PENTINGNYA MISI DI HATI ALLAH
Allah sangat serius dengan misi karena sesungguhnya misi adalah isi
hati Allah sendiri. Hal ini dinyatakan dengan sangat serius dalam
seluruh Alkitab. Keseluruhan kitab suci, dari kitab Kejadian sampai
kitab Wahyu, terus menyatakan kasih Allah secara konsisten kepada
manusia yang berdosa. Kasih Tuhan adalah bagi segala bangsa. Lebih
dari enam ratus kali kata bangsa dan suku bangsa muncul dalam
Alkitab. Yesus Kristus telah mati di kayu salib mencurahkan darah-
Nya untuk menebus segala bangsa, kaum, dan bahasa agar mereka
menjadi kepunyaan Allah bagi kemuliaan Allah Bapa. Itulah misi Allah
di dalam dan melalui diri Kristus yang datang ke dalam dunia ini.
Sesungguhnya, merupakan hak istimewa bagi setiap orang percaya untuk
terlibat dalam pekerjaan misi Allah bagi dunia ini. Tugas ini begitu
istimewa karena kita yang sebenarnya tidak layak telah dilayakkan-
Nya untuk ambil bagian di dalam pekerjaan mulia tersebut sebagai
rekan-rekan sekerja Allah. Keseriusan perhatian Allah akan misi
dapat kita lihat dari istilah "mengutus" dan "mengirim" dalam Lukas
10:1,2 (LAI). Kata "mengutus" yang pertama dipakai dalam Lukas 10:1,
dalam bahasa aslinya (Yunani) adalah "apostello". Dari kata inilah
kata "apostle" berasal, yang artinya rasul. "Apostello" berarti
diutus baik-baik dengan hormat dan otoritas. Dengan cara ini Allah
mau agar orang percaya membagikan Kabar Keselamatan itu kepada
dunia. Murid-murid diutus baik-baik, di-apostello oleh Tuhan Yesus.
Sebaliknya, kata kedua yang dipakai dalam Lukas 10:2 adalah
"Ekballo". "Ekballo" berarti di lempar, di tendang, di utus dengan
paksa. Tuhan bisa memakai berbagai cara untuk mengutus dengan paksa
orang percaya pergi ke ladang misi.
"Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit" (Luk. 10:2). Artinya,
antara ladang misi dan tenaga pekerjanya tidak seimbang. Jika orang
percaya tidak mau di-apostello, diutus secara baik-baik untuk pergi,
Tuhan bisa meng-ekballo orang percaya untuk pergi. Hal ini terjadi
supaya bangsa-bangsa lain mendapat kesempatan untuk mendengarkan
Kabar Baik itu.
KISAH GEREJA MULA-MULA
Buku Kisah Para Rasul melatarbelakangi sejarah gelap bangsa Israel.
Mereka berada dalam penjajahan selama lebih dari lima ratus tahun.
Sewaktu Kisah Para Rasul ini terjadi mereka telah berada dalam
penjajahan Romawi kurang lebih sembilan puluh tahun. Dalam masa
penjajahan itu, `krisis` yang berkepanjangan dialami oleh bangsa
Israel baik krisis ekonomi maupun sosial dan politik. Kemiskinan
merajalela, kebebasan berpolitik tidak dialami oleh bangsa Israel.
Rakyat sangat miskin dan tertindas. Mereka sangat mendambakan
kemerdekaan, kebebasan yang akan memberikan kelegaan kepada mereka.
Itulah sebabnya ketika berada di bukit Zaitun bersama Tuhan Yesus
para murid bertanya, "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan
kerajaan bagi Israel?" (Kis. 1:6).
Agaknya, itu menjadi semacam doa yang merindukan kemerdekaan,
kebebasan dan pemulihan dari krisis yang berkepanjangan. Doa dan
harapan yang wajar, sebagaimana doa kita pada saat ini untuk bangsa
Indonesia. Apalagi para murid sudah mengenal Tuhan Yesus yang sangat
mengasihi mereka dan dunia. Namun sesungguhnya, Tuhan mempunyai
rencana lain yang lebih indah untuk mereka lebih dari sekadar
kemerdekaan dan pemulihan sosial, ekonomi, dan politik. Pada ayat 7
Yesus menjawab, "Engkau tidak perlu mengetahui masa depan dan waktu
yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya."
Bapa berkuasa melakukan itu jika Dia mau, bahkan pada saat itu juga
untuk memulihkan kerajaan Israel. Tetapi ada hal yang jauh lebih
penting dari itu yang disampaikan-Nya dalam ayat 8.
"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas
kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh
Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kis. 1:8)
Beberapa hal yang bisa kita catat dalam ayat ini ialah sebagai
berikut.
- Misi di tengah krisis.
Ketika Tuhan memberikan mandat ini, murid-murid-Nya yang pertama
adalah bagian dari masyarakat Palestina yang pada masa itu sedang
menghadapi krisis dan kemiskinan yang luar biasa. Namun, di tengah-
tengah kondisi seperti itulah Tuhan justru menganugerahkan
kesempatan bagi mereka untuk menjadi saksi-saksi-Nya. Tuhan tidak
berjanji untuk memulihkan bangsa Israel dulu baru kemudian mereka
mampu menjadi saksi-Nya. Bahkan kerinduan, doa, dan pengharapan
mereka untuk pemulihan dan kemerdekaan bangsanya baru dijawab pada
tahun 1947 ketika Israel merdeka sebagai satu negara. Itu berarti
lebih dari 1900 tahun kemudian.
Di sinilah titik tolak misi para rasul yang dimulai dari krisis
ekonomi dan politik. Misi tidak dimulai dengan kebesaran, kekayaan,
dan kemegahan gereja serta anggota jemaat yang banyak, tapi dari
situasi kemiskinan dan krisis. Dari sekelompok orang yang dipandang
remeh dan orang-orang sederhana, Tuhan berkenan memakai mereka agar
kuasa-Nya dapat dinyatakan. Misi dimulai bukan dengan menunggu
sampai gereja menjadi besar dahulu, mapan dan anggotanya banyak.
Jemaat mula-mula hanyalah suatu persekutuan kecil yang terdiri dari
beberapa orang saja yaitu para murid dan `anggota keluarga` Tuhan
Yesus (Kis. 1:13-14). Sesungguhnya dasar pelaksanaan misi bukanlah
uang, kekuasaan, atau kemapanan tetapi Amanat Agung Tuhan Yesus,
hati Tuhan Yesus untuk dunia ini.
Roh Kudus adalah Penggerak Misi.
Tuhan Yesus tidak berkata bahwa kalau kamu sudah kaya, jemaatmu
sudah besar dan mapan, barulah kamu akan melakukan pekerjaan misi.
Akan tetapi Dia berkata, "Kalau Roh Kudus turun atas kamu, kamu akan
menjadi saksi-Ku".
Prinsip yang terutama adalah Roh Kudus yang diberikan kepada orang
percaya agar memiliki kuasa untuk menjadi saksi-Nya. Roh Kuduslah
yang menjadi penggerak misi orang percaya, bukan uang maupun
kemapanan organisasi. Kuasa Roh Kuduslah sumber daya misi yang
sejati.
Orang percaya diberikan kuasa Roh Kudus untuk menjadi saksi Tuhan.
Kata saksi dalam ayat ini adalah "martureo" yang artinya bersaksi.
Dari kata inilah kita mengenal istilah "marturia". Bersaksi bukan
berarti menjadi pengkhotbah atau pendeta walaupun itu merupakan
salah satu bentuk dari kesaksian juga. Bersaksi merupakan totalitas
seluruh hidup kita melalui perkataan dan perbuatan. Bersaksi melalui
perbuatan seringkali berbicara jauh lebih keras daripada perkataan
kita. Bersaksi bisa juga berarti mengatakan dan menjadi saksi mata
kebenaran Kristus, pribadi dan karya-Nya, sehingga dunia benar-benar
mengaminkan kebenaran itu.
Walaupun karunia-karunia Roh Kudus diberikan untuk memperlengkapi
orang percaya dalam pelayanan, tujuan utamanya tetap satu yaitu agar
nama Tuhan Yesus dipermuliakan dalam keadaan apa pun, di mana pun,
dan kapan pun juga. Bukan hanya di kala kesenangan dan kenyamanan
tapi juga di kala kegelapan yang pekat dan krisis yang
berkepanjangan yang seakan tiada hentinya. Roh Kudus diberikan agar
kita menjadi saksi-Nya agar Injil sampai ke ujung bumi.
Keselamatan adalah untuk Semua Suku Bangsa.
Melihat apa yang Tuhan Yesus katakan dalam Mat. 20:28, "...
jadikanlah segala bangsa murid-Ku ...", istilah segala bangsa dalam
bahasa Yunaninya adalah "panta ta ethne". Frasa tersebut menunjuk
kepada segala suku (ethnic) bangsa. Bukan hanya beberapa suku bangsa
atau sebagian suku bangsa, tetapi semua suku-suku bangsa. Tuhan
Yesus adalah Juruselamat bagi segala suku bangsa yang ada di dunia
ini.
Wilayah geografis untuk bersaksi bagi Tuhan adalah di Yerusalem, di
seluruh Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi. Misi haruslah
menerobos keluar mencapai semua tempat di mana pun Injil dapat di
beritakan dan ini dilakukan pada waktu "Roh Kudus turun atas kamu".
Tidak ada tempat yang terlalu sulit yang tidak dapat dijangkau oleh
Injil karena Roh Kuduslah yang memberikan kuasa kepada kita untuk
menjadi saksi-Nya. Kata "dan" yang dipakai di sini memakai kata
"kai" dalam bahasa Yunani yang artinya, `sekaligus`. Menyaksikan
Yesus bukan berarti hanya di Yerusalem; lalu setelah semua Yerusalem
diinjili baru ke seluruh Yudea; setelah pekerjaan "beres" baru ke
Samaria, dan seterusnya. Bukan begitu! Pelayanan kesaksian
(marturia) harus dilakukan di Yerusalem sekaligus ke seluruh Yudea,
sekaligus di Samaria, dan sekaligus sampai ke ujung-ujung bumi.
PENGGENAPAN JANJI ROH KUDUS
Amanat Agung ini tidak pernah diubah atau diralat oleh Tuhan Yesus.
Jadi, sekali pun kita memiliki tugas yang berat dan sangat sibuk di
"Yerusalem" kita, kita tidak boleh merasa bahwa pelayanan kita di
"Yerusalem" ini paling penting dari yang lain. Dalam Kisah Para
Rasul 2, janji Tuhan Yesus digenapi dengan turunnya Roh Kudus pada
hari Pentakosta.
"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-
kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu
kepada mereka untuk mengatakannya. Bagaimana mungkin kita masing-
masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri,
yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: kita orang Partia,
Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan
Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang
berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, baik orang
Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab,
kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang
perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah." (Kis. 2:4, 8-11).
AKIBAT TURUNNYA ROH KUDUS
Sebagai akibat turunnya Roh Kudus, para murid Yesus bersaksi dengan
sangat berani. Petrus berkhotbah dengan jelas dan tegas tentang
Injil Kristus dengan didampingi kesebelas rasul (Kis. 1:14-40).
Petrus yang tadinya pengecut dan pernah menyangkal Tuhan Yesus kini
tampil beda karena Roh Kudus. Sebagai akibat dari khotbah yang
diurapi Roh Kudus, penginjilan pada hari itu menghasilkan kira-kira
tiga ribu petobat baru (Kis. 2:41). Dasar kehidupan jemaat (baca:
gereja) mulai diletakkan dengan koinonia (persekutuan), diakonia
(pelayanan kasih), dan marturia (kesaksian penginjilan).
Dalam konteks ini, ketiga trilogi gereja itu tidak akan berjalan
seimbang jika tidak dilandasi dengan metanoia (pertobatan).
Pertobatanlah yang mengubah hati dan pikiran seseorang. Pertobatan
membuat seseorang menempatkan Tuhan sebagai prioritas dalam
pelayanannya. Pertobatan pula yang akan menyingkirkan konflik
kepentingan dalam pelayanan sehingga dalam menerapkan trilogi tiang
gereja itu, kita tidak menekankan satu hal saja, misalnya koinonia
(persekutuan) dengan segala kebutuhan dan penempatan anggaran yang
mengamankan keadaan dan kenyamanan kehidupan kita. Pertobatan akan
memberikan perspektif ilahi dalam memandang dunia ini dan pelayanan
di luar tembok gereja kita. Karena itu pula, jemaat terus bertambah
karena tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan (Kis. 2:47). Tidak dikatakan bahwa Tuhan memberikan
bangunan megah dan besar sebagai gedung gereja walaupun itu tidak
salah dan mungkin diperlukan. Dikatakan bahwa jiwa-jiwalah yang
diselamatkan di mana investasi harta kita diperuntukkan bagi `harta
surgawi` yang membawa kekekalan dan ngengat tidak memakannya.
Pertambahan jumlah jemaat ini juga dikarenakan penambahan yang Tuhan
lakukan. Para murid tidak memegahkan diri dengan mengatakan bahwa
itu hasil pelayanan mereka. Tuhanlah yang bekerja melalui mereka,
bukan mereka yang bekerja keras bagi Tuhan. Semua hanya anugerah-
Nya. Soli Deo Gloria.
Bahan diambil dari sumber:
Judul buku | : | Misi dari dalam Krisis |
Judul artikel | : | Pentingnya Misi di Hati Allah |
Penulis | : | Bagus Surjantoro |
Penerbit | : | Obor Mitra Indonesia, Jakarta, 2003 |
Halaman | : | 1 - 9 |
|
|