You are hereArtikel Misi / Allah Dalam "Agama Sepupu" dan Inkarnasi Tuhan Dalam Yesus Kristus 1

Allah Dalam "Agama Sepupu" dan Inkarnasi Tuhan Dalam Yesus Kristus 1


"Agama sepupu" adalah sebuah kebudayaan teosentris. Seluruh aspek keberadaannya berkisar pada satu titik pusat: Allah.

Pengakuan iman setiap "saudara sepupu" adalah "Tiada Tuhan selain Allah". Kesatuan Allah dalam "saudara sepupu" adalah lubang jarum penguji yang harus dilalui oleh semua pendapat dan sikap lain terhadap Tuhan. Penyatuan ini tidak boleh dikaburkan dengan penyatuan pada hal-hal ketuhanan. Allah hanya ada satu. Semua tuhan yang lain tidak ada artinya di mata "saudara sepupu". Siapa pun yang mengakui keberadaan tuhan-tuhan yang lain selain Allah adalah seorang penghujat.

Siapa pun yang menanyakan sifat-sifat Allah akan mendapati sebuah daftar yang berisi 99 nama-Nya yang terindah; 72 di antaranya digunakan dalam "Kitab Suci sepupu" sebanyak 1.286 kali. Kadang-kadang gelar-gelar tersebut saling bertentangan, bahkan saling menyangkal. Teolog "saudara sepupu", Al-Ghazali menulis, "Allah adalah segala sesuatu dan segala ketiadaan. Dia tidak bisa dijangkau oleh pikiran manusia dan lebih besar dari yang dapat kita pahami; Dia bertakhta dan memerintah segala sesuatu dan merupakan satu-satunya pengendali alam semesta."

Inilah arti sebenarnya dari seruan "saudara sepupu" untuk iman dan peperangan, "Allahu Akbar," yang diucapkan pada sejumlah peristiwa dari bibir mereka. Seruan ini bergema 40 kali sehari di atas atap kota-kota dan desa-desa dari pengeras suara yang terpasang di menara-menara rumah ibadah mereka. Seruan ini merangkum keimanan "saudara sepupu": Allah yang lebih besar, lebih kuat, lebih bijaksana, lebih indah, dan lebih arif daripada yang dapat kita bayangkan; Dia lebih arif dari semua kebijaksanaan dan yang terbaik dari para hakim pada hari penghakiman; Dia sangat berbeda dan tak terbandingkan; Dia melampaui segala sesuatu, Tuhan yang jauh, Mahahadir, dan tidak bisa didekati. Setiap pemikiran mengenai Allah tidaklah memadai dan palsu. Dia tidak bisa dipahami, hanya disembah.

"Agama sepupu" adalah sebuah "agama penyembah". Lima kali sehari "saudara sepupu" sujud menyembah di hadapan Allah sampai 34 kali: masing-masing dengan dahi sampai menyentuh tanah. Setiap "saudara sepupu" yang sujud menyembah adalah penafsiran yang gamblang mengenai kata dalam bahasa Arab "Agama sepupu", yang berarti "pembebasan", "menyerah", dan "tunduk".

Pengabdian yang ditujukan kepada Allah tidak menjamin adanya anugerah. Hal ini hanyalah sebagian dari "dibenarkan karena perbuatan" mereka, yang berdasar pada komitmen untuk bersaksi tentang syahadat, ibadah harian, puasa resmi selama Ramadan, bersedekah, dan perjalanan ziarah ke Mekah. Dalam Kitab Suci, melakukan kewajiban keagamaan dilihat sebagai pembayaran hutang, seakan-akan melakukan sebuah transaksi bisnis dengan Allah (Surah 35:29-30). Yang Mahakuasa memperhitungkan dengan cepat dan akurat setiap perbuatan baik dan jahat setiap orang; Dia menimbang semua perkataan dan pemikiran satu sama lain, dan menghadiahi sebuah pembenaran dari segala kesalahan pada hari penghakiman.

Kecemasan akan Hari Penghakiman, puncak dari "agama sepupu", meningkatkan ketakutan "saudara sepupu" pada Allah. Mereka berdiri dengan hormat di depan penguasa anonim segala ciptaan dan takut akan penghakiman yang kekal. Tidak satu pun "saudara sepupu" yang tahu pasti apa yang menunggu mereka pada "hari penghakiman". Sebuah masa depan yang gelap membentang di depan mereka.

Menurut "iman sepupu", Allah adalah penguasa yang tidak terbantahkan dan raja yang memerintah dengan sewenang-wenang. Tidak seorang pun yang tahu, mengapa dia memimpin beberapa orang menuju surga atau mengapa neraka adalah takdir bagi yang lain. "Saudara sepupu" sujud menyembah sampai ke tanah di hadapan Allah seperti seorang budak di depan tuannya, yang tidak tahu apakah dia akan mendapatkan hidup atau mati, berkat atau kutuk. Budak itu merindukan rahmat dan "niat" tulusnya hanyalah untuk menyembah Tuhan yang sejati, yang sebenarnya tidak membawa jaminan akan kehidupan yang kekal.

Allah -- Bukan Tritunggal

"Saudara sepupu" sejak dari masa kanak-kanak berpikir bahwa orang Kristen percaya kepada tiga Tuhan. Mereka secara konsisten diperingatkan untuk tidak melakukan "dosa dari segala dosa" ini. Kenyataan bahwa ada Bapa, Putra, dan Roh Kudus terdengar seperti sebuah penghujatan untuk "saudara sepupu" dan sama artinya dengan melanggar titah pertama: "Janganlah ada allah lain dihadapan-Ku." Siapa pun yang mengaku bahwa ada seseorang atau beberapa orang yang seperti tuhan selain Allah, melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Hal ini sejajar dengan dosa terhadap Roh Kudus (Surah 4:48 dan 116).

"Saudara sepupu" tidak tahu realitas tentang Tuhan Tritunggal, ataupun ingin mengetahuinya. Ia akan menolaknya dengan tegas. "Saudara sepupu" merasa muak ketika seorang Kristen mencoba menjelaskan tentang Trinitas kepadanya. "Tiga tidak mungkin satu, dan satu bukanlah tiga," adalah jawaban klise mereka. Allah dalam "agama sepupu" tidak memerlukan seorang penolong, pengantara, ataupun rekan. Hanya Dia yang agung. Tidak ada satu pun yang seperti diri-Nya.

Tiga serangkai Ilahi, di mata "saudara sepupu", membawa kemungkinan akan suatu pemberontakan dari salah satu Tuhan melawan yang lain. Kecemburuan, ambisi, kebencian, dan kritik akan menjadi tak terhindarkan. Pada kepemimpinan sebuah "negara sepupu" biasanya hanya terdapat "seorang penguasa". Lawan-lawannya dibasmi. Dengan cara yang sama, Allah hanya ada satu.

Misteri bahwa Tuhan kita adalah kasih tetap tersembunyi bagi "saudara sepupu". Bapa mengasihi Anak selamanya. Dia bukanlah sebuah pribadi yang egois yang hanya mengasihi diri-Nya sendiri. Melalui Dia, sang "Firman", Ia menciptakan alam semesta. Setelah kematian penebusan Yesus demi pendamaian, Bapa menganugerahkan segala kuasa di bumi dan di surga ke dalam tangan sang Penakluk yang bangkit. Hari ini, Roh Kudus sedang melengkapi karya sang Anak dalam gereja-Nya. "Saudara sepupu" tidak melihat apa pun dari hal ini. Mereka juga tidak mengerti bahwa Roh Kudus tidak pernah memuliakan diri-Nya sendiri, namun memuliakan Anak, dan sang Anak terus-menerus memuliakan Bapa, yang telah menentukan sang Pemenang atas dosa, maut, dan neraka di tangan kanan-Nya. Hubungan kerohanian seperti itu dalam Trinitas yang Kudus seluruhnya asing untuk "Saudara sepupu". Mereka tidak ingin memahami arti kata-kata Yesus: "Aku dan Bapa adalah satu", atau "Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Dia". Kasih, kerendahan hati, dan penyangkalan diri, dalam "agama sepupu", tidak timbul sebagai dasar setiap otoritas kerohanian. Allah berbeda. Dialah satu-satunya yang harus ditinggikan dari awal sampai akhir, soliter, dan tak terjangkau.

Dengan penolakan akan Tuhan Tritunggal, "agama sepupu" telah menghakimi dirinya sendiri. Orang-orang Kristen mengakui bahwa pada masa kemunculan Kristus, makna terdahulu dari kata "Tuhan" telah berubah. Bapa, Putra, dan Roh Kudus berada dalam penyatuan rohani. Yesus dalam doa terakhir-Nya menyatakan, "Kita adalah satu" (Yohanes 17:22). Di sini, kejamakan menegaskan ketunggalan untuk mengungkapkan rahasia Tuhan kita.

"Agama sepupu" menolak apa pun yang berhubungan dengan realitas trinitas kita. "Nabi sepupu" menekankan, "Percayalah kepada Allah dan Utusan-Nya, dan jangan katakan 'tiga,' jauhkan dirimu darinya: hal itu lebih baik untuk kamu. Mereka adalah orang-orang kafir yang mengatakan, 'Allah adalah yang ketiga dari tiga'." (Surah 4:171 dan 5:73)

"Nabi sepupu" menerima sebuah gambaran yang terdistorsi mengenai Trinitas Ilahi ketika para pengikut sektarian mengatakan kepadanya bahwa Yesus telah berkata, "Jadikan aku dan ibuku sebagai tuhan, terpisah dari Allah." (Surah 5:116) Ide ini telah ditolak sejak dari awalnya oleh setiap gereja Kristen dengan berdasar pada Kredo Nikea (325 SM).

Selain penolakan ini, "agama sepupu" juga tidak bisa menoleransi realitas ilahi. Allah sendiri hebat, berdaulat, dan berjaya. Tidak mungkin ada Tuhan lain selain Dia. Dia tidak memerlukan seorang penolong. Tidak ada yang seperti Dia. Seluruh keberadaan "agama sepupu" menolak Tuhan Tritunggal.

Allah -- Bukanlah Bapa

Pengakuan bahwa Tuhan adalah seorang Bapa merupakan sebuah ide yang menjijikkan bagi "saudara sepupu", bahwa Tuhan telah tidur dengan Maria, dan telah memiliki seorang putra tunggal. Nama "Bapa" tidak akan terpahami dalam "agama sepupu" dalam hal kerohanian, namun hanya literal. Allah tetap satu-satunya yang diagungkan, Tuhan yang kudus dan jauh, yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan manusia. Ide bahwa Allah menjadi seorang ayah menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam diri "saudara sepupu".

Inilah titik yang tepat, di mana Kabar Baik menegaskan iman kita. Tuhan menjadi manusia dalam Yesus Kristus. Dia tidak lagi menjadi seorang pencipta yang jauh, asing, dan tidak diketahui, namun telah mengungkapkan diri-Nya sendiri sebagai seorang Bapa yang "intim dan penuh kasih." Tuhan telah mengikatkan diri-Nya dalam sebuah cara sebagai seorang Bapa pada setiap orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

Pemahaman Perjanjian Lama akan Tuhan semakin diperdalam oleh penekanan Yesus pada nama "Bapa". Inilah revolusi teologis yang diperkenalkan oleh Yesus ke dalam iman monoteistik yang dingin dari orang Yahudi. Namun, orang Yahudi menolak ke-Bapa-an Tuhan dan melihatnya sebagai penghujatan yang mutlak (Matius 26:65; Yohanes 10:33-36), seperti halnya "agama sepupu" yang geram pada realitas Allah Bapa.

Sudahkah Anda mengalami bahwa Yesus tidak memandu kita untuk berdoa pada Elohim, pada Yahweh, pada Tuhan Yang Mahakuasa, tidak juga pada diri-Nya sendiri, namun mengungkapkan doa pribadi-Nya kepada kita, sehingga kita sebagai anak-anak dapat berkata, "Bapa kami yang di Sorga, Dikuduskanlah nama-Mu!, Datanglah kerajaan-Mu, Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga."? Menyangkal atau membuang makna nama bapa yang sangat penting akan sangat merusak inti Kabar Baik. "Bapa" adalah kata-kata pertama Yesus di kayu salib dan juga "Bapa" yang Dia serukan pada kalimat terakhir-Nya. Yesus mengungkapkan rahasia terdalam akan esensi Tuhan pada para murid-Nya sebagai dasar dan tujuan perjanjian baru.

Tuhan tidak lagi sebagai Tuhan yang kurang dikenal, yang harus kita panggil dengan sebutan "tuan". Kita memiliki keistimewaan untuk memanggil Bapa Surgawi kita dengan sebutan yang dekat, "Engkau". Roh Tuhan bersaksi bersama roh kita, bahwa kita adalah "anak-anak" Tuhan. Setiap orang Kristen sejati memiliki hubungan langsung dengan Tuhan. Kita bukanlah "budak", namun anak-anak perjanjian baru melalui anugerah Yesus Kristus. "Saudara sepupu" berdoa lebih sering daripada orang Kristen, namun doa-doa resmi mereka terdiri dari sebuah liturgi yang telah ditentukan dan bukanlah sebuah percakapan langsung dengan Tuhan. Dalam "agama sepupu", semua manusia dikategorikan sebagai para budak yang diciptakan untuk menyembah Allah. Namun, melalui Yesus kita bukanlah budak: kita adalah anak-anak. Pintu menuju Bapa kita terbuka lebar. Doa kita adalah percakapan dengan Tuhan yang langsung dari hati, penuh permohonan, doa untuk orang lain, ucapan terima kasih, dan penyembahan. Kita memiliki sebuah jalur langsung pada seorang Bapa yang mendengarkan kita setiap saat. "Saudara sepupu" juga dapat berseru dengan kata-kata mereka pada Allah, sebagai tambahan pada doa-doa lima waktu yang telah dirancang, namun usaha-usaha untuk membuat hubungan ini seperti sebuah panggilan ke langit yang kosong. "Saudara sepupu" tidak tahu, apakah seseorang akan mendengarkan dan apakah doanya akan dijawab. Allah terlalu besar untuk mengikatkan diri-Nya pada para penyembah-Nya. "Saudara sepupu" tidak memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan. Hal ini tetap menjadi keistimewaan orang Kristen.

"Agama sepupu" menolak ke-Bapa-an Tuhan, yang berarti telah meletakkan dirinya pada jalan yang mengarah kepada kehancuran. "Saudara sepupu" harus menghadapi segala sesuatu sendirian ketika mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi Hari Penghakiman di hadapan Allah. Tuhan mereka adalah seorang saksi dan hakim yang tidak dapat disuap, di hadapan-Nya tidak ada hubungan kekerabatan dengan siapa pun. Segala macam dosa akan terungkap tanpa ampun. Sangatlah menakutkan jatuh ke dalam tangan Allah. Dia mengeraskan hati kepada siapa pun yang Dia mau, dan menyelamatkan siapa pun yang Dia inginkan. Tidak seorang pun tahu persis apa yang akan Allah putuskan untuk dilakukan pada setiap orang. Namun, Kabar Baik mengungkapkan kehendak Bapa atas kita. Dan, kita tahu bahwa Dia merindukan setiap orang harus diselamatkan dan datang pada pengenalan kebenaran. Oleh karena itu, kita bisa mendekat kepada- Nya pada Hari Penghakiman dengan sangat tenang karena sang Hakim adalah Juru Selamat kita.

Tuhan mengutus anak tunggal-Nya ke dalam dunia yang jahat ini sehingga Dia mendamaikan semua orang dengan diri-Nya. Kristus menanggung dosa setiap orang dan menanggung hukuman menggantikan kita. Bapa tidak melanggar hukum yang suci ketika Dia membenarkan para pendosa, namun menaatinya dengan menggantikannya dengan kematian Kristus. Hanya melalui penyaliban seseorang menerima keistimewaan untuk memanggil Tuhan sebagai Bapa kita. Dia telah memberikan semua penghakiman kepada Putra-Nya, yang akan menghakimi dalam kesatuan penuh dengan Bapa-Nya. Setiap orang yang percaya kepada Bapa melalui Putra telah diselamatkan dari penghakiman (Yohanes 3:16-19; 5:22-23).

Allah -- Bukan Sang Putra

Berbeda dengan agama-agama dunia yang lainnya, "agama sepupu" muncul setelah Kristus hidup di bumi. "Nabi sepupu" sering mencari tahu tentang Yesus dan mengumpulkan informasi mengenai Perjanjian Baru dari orang Kristen Arab, juga dari budak Kristen asing. Waraqa ibn-Naufal, seorang saudara sepupu dari istri "nabi sepupu" yang pertama yaitu Khadijah (yang juga saudara jauh "nabi sepupu"), mungkin adalah seorang pemimpin sebuah gereja rumah di Mekah. "Nabi sepupu" menganalisis kehidupan Yesus dan menerima pernyataan tertentu yang sesuai dengan sistem kepercayaannya. Segala sesuatu yang tidak dia mengerti atau tidak sesuai dengannya ditolak sebagai sesuatu yang salah atau palsu. Dengan cara ini, Kristologi Islam menjadi terbatas pada 93 ayat dalam 15 surat dalam "Kitab Suci sepupu".

"Nabi sepupu" bersaksi dalam banyak ayat di "Kitab Suci sepupu", bahwa Yesus lahir dari perawan Maria. Kelahiran-Nya yang menakjubkan bukan hanya sebuah kepercayaan Kristen, namun juga merupakan sebuah dogma "agama sepupu". "Nabi sepupu" menyebut Yesus sebagai perwujudan "Firman Tuhan" dan suatu "roh dari Dia" (Surah 3:45 dan 4:171). Perbedaan antara "agama sepupu" dan kekristenan dalam pemahaman kelahiran Kristus tercermin dari pengajaran "nabi sepupu" bahwa Kristus tidak "lahir" dari Allah, namun telah "diciptakan" dalam Maria, dari ketiadaan, melalui Firman Yang Mahakuasa. Allah tidak akan pernah dipahami sebagai Bapa dari Yesus, namun hanya sebagai pencipta-Nya. Kristus bukanlah Putra Allah dalam "agama sepupu", namun hanya sebagai seseorang yang menakjubkan, seorang nabi khusus, seorang utusan Allah yang berwenang. Hal ini bertentangan dengan iman semua gereja yang setuju dengan Kredo Nikea bahwa Kristus adalah "Tuhan atas Tuhan, terang atas terang, Tuhan yang Maha, diperanakkan dan bukan diciptakan, menjadi satu esensi dengan Bapa. (t\Rento)

Diterjemahkan dari:

Judul buku : Islam Under The Magnifying Glass
Judul asli bab : Allah In Islam And The Incarnation Of God In Jesus Christ
Penulis : Abd Al Masih
Penerbit : Light of Life, Villach, Austria
Halaman : 13 -- 24

e-JEMMi 28/2012