang disesalkan oleh kedua orang tua ini ialah bahwa mereka tidak
bertemu dengan Kristus sebelumnya.
Oleh karena kami menaruh perhatian terhadap kebutuhan mereka, maka
Allah dapat melakukan perkara-perkara yang indah dalam hidup mereka.
Melalui kesaksian mereka, orang lain di desa itu menerima Kristus.
Nah, sekarang tibalah saatnya kita mulai mempraktikkan apa yang
telah kita pelajari dari kebenaran Allah.
Bahan diambil dan diedit dari sumber:
Judul Majalah | : | Sahabat Gembala, Januari - Pebruari 1997 |
Judul Artikel | : | Pendekatan yang Wajar dan Positif |
Penulis | : | Joharis Seneng |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung |
Halaman | : | 40 - 45 |
|