LAGU "MALAM KUDUS"
Kita tentu akan merasa ada sesuatu yang kurang kalau ada perayaan
Natal tanpa menyanyikan "Malam Kudus," bukan?
Terjemahan-terjemahan lagu Natal kesayangan itu sedikit berbeda satu
dari yang lainnya, namun secara umum semuanya hampir serupa. Hal itu
berlaku juga dalam bahasa-bahasa asing. Lagu itu begitu sederhana,
sehingga tidak perlu ada banyak selisih pendapat atau perbedaan kata
dalam menerjemahkannya.
"Malam Kudus" sungguh merupakan lagu pilihan, karena dinyanyikan dan
dikasihi di seluruh dunia. Bahkan para musikus ternama rela
memasukkannya pada acara konser dan piringan hitam mereka.
Anehnya, nyanyian yang terkenal di seluruh dunia itu sesungguhnya
berasal dari sebuah desa kecil di daerah pegunungan negeri Austria.
Inilah ceritanya ....
Orgel yang Rusak
Orgel di gereja desa Oberndorf sedang rusak. Tikus-tikus sudah
mengunyah banyak bagian dalam dari orgel itu.
Seorang tukang orgel telah dipanggil dari tempat lain. Tetapi
menjelang Hari Natal tahun 1818, orgel itu masih belum selesai
diperbaiki. Sandiwara Natal terpaksa dipindahkan dari gedung gereja,
karena bagian-bagian orgel yang sedang dibetulkan itu masih
berserakan di lantai ruang kebaktian.
Tentu tidak ada seorang pun yang mau kehilangan kesempatan melihat
sandiwara Natal. Pertunjukan itu akan dipentaskan oleh beberapa
pemain kenamaan yang biasa mengadakan tour keliling. Drama Natal
sudah menjadi tradisi di desa itu, sama seperti di desa-desa lainnya
di negeri Austria.
Untunglah, seorang pemilik kapal yang kaya raya mempunyai rumah
besar di desa itu. Jadi ia mengundang para anggota gereja untuk
menyaksikan sandiwara Natal itu di rumahnya.
Tentu saja Josef Mohr, pendeta pembantu dari gereja itu, diundang
pula. Pada malam tanggal 23 Desember, ia turut menyaksikan
pertunjukan di rumah orang kaya itu.
Sesudah drama Natal itu selesai, Pendeta Mohr tidak terus pulang. Ia
mendaki sebuah bukit kecil yang berdekatan. Dari puncaknya ia
memandang jauh ke bawah, dan melihat desa di lembah yang disinari
cahaya bintang yang gemerlapan. Sungguh malam itu indah sekali ...
malam yang kudus ... malam yang sunyi ....
Hadiah Natal yang Istimewa
Pendeta Mohr baru sampai ke rumah tengah malam. Tetapi ia belum juga
siap tidur. Ia menyalakan lilin, lalu mulai menulis sebuah syair
tentang apa yang telah dilihatnya dan dirasakannya pada malam itu.
Keesokan harinya pendeta muda itu pergi ke rumah temannya. Franz
Gruber, yang juga masih muda, seorang kepala sekolah di desa
Arnsdorf yang letaknya tiga kilometer jauhnya dari Oberndorf. Franz
sendiri juga seorang pemimpin musik di gereja yang dilayani oleh
Josef Mohr.
Pendeta Mohr lalu memberikan sehelai kertas lipatan kepada kawannya.
"Inilah hadiah Natal untukmu," katanya, "sebuah syair yang baru saja
saya karang tadi malam."
"Terima kasih, pendeta!" balas Franz Gruber.
Setelah mereka berdua diam sejenak, lalu pendeta muda itu bertanya:
"Mungkin engkau dapat membuat lagunya, ya?"
Franz Gruber senang atas saran itu. Segera ia mulai bekerja dengan
syair hasil karya Josef Mohr.
Pada sore harinya, tukang orgel itu sudah cukup membersihkan ruang
kebaktian sehingga gedung gereja dapat dipakai lagi. Tetapi orgel
itu sendiri masih belum dapat digunakan.
Penduduk desa berkumpul untuk merayakan Malam Natal. Dengan
keheranan mereka menerima pengumuman, bahwa termasuk pada acara
malam itu ada sebuah lagu Natal yang baru.
Franz Gruber sudah membuat aransemen khusus dari lagu ciptaannya
Mohr -- untuk dua suara, diiringi oleh gitar dan koor. Mulailah dia
memetik senar pada gitar yang tergantung di pundaknya dengan tali
hijau. Lalu ia membawakan suara bas, sedangkan Josef Mohr
menyanyikan suara tenor.
Paduan suara gereja bergabung dengan duet itu pada saat-saat yang
telah ditentukan. Dan untuk pertama kalinya lagu "Malam Kudus"
diperdengarkan.
Bagaimana Tersebar?
Tukang orgel turut hadir dalam kebaktian Malam Natal itu. Ia senang
sekali mendengarkan lagu Natal yang baru. Mulailah dia bersenandung,
mengingat not-not melodi itu dan mengulang-ulangi kata-katanya.
"Malam Kudus" masih tetap bergema dalam ingatannya pada saat ia
selesai memperbaiki orgel di Oberndorf, lalu pulang.
Sekarang masuklah beberapa tokoh baru dalam ceritanya, yaitu:
Strasser bersaudara. Keempat gadis Strasser itu adalah anak-anak
seorang pembuat sarung tangan. Mereka berbakat luar biasa di bidang
musik.
Sewaktu masih kecil, keempat gadis cilik itu suka menyanyi di pasar,
sedangkan ayah mereka menjual sarung tangan buatannya. Banyak orang
mulai memperhatikan mereka, dan bahkan memberi mereka uang atas
nyanyiannya.
Demikian kecilnya permulaan karier keempat gadis Strasser itu, hanya
sekedar menyanyi di pasar. Tetapi mereka cepat menjadi tenar. Mereka
sempat berkeliling ke banyak kota. Yang terutama mereka tonjolkan
ialah lagu-lagu rakyat dari tanah air mereka, yakni dari daerah
pegunungan negeri Austria.
Tukang orgel tadi mampir ke rumah keempat Strasser bersaudara. Di
hadapan mereka, ia pun menyanyikan lagu Natal yang baru saja ia
pelajari dari kedua penciptanya di gereja desa itu.
Salah seorang dari keempat wanita itu menuliskan kata-kata dan not-
not yang mereka dengarkan dari tukang orgel teman mereka. Dengan
berbuat demikian mereka pun dapat menghafalkannya.
Keempat wanita itu senang menambahkan "Malam Kudus" pada acara
mereka. Makin lama makin banyak orang yang mendengarnya, sehingga
lagu Natal itu mulai dibawa ke negeri-negeri lain pula.
Pernah seorang pemimpin konser terkenal mengundang keempat kakak-
beradik dari keluarga Strasser itu untuk menghadiri konsernya.
Sebagai atraksi penutup acara yang tak diumumkan sebelumnya, ia pun
memanggil keempat wanita itu untuk maju ke depan dan menyanyi.
Antara lain, mereka menyanyikan "Malam Kudus," yang oleh mereka
diberi judul "Lagu dari Surga."
Raja dan ratu daerah Saksen menghadiri konser itu. Mereka mengundang
rombongan penyanyi Strasser itu untuk datang ke istana pada Malam
Natal. Tentu saja di sana pun mereka membawakan lagu "Malam Kudus."
Rahasia Asal Usulnya
Lagu Natal yang indah itu umumnya dikenal hanya sebagai "lagu
rakyat" saja. Tetapi sang raja ingin tahu siapakah pengarangnya.
Pemimpin musik di istana, yaitu komponis besar Felix Mendelssohn
(lihatlah pasal 14 dari JILID 3 dalam seri buku ini), juga tidak
tahu tentang asal usul lagu Natal itu.
Sang raja mengirim seorang utusan khusus untuk menyelidiki rahasia
itu. Utusannya hampir saja pulang dengan tangan kosong. Lalu secara
kebetulan ia mendengar seekor burung piaraan yang sedang bersiul.
Lagu siulannya tak lain ialah "Malam Kudus"!
Setelah utusan raja tahu bahwa burung itu dulu dibawa oleh seseorang
dalam perjalanannya dari daerah pegunungan Austria, maka pergilah
dia ke sana serta menyelidiki lebih jauh. Mula-mula ia menyangka
bahwa barangkali ia akan menemukan lagu itu dalam naskah-naskah
karangan Johann Michael Hayden, seorang komponis bangsa Austria yang
terkenal. (Lihatlah pasal 6 dari JILID 3 dalam seri buku ini.)
Tetapi semua penelitiannya itu ternyata sia-sia.
Walau demikian, usaha utusan raja itu telah menimbulkan rasa ingin
tahu pada penduduk setempat. Seorang pemimpin koor anak-anak merasa
bahwa salah seorang muridnya mungkin pernah melatih burung yang
pandai menyanyikan "Malam Kudus" itu. Maka ia pun menyembunyikan
diri sambil bersiul meniru suara burung tersebut.
Tak lama muncullah seorang anak laki-laki, mencari burung piaraannya
yang sudah lama lolos. Ternyata anak itu bernama Felix Gruber. Dan
lagu yang sudah termasyhur itu, yang dulu diajarkan kepada burung
piaraannya, ditulis asli oleh ayahnya sendiri!
Demikianlah seorang bocah dan seekor burung turut mengambil peranan
dalam menyatakan kepada dunia luar, siapakah sebenarnya yang
mengarang "Lagu Natal dari Desa di Gunung" itu.
Tanda Pengenal Orang Kristen
Setelah satu abad lebih, "Malam Kudus" sesungguhnya menjadi milik
bersama seluruh umat manusia. Bahkan lagu Natal itu pernah dipakai
secara luar biasa, untuk menciptakan hubungan persahabatan antara
orang-orang Kristen dari dua bangsa yang sangat berbeda bahasa dan
latar belakangnya.
Pada waktu Natal tahun 1943, seluruh daerah Lautan Pasifika diliputi
oleh Perang Dunia Kedua. Beberapa minggu setelah Hari Natal itu,
sebuah pesawat terbang Amerika Serikat mengalami kerusakan yang
hebat dalam peperangan, sehingga jatuh ke dalam samudra di dekat
salah satu pulau Indonesia.
Kelima orang awak kapal itu, yang tubuhnya penuh luka, terapung-
apung pada pecahan-pecahan kapalnya yang sudah tenggelam. Lalu
nampak pada mereka beberapa perahu yang makin mendekat. Orang-orang
yang asing bagi mereka itu mendayung dengan cepatnya dan segera
mengangkat mereka masuk ke dalam perahu-perahunya.
Penerbang-penerbang bangsa Amerika itu ragu-ragu dan curiga:
Apakah orang-orang ini masih di bawah kuasa Jepang, musuh mereka?
Apakah orang-orang ini belum beradab, dan hanya menarik mereka dari
laut untuk memperlakukan mereka secara kejam?
Segala macam kekuatiran terkilas pada pikiran mereka, karena mereka
sama sekali tak dapat berbicara dalam bahasa para pendayung berkulit
coklat itu. Sebaliknya, orang-orang tersebut sama sekali tak dapat
berbicara dalam bahasa Inggris. Rupa-rupanya tiada jalan untuk
mengetahui dengan pasti, apakah tentara angkatan udara itu telah
jatuh ke dalam tangan kawan atau lawan.
Akhirnya, sesudah semua perahu itu mendarat di pantai, salah seorang
penduduk pulau itu mulai menyanyikan "Malam Kudus." Kata-kata dalam
bahasa Indonesia itu masih asing bagi para penerbang yang capai dan
curiga. Tetapi lagunya segera mereka kenali. Dengan tersenyum tanda
perasaan lega, turutlah mereka menyanyi dalam bahasa mereka sendiri.
Insaflah mereka sekarang bahwa mereka sudah jatuh ke dalam tangan
orang-orang Kristen sesamanya, yang akan melindungi dan merawat
mereka.
Lagu Duniawi dan Surgawi
Bagaimana dengan sisa hidup kedua orang yang mula-mula menciptakan
lagu "Malam Kudus"?
Josef Mohr hidup dari tahun 1792 sampai tahun 1848. Franz Gruber
hidup dari tahun 1787 sampai tahun 1863. Kedua orang itu terus
melayani Tuhan bertahun-tahun lamanya dengan berbagai-bagai cara.
Namun sejauh pengetahuan orang, mereka tidak pernah menulis apa-apa
lagi yang luar biasa. Nama-nama mereka pasti sudah dilupakan oleh
dunia sekarang ... kecuali satu kejadian, yaitu: Pada masa muda
mereka pernah bekerja sama untuk menghasilkan sebuah lagu pilihan.
Gereja kecil di desa Oberndorf itu dilanda banjir pegunungan pada
tahun 1899, sehingga hancur luluh. Sebuah gedung gereja yang baru
sudah dibangun di sana. Di sebelah dalamnya ada pahatan dari marmer
dan perunggu sebagai peringatan lagu "Malam Kudus."
Pahatan itu menggambarkan Pendeta Mohr, seakan-akan ia sedang
bersandar di jendela, melihat keluar dari rumah Tuhan di surga.
Tangannya ditaruh di telinga. Ia tersenyum sambil mendengar suara
anak-anak di bumi yang sedang menyanyikan lagu Natal karangannya. Di
belakangnya berdiri Franz Gruber, yang juga tersenyum sambil memetik
gitarnya.
Sungguh tepat sekali kiasan dalam pahatan itu! Seolah-olah seisi
dunia, juga seisi surga, turut menyanyikan "Lagu Natal dari Desa di
Gunung" itu.
Sumber diambil dari:
Situs GEMA (Gudang Elektronik Media Audio)
==> http://www.sabda.org/gema/index.php?n=artikel&id=28
e-JEMMi 50/2005