Sabda Katalog Yayasan Lembaga SABDA Pendidikan Elektronik Study Teologia Awam e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik
e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik
Home | Bahan | Seri

Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan - sistematika

Kategori: Sistematika | Biblika | Praktika | Historika


[Untitled]

Bab I. Manusia dan Penciptaan
A. Manusia Diciptakan oleh Allah
B. Manusia Diciptakan dari Dua Unsur
C. Manusia Adalah Salah Satu Ciptaan Allah
D. Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah
Bab II. Manusia dan Potensinya
A. Potensi-potensi Manusia
B. Kecerdasan untuk Mengembangkan Potensi Manusia
Bab III. Manusia dan Dosa
A. Definisi Dosa
B. Asalnya Dosa
C. Aspek-aspek Dosa
D. Akibat Dosa
E. Tujuh Dosa Maut
F. Jalan Keluar Dari Dosa
Bab IV. Manusia dan Kerja
A. Ditinjau Secara Umum
B. Ditinjau dari Sudut Pandang Alkitab
C. Tujuan Kerja
Bab V. Manusia dan Keindahan
A. Pengertian Keindahan
B. Ruang Lingkup Keindahan
C. Manusia Perlu Keindahan
D. Tuhan Menciptakan Keindahan bagi Manusia
E. Manusia Wajib Memelihara dan Mengusahakan Keindahan
Bab VI. Manusia dan Keadilan
A. Pengertian Keadilan
B. Makna Keadilan
C. Perintang Dalam Mewujudkan Keadilan
D. Keadilan Menurut Alkitab
E. Apakah Manusia Adil?
F. Manusia dan Keadilan Allah
Bab VII. Manusia dan Cinta Kasih
A. Pengertian Kasih
B. Manusia Butuh Kasih
C. Jenis Kasih
Bab VIII. Manusia dan Kebutuhannya
A. Kebutuhan Jasmani
B. Kebutuhan Rohani
Bab IX. Manusia dan Penderitaan
A. Definisi Penderitaan
B. Jenis Penderitaan
C. Bagaimana Menghadapi Penderitaan
D. Manfaat Penderitaan
Bab X. Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati
A. Manusia Diciptakan untuk Hidup Kekal
B. Kehidupan Setelah Kematian Tubuh
Bab XI. Manusia dan Kekekalan (2): Surga dan Neraka
A. Surga
B. Neraka
C. Kristus Jalan Penentu Kekekalan
Kepustakaan


Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Info [Indeks 00000]

[Daftar Isi 00006] [Hak Cipta 00002] [Halaman Judul 00003]

Info: Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan

Buku Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan ini berisi tentang Ilmu Budaya Dasar Dalam Perspektif Kristiani. Buku ini bermanfaat menolong para mahasiswa khususnya mahasiswa universitas-universitas Kristen serta sekolah-sekolah Alkitab, yang dapat digunakan sebagai referensi untuk bahan mata kuliah dasar umum, Ilmu Budaya Dasar agar ada nafas Kristen dalam pengajarannya.

Dalam versi elektronik, Indeks buku ini dibagi menjadi "Indeks Bagian" di mana kita bisa melihat secara penuh setiap satu bagian, dan "Indeks Bab" dimana kita bisa melihat secara lengkap dan detail setiap satu bab.

Gunakan Kursor Kanan untuk melanjutkan materi dan kursor kiri untuk materi sebelumnya. Sistem pengindeksan semacam ini merupakan standar kami untuk materi berbentuk buku, dan akan Anda temui dalam buku-buku lain.

-YLSA-



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Hak Cipta [Indeks 00000]

[Daftar Isi 00006] [Info 00001] [Halaman Judul 00003]

HAK CIPTA
~~~~~~~~~      * VERSI BUKU (TINTA-KERTAS) *
JUDUL         : Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan
PENULIS       : Hendra Rey
TAHUN         : 2002
PENERBIT      : Yayasan Penerbit Gandum Mas
URL           : -
PERCETAKAN    : Yayasan Penerbit Gandum Mas
COPYRIGHT     : Yayasan Penerbit Gandum Mas      (Lihat Halaman Judul di bawah)
JML HALAMAN   : 138

HAK CIPTA
~~~~~~~~~      * VERSI ELEKTRONIK (SABDA) *
JUDUL         : Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan
COPYRIGHT     : Yayasan Penerbit Gandum Mas
DIPROSES OLEH : Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)

DESKRIPSI :

Buku ini juga dapat dipelajari setiap orang percaya agar dalam bertingkah laku, berpikir dan berbudaya dengan baik dan bertanggung jawab. Buku ini juga sebagai referensi yang ditujukan untuk universitas-universitas Kristen serta sekolah- sekolah Alkitab.

PERHATIAN!

Pemegang Hak Cipta utama bahan ini adalah Yayasan Penerbit Gandum Mas. YLSA memproses teks bahan ini ke dalam VERSI ELEKTRONIK untuk digunakan dalam program SABDA©. Pengguna program SABDA© dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian atau pun seluruh teks bahan ini dalam bentuk dan cara apa pun juga untuk tujuan komersiil tanpa izin tertulis dari pemegang Hak Cipta bahan.

-YLSA-



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Halaman Judul [Indeks 00000]

[Daftar Isi 00006] [Info 00001] [Hak Cipta 00002]

MANUSIA: DARI PENCIPTAAN SAMPAI KEKEKALAN

Ilmu Budaya Dasar dalam Perspektif Kristiani

Hendra Rey

YAYASAN PENERBIT GANDUM MAS Kotak Pos 46 Malang 65101, Jawa Timur

Hak cipta dilindungi undang-undang
Yayasan Penerbit Gandum Mas
Cetakan pertama 2002

Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Halaman Penghargaan [Indeks 00000]

[Daftar Isi 00006]

HALAMAN PENGHARGAAN

Tulisan ini didedikasikan untuk Keluarga Bandrio di Malang, yang memperlakukan kami sebagai keluarga. Keluarga Pdt. Awasuning Manaransyah, M.Div, yang berperan dalam pembentukan. Pdt. Timotius Witarsa, M.Div, pembimbing dalam pelayanan. Sahabat-sahabat kami, Keluarga Ev. Agus M Susanto dan Keluarga Ev. Mukhlis Manao. Juga untuk Keluarga Hadi Yuwanto dan Keluarga Hari Soesilo.

Mari kita terus belajar dari Tuhan agar menjadi surat Kristus yang terbaca di tengah dunia yang semakin gelap.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Kata Pengantar [Indeks 00000]

[Daftar Isi 00006]

KATA PENGANTAR

Buku ini merupakan buku kedua penulis yang diterbitkan. Pada mulanya penulis menulis buku ini karena belum pernah melihat buku acuan Ilmu Budaya Dasar dalam perspektif kristiani. Karena itu, buku ini dimaksudkan agar dipergunakan sebagai referensi untuk bahan mata kuliah dasar umum, Ilmu Budaya Dasar, agar ada nafas Kristen dalam pengajarannya, khususnya untuk universitas-universitas Kristen serta sekolah-sekolah Alkitab.

Mengapa dalam bertingkah laku dan berbudaya seseorang perlu berangkat dari perspektif imannya? Jawabnya karena iman seseorang akan memengaruhi ia bertingkah laku, berpikir dan berbudaya dengan baik dan bertanggung jawab. Iman seseorang yang direfleksikan dalam pengembangan perilaku dan kebudayaan seseorang akan membuat dunia semakin baik dan damai, dan kejahatan semakin tidak mendapat tempatnya.

Pada sisi lain, pengetahuan tentang manusia perlu dimiliki oleh setiap insan khususnya orang-orang percaya, agar dapat lebih memahami perannya dalam dunia ini, dan juga dalam melayani Tuhan dan sesama. Memang manusia ciptaan Tuhan yang mulia ini memuat banyak misteri yang tidak akan pernah habis untuk dipelajari dan dibahas. Namun paling tidak, buku ini penulis maksudkan untuk memberikan pemahaman dasar tentang manusia, agar dalam bertingkah-laku dan berbudaya, dalam hidup di tengah-tengah masyarakat dan dunia ini, pembaca akan diperlengkapi untuk menjalankan arti hidupnya di hadapan Tuhan dan sesama secara benar dan maksimal.

Soli Deo Gloria!

Hamba-Nya, Hendra Rey



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Daftar Isi [Indeks 00000]

DAFTAR ISI

00004 Halaman Penghargaan

00005 Kata Pengantar

00007 Bab I. Manusia dan Penciptaan
00007 A. Manusia Diciptakan oleh Allah
00008 B. Manusia Diciptakan dari Dua Unsur
00009 C. Manusia Adalah Salah Satu Ciptaan Allah
00010 D. Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah

00011 Bab II. Manusia dan Potensinya
00011 A. Potensi-potensi Manusia
00012 B. Kecerdasan untuk Mengembangkan Potensi Manusia

00013 Bab III. Manusia dan Dosa
00013 A. Definisi Dosa
00014 B. Asalnya Dosa
00015 C. Aspek-aspek Dosa
00016 D. Akibat Dosa
00017 E. Tujuh Dosa Maut
00018 F. Jalan Keluar Dari Dosa

00019 Bab IV. Manusia dan Kerja
00019 A. Ditinjau Secara Umum
00020 B. Ditinjau dari Sudut Pandang Alkitab
00021 C. Tujuan Kerja

00022 Bab V. Manusia dan Keindahan
00022 A. Pengertian Keindahan
00023 B. Ruang Lingkup Keindahan
00024 C. Manusia Perlu Keindahan
00025 D. Tuhan Menciptakan Keindahan bagi Manusia
00026 E. Manusia Wajib Memelihara dan Mengusahakan Keindahan

00027 Bab VI. Manusia dan Keadilan
00027 A. Pengertian Keadilan
00028 B. Makna Keadilan
00029 C. Perintang Dalam Mewujudkan Keadilan
00030 D. Keadilan Menurut Alkitab
00031 E. Apakah Manusia Adil?
00032 F. Manusia dan Keadilan Allah

00033 Bab VII. Manusia dan Cinta Kasih
00033 A. Pengertian Kasih
00034 B. Manusia Butuh Kasih
00035 C. Jenis Kasih

00036 Bab VIII. Manusia dan Kebutuhannya
00036 A. Kebutuhan Jasmani
00037 B. Kebutuhan Rohani

00038 Bab IX. Manusia dan Penderitaan
00038 A. Definisi Penderitaan
00039 B. Jenis Penderitaan
00040 C. Bagaimana Menghadapi Penderitaan
00041 D. Manfaat Penderitaan

00042 Bab X. Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati
00042 A. Manusia Diciptakan untuk Hidup Kekal
00043 B. Kehidupan Setelah Kematian Tubuh

00044 Bab XI. Manusia dan Kekekalan (2): Surga dan Neraka
00044 A. Surga
00045 B. Neraka
00046 C. Kristus Jalan Penentu Kekekalan

00047 Kepustakaan

Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Penciptaan [Indeks 00000]

Bab I. Manusia dan Penciptaan [Daftar Isi 00006]
00007 A. Manusia Diciptakan oleh Allah
00008 B. Manusia Diciptakan dari Dua Unsur
00009 C. Manusia Adalah Salah Satu Ciptaan Allah
00010 D. Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah

"Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." Kejadian 1:27

A. Manusia Diciptakan oleh Allah

Alkitab mengatakan bahwa setelah Allah menciptakan bumi, langit, tumbuhan, dan binatang, serta segala benda-benda yang lain, Allah menciptakan manusia. Alkitab mencatat, "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita ... maka Allah menciptakan manusia itu" (Kej 1:26-27). Jadi, manusia bukanlah hasil proses pengembangan alami yang sempurna dari makhluk yang lebih rendah tingkatannya seperti yang dikembangkan oleh teori naturalistik. Manusia bukanlah pengembangan dari kayu, batu, tumbuhan, apalagi binatang, seperti teori evolusi Darwin yang mengatakan bahwa manusia berkembang dari kera.

Manusia diciptakan khusus oleh Allah, sebagaimana bumi serta segala isinya diciptakan oleh Allah. Temuan fosil manusia purba adalah hasil rekaan manusia, yang hendak menunjukkan bahwa bangsa manusia telah mengalami perkembangan sedemikian rupa, khususnya dalam hal bentuk tubuh dan ciri bawaannya. Penciptaan Adam dan Hawa dapat membuktikan bahwa sesungguhnya mereka adalah manusia yang sangat sempurna sebab dibentuk oleh Allah sendiri. Bahkan manusia diciptakan hampir sama dengan Allah. Daud bermazmur, "Apakah manusia sehingga Engkau mengingatnya? ... namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat" (Maz 8:5-6). Jika manusia hampir sama seperti Allah atau dengan kata lain istimewa dalam penciptaannya, tidak mungkin manusia berkembang dari benda atau makhluk yang kurang berharga, yang tidak pernah diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Semua teori naturalistik dan evolusi yang menyebutkan bahwa manusia berkembang dari alam atau binatang adalah teori yang tidak alkitabiah dan tidak ada kebenarannya. Oleh karena itu, teori tersebut tidak dapat dipercaya. Apalagi jika melihat penciptaan Hawa yang dibuat secara ajaib dari rusuk Adam. Jika demikian pemikiran, bahwa manusia berkembang menurut teori evolusi, tidak dapat diterima. Manusia diciptakan langsung oleh Allah. Selain itu, apa yang dipaparkan dalam Alkitab, dibanding dengan penjelasan teori, evolusi jelas bertolak belakang.

Teori evolusi jelas menekankan bahwa manusia mengalami evolusi yang membuatnya semakin berkembang menjadi baik. Jika kita menyimak Alkitab, hal yang sebaliknyalah yang didapati. Justru karena dosalah manusia mengalami kemunduran dari beberapa sisi. Kemunduran pertama, yakni dari segi panjangnya umur. Manusia-manusia yang dicatat dalam kitab Kejadian berusia delapan ratus hingga sembilan ratus tahun, bahkan manusia tertua dunia yang pernah hidup, Metusalah, mencapai usia 969 tahun. Kini umur manusia amat jarang dapat mencapai umur seratus tahun.

Kedua, kemunduran dalam hal ukuran tubuh. Kejadian 6 mencatat bahwa orang- orang zaman itu adalah orang-orang raksasa. Sebagai contoh, Goliat, yang dikalahkan Daud, memiliki tinggi badan tidak kurang dari tiga meter. Padahal Goliat adalah sisa-sisa orang Enak yang pada waktu itu memiliki bentuk tubuh yang lebih besar lagi.

Ketiga, kemunduran dalam hal tenaga. Kejadian 6:9-22 mencatat bahwa Nuh membangun bahtera/perahu yang dapat memuat seluruh jenis binatang yang ada di muka bumi masing-masing satu pasang. Tentulah kapal yang dibutuhkan sangat besar. Namun, Nuh dan keluarganya, istrinya, ketiga anaknya, dan ketiga menantunya, membuat kapal tersebut di atas gunung. Dapatkah kita membayangkan seberapa besar tenaga mereka mengangkat kayu-kayu ukuran besar tanpa alat pengangkut seperti zaman modern ini? Mereka pasti mempunyai tenaga yang jauh lebih kuat dari kebanyakan orang saat ini.

Keempat, tidak ada jaminan bahwa manusia sekarang lebih pintar daripada manusia zaman mula-mula. Adam dan Hawa menghafal jenis binatang dan tumbuhan. Sekarang orang sering menganggap penemuan tumbuhan atau binatang yang belum pernah mereka jumpai sebelumnya sebagai penemuan baru. Alkitab mencatat bahkan Adam dan Hawalah yang menamai semua binatang dan tumbuhan. Nuh hafal seluruh jenis binatang sehingga ia dapat memanggil mereka masuk dalam bahteranya. Kalau sekarang, pastilah Nuh terkenal sebagai pawang dari seluruh jenis binatang karena ia dapat berbicara dengan berbagai jenis binatang. Tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat karena didorong sifat manusia yang selalu ingin berbuat lebih, tetapi fakta ini sama sekali tidak dapat digunakan untuk mengatakan bahwa manusia sekarang lebih pintar. Karena itu, teori penciptaan lebih masuk akal daripada teori evolusi, dan karena itu lebih dapat diterima.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Penciptaan [Indeks 00000]

Bab I. Manusia dan Penciptaan [Daftar Isi 00006]
00007 A. Manusia Diciptakan oleh Allah
00008 B. Manusia Diciptakan dari Dua Unsur
00009 C. Manusia Adalah Salah Satu Ciptaan Allah
00010 D. Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah

B. Manusia Diciptakan dari Dua Unsur

Alkitab mencatat bahwa manusia diciptakan oleh Allah dari dua unsur, yakni debu tanah dan roh yang dihembuskan oleh Allah. Atau boleh dikatakan manusia adalah makhluk yang terdiri dari dua unsur, tubuh/jasmani dan roh/rohani. Tubuh tanpa roh tidaklah dapat dikatakan sebagai manusia karena hanyalah patung/benda mati. Sebaliknya, manusia dengan roh tanpa tubuh sering dikatakan sebagai makhluk halus, bukan manusia. Sebagian mengatakan bahwa manusia terdiri dari tiga unsur yaitu tubuh, jiwa dan roh. Tetapi Alkitab mencatat bahwa manusia hanya diciptakan dengan dua unsur, tubuh dan roh.

Berdasarkan unsur pertama, manusia diciptakan dari debu tanah. Atau boleh dikatakan bahwa manusia diciptakan dari sesuatu/tanah yang sudah diciptakan sebelumnya. Hal ini memiliki dua implikasi, pertama, manusia memiliki kesamaan/kemiripan dengan lingkungan hidupnya yang tidak bergerak, yaitu dengan tanah yang diinjaknya. Kedua, manusia juga memiliki kesamaan/kemiripan dengan makhluk hidup lainnya yang juga diciptakan dari unsur tanah. Alkitab mencatat, "Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara ..." (Kej 2:19). Walau ada kesamaan, namun manusia memiliki perbedaan yang hakiki dengan makhluk hidup lainnya, yakni Allah menghembuskan nafas hidup kepada manusia sedangkan kepada makhluk lainnya tidak. Secara esensial dapatlah dikatakan bahwa tubuh merupakan sarana manusia untuk berhubungan dengan dunia material, apakah itu bumi serta segala isinya, maupun hewan dan tumbuhan.

Unsur berikutnya ialah roh atau jiwa. Pandangan bahwa manusia diciptakan dengan tubuh, jiwa, dan roh sangat dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Filsafat Yunani menyebutkan bahwa tubuh adalah komponen material manusia. Jiwa dipandang sebagai prinsip kehidupan atau bagian kehidupan binatang manusia. Sedangkan roh adalah unsur yang berhubungan dengan Allah yang rasional dan yang imortal. Namun, bila kita melihat dengan teliti penciptaan manusia dalam Alkitab, tidaklah ditemukan unsur ketiga yang membentuk jiwa manusia. Sebenarnya, istilah roh dan jiwa adalah sebutan untuk unsur yang sama. Jikalau dalam Alkitab ditulis roh dan jiwa, itu berarti menunjuk kepada keseluruhan manusia itu sendiri dan juga untuk memberi penekanan tertentu. Roh menunjuk pada unsur spiritual di dalam manusia sebagai prinsip dasar kehidupan dan aksi yang mengontrol tubuh. Jiwa adalah nama lain dari istilah roh yang umumnya dipakai untuk menekankan subjek aksi di dalam manusia (Maz 103:1-2; Luk 12:19). Istilah roh dan jiwa dipakai secara bergantian dan jelas menunjukkan suatu unsur yang sama. Misalnya, kematian sering kali disebut sebagai lepasnya jiwa (bdg. Kej 35:18; Kis 15:26; Mat 20:28; Mar 10:45). Kematian juga disebut sebagai berpisahnya roh dari tubuh (bdg. Kis 7:59; Pengk 12:7). Jika seseorang meninggal dunia, dikatakan bahwa tubuhnya dikubur sedangkan roh/jiwa pergi ke neraka atau ke surga. Jikalau memang benar jiwa dan roh manusia berbeda, dapatkah dibuktikan bahwa penciptaan manusia terdiri dari tiga unsur? Apabila tubuh manusia kembali menjadi debu dan roh manusia kembali pada penciptanya, ke manakah perginya jiwa (lih. Pengk 12:7)? Melalui Alkitab dapatlah dilihat bahwa Tuhan Yesus menggunakan istilah ini secara bergantian untuk menunjukkan bahwa kedua istilah ini sebenarnya sama (bdg. Yoh 12:27; Mat 26:28; Mar 8:12; Yoh 13:21). Paulus juga menggunakan istilah tersebut secara bergantian dan juga menunjukkan bahwa kedua istilah tersebut adalah sama (bdg. Kis 4:32; 14:2; 14:22; Fili 1:27; 2:2; 2:20). Dan masih banyak lagi yang tercatat oleh Alkitab.

Unsur roh yang diberikan oleh Allah ini menunjukkan bahwa manusia sebenarnya adalah makhluk rohani. Roh diberikan supaya manusia dapat bersekutu dengan Allah yang adalah Roh, tetapi ketika manusia jatuh dalam dosa manusia berhubungan dengan setan, roh yang merupakan ciptaan Allah. Itulah sebabnya manusia selalu berusaha untuk berhubungan dengan dunia roh. Kalau tidak kepada Tuhan, pastilah kepada hantu/setan.

Memang surat Ibrani mencatat, "Sebab firman Allah itu hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh" (Ibr 4:12). Namun, harus dilihat bentuk bahasa yang digunakan bersifat hiperbola, yaitu untuk memberikan penekanan bahwa sungguh firman Allah itu tajam dalam memberikan penilaian dan tidak satu pun hal yang tersembunyi dari Allah. Ayat ini tidak dapat ditafsirkan sebagai fakta bahwa jiwa dan roh itu berbeda.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Penciptaan [Indeks 00000]

Bab I. Manusia dan Penciptaan [Daftar Isi 00006]
00007 A. Manusia Diciptakan oleh Allah
00008 B. Manusia Diciptakan dari Dua Unsur
00009 C. Manusia Adalah Salah Satu Ciptaan Allah
00010 D. Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah

C. Manusia adalah Salah Satu Ciptaan Allah

Manusia hanyalah salah satu ciptaan Allah. Kendati demikian, manusia adalah ciptaan Allah yang tertinggi dibanding dengan ciptaan Allah yang lain. Allah menciptakan manusia berbeda dengan ciptaan yang lain. Manusia diciptakan secara istimewa dan ajaib. Daud berkata, "Aku bersyukur kepada-Mu karena kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya" (Maz 139:14). Hanya manusialah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, terlebih lagi hanya manusia pulalah yang ditugaskan oleh Allah untuk memelihara, melestarikan dan mengelola ciptaan yang lain (Kej 1:28, 31; 2:15) Walau manusia memiliki hak istimewa untuk menguasai ciptaan yang lain, tidaklah berarti manusia boleh menggunakan hak tersebut secara semena-mena dan merusak ciptaan yang lain. Manusia mempunyai hak untuk menguasai ciptaan yang lain, semata-mata karena manusia memang diciptakan lebih istimewa dibanding yang lain. Akan tetapi, manusia harus tetap bertanggung jawab kepada Allah, Sang Pencipta.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Penciptaan [Indeks 00000]

Bab I. Manusia dan Penciptaan [Daftar Isi 00006]
00007 A. Manusia Diciptakan oleh Allah
00008 B. Manusia Diciptakan dari Dua Unsur
00009 C. Manusia Adalah Salah Satu Ciptaan Allah
00010 D. Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah

D. Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah

Istilah "gambar dan rupa" sebenarnya adalah dua istilah yang memiliki makna yang sama. Memang dalam Kejadian 1:26 dituliskan bahwa manusia diciptakan sesuai gambar ("tselem") dan rupa ("demuth") Allah, namun sesungguhnya dalam bahasa Ibrani/asli tidak ada kata penghubung "dan" yang menunjukkan bahwa sebenarnya kedua kata tersebut digunakan hanya untuk memberi penekanan, bukan dua arti yang berbeda. Arti kata "tselem" (gambar) adalah suatu peta yang memiliki bentuk patron. Berarti, peta tersebut bukanlah baru dibentuk, tetapi tinggal mengikuti bentuk patronnya. Umumnya, sebelum seorang menjahit baju, ia terlebih dahulu membuat patronnya. Sedangkan kata "demuth" (rupa) berarti suatu gambar yang modelnya harus sesuai dengan bentuk yang pertama. Dari arti kata "tselem" dan "demuth" dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya keduanya punya arti yang sama. Jadi, apa artinya diciptakan sesuai gambar dan rupa Allah?

Pertama, Allah adalah patron dasar manusia. Manusia tidak hadir dengan sendirinya, tetapi memiliki sumber, yaitu Allah. Hal ini berarti manusia harus kembali kepada Allah sebagai sumbernya. Dalam konteks penciptaan, manusia harus kembali mempertanggungjawabkan tugas dan pekerjaannya dalam mengolah bumi kepada Allah. Dalam konteks kejatuhan sekarang ini, manusia dalam mengalami masalah dan kesulitan dapat kembali kepada Allah. Dalam Allah sajalah, sebagai patron dasar, manusia dapat melihat bukan hanya masalahnya, melainkan juga kesalahannya. Dengan kata lain, manusia dapat menyelesaikan segala kesulitan, baik yang sifatnya internal, dari dalam diri manusia, maupun eksternal dari luar dirinya, di dalam Allah untuk disesuaikan kembali dengan bentuk patronnya.

Kedua, manusia mencerminkan Allah. Dalam tugasnya sebagai tuan atas bumi, manusia mencerminkan Allah pencipta. Dalam mencerminkan Allah, manusia bukanlah hanya secara pasif bertindak sebagai cermin, tetapi juga harus berusaha secara aktif untuk mencerminkan Allah. Dalam konteks kejatuhan, manusia sama sekali tidak mampu mencerminkan Allah karena rusak secara total oleh dosa. Namun, pembaruan dalam Kristus memungkinkan manusia untuk kembali dan berusaha mencerminkan Allah. Yesus memperbarui agar manusia hidup serupa dengan Allah (1Yo 2:6). Memang manusia tidaklah dapat mencerminkan Allah secara utuh karena ada perbedaan kualitas. Namun, manusia tetaplah harus terlihat sebagai refleksi tertentu dari Allah.

Ketiga, manusia seperti Allah tetapi bukan Allah. Artinya, manusia memiliki potensi-potensi seperti Allah, tetapi manusia harus tetap mempertanggungjawabkan segala potensinya kepada Allah yang telah memberikan potensi dan tanggung jawab kepada manusia. Dalam bahasa Perjanjian Baru, manusia harus mempertanggungjawabkan segala karunia yang telah Allah berikan untuk memperlengkapi manusia.

Keempat, manusia harus mewakili Allah. Ia menciptakan manusia secara khusus, sesuai dengan gambar dan rupanya haruslah juga dihubungkan dengan penciptaan yang lain. Artinya, manusia sebagai gambar dan rupa Allah punya maksud untuk meneruskan karya Allah di bumi ini, tentunya ini tidak berarti bahwa Allah telah berhenti berkarya, Allah terus berkarya. Dalam hubungan dengan ciptaan yang lain, manusia ditentukan sebagai wakil Allah atas bumi dan segala isinya. Sebagai wakil Allah, manusia mutlak untuk terus berhubungan dengan Allah yang diwakilinya. Selain itu sebagai wakil, manusia harus terus bergantung pada Allah. Kemanusiaan manusia terletak pada relasinya dengan Allah. Semakin manusia mempunyai relasi yang baik dengan Allah, semakin manusia kehilangan kemanusiaannya, bahkan tidak lagi dapat mengenali dirinya dengan baik. Karl Barth pernah mengatakan bahwa manusia tidak dapat mengenal dirinya sendiri jikalau tidak mempunyai hubungan dengan Allah.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Potensinya [Indeks 00000]

Bab II. Manusia dan Potensinya [Daftar Isi 00006]
00011 A. Potensi-potensi Manusia
00012 B. Kecerdasan untuk Mengembangkan Potensi Manusia

"Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam Taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu" Kejadian 2:15

Pernyataan bahwa manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, juga berarti bahwa manusia diciptakan dengan potensi-potensi. Potensi-potensi tersebut tentunya dimaksudkan agar, pertama, manusia dapat bersekutu dengan Allah. Kedua, manusia dapat menguasai, mengusahakan, serta memelihara alam semesta beserta segala isinya sebagai wakil Allah di bumi ini. Ketiga, manusia dapat saling membangun dengan sesamanya. Dengan kata lain, manusia diciptakan dengan memiliki potensi untuk berelasi dengan Allah, alam, dan sesamanya. Untuk itu, mari kita lihat potensi-potensi tersebut satu per satu.

A. Potensi-Potensi Manusia

  1. POTENSI ROHANI

    Allah menciptakan manusia dengan memiliki unsur roh sehingga manusia disebut sebagai makhluk rohani. Kejadian 2:7 mencatat, "ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kej 2:7). Nafas hidup boleh juga diterjemahkan dengan roh. Allah adalah Roh dan manusia diciptakan dengan memiliki unsur roh. Itu berarti manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Roh manusia juga merupakan sarana untuk dapat menyembah Tuhan dengan benar. Yohanes mencatat, Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (Yoh 4:24).

    Tren ungkapan yang sekarang digunakan untuk menunjukkan manusia yang tidak sungguh-sungguh beribadah kepada Tuhan sebagai "tidak rohani" atau "kurang rohani" merupakan istilah yang tidak alkitabiah. Alkitab jelas menunjukkan bahwa semua manusia adalah makhluk rohani. Mungkin akan lebih tepat jika mengatakan orang yang belum percaya sebagai mati rohani. Sedangkan kepada orang percaya yang jatuh bangun dalam dosa sebagai lemah rohani atau sakit secara rohani. Namun, ukuran sesungguhnya yang menilai apakah seseorang memiliki hubungan rohani yang baik dengan Tuhan adalah Tuhan sendiri. Artinya, manusia sesungguhnya tidak dapat secara benar memahami keadaan rohani seseorang secara utuh. Pada sisi lain, sisi negatif, beberapa orang yang merasa diri lebih rohani dan lebih baik dari orang lain atau gereja lain, sebenarnya sedang jatuh dalam keangkuhan rohani. Keangkuhan rohani adalah akar dari semua manifestasi keangkuhan. Itulah alat Iblis yang paling ampuh karena bisa membuat kita gagal bertemu Tuhan dengan benar. Keangkuhan seperti itu menipu diri sendiri dan pertumbuhan rohani yang seharusnya bisa kita miliki setelah memulai hubungan dengan Allah menjadi terhalang.

    Unsur roh dalam manusia bukan hanya menyebabkan manusia dapat bersekutu dengan Allah, tetapi juga dapat bersekutu dengan roh-roh di udara, roh-roh selain Allah. Ketika manusia jatuh dalam dosa, hubungan rohani antara manusia dan Allah terputus.

    Karena manusia memiliki roh, ia tetap ingin bersekutu dengan roh.

    Oleh sebab itu, ketika tidak dapat lagi bersekutu dengan Allah, manusia mencari persekutuan dengan roh yang bukan berasal dari Allah. Paulus menegur jemaat di Korintus agar mereka bersekutu dengan Allah dan bukan dengan roh jahat (1Ko 10:20). Bagian pertama dari Sepuluh Hukum Allah menyebutkan bahwa tidak boleh ada allah lain (menyembah berhala) selain Allah pencipta. Tetapi dalam keberdosaannya manusia lebih memilih apa yang ditentang Allah.

    Manusia memang dapat bersekutu dengan Roh Allah atau roh jahat. Tetapi persekutuan dengan Roh Allah menyebabkan manusia memiliki kebahagiaan sejati dan semakin dapat mengenal dirinya sendiri sebagai gambar dan rupa Allah. Sedangkan persekutuan dengan roh jahat menyebabkan manusia diperbudak oleh setan dan hanya memiliki kebahagiaan yang semu. Persekutuan dengan Roh Allahlah yang menyebabkan manusia hidup. Sebaliknya, persekutuan dengan roh jahat menyebabkan manusia mati dan akan turut dihukum bersama-sama dengan roh jahat itu sendiri.

  2. POTENSI MORAL

    Potensi moral manusia diberikan oleh Allah. Semula, manusia diciptakan sebagai makhluk yang bermoral supaya manusia dapat memancarkan kesucian Allah. Allah memberikan potensi moral sebagai suatu hak, suatu esensi dalam hakikat sebagai manusia. Moralitas manusia sangat dibutuhkan dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan sesama, dan juga dalam hubungannya dengan alam semesta. Dalam hubungan dengan diri sendiri, moralitas yang memancarkan kesucian Allah akan membuat ia sangat menghargai diri dan tidak menggunakan dirinya untuk maksud-maksud yang jahat dan tidak terpuji. Ia pun akan menempatkan diri secara benar ketika beribadah kepada Allah. Juga dalam relasinya dengan sesama ia tidak akan menempatkan diri di atas dan memandang rendah sesamanya, dan juga tidak menempatkan diri di bawah sehingga menghina dirinya sebagai ciptaan Allah yang mulia.

    Moral adalah unsur penting menuju dunia yang semakin beradab. Moral juga merupakan elemen penting untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia, baik secara pribadi maupun dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Iman Kristen memang tidak diturunkan berdasarkan moral, namun iman Kristen yang sehat dan benar pasti berdampak pada moralitas.

    Moral yang baik hanya diperoleh jika seseorang mengenal Kristus. Hal ini dapat dipahami karena moral berasal dari Allah yang kekal dan tidak berubah. Moral yang benar lahir dari penghayatan dan pelaksanaan iman yang benar dalam bergereja, bermasyarakat, dan bernegara. Dengan moral yang baik dan benar, ilmu pengetahuan yang telah diperoleh seseorang akan digunakan secara bertanggung jawab dan bukan malah diselewengkan. Banyak kekacauan akan timbul akibat moral yang tidak benar dan bobrok, baik dalam hidup berkeluarga, kerja, bermasyarakat, dan bernegara.

    Menurut Eka Darmaputra, Indonesia mengalami zaman kebangkitan agama. Anggota dari agama apa saja yang ada di Indonesia bertambah banyak. Rumah- rumah ibadah semakin dipadati oleh umat. Pertanyaannya, mengapa kebobrokan moral semakin terasa di saat fenomena kesadaran beragama semakin meningkat? Jawabnya karena agama hanya sampai di kulit saja. Tentulah jawaban ini termasuk umat kristiani sendiri yang tidak mampu menjadi garam dan terang di tengah kegelapan dunia sekitarnya. Jika moral manusia baik, niscaya kejahatan akan semakin tidak mendapatkan tempatnya.

  3. POTENSI RASIO

    Allah itu berpikir dan merencanakan. Itu sebabnya ketika manusia diciptakan-Nya sesuai gambar dan rupa-Nya, manusia juga diberikan potensi rasio yang memungkinkan untuk berpikir, menghitung, merencanakan, menganalisis, berimajinasi, dan lain sebagainya, yang dalah pekerjaan logika. Karena memiliki rasio, manusia dapat terbang sampai ke bulan, dapat membangun gedung pencakar langit, teknologi informasi yang sedemikian canggih dan sebagainya. Namun, tidak dapat disangkali bahwa dampak dari kemajuan yang telah dihasilkan oleh rasio manusia juga adalah degradasi moral. Manusia semakin sombong, yang membawanya semakin tidak mampu mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama.

    Sesungguhnya, rasio diberikan agar manusia dapat berpikir dan merencanakan, mengembangkan, membangun, dan memelihara bumi (Kej 1:28; 2:15). Manusia perlu menggunakan kekuatan rasionya untuk membawa seluruh ciptaan seturut dengan kehendak Allah, Sang Pencipta. Bahkan rasio diberikan agar manusia dapat mengerti kebenaran, mengerti hukum (Tuhan menghendaki agar manusia boleh makan apa saja kecuali buah yang ada di tengah-tengah taman, Kej 3:2-3), dan berkomunikasi serta menyembah Allah. Tuhan Yesus pernah berkata, "Kasihilah Tuhan Allahmu, ... dengan segenap akal budimu" (Mat 22:37).

    Kadang saya pernah mendengar ungkapan, "kalau kita mengasihi Tuhan jangan pakai akal, tetapi pakai hati." Istilah ini sama sekali tidak alkitabiah. Manusia juga perlu memakai akal untuk mengerti kebenaran dan mengasihi Tuhan. Dalam konteks kejatuhan, akal manusia telah dipenuhi dengan konsep yang tidak berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, manusia sering menggunakan akalnya untuk hal-hal yang tidak memuliakan Tuhan. Manusia juga sering mengandalkan akalnya (konteks keberdosaan) dalam upayanya mengenal Allah. Menurut saya, walaupun Allah memberikan akal kepada kita untuk dapat mengenal Dia, manusia perlu karunia dari Tuhan yang lebih agar dapat mengenal Tuhan. Tuhan itu supra-akali, jauh lebih tinggi dari yang dapat dijangkau oleh akal manusia. Karunia Tuhan sajalah yang memungkinkan manusia dapat mengerti Tuhan juga dengan akalnya. Apakah mungkin manusia berada hanya dari seorang wanita yang tidak pernah berhubungan kelamin dengan pria, atau tidak pernah ditanamkan sel sperma ke dalam kandungannya?

    Ini contoh bahwa fenomena tersebut rasanya di luar kemampuan akal manusia. Tetapi jika dengan akal saya harus menjawab pertanyaan tersebut, saya mungkin akan berkata, bukankah kita percaya bahwa Allah itu Mahakuasa? Jika kita percaya bahwa Allah itu Mahakuasa, tentunya tiada yang mustahil bagi Dia. Manusia pernah ada dari debu tanah, manusia juga pernah ada hanya dari tulang rusuk laki-laki, kemudian manusia dengan cara yang normal ada dari hubungan seksual laki-laki dan perempuan. Kalau begitu mengapa manusia (Yesus Kristus) tidak boleh hanya dari seorang wanita saja jika itu memang Allah yang menghendaki? Allah dapat membuat apa dan siapa saja dari apa saja, Ia Mahakuasa.

    Akal manusia yang telah disucikan oleh Allah akan dimampukan untuk mengerti hal-hal yang Allah kerjakan yang tampaknya berada di luar kemampuan akal untuk dimengerti. Akal manusia yang telah disucikan akan berdampak pada keadaan dunia yang semakin baik secara moral dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Manusia akan mampu melayani Tuhan dan sesama, serta melestarikan alam sekitarnya karena akalnya.

  4. POTENSI UNTUK BERKUASA

    Allah adalah Tuhan, yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan "Lord", istilah yang juga digunakan untuk orang-orang yang dianggap memiliki kekuasaan tertentu. Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menciptakan manusia yang bersifat ketuanan (the Mastership). Oleh karena itu, manusia ditetapkan Allah untuk menjadi "tuan" atas ciptaan yang lain. Alkitab mencatat, "Allah memberkati mereka: ... penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kej 1:28). Otoritas manusia sebagai tuan atas seluruh bumi diberikan oleh Allah pencipta, supaya manusia menunjuk kepada kemahakuasaan dan kedaulatan Allah. Manusia bukanlah tuan atas segala tuan, sebagai tuan, manusia tetap harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada tuan atas segala tuan, yaitu Allah Sang Pencipta.

    Kejatuhan manusia dalam dosa tidak menyebabkan potensi ini hilang, tetapi penggunaannya telah menyimpang dari tujuan semula. Sepanjang sejarah, manusia selalu ingin memiliki kuasa atas sesuatu dan bila ada kesempatan, kuasa atas sesamanya. Banyak orang yang haus akan kekuasaan tanpa mengerti dengan jelas arti kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan adalah jalan untuk membawa yang dikuasai untuk mencapai tujuan tertentu yang telah disepakati bersama. Artinya, kekuasaan yang dipegang seharusnya akan membawa orang- orang di bawahnya mencapai tujuan yang baik yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain, penguasa dapat berbahagia bersama orang-orang yang ada di bawah pengaruh kekuasaannya. Faktanya, manusia ingin berkuasa. Setelah berkuasa, manusia sering menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan golongannya saja. Maksud kekuasaan diselewengkan sebagai jalan untuk mencapai kekayaan. Itu sebabnya kita tidak perlu heran apabila orang yang berkuasa sering menghalalkan segala cara, bahkan tidak mengindahkan hidup orang lain.

    Kekuasaan semacam ini jelas menyimpang dari tujuan semula. Tujuan Allah memberi potensi untuk berkuasa adalah agar manusia dapat memimpin seluruh ciptaan yang lain kepada tingkatan hidup yang lebih baik, lebih teratur, dan semuanya dalam rangka memuliakan Allah.

    Sikap haus akan kekuasaan dan menyalahgunakan kekuasaan tampak dalam setiap bidang kehidupan. Sifat ini sudah terintegrasi dalam diri setiap manusia yang sudah terkontaminasi dengan dosa. Oleh sebab itu, demi mendapatkan kekuasaan, orang sering tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku secara umum, apalagi firman Tuhan. Dalam kehidupan politik hal ini terlihat lebih halus, namun esensinya selalu bagaimana mengalahkan, bahkan menyingkirkan lawan politiknya. Dalam bidang ekonomi tampak lebih kasar. Tidak peduli apakah pengusaha lain akan bangkrut karena perang dagang, yang penting bagaimana barangnya sendiri laku keras di pasaran. Dalam bidang agama, dalam kehidupan bergereja sekalipun, praktik kolusi dan nepotisme tetap subur. Bagaimana agar tampuk kepemimpinan tidak jatuh kepada orang yang tidak sealmamater dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Istilah "menjilat" yang sering digunakan dalam kehidupan di luar gereja tetap dapat disaksikan dalam kehidupan gereja walau dengan cara yang lebih halus.

    Sifat haus akan kekuasaan dan menyalahgunakan kekuasaan akan berakibat kepada lukanya hubungan-hubungan interpersonal dan tertindasnya orang- orang yang lebih lemah. Jika demikian, benarlah bahwa manusia adalah serigala bagi sesamanya. Yesus pernah berkata bahwa barang siapa hendak menjadi pemimpin hendaklah ia melayani. Kenyataan yang ada, pemimpin sering menjadi penindas, predator yang tidak berbelas kasihan, dan tidak peduli terhadap nasib apalagi perasaan orang lain. Karena itu, setiap insan kristiani seharusnya mampu menampilkan kekuasaan yang dimilikinya dalam takut akan Tuhan sehingga dunia di sekitarnya bahkan dirinya sendiri dapat dibangun olehnya.

  5. POTENSI KREATIF

    Manusia diciptakan oleh Allah yang menganugerahkan daya cipta kepadanya. Penggunaan daya cipta tersebut ditujukan untuk menyatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan daya cipta seperti Allah. Sebab dengan daya cipta-Nya, Allah merencanakan da menciptakan segala sesuatu dengan kreativitas yang tinggi.

    Kreativitas manusia diperlukan dalam upayanya untuk melaksanakan tugas Allah, tugas untuk membangun dan memelihara bumi (Kej 1:28; 2:15). Bumi yang semula diciptakan Allah memerlukan daya kreativitas yang tinggi dari Adam dan Hawa dalam pengelolaannya. Allah Pencipta telah menyediakan sarana dan prasarana, dan manusia tinggal menggunakan daya kreativitas yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.

    Yesus adalah pengajar yang kreatif. Ia dapat menggunakan perumpamaan- perumpamaan dalam menjelaskan apa yang diajarkan agar mudah dimengerti oleh pendengar-Nya. Perumpamaan itu sering kali diambil dari sesuatu yang ada di sekitar-Nya. Ketika Ia dicobai dengan pertanyaan apakah orang harus membayar pajak, secara kreatif Ia mengambil sekeping uang, dan Ia meminta mereka untuk memberikan kepada Kaisar apa yang wajib mereka berikan padanya dan kepada Tuhan, apa yang merupakan hak Tuhan.

    Dalam konteks kejatuhan dalam dosa, potensi kreatif manusia disalahgunakan untuk berbuat jahat. Jika semula potensi ini diberikan untuk menata bumi ini, kreativitas manusia sekarang justru merusak bumi. Di sisi lain, potensi ini seharusnya membuat manusia bersyukur kepada Tuhan karena bisa bertahan hidup dan menata kehidupannya sesuai dengan kreativitas yang sudah Allah berikan. Sering kali, walau tidak semua, manusia yang tidak berhasil dalam hidupnya adalah mereka yang kurang mendayagunakan kreativitasnya.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Potensinya [Indeks 00000]

Bab II. Manusia dan Potensinya [Daftar Isi 00006]
00011 A. Potensi-potensi Manusia
00012 B. Kecerdasan untuk Mengembangkan Potensi Manusia

B. Kecerdasan untuk Mengembangkan Potensi Manusia

Potensi-potensi manusia dalam pengembangannya sangat bergantung pada apa yang disebut sebagai kecerdasan manusia. Kecerdasan manusia dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yakni Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan yang masih baru di Indonesia, yaitu Spiritual Quotient (SQ).

Kecerdasan pertama, yaitu IQ. Untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya semaksimal mungkin, sering kali orang tua sangat mementingkan perkembangan IQ atau perkembangan secara intelektual. Oleh karena itu, sedini mungkin orang tua akan memberi makanan dengan gizi yang besar agar anak-anaknya mempunyai otak yang cerdas. Produk- produk susu dan makanan dewasa ini berlomba-lomba menawarkan komposisi yang dapat membuat anak cerdas.

Dengan otak yang cerdas, seorang anak diharapkan akan mampu menyerap segala pengetahuan yang ditawarkan padanya dengan sangat baik. Kemudian setelah anak bertumbuh, sedini mungkin anak akan diajarkan bermacam-macam pengetahuan. Belajar membaca, menghitung, bahkan komputer diajarkan pada anak sedini mungkin. Orang tua pun akan bangga jika anaknya dipuji meski masih kecil sudah lancar membaca dan menghitung, bahkan dapat mengoperasikan komputer. Dewasa ini dapat dilihat bagaimana anak-anak mulai kehilangan waktu bermain, bersosial, dan bermasyarakat. Jadwal mereka sangat padat dengan kursus-kursus yang diikuti, yang semuanya diharapkan orang tua agar anak mereka kelak menjadi anak yang produktif karena dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Tentulah kecerdasan intelektual harus dipersiapkan dengan saksama, namun ini bukan yang terpenting. Banyak orang memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang luar biasa, tetapi ternyata tidak dapat membuat dunia ini semakin baik. Bahkan tidak sedikit di antaranya yang merusak lingkungan sosial dan kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, manusia membutuhkan kecerdasan yang kedua.

Kecerdasan kedua, yaitu EQ. Di Indonesia, kecerdasan ini dikenal karena buku karangan Daniel Goleman yang berjudul "Kecerdasan Emosional: Mengapa EQ Lebih Penting daripada IQ". Dunia tidak hanya butuh orang yang pintar secara intelektual, tetapi juga orang yang cerdas secara emosi. Kecerdasan emosional itu mengembangkan sikap bagaimana seseorang harus menempatkan diri di tengah- tengah lingkungan sosial dan masyarakat. Orang yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya adalah orang yang dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya secara maksimal. Orang dengan emosi yang baik dan terkontrol akan lebih mampu menguasai keadaan dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, bagi masyarakat modern, lebih baik bergaul dengan orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik ketimbang orang dengan intelektual yang baik, namun tidak dapat mengontrol dirinya sendiri.

Sekolah-sekolah kepribadian dan pelatihan-pelatihan mental pun marak bertumbuh. Tentulah jauh lebih baik jika orang dengan IQ yang baik juga memiliki EQ yang baik. Namun, EQ yang baik juga belum dapat membuat orang itu merefleksikan dirinya dengan baik di tengah dunia. Hal ini dikarenakan kecerdasan emosional tidak mampu menjawab persoalan seperti bagaimana nasib seseorang setelah mengalami kematian? Atau apakah arti hidup ini yang dapat membawa seseorang memiliki rasa frustasi tersendiri di dalam hidupnya? Rasa frustasi ini akan menggiring seseorang dalam ketidaktenangan hidup yang pada akhirnya, tentu saja, membuat orang tersebut tidak mampu memiliki emosi yang seimbang kendatipun ia telah dilatih di sekolah-sekolah kepribadian atau pembinaan mental dan sebagainya. Karena itu, ada kecerdasan ketiga, yakni kecerdasan spiritual.

Kenyataannya, dunia tidak semakin baik dengan IQ dan EQ. Ternyata dunia dengan dua macam kecerdasan tersebut tidak mampu membuat dunia semakin baik dan aman, malah sebaliknya yang terjadi, dunia semakin jahat, korup, dan mesum. Secara esensial, dua hal tersebut sangat kurang. Berkesimpulan bahwa IQ dan EQ sudah cukup, sama saja dengan berkesimpulan bahwa struktur manusia terdiri dari "mind" yang menjadi dasar IQ, dan "body" yang menjadi dasar EQ. Padahal, para ilmuwan hampir sepakat bahwa faktor kunci bagi peradaban manusia adalah spiritual/rohani. Inilah yang saya kira menjadi alasan penting psikolog terkemuka Carl Jung menulis "Modern Man in Search of a Soul". Manusia perlu kecerdasan jenis ketiga yakni, "Spiritual Quotient". Paul Edwards, dalam bukunya "Spiritual Intelligence" (1999), menandaskan bahwa spiritual adalah dasar bagi kecerdasan IQ dan EQ sehingga dapat mengembangkan dunia menuju keberadaban dan kedamaian.

SQ berfungsi agar perkembangan IQ dan EQ berkembang secara benar. SQ yang baik dapat menolong seseorang untuk memiliki arti hidup, ketenangan, dan kedamaian yang tidak dapat diberikan oleh IQ dan EQ. Bahkan dengan SQ yang baik, seseorang dapat memiliki hikmat atau kearifan di dalam menyikapi tantangan dan godaan yang sedang ada di sekitarnya. Kecerdasan spiritual akan menolong seseorang agar mampu bersikap jujur, adil, toleransi, terbuka, penuh kasih sayang terhadap sesama. Seseorang yang dekat dengan Tuhan yang Mahasuci, Mahatahu, dan Bijaksana, tentu akan juga memiliki refleksi diri yang lebih mantap. Pikiran, perasaan, ucapan dan tindakan akan mantap, tenang, jernih, dan bersih. Hal-hal ini akan menyingkirkan segala yang kotor, najis, jahat, dendam, iri hati, egoisme yang merusak sesama dan lingkungan, serta segala energi negatif yang tampak pada manusia yang tidak mempunyai hubungan dengan Tuhan. Bukankah hal-hal ini yang jauh lebih penting dalam kehidupan manusia? Jika demikian, tentu saja seharusnya potensi-potensi manusia dalam pengembangannya lebih baik dilandasi dengan kecerdasan spiritual.

SQ sangat dibutuhkan dan harus dikerjakan secara serius karena sains modern akhirnya gagap, bahkan gagal ketika menjelaskan hakikat manusia sejati. Makna hidup bagi manusia modern, arti hidup di dunia fana ini, bagaimana menjalani hidup secara benar, misteri kematian, dan seterusnya, menjadi kegalauan dan pertanyaan besar bagi manusia yang tidak mengembangkan aspek spiritualnya. SQ akan menolong manusia untuk tahan godaan, berhati luas, berpikiran sehat, mengalami kedamaian, dan kebahagiaan serta kearifan dalam menghadapi setiap persoalan, serta terus berusaha menciptakan keharmonisan. Bukankah hal ini sangat bermanfaat dalam membangun dunia yang aman, tenteram, damai, serta sehat dan bahagia? Profesor Khalil Khavari dalam bukunya, "Spiritual Intelligence", mengatakan, "Intan yang tidak terasah yang dimiliki oleh setiap insan ialah hal rohani. Kita harus mengenalinya dan mengembangkannya untuk memperoleh kebahagiaan personal/pribadi." Zohar dan Marshall berpendapat bahwa menciptakan manusia yang unggul dan yang mampu membangun dunia semakin baik dan damai adalah manusia yang dipersiapkan sebaik mungkin akan IQ, EQ, terutama SQ. Dengan SQ yang baik, yang mendasari IQ dan EQ, seseorang akan dapat mengembangkan segala potensinya dengan maksimal sehingga berguna bagi perkembangan dunia yang semakin beradab, damai sejahtera dan tenteram.

Untuk memiliki kecerdasan spiritual, seorang harus dekat dengan Tuhan. Oleh karena itu, hubungan pribadi dengan Tuhan mutlak perlu diusahakan dan dipelihara sehingga dalam menghadapi setiap kemajuan manusia tidak bertambah egois, tetapi selalu memikirkan semuanya dalam perspektif iman yang benar. Hubungan yang dekat dengan Tuhan akan menolong seseorang untuk tidak gampang stres dan depresi dalam menghadapi tantangan yang ada karena kekuatan Tuhan selalu menyertainya. Hubungan pribadi biasanya tampak dalam kesukaan dan kedisiplinan dalam berdoa dan membaca Kitab Suci. Sebagai orang Kristen kedua hal ini adalah hal mendasar bagi berkembangnya kecerdasan spiritual seseorang. IQ dan EQ akan berkembang pada jalurnya untuk membangun dunia semakin baik ketika seseorang memiliki hubungan dengan penciptanya.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Dosa [Indeks 00000]

Bab III. Manusia dan Dosa [Daftar Isi 00006]
00013 A. Definisi Dosa
00014 B. Asalnya Dosa
00015 C. Aspek-aspek Dosa
00016 D. Akibat Dosa
00017 E. Tujuh Dosa Maut
00018 F. Jalan Keluar Dari Dosa

"Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, .... Sesungguhnya dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku" Mazmur 51:6-7

A. Definisi Dosa

Dosa memiliki arti dasar: tidak mengena pada sasaran, meleset dari tujuan, melanggar batas, tidak taat/tidak patuh, melawan atau memberontak. Dosa dapat didefinisikan sebagai pemberontakan secara aktif terhadap Allah Pencipta yang menyebabkan manusia tidak taat, melanggar hukum Allah, dan menyimpang dari tujuan Allah yang menciptakannya. Dosa selalu berkontradiksi dengan kekudusan Allah sehingga tidak dapat dipandang sepele, sebaliknya harus dipandang serius.

Dosa bukanlah sesuatu yang timbul dari sifat kebinatangan manusia karena manusia diciptakan berbeda secara esensial dengan binatang. Dosa juga bukan nafsu fisikal manusia semata-mata. Dosa adalah pemberontakan terhadap Allah dan setelah kejatuhan Adam dalam dosa, dosa melekat pada setiap manusia keturunannya seperti yang diungkapkan oleh Daud, "Sesungguhnya, ... dalam dosa aku dikandung ibuku."



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Dosa [Indeks 00000]

Bab III. Manusia dan Dosa [Daftar Isi 00006]
00013 A. Definisi Dosa
00014 B. Asalnya Dosa
00015 C. Aspek-aspek Dosa
00016 D. Akibat Dosa
00017 E. Tujuh Dosa Maut
00018 F. Jalan Keluar Dari Dosa

B. Asalnya Dosa

Hegel pernah mengatakan, "Kejahatan merupakan suatu langkah yang perlu di dalam perkembangan sejarah." Kalimat ini bisa berarti bahwa Allahlah yang menghendaki dosa itu ada dalam sejarah manusia sehingga Ia dapat menunjukkan kebaikan-Nya dan manusia dapat belajar dari kesalahannya. Atau dengan kata lain, dosa berasal dari kekekalan. Pandangan ini keliru karena hanya Allahlah yang berasal dari kekekalan, dandi dalam kekudusan-Nya, tidak mungkin dosa memperoleh tempat. Jika dosa adalah atas kehendak dan prakarsa Allah, pengusiran manusia dari kekudusan Allah merupakan sandiwara terbaik yang pernah ada dalam sejarah manusia. Hal ini dapat berarti bahwa Allah itu kudus sekaligus berdosa. Jika demikian, Allah adalah penipu sebab Ia pernah berkata, "Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus" (Ima 19:2).

Dosa berasal dari Iblis. Iblislah yang pertama kali memberontak terhadap Allah dan ia ingin mengajak manusia ciptaan Allah untuk juga memberontak terhadap Allah. Alkitab berkata, "Barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya" (1Yo 3:8). Iblis menggoda Hawa untuk melanggar peraturan atau larangan Allah sama seperti yang ia telah lakukan. Selanjutnya, Hawa menggoda Adam untuk menuruti keinginan Iblis. Akhirnya, Iblis berhasil membawa Adam dan Hawa menuruti keinginannya. Rasul Yohanes berkata, "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran" (Yoh 8:44).

Memang Allah yang memberi kehendak bebas manusia sehingga manusia bisa memilih menaati Allah atau melawan Allah. Tetapi itu bukan berarti Allah yang menghendaki manusia berdosa. Manusia memberontak dan berbuat dosa atas keinginannya sendiri yang memilih mengikuti keinginan Iblis. Misalnya, seorang bapa membelikan anak remajanya sebuah sepeda motor. Hal ini dilakukannya supaya anaknya dapat lebih luas beraktivitas dan menghemat banyak ongkos transportasi. Namun, anaknya suka menggunakan motor tersebut dengan berkebut-kebutan yang akhirnya membawanya pada kecelakaan yang merenggut nyawanya. Apakah dengan demikian bapanya yang menghendaki kematian anaknya? Tentu tidak. Anaknyalah yang menyalahgunakan apa yang telah diberi oleh bapanya.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Dosa [Indeks 00000]

Bab III. Manusia dan Dosa [Daftar Isi 00006]
00013 A. Definisi Dosa
00014 B. Asalnya Dosa
00015 C. Aspek-aspek Dosa
00016 D. Akibat Dosa
00017 E. Tujuh Dosa Maut
00018 F. Jalan Keluar Dari Dosa

C. Aspek-Aspek Dosa

  1. DOSA SEBAGAI STATUS

    Secara status, sejak Adam dan Hawa, dosa sudah ada di hadapan manusia. Manusia adalah makhluk yang berdosa dan karena itu sekaligus seteru Allah. Semua manusia telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rom 3:23). Ada pendapat yang mengemukakan bahwa bayi yang lahir itu seperti kertas yang putih. Akan jadi apa kertas itu nantinya tergantung dari yang menulis dan yang menggambar di atasnya. Pandangan tersebut adalah pandangan yang salah.

    Jika manusia berdosa sejak dari kandungan, berarti ketika dilahirkan sebagai bayi, ia pun telah berdosa. Status keberdosaan melekat kepada setiap manusia yang hidup di bumi dan tidak bisa lepas selama Allah sendiri tidak melepaskannya. Status ini pun diikuti oleh rasa bersalah yang nyata, konkret, dan objektif. Seorang terpidana tetaplah seorang terpidana sampai hakim memutuskan bahwa ia tidak lagi menjadi terpidana. Atau ia telah memenuhi tuntutan hukum yang dibebankan kepadanya. Setiap manusia yang berdosa tetap harus mempertanggungjawabkan keberdosaannya di hadapan Allah karena secara legal telah menyeleweng dari standar legal yang telah ditetapkan Allah. Namun, pertanyaan apakah itu berarti bayi yang baru lahir pasti masuk neraka, merupakan masalah yang berbeda. Allah adalah adil dan Ia tahu apa yang terbaik yang harus dilakukan-Nya.

  2. DOSA SEBAGAI HABITUS

    Dunia tempat manusia dilahirkan adalah dunia yang telah berdosa. Lingkungan tempat manusia dilahirkan ada dalam kondisi berdosa. Hal ini juga memungkinkan semua manusia memiliki kecenderungan berdosa dan kecenderungan berbuat jahat. Kondisi keberdosaan juga menyebabkan manusia menularkan kebiasaan berdosa yang semuanya membawa kebobrokan. Bergaul dengan orang fasik/jahat akan menyebabkan orang juga menjadi fasik (Ams 11:9). Seseorang yang dibesarkan dan tinggal dalam lingkungan yang jahat akan mudah untuk jatuh dalam kejahatan, apalagi pada dasarnya ia juga sudah jahat. Jika demikian, tidak seorang manusia pun dapat lolos dari dosa.

  3. DOSA SEBAGAI AKTUS

    Dosa adalah sesuatu yang sifatnya pribadi. Artinya, dosa merupakan sesuatu yang dilakukan manusia secara pribadi. Manusia selalu melakukan dosa secara aktif. Itulah sebabnya semua manusia memiliki pengalaman berbuat dosa. Semua tindakan manusia selalu menuju kepada pelanggaran terhadap ketetapan Allah. Perbuatan dosa harus dipertanggungjawabkan kepada Allah secara pribadi.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Dosa [Indeks 00000]

Bab III. Manusia dan Dosa [Daftar Isi 00006]
00013 A. Definisi Dosa
00014 B. Asalnya Dosa
00015 C. Aspek-aspek Dosa
00016 D. Akibat Dosa
00017 E. Tujuh Dosa Maut
00018 F. Jalan Keluar Dari Dosa

D. Akibat Dosa

  1. KEMATIAN ROHANI

    Allah mengusir manusia dari hadapan-Nya, dan Ia tidak membiarkan manusia yang berdosa ada dalam persekutuan dengan-Nya (Kej 3:24). Ini merupakan bagi manusia sebab pada dasarnya manusia diciptakan untuk berhubungan dengan penciptanya. Roh manusia yang diberikan oleh Allah mengalami keterpisahan dari Roh Allah yang hidup. Kematian ini juga menyebabkan manusia kehilangan kemuliaan Allah yang melekat kepadanya (Rom 3:23; Efe 2:1).

  2. KEMATIAN JASMANI

    Semula Allah tidak menciptakan manusia untuk mati dan kembali menjadi tanah, tetapi dosa menyebabkan manusia pasti mengalami kematian dan menjadi tanah kembali. Alkitab mencatat, "Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah" (Kej 3:19). Kehilangan kemuliaan Allah menyebabkan kualitas tubuh manusia menurun drastis. Kematian jasmani merupakan konsekuensi dari keberdosaan manusia, seperti dikatakan oleh Paulus, "Sebab upah dosa ialah maut" (Rom 6:23).

  3. RUSAKNYA HUBUNGAN DENGAN SESAMA

    Manusia adalah serigala bagi sesamanya. Ungkapan ini ada benarnya karena berdasarkan fakta manusia bisa saling merugikan dan saling mencelakakan di dalam upayanya mempertahankan hidup dan mengejar kesenangan hidup. Hubungan antar manusia tidak lagi harmonis sejak fakta kejatuhan dalam dosa. Manusia saling mempersalahkan (Kej 3:12-13). Peristiwa Kain membunuh Habel merupakan bukti selanjutnya. Sejak saat itu manusia selalu harus berhati-hati dalam berhubungan dengan sesamanya. Memang ada pepatah mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Pepatah ini hanya memiliki separuh kebenaran. Kebenaran yang melengkapinya adalah tak kenal, maka tak benci. Kalau mau jujur, orang-orang yang berselisih tajam, saling membenci, saling mengecewakan, bahkan saling membunuh, umumnya adalah orang-orang yang saling kenal, bahkan tidak jarang mereka mempunyai kedekatan secara emosional. Manusia menjadi makhluk yang tinggi egosentrisnya, dan itu sebabnya mengapa manusia menjadi sulit bersekutu dengan sesamanya. Keadaan ini sebenarnya bersumber dari rusaknya hubungan manusia dengan Allah sehingga manusia tidak tahu membedakan manakah kehendak Allah dan manakah yang bukan. Semuanya hanya menuruti hawa nafsunya sendiri.

  4. RUSAKNYA KEHARMONISAN ANTARA MANUSIA DENGAN ALAM

    Pada mulanya Allah menciptakan manusia dan seluruh alam semesta dalam keadaan yang harmonis dan sungguh amat baik. Alkitab mencatat, "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik" (Kej 1:31). Manusia membutuhkan alam untuk mengaktualisasikan dirinya dan alam membutuhkan manusia untuk memelihara dan menatanya. Manusia dan alam memiliki hubungan interdependensi yang kuat dan erat. Namun, dosa menyebabkan manusia tidak mampu memelihara dan mengusahakan alam, tetapi justru semena-mena karena keserakahannya. Teknologi yang dibuat manusia cenderung ditujukan untuk merusak alam sehingga dunia sekarang dihantui oleh krisis lingkungan hidup seperti bocornya ozon, banjir karena gundulnya hutan, efek rumah kaca, dan sebagainya yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, kesengsaraan bahkan kepunahan makhluk hidup, terkikisnya kekayaan, krisis air bersih, dan sebagainya.

  5. Persoalan utama bukanlah karena alam pada dasarnya tidak baik, tetapi karena manusia yang menyebabkan alam tidak lagi harmonis dan seimbang. Bukankah tugas mengelola dan memelihara bumi ada pada pundak manusia (Kej 1:28; 2:15)? Krisis lingkungan diciptakan oleh manusia dan membawa ancaman bagi manusia sendiri. Bumi saat ini sedang diantar oleh manusia menuju kehancuran dan kemusnahan.

  6. MANUSIA AKRAB DENGAN PENDERITAAN KARENA DOSA.

    Waktu manusia jatuh dalam dosa Allah berfirman, "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu, ... maka terkutuklah tanah karena engkau, dengan bersusah payah engkau akan mencari rejekimu, ... dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu sampai engkau kembali lagi menjadi tanah" (Kej 3:16-19). Karena keberdosaannya, manusia akan akrab dengan penderitaan fisik dan psikis seumur hidupnya. Saya tidak mengatakan bahwa sejak bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus manusia tidak lagi akan sakit dan menderita. Keputusan untuk mengikut Tuhan juga diiringi dengan penderitaan yang harus dipikul. Namun, penderitaan bersama Kristus justru mendatangkan kemuliaan surgawi, sementara penderitaan karena dosa akan mendatangkan kesengsaraan kekal. Pengertian penderitaan di sini adalah sejak manusia jatuh dalam dosa, Allah membiarkan manusia mengalami banyak penderitaan sehingga penderitaan menjadi akrab dengan manusia seumur hidupnya. Akibat dosa ialah hukuman dan penderitaan

  7. HUKUMAN KEKAL

    Dosa mendatangkan maut dan kebinasaan. Allah telah menyiapkan hukuman kekal sebagai tempat kekal manusia yang tidak kembali kepada-Nya, yaitu neraka. Di dalam neraka, manusia mengalami keterpisahan dari Allah. Tempat ini merupakan tempat yang mengerikan di mana manusia tidak akan pernah mati lagi secara fisik. Ia akan menderita karena ada api yang tak terpadamkan, ratap tangis dan kertakan gigi, ada kegelapan yang mengerikan serta ada ulat yang terus-menerus menggerogoti tubuh manusia berdosa. Jika manusia sudah masuk dalam neraka, ia tidak mungkin dapat keluar lagi, tidak mungkin ada kesempatan untuk bertobat.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Dosa [Indeks 00000]

Bab III. Manusia dan Dosa [Daftar Isi 00006]
00013 A. Definisi Dosa
00014 B. Asalnya Dosa
00015 C. Aspek-aspek Dosa
00016 D. Akibat Dosa
00017 E. Tujuh Dosa Maut
00018 F. Jalan Keluar Dari Dosa

E. Tujuh Dosa Maut

Apabila dikatakan tujuh dosa maut, bukan berarti dosa yang lain tidak berakibat kepada maut. Istilah ini menunjukkan bahwa inilah jenis dosa yang sering membuat manusia tidak mengalami kebahagiaan yang seharusnya, dan inilah jenis dosa yang biasa akrab menghampiri setiap orang.

  1. KESOMBONGAN

    Sombong bukan saja berarti seseorang begitu memamerkan apa yang dimiliki dan tidak dimilikinya (tinggi hati), tetapi juga berarti ia tidak percaya akan apa yang dimilikinya (minder). Kesombongan (juga minder) adalah satu ekspresi dari sikap hidup yang berpusatkan pada diri sendiri. Dosa ini mempunyai ciri menolak realita yang ada dan menipu diri sendiri, kemudian menempatkan diri pada suatu keadaan yang bukan seharusnya. Amsal berkata, "Kecongkakan mendahului kehancuran" (Ams 16:18; 18:12). Bapak gereja, Agustinus pernah berkata, "Manusia yang menyenangkan dirinya sendiri bukanlah orang yang akan kehilangan segalanya, tetapi ia adalah orang yang mendekati kehampaan." Kesombongan mencemari segala yang disentuhnya, menghambat pertumbuhan rohani, dan menciptakan ketegangan baik dalam diri sendiri maupun dalam diri orang lain.

    Kesombongan adalah dosa dasar yang menyebabkan perpisahan dari Allah, dari diri kita sendiri, dari orang lain, dan dari kemegahan hidup sebagai orang yang menyaksikan berkat Allah. Norman Wright berpendapat bahwa kesombongan membuat orang sukar diberkati Tuhan, dan membuat sukar membangun keluarga bahagia.

  2. IRI HATI

    Karena iri hati, Kain membunuh Habel. Sikap yang secara tiba-tiba menjadi tidak senang atas keberhasilan orang lain, tidak senang atas kelebihan orang lain, serta menolak untuk puas dengan apa yang dimilikinya sendiri, itulah iri hati. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa iri hati merupakan suatu perasaan tidak puas dengan diri sendiri dan ketidakmampuan untuk menerima kebaikan dan kelebihan orang lain. Reputasi orang lain menyinggung harga dirinya. Iri hati juga menunjukkan bahwa seseorang masih hidup dalam kedagingan (Gal 5:20).

  3. AMARAH

    Alkitab mencatat, "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu" (Efe 4:26). Itu artinya, setiap orang bisa saja marah, tetapi bukan berarti memendam kemarahan itu sehingga menjadi kebencian yang mendalam, dan marah itu semakin menjadi-jadi sehingga bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Kemarahan bisa timbul karena sesuatu yang kita inginkan tidak kesampaian atau terhalangi. Seseorang menjadi marah itu normal, tetapi sikap sebagai seorang pemarah adalah sesuatu yang tidak normal, bahkan Alkitab menganjurkan agar menjauhi dan tidak memberi tempat pada si pemarah (Ams 21:19; 29:22; 1Ko 13:5; 1Ti 3:3; Tit 1:7). Amarah yang menjadi dosa ialah jika tidak bisa menerima kenyataan dan akhirnya melawan kenyataan dengan tindakan yang tidak wajar. Amarah yang menimbulkan dosa adalah amarah yang muncul dan dibarengi dengan keinginan untuk mewujudkannya, yang cenderung ingin merusak atau menimbulkan kerusakan hubungan atau sesuatu. Marah bisa dinyatakan kepada diri sesama juga kepada Tuhan.

  4. KETAMAKAN

    Sikap egosentris manusia membentuk suatu sifat tamak. Tamak berarti tidak puas dengan apa yang sudah dimiliki dibarengi dengan keinginan yang kuat untuk memiliki segala sesuatu yang mungkin menjadi miliknya, walaupun sesuatu itu bukan kebutuhannya. Jika keinginan itu menguasai diri seseorang, tindakan untuk memperoleh sesuatu tersebut akan diikuti dengan sikap menghalalkan segala cara. Biasanya ketamakan berakar dari keinginan untuk menguasai harta dan perasaan kuat ingin dihargai oleh setiap orang. Paulus berkata, "Akar segala kejahatan adalah cinta akan uang" (1Ti 6:10). Ketamakan bukanlah sikap kristiani karena sikap ini membentuk sikap lebih mementingkan diri dan harta ketimbang Tuhan dan sesama. Karena itu, Yesus pernah berkata, "Berjaga-jagalah dan waspada terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu" (Luk 12:15).

  5. NAFSU SEKSUAL

    Nafsu seksual ditunjukkan dengan gejala tidak puas terhadap pasangan resmi yang diberikan oleh Tuhan, dan tidak tertarik pada satu pasangan saja. Nafsu seperti ini sangat mengganggu, khususnya bila berkaitan dengan hidup pernikahan, keluarga, dan urusan kasih sayang pribadi. Dunia sekarang membuat nilai-nilai moral mengalami degradasi yang tajam sehingga membawa orang semakin biasa mengumbar hawa nafsu seksualnya. Perselingkuhan, seks pranikah, dan seks bebas menjadi semakin akrab dengan lingkungan di sekitar kita. Semakin banyak orang yang menganggap bahwa hal mengumbar nafsu seperti bukan lagi merupakan hal yang berdosa yang dapat mengganggu nurani seseorang. Alkitab menjelaskan bahwa hal seperti itu tidak berkenan di hadapan-Nya. Daud jatuh karena nafsu seksual yang disalurkan pada orang yang tidak tepat. Kejatuhan Salomo juga bermula dari ketidakmampuan untuk menahan nafsu seksualnya. Dosa ini rentan terjadi bagi setiap orang di sepanjang segala zaman. Tampaknya sebagai suatu kebetulan analogi ini. Huruf mati dari nafas adalah n-f-s. Huruf mati nafsu juga adalah n-f-s. Karena itu, setiap orang yang bernafas pasti mempunyai nafsu. Orang perlu menguasai dirinya agar tidak terjebak dalam nafsunya. Tidak terkecuali orang percaya, perlu betul-betul mengandalkan kuasa Tuhan dan kesadaran diri yang penuh untuk dapat menguasai dan mengontrol nafsu ini. Sekali manusia jatuh dalam hal ini, ia segera menjadi hamba dosa ini (Yoh 8:34), namun tentu saja pintu pertobatan tetap terbuka di dalam Yesus Kristus.

  6. KEMALASAN

    Kemalasan dapat dirumuskan sebagai tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu, segan, tidak bernafsu. Kata ini tidak saja mengandung arti kemalasan dalam hal-hal kerohanian, tetapi juga sikap apatis dan tidak aktif dalam kegiatan kristiani. Alkitab memberikan peringatan mengenai dosa kemalasan. Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak dan kemiskinan. Kemalasan merusak dan membunuh si pemalas. Kemalasan menyebabkan cara hidup yang negatif, hidup yang tidak berguna, dan tidak efektif.

    Tuhan tidak melarang kita untuk beristirahat. Ia bahkan memberikan hari perhentian-Nya bagi setiap orang percaya. Sebagaimana teladan-Nya setelah berkarya menciptakan langit dan bumi, Ia berhenti pada hari ketujuh. Semut dapat dijadikan contoh. Sebagai makhluk hidup yang begitu kecil, ia dapat memanfaatkan energi dan sumber-sumber kehidupan secara ekonomis. Betapa malangnya manusia yang malas. Padahal Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk hidup yang paling mulia dari segala ciptaan-Nya.

    Malas adalah satu sikap di mana seseorang tidak ingin melakukan apa pun juga. Malas juga merupakan sikap di mana seseorang enggan untuk melakukan segala sesuatunya dengan maksimal. Bahkan dalam perumpamaan Tuhan Yesus mengenai talenta, malas adalah sikap di mana seseorang memiliki talenta dan karunia dari Tuhan, tetapi tidak menggunakannya atau mendayagunakannya (Mat 25:26). Sikap malas melemahkan pikiran dan kehendak seseorang sehingga tidak memiliki aktivitas yang berarti. Sikap malas ini membuat seseorang hanya melakukan hal-hal yang menyenangkan saja, yang enak dan semuanya hari ini, tanpa memikirkan dengan serius masa depannya. Alkitab mengatakan bahwa orang yang malas adalah saudara dari perusak (Ams 18:9). Orang malas punya banyak keinginan tetapi sia-sia bahkan ia dibunuh oleh keinginannya (Ams 13:4; 21:25). Sifat ini pada akhirnya akan menyeret seseorang pada rupa-rupa kejahatan yang dilatarbelakangi kemiskinan akibat kemalasan atau karena ingin jalan pintas. Karena keinginan yang menguasai mereka sedangkan mereka tidak ingin bekerja keras, mereka akan terdorong untuk melakukan kejahatan. Allah ingin agar si pemalas belajar dari semut (Ams 6:6).

  7. KERAKUSAN

    Kerakusan adalah ekspresi manusia yang kehidupannya hanya mementingkan diri sendiri. Sifat ini adalah ekspresi dari seseorang yang hanya mementingkan harta di atas segalanya. Pikirannya semata-mata tertuju kepada perkara duniawi (Fili 3:19).



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Dosa [Indeks 00000]

Bab III. Manusia dan Dosa [Daftar Isi 00006]
00013 A. Definisi Dosa
00014 B. Asalnya Dosa
00015 C. Aspek-aspek Dosa
00016 D. Akibat Dosa
00017 E. Tujuh Dosa Maut
00018 F. Jalan Keluar Dari Dosa

F. Jalan Keluar dari Dosa

Bapak gereja Agustinus pernah berkata, pertama, bahwa dosa itu realitas yang tak dapat dihindari oleh manusia. Hal ini senada dengan ungkapan Paulus yang berkata bahwa semua manusia telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rom 3:23). Kedua, manusia secara pribadi bertanggung jawab dan tak dapat membenarkan diri dengan berbagai alasan dan perbuatan. Semua perbuatan dosa manusia akan mendatangkan hukuman yang mengerikan bagi manusia. Oleh karena itu, manusia perlu mengetahui jalan keluar dari dosa. Jalan keluar dari dosa dan hukuman dosa tidak dapat dikerjakan dan diusahakan oleh manusia. Artinya, sekalipun manusia berbuat banyak amal dan kebajikan, tetap saja ia tidak akan mampu membawanya bebas dari konsekuensi dosa karena secara esensial dirinya masih berada dalam status berdosa. Manusia juga tidak dapat terhindar dari konsekuensi dosa hanya karena melakukan banyak ibadah dan usaha-usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jalan keluar dari dosa hanya dapat dikerjakan oleh Allah sendiri. Karya Allah, yang akhirnya disebut sebagai jalan keluar dari dosa disebut pengampunan dosa. Pengampunan dosa itu adalah karya Allah yang terjadi karena anugerah-Nya. Dr. BJ. Boland mengatakan bahwa pengampuan dosa itu sekali-kali tidak berarti bahwa Allah itu membiarkan serta memaafkan begitu saja dosa-dosa manusia. Tetapi siapa yang pernah berhadapan dengan Salib Kristus, ia sadar bahwa anugerah Allah itu tidaklah murah. Pengampunan dosa itu terjadi karena Allah sendiri harus tetap menghukum dosa, oleh karena itu Yesus Kristus harus mati demi pembebasan manusia dari dosa. Demikianlah, Allah berkata bahwa siapa yang percaya kepada Kristus akan beroleh hidup kekal dan tidak memperoleh hukuman (Yoh 3:16). Karena itu -- sekali lagi, jalan keluar dari dosa hanya bisa diterima dalam iman kepada Yesus Kristus yang mati untuk menebus kita dari hukuman dosa.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kerja [Indeks 00000]

Bab IV. Manusia dan Kerja [Daftar Isi 00006]
00019 A. Ditinjau Secara Umum
00020 B. Ditinjau dari Sudut Pandang Alkitab
00021 C. Tujuan Kerja

"Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak" Pengkhotbah 5:11

A. Ditinjau Secara Umum

"Webster's Dictionary" menjelaskan "kerja" sebagai usaha atau karya nyata baik secara fisik atau mental yang dikerjakan oleh seseorang. Arti lainnya adalah 'pekerjaan atau sesuatu yang orang buat atau lakukan'. Kerja adalah kegiatan melakukan sesuatu yang dilakukan, diperbuat atau sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata pencaharian. Sehubungan dengan itu, John Stott merumuskan pengertian kerja sebagai berikut. "Kerja adalah pengeluaran tenaga baik secara manual atau mental, atau kedua-duanya, dalam pelayanan terhadap orang lain, yang membuahkan kepuasan bagi si pekerja, manfaat bagi masyarakat, dan kemuliaan bagi Allah."

Istilah "kerja" juga digunakan dalam arti digaji oleh seseorang untuk melaksanakan suatu tugas pada waktu dan tempat tertentu -- menjadi pekerja atau karyawan. Sementara itu, Hassan Shadily menjelaskan kerja sebagai pengerahan tenaga (baik pekerjaan jasmani maupun rohani) yang dilakukan untuk menyelenggarakan proses produksi. Kerja adalah faktor penting sebab merupakan faktor produksi yang berpangkal pada manusia.

Jadi, kerja adalah sesuatu yang dilakukan dengan mengerahkan tenaga atau pikiran yang dapat menghasilkan uang atau materi, bahkan dapat memberikan kepuasan bagi si pekerja, manfaat bagi sesama dan kemuliaan bagi Allah.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kerja [Indeks 00000]

Bab IV. Manusia dan Kerja [Daftar Isi 00006]
00019 A. Ditinjau Secara Umum
00020 B. Ditinjau dari Sudut Pandang Alkitab
00021 C. Tujuan Kerja

B. Ditinjau dari Sudut Pandang Alkitab

Dalam Perjanjian Lama Dalam bahasa Ibrani kata yang paling sering digunakan untuk "kerja" adalah "asa" dan kata bendanya adalah "ma'aseh". Penggunaan kata "asa" biasanya diterjemahkan sebagai 'melakukan' atau 'membuat'. Ketika "asa" diterjemahkan sebagai 'kerja', hal itu selalu menunjuk kepada pekerjaan dari bangsa dalam suatu proyek, misalnya mengerjakan tabernakel, Bait Allah, atau tembok Yerusalem (Kel 31:4; 36:1; 1Ra 9:23; Neh 2:16). Istilah Ibrani yang lebih sering digunakan adalah "ma'aseh", digunakan sebanyak 181 kali, artinya 'pekerjaan', 'perbuatan', 'aktivitas' (Kel 5:4; 23:24) dan diartikan juga sebagai 'sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas' (Kel 39:8; Maz 135:15). Istilah Ibrani lain yang lebih jelas artinya dengan pengertian dari kata "kerja" adalah "abad" (kata kerja), kata bendanya adalah "abodah". Kata ini berhubungan dengan "ebed", artinya 'pelayan', 'budak'. Kata "abad", misalnya di Kel 5:15; 2Ta 2:18 dan "abodah" di Kel 5:9, 11; Neh 3:5. Istilah "abodah" juga digunakan untuk 'kerja' dari kaum Lewi (Kel 38:21; Bil 4:23-47). Kata "abad" dan "abodah" menunjuk kepada pengertian yang sama, yaitu 'melayani', 'pelayanan yang ditujukan kepada seseorang yang statusnya lebih tinggi'. Dengan kata lain, kerja adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah Sang Pencipta. Arti lainnya adalah kerja itu merupakan ibadah yang harus dilakukan di hadapan Allah. Jika semua harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, istilah "abodah" ini mengandung makna pelayanan. Dengan motivasi melayani Allah, sesungguhnya kerja bukanlah hal yang lebih rendah dari pelayanan yang dilakukan dalam gereja.

Di dalam Perjanjian Lama, kerja amat dihormati, khususnya pekerjaan keahlian. Orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membuat barang-barang (tukang perak, tukang kayu, tukang tenun,) amat dihormati. Kerja adalah bagian utuh dari kehidupan manusia. Konsep ini lahir dari pandangan yang penuh penghargaan terhadap tanggung jawab kepada keluarga. Berkenaan dengan hal tersebut, Jerry dan Mary White mengutip pandangan William Barclay dari bukunya yang berjudul "Ethis in a Permissive Society," yang menyatakan, "Bagi seorang anak Yahudi kerja amatlah penting -- kerja adalah intisari kehidupan." Orang-orang Yahudi mengenal ungkapan "orang yang tidak mengajar anak lelakinya berusaha, sama saja dengan mengajarnya mencuri." Seorang rabi Yahudi sama kedudukannya dengan seorang dosen atau profesor di perguruan tinggi, tetapi menurut hukum Yahudi ia tak boleh menerima satu sen pun dari tugas mengajarnya; ia harus menguasai suatu bidang usaha yang dilakukannya dengan tangannya, dan dengan demikian ia memenuhi kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, ada rabi yang menjadi tukang jahit, tukang sepatu, tukang cukur, atau tukang roti dan bahkan menjadi aktor. Bekerja bagi seorang Yahudi adalah kehidupan. Dengan demikian, semua jenis pekerjaan yang dikaruniakan Allah pada seseorang, harus diterima dengan ucapan syukur, tanpa harus menjadi iri dengan pekerjaan yang lebih mendatangkan keuntungan.

Ketika tinggal di Taman Eden, Adam dan Hawa ditugaskan Allah untuk bekerja, yakni mengusahakan dan memelihara Taman Eden. Kejadian 2:15 menerangkan dengan jelas bahwa Allah memberikan perintah untuk bekerja kepada manusia. Dalam Keluaran 34:21 tertulis perintah ini, "Enam hari lamanya engkau bekerja, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah engkau berhenti, dan dalam musim membajak dan musim menuai haruslah engkau memelihara hari perhentian juga." Klausa "enam hari lamanya engkau bekerja" dalam bahasa aslinya dituliskan dalam bentuk imperatif (perintah). Jadi, bekerja bukanlah suatu pilihan yang boleh dilakukan, boleh juga tidak. Kerja adalah suatu esensi dari manusia. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang bekerja.

Allah tidak senang dengan kemalasan. Setiap orang harus memberikan sumbangan dalam menopang kehidupan keluarganya. Amsal 6:6-8 memerintahkan kepada kita untuk mengamati dan belajar dari semut; semut bekerja keras untuk mengumpulkan makanan agar dapat hidup terus. Perjanjian Lama mencela kemalasan dan memuji kerja keras. Amsal 18:9 mengatakan, "Orang yang bermalas-malasan dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak." Lebih lanjut dikatakan, "Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar" (Ams 19:15).

Dalam Perjanjian Baru

Kata Yunani yang sering digunakan untuk "kerja" adalah "kopiao", artinya 'bekerja', 'bersusah payah', 'menjadi letih', 'kerja keras' (Mat 11:28; Yoh 4:38; Rom 16:6; 12:1; 1Ko 15:10). Perjanjian Baru menguatkan konsep yang telah ada di dalam Perjanjian Lama tentang kerja. Seperti terlihat dalam 2Tesalonika 3:7-10 yang berbunyi, "Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti dengan percuma, tetapi kami berusaha berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban siapa pun di antara kamu ...: Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." Teks ini merupakan perkataan yang tegas dan keras. Bagian ini tidak ditujukan kepada orang-orang sakit, lanjut usia, atau cacat. Bagian ini ditujukan kepada orang-orang yang sehat, tetapi malas atau memilih untuk tidak bekerja karena malas, terlalu rewel memilih pekerjaan atau tidak bisa diandalkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan.

Jadi, kerja adalah kegiatan yang mencakup segala sesuatu yang dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari, untuk melangsungkan kehidupan, bukan hanya sekadar kerja dalam pengertian suatu usaha yang menghasilkan uang. Kerja adalah bagian dari kehidupan dan karakter hidup manusia, yang harus dilaksanakan. Kerja bukan merupakan suatu pilihan, tetapi keharusan. Kerja berkaitan dengan pelayanan atau melayani dan merupakan dimensi fundamental dari keberadaan manusia di dunia ini.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kerja [Indeks 00000]

Bab IV. Manusia dan Kerja [Daftar Isi 00006]
00019 A. Ditinjau Secara Umum
00020 B. Ditinjau dari Sudut Pandang Alkitab
00021 C. Tujuan Kerja

C. Tujuan Kerja

Allah adalah pekerja dan Dia telah menetapkan dan memerintahkan umat-Nya di bumi ini untuk bekerja (Kej 2:5-8, 15, 18-20). Apa tujuan dari perintah Allah tersebut? Untuk melihat lebih jauh apa tujuan kerja yang Allah kehendaki bagi manusia berikut ini penulis memaparkan beberapa hal mengenai tujuan kerja, yaitu sebagai berikut.

  1. MEMULIAKAN ALLAH

    Berkenaan dengan arti dari kata "kerja" yang telah dibahas, yaitu "abad" dan "abodah" yang artinya 'melayani', 'pelayanan kepada seseorang yang statusnya lebih tinggi', maka jelas tujuan kerja adalah untuk pelayanan atau melayani. Dalam hal ini pelayanan kepada Allah dengan tujuan untuk memuliakan Allah.

    Kerja adalah salah satu ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk- makhluk lainnya. Allah menyediakan tanah, bibit tanaman, matahari, dan hujan, tetapi pekerjaan mengolah tanah menjadi lahan, menabur, dan menuai menjadi bagian manusia. Tidak sulit bagi Allah untuk mengolah tanah menjadi lahan, kemudian menuai benih yang sudah masak. Allah tidak mengambil bagian itu karena Allah memberikan porsi tersebut kepada manusia, supaya manusia bekerja. Jadi, kerja adalah hak istimewa yang Tuhan berikan kepada manusia.

    Allah memberikan pekerjaan kepada manusia untuk dikerjakan dengan sebaik- baiknya dan bertanggung jawab. Melalui pekerjaan, manusia diajarkan untuk memuliakan Allah sebagai pemberi pekerjaan. Hal ini merupakan bakti manusia kepada Allah. Karena kerja adalah bakti atau ibadah terhadap Allah, sekecil apa pun pekerjaan yang manusia lakukan, hal itu merupakan sumbangan secara tidak langsung bagi terwujudnya tujuan Allah dengan umat manusia. Jadi, pekerjaan apa pun yang manusia lakukan adalah untuk kemuliaan Allah (1Ko 10:31).

    Kerja adalah dasar penyerahan diri manusia kepada Tuhan supaya Ia dapat menjadikan manusia alat-alat untuk melakukan pekerjaan-Nya di dunia ini. Perlu diingat bahwa dalam pandangan Kristen tujuan kerja bukan untuk gengsi dan kehormatan. Namun, tujuannya adalah bagi kemuliaan Allah dan pelayanan kepada sesama.

  2. MEMENUHI KEBUTUHAN MATERI KELUARGA

    Selama hidup di dalam dunia ini, manusia membutuhkan materi untuk melangsungkan kehidupannya. Salah satu tujuan manusia bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan materi keluarga. Sejalan dengan hal ini, John Stott mengungkapkan bahwa kerja bukan saja ditujukan demi kepuasan hati, melainkan juga demi kegunaannya bagi masyarakat. Adam takkan ongkang- ongkang kaki saja di Taman Eden, melainkan juga bekerja. Dan ia jelas bekerja bukan semata-mata untuk kesenangan pribadi, melainkan untuk memberi makan keluarganya.

    Seorang Kristen harus memenuhi kebutuhan fisik keluarganya karena hal inilah yang membedakan kita dengan orang yang tidak beriman. "Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak-saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman" (1Ti 5:8). Apabila seseorang diperkenankan Tuhan menjadi kaya karena jerih lelahnya dalam bekerja, tentulah hal itu juga untuk kemuliaan dan pekerjaan Allah.

  3. KEPUASAN PSIKIS

    Kepuasan psikis manusia bisa diperoleh melalui kerja (baik pekerjaan tangan maupun pikiran). Banyak ayat di dalam Alkitab yang membicarakan hal ini, di antaranya Pengkhotbah 5:11, "Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak." Amsal 14:23 berbunyi demikian, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan."

    Ungkapan yang lebih jelas tentang kerja memberikan kepuasan terdapat dalam Pengkhotbah 3:22, "Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi daripada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya." Upah atau gaji yang memadai dan kondisi kerja yang menyenangkan memang dapat memberikan kepuasan kerja. Tetapi semua itu bukan penyebab kepuasan kerja yang primer. Salah satu tujuan orang bekerja adalah kepuasan diri yang lahir dari pekerjaan itu sendiri. Kesadaran bahwa pekerjaannya berguna dan dihargai dapat memberikan kepuasan psikis yang istimewa dalam diri manusia. Oleh karena itu, manusia tidak perlu dan tidak boleh menghindar dari aktivitas bekerja. Salah satu kebutuhan yang paling esensi menurut Abraham Maslow ialah aktualisasi diri, yaitu kerja dan karya manusia. Ketiadaan aktualisasi diri merupakan salah satu indikasi pemicu stres bagi manusia. Teori Maslow bukan sesuatu yang baru karena Alkitab telah menunjukkan kebenaran ini sebelumnya. Orang yang tidak bekerja tidak akan mengalami kepuasan secara psikis.

    Jadi, melalui pekerjaan yang dilakukannya, manusia dapat menolong orang lain. Lagi pula kebutuhan materi keluarga dapat tercukupi dengan bekerja. Tidak dapat disangkal bahwa kebutuhan keluarga dalam hal materi kian hari kian meningkat, dan untuk mencukupi kebutuhan tersebut manusia harus bekerja keras. Melalui kerja manusia belajar dan diajar untuk memuliakan Allah, dan kerja juga memberikan kepuasan psikis bagi manusia.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keindahan [Indeks 00000]

Bab V. Manusia dan Keindahan [Daftar Isi 00006]
00022 A. Pengertian Keindahan
00023 B. Ruang Lingkup Keindahan
00024 C. Manusia Perlu Keindahan
00025 D. Tuhan Menciptakan Keindahan bagi Manusia
00026 E. Manusia Wajib Memelihara dan Mengusahakan Keindahan

"Hukum-hukum Tuhan itu benar adil semuanya, lebih indah daripada emas, bahkan daripada banyak emas tua" Mazmur 19:10-11

A. Pengertian Keindahan

Secara leksikal, keindahan itu berarti elok, cantik, molek, dan bagus. Namun, secara definitif, keindahan ialah suatu kesatuan hubungan bentuk dan warna yang harmonis dan sedap dipandang mata serta sedap didengar. Keindahan itu bisa dilihat dari berbagai ciptaan Tuhan, seperti, pemandangan Danau Toba, pantai-pantai di Pulau Bali, bunga-bungaan yang beraneka warna, pemandangan di puncak Gunung Bromo, Air Terjun Niagara, dan lain sebagainya. Selain itu, keindahan juga dapat lahir dari proses yang dikerjakan manusia, seperti lukisan, karya dekorasi, patung-patung, taman bunga, Sea World (sebuah aquarium raksasa yang didesain oleh manusia), dan lain sebagainya.

Memang arti "indah" bagi seseorang bisa tidak sama dengan orang yang lain karena keindahan menyangkut cita rasa seseorang. Demikian juga dalam menilai sesuatu, banyak faktor yang diperlukan seseorang agar dapat meresapi nilai keindahan yang terkandung dalam suatu objek tertentu. Jika keindahan itu dikerjakan oleh manusia (seniman), haruslah melalui proses pengamatan yang teliti terhadap objek tersebut. Pengamatan tersebut, misalnya mengenai bentuknya, warna, tekstur, gerak (tari/senam), dan sebagainya. Kemudian mengekspresikan hasil pengamatan tersebut menjadi satu susunan atau komposisi yang penuh. Jika proses penciptaannya sudah dilalui, akan terciptalah hasil seni yang baik.

Pada dasarnya, yang disebut indah ialah perasaan senang, nikmat, puas, nyaman, tenang yang timbul karena penghayatan secara murni terhadap suatu objek yang mempunyai nilai tertentu. Dasar utama dalam menilai keindahan adalah dengan adanya kesatuan, keseimbangan, dan irama yang menyatu pada suatu objek.

Kata "indah" dapat menimbulkan perasaan senang bagi orang yang mendengarnya, terlebih lagi jika ia sendiri sudah melihat atau mendengar sesuatu yang indah, ia pasti tertarik dan ingin menikmatinya. Thomas Aquino pernah berkata bahwa indah itu adalah sesuatu yang dapat menimbulkan indah bagi orang yang melihatnya dengan tidak menyangkutpautkan dengan pribadi lainnya. Misalnya, indah dalam suara adalah hubungan antara pribadi nada tinggi, rendah, keras, dan lembut sehingga mewujudkan suara lagu dengan aransemen musik yang telah direncanakan dengan matang. Kesatuan semua itulah yang akan menghasilkan keindahan suara yang didengar oleh seseorang.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keindahan [Indeks 00000]

Bab V. Manusia dan Keindahan [Daftar Isi 00006]
00022 A. Pengertian Keindahan
00023 B. Ruang Lingkup Keindahan
00024 C. Manusia Perlu Keindahan
00025 D. Tuhan Menciptakan Keindahan bagi Manusia
00026 E. Manusia Wajib Memelihara dan Mengusahakan Keindahan

B. Ruang Lingkup Keindahan

Arti keindahan itu sangatlah luas. Oleh karena itu, keindahan dapat digolongkan menjadi beberapa bagian.

  1. KEINDAHAN VISUAL

    Keindahan ini adalah keindahan yang dapat dinikmati berdasarkan visual atau penglihatan manusia. Mata manusia selalu ingin melihat keindahan. Itulah sebabnya dikatakan oleh Alkitab bahwa mata manusia tak akan pernah puas terhadap keindahan (Ams 27:20). Manusia senang melihat pemandangan alam, lukisan dan komposisi bentuk objek yang masuk dalam kategori indah, paling tidak secara subjektif. Manusia selalu senang melihat sesuatu yang dianggapnya teratur, bagus, bersih, unik, seimbang, yang juga menjadi unsur-unsur keindahan. Itu sebabnya bisnis pariwisata, yang notabene menjual keindahan, dapat mendatangkan untung yang besar jika dikelola secara baik dan profesional. Hampir setiap hari ada iklan untuk tur dan perjalanan ("tour and travel") karena memang kegiatan itu amat diminati.

  2. KEINDAHAN SUARA

    Keindahan ini merupakan keindahan yang dapat dinikmati melalui pendengaran manusia. Manusia juga senang mendengar sesuatu yang indah. Paulus pernah berkata agar orang percaya memikirkan semua yang sedap didengar (Fili 4:8). Bahkan dalam hal yang ekstrem, Alkitab mencatat bahwa perkataan pemfitnah seperti sedap-sedapan yang masuk ke telinga seseorang (Ams 18:8). Manusia senang mendengar suara kicauan burung yang merdu, suara gemericik air, suara irama musik yang baik, lagu yang dinyanyikan dengan baik dan dengan teknik oleh vokal yang memadai, serta suara penyanyi yang merdu. Bahkan musik yang didengar sambil dinikmati dan dihayati dapat menimbulkan ketenangan jiwa, kenyamanan, bahkan meredakan stres atau ketegangan- ketegangan pikiran. Irama, komposisi, ritme, keteraturan, yang juga menjadi unsur-unsur keindahan suara dapat mendatangkan kepuasan akan keindahan. Teknologi elektronik seperti radio tape selalu inovatif untuk menghasilkan mutu suara yang lebih bagus. Ini untuk memenuhi kebutuhan keindahan suara yang ada pada manusia.

  3. KEINDAHAN SENI

    Tampaknya keindahan ini sama dengan yang di atas, namun yang dimaksud adalah keindahan dalam hal sastra dan bahasa. Manusia senang membaca karya-karya sastra yang menyentuh kehidupannya. Puisi, sajak, cerpen, buku, dan hasil-hasil sastra yang lain sering juga menimbulkan rasa senang, puas, menambah wawasan bagi orang yang membacanya. Berikut ini contoh puisi sebagai salah satu contoh keindahan sastra yang juga disenangi oleh sebagian orang.

    Pesona
    (ciptaan: Hendra Rey)

    Angin berhembus...
    Tubuhku masih berkeringat
    Ah, dalamku bangga...
    Kini...
    Aku bersama aku tak selamanya
    Diam tak berteman diam
    Nada sumbang kini berjejer
    Beriring siul
    Bersama tembang kekeringan

    Kitab seperti Kidung Agung, Mazmur, Amsal adalah contoh kitab yang paling digemari oleh orang Kristen untuk dibaca karena di dalamnya dimuat karya sastra yang berharga, indah, dan enak dibaca. Berikut ini contoh sastra dalam Alkitab yang indah.

    Tuhan, gembalaku yang baik
    (Mazmur Daud; 23)

    Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
    Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
    Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku.
    Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.
    Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya,
    Sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.
    Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku;
    Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.
    Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku seumur hidupku;
    Dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa.
  4. KEINDAHAN PERISTIWA

    Peristiwa dan pengalaman hidup dari seseorang secara pribadi maupun dari orang lain juga bisa disebut indah dalam kehidupan orang yang menyaksikan atau yang mengalaminya. Edi Silitonga pernah menyanyikan lagu berjudul "Jatuh Cinta". Lirik lagu itu menggambarkan jatuh cinta itu indah, berjuta rasanya. Daud pernah berkomentar tentang kerukunan atau relasi yang baik antarsaudara yang tampak dalam puisinya, "Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun" (Maz 133). Paulus dengan kutipan dari Yesaya mengatakan, "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik."

    Saya pernah menyaksikan seorang yang berkhotbah tentang kematian, agar manusia siap menghadapinya. Selesai berkhotbah, masih di atas mimbar, orang ini kemudian tiba-tiba jatuh (seperti pingsan) dan kedapatan sudah tidak bernyawa. Peristiwa itu mengagetkan, namun tidak dapat dimungkiri bahwa peristiwa itu memuat unsur keindahan. Indah karena matinya sesuai khotbahnya. Peristiwa itu mendatangkan kebangunan rohani dan hikmat bagi siapa yang mendengar dan menyaksikannya. Dalam upacara penguburan, tidak ada pengkhotbah, walau acara khotbah sudah dijadwalkan. Ternyata yang diputar adalah khotbah beliau saat-saat terakhir sebelum beliau meninggal. Banyak orang di sekitar saya mengatakan hal itu sangat indah. Peristiwa, pengalaman, relasi yang indah, sering menimbulkan kesan yang mendalam bagi seseorang dan mendatangkan banyak hikmat.

  5. KEINDAHAN LINGKUNGAN

    Yang dimaksud dengan keindahan lingkungan bukanlah keindahan alam, tetapi lebih tertuju kepada keasrian, kebersihan, kerapian lingkungan. Setiap manusia akan senang berada di tempat yang asri, bersih dan rapih. Sebaliknya, di tempat yang kotor, jorok, dan berantakan umumnya orang tidak menyukainya. Kecuali tentu saja, para petugas kebersihan dan pemulung yang memang sumber nafkahnya di sana.

    Keindahan lingkungan dapat menimbulkan kenyamanan, kesenangan, dan ketenangan batin. Lingkungan yang tidak indah akan memicu orang untuk bosan, stres, bahkan muak. Jika orang memilih vila atau tempat lain untuk berlibur, umumnya orang lebih suka dengan tempat yang tenang, bersih, asri, dan rapi. Dengan demikian orang akan lebih dapat menikmati hari liburnya.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keindahan [Indeks 00000]

Bab V. Manusia dan Keindahan [Daftar Isi 00006]
00022 A. Pengertian Keindahan
00023 B. Ruang Lingkup Keindahan
00024 C. Manusia Perlu Keindahan
00025 D. Tuhan Menciptakan Keindahan bagi Manusia
00026 E. Manusia Wajib Memelihara dan Mengusahakan Keindahan

C. Manusia Perlu Keindahan

Manusia memiliki kebutuhan yang bersifat naluriah akan keindahan sebab manusia dicipta dengan sensibilitas estetika yang mengikutinya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan keindahan untuk kesempurnaan pribadinya dan untuk kesenangan hidupnya. Abraham Maslow, seorang psikolog kenamaan, melalui penelitiannya menemukan bahwa manusia memiliki kebutuhan akan keindahan. Paling tidak untuk sebagian orang, kebutuhan akan keindahan begitu mendalam sehingga hal-hal yang serba jelek dan semrawut benar-benar membuat mereka muak. Ia juga meneliti kelompok mahasiswa tentang efek lingkungan yang indah serta lingkungan yang jorok dan tidak teratur atas diri mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa keburukan, kejorokan, dan ketidakteraturan menimbulkan kejemuan serta melemahkan semangat. Sedangkan keindahan dan keteraturan menimbulkan semangat dan gairah hidup. Oleh karena itu, setiap manusia membutuhkan keindahan.

Keindahan membuat manusia lebih sehat, lebih semangat, bahkan lebih bergairah. Keindahan berkaitan erat dengan gambaran diri dan citra diri seseorang. Mereka yang tidak menjadi sehat dan senang oleh keindahan adalah orang-orang yang terbelenggu dengan gambaran diri yang rendah. Seseorang yang jorok akan merasa risih berada di restoran yang indah dan bersih sebab merasa bahwa dirinya tidak layak. Dalam penelitian Dr. Abraham Maslow, ada seorang pasien pria yang memiliki gambaran diri yang sangat rendah. Ia merasa hidup ini tidak ada artinya sehingga akhirnya ia bunuh diri di atas timbunan sampah. Fakta tentang dorongan ke arah kebutuhan akan keindahan ini dapat ditemukan di setiap orang melintasi segala lintasan umur, status sosial dan kebudayaan, dan ini dapat ditemukan dalam setiap peradaban dan dalam semua zaman, bahkan sejak manusia tinggal di Taman Eden.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keindahan [Indeks 00000]

Bab V. Manusia dan Keindahan [Daftar Isi 00006]
00022 A. Pengertian Keindahan
00023 B. Ruang Lingkup Keindahan
00024 C. Manusia Perlu Keindahan
00025 D. Tuhan Menciptakan Keindahan bagi Manusia
00026 E. Manusia Wajib Memelihara dan Mengusahakan Keindahan

D. Tuhan Menciptakan Keindahan bagi Manusia

Tuhan menciptakan manusia dengan memiliki kebutuhan akan keindahan. Kebutuhan ini dipenuhi Tuhan secara khusus bagi manusia. Semua ciptaan Tuhan, dikatakan Alkitab sebagai sungguh amat baik atau dengan kata lain boleh disebut sungguh amat indah (Kej 1:31). Namun, tidak cukup sampai di situ, Tuhan membuat Taman Eden khusus buat Adam dan Hawa yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya.

Taman Eden ini merupakan taman yang paling indah yang pernah ada di bumi ini. Keindahan Taman Eden, dapat dilihat dari apa yang terdapat dalam taman tersebut. Dalam taman itu ada semua tumbuhan terbaik yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya. Kebun Raya Bogor atau Purwodadi merupakan kebun yang menjadi tujuan orang untuk wisata dan penyegaran. Kebun-kebun tersebut ditumbuhi oleh berbagi jenis pohon. Kebun Bunga yang besar di Cipanas, Jawa Barat, merupakan salah satu taman bunga yang indah di Indonesia ini. Kebun dan taman bunga itu dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan keindahan yang mampu berdampak pada relaksasi dari ketegangan-ketegangan hidup sehari-hari. Kalau rancangan manusia saja sudah menjadi tujuan wisata karena dapat menimbulkan kesan indah, apalagi jika Tuhan pencipta itu sendiri yang merancang dan membuat Taman Eden yang sedemikian detail dan asri, pastilah jauh lebih indah.

Kemudian di Taman Eden terdapat sungai yang mengalir dan membasahi taman itu sebagai nilai tambah keindahannya. Sungai tersebut ada empat cabang dan mengalir melintasi seluruh taman itu, yakni Sungai Pison, Tigris, Gihon, dan Efrat yang sangat indah dan permai.

Di Taman Eden juga terdapat barang-barang yang mahal nan indah, seperti emas yang kualitasnya disebut baik oleh Alkitab. Selain itu, ada batu-batuan yang mahal dan indah seperti damar bedolah dan batu krisopras. Sampai sekarang intan permata dan emas disukai oleh manusia untuk menambah keindahan penampilan seseorang atau suatu barang. Di taman itu semuanya ada, betapa indahnya.

Di Taman Eden juga terdapat semua jenis binatang yang hidup secara teratur menurut hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Di mana pun keberadaannya, Taman Safari merupakan taman yang juga menjadi tujuan wisata. Di Taman Safari orang dapat melihat binatang yang tampaknya bebas, lengkap pula dengan desain taman yang sesuai dengan keberadaan dan karakter binatang tersebut. Semua itu menimbulkan kesan bagus dan indah bagi yang berkunjung. Namun, jenis binatang di Taman Safari tentunya tidaklah selengkap di Taman Eden. Jika demikan, tentulah ada perbedaan, bahwa Taman Eden jauh lebih indah dan jauh dapat menimbulkan kesan bagus dan indah sehingga manusia menjadi lebih puas. Inilah yang diberikan oleh Tuhan, Sang Pencipta, untuk memenuhi cita rasa kebutuhan akan keindahan dalam diri manusia. Betapa baiknya Tuhan itu.

Jadi, mari kita membayangkan sebuah taman yang lengkap, dengan semua jenis tumbuhannya dan semua jenis binatang yang dilengkapi juga dengan sungai- sungai yang indah ke seluruh penjuru, dan dilengkapi juga dengan logam-logam yang mulia dan perhiasan-perhiasan yang mahal pada zaman sekarang. Semuanya ada dalam taman itu. Jika di zaman sekarang terdapat taman yang lengkap seperti itu, mungkin sekali akan menjadi daerah tujuan wisata terlaris. Masih ada bedanya jika yang merancang adalah manusia yang diciptakan oleh Tuhan dibanding dengan Tuhan Pencipta sendiri yang merancang dan membuatnya. Keindahan Taman Eden adalah keindahan yang tiada tara. Semua itu dibuat untuk manusia yang senang akan keindahan.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keindahan [Indeks 00000]

Bab V. Manusia dan Keindahan [Daftar Isi 00006]
00022 A. Pengertian Keindahan
00023 B. Ruang Lingkup Keindahan
00024 C. Manusia Perlu Keindahan
00025 D. Tuhan Menciptakan Keindahan bagi Manusia
00026 E. Manusia Wajib Memelihara dan Mengusahakan Keindahan

E. Manusia Wajib Memelihara dan Mengusahakan Keindahan.

Tuhan memberi keindahan bagi manusia agar manusia juga senang memeliharanya sehingga berguna dari generasi ke generasi (Kej 2:15). Selain itu, cita rasa keindahan tersebut seharusnya mendorong manusia untuk senang dengan keindahan sehingga ia akan berusaha mengerjakan keindahan dalam hidupnya. Manusia perlu dapat menikmati keindahan dan juga sekaligus pembuat atau menjadi penyebab terjadinya keindahan.

Alkitab mencatat, "Allah memberkati mereka lalu berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah, ... penuhilah bumi dan taklukkanlah itu ..." (Kej 1:28). Firman ini dimaksudkan agar manusia menjadi alat Tuhan Sang Pencipta dalam mengatur dan mengelola alam dengan memerhatikan unsur-unsur yang baik dan yang indah. Artinya, fasilitas telah disediakan bagi manusia untuk berkarya dan menghasilkan keindahan dalam alam ini. Secara tertulis Tuhan memang tidak pernah memerintahkan manusia untuk mengusahakan dan memelihara keindahan. Tetapi dari pengertian akan ayat-ayat yang banyak disebut dalam topik keindahan ini, jelas bahwa Tuhan menghendaki manusia untuk mengusahakan dan memelihara keindahan. Keindahan mencerminkan kemuliaan Allah dan manusia wajib memuliakan Allah. Jika seseorang mengaku beribadah kepada Tuhan, namun tidak berusaha memelihara dan mengupayakan keindahan, sesungguhnya orang itu sedang salah merefleksikan imannya.

Keindahan juga sangat bermanfaat bagi manusia itu sendiri dan manusia di sekitarnya. Bahkan mengupayakan keindahan alam dan memelihara keseimbangan alam merupakan hal sangat mulia karena berdampak pada kelestarian alam dan lingkungan itu sendiri. Lebih jauh lagi, tindakan itu akhirnya berdampak pada generasi yang mengabaikan tugas untuk mengusahakan dan memelihara keindahan, termasuk di antaranya kebersihan, kerapihan, keasrian dan ketenangan. Bukankah manusia diciptakan untuk Tuhan, sesama, diri sendiri dan alam? Dengan demikian, tidaklah berlebihan kalimat yang berbunyi, "Mengusahakan keindahan adalah sebagian dari iman."



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keadilan [Indeks 00000]

Bab VI. Manusia dan Keadilan [Daftar Isi 00006]
00027 A. Pengertian Keadilan
00028 B. Makna Keadilan
00029 C. Perintang Dalam Mewujudkan Keadilan
00030 D. Keadilan Menurut Alkitab
00031 E. Apakah Manusia Adil?
00032 F. Manusia dan Keadilan Allah

"Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran, daripada penghasilan banyaktanpa keadilan" Amsal 16:8

A. Pengertian Keadilan

Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Atau dengan kata lain keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara penuntutan hak dan menjalankan kewajiban. Sebagai contoh, bila kita mengakui hak hidup kita, sudah sewajarnyalah kita mempertahankan hak hidup kita dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Sebab orang lain juga mempunyai hak dan kewajiban hidup yang sama dengan kita. Berdasarkan segi etis, manusia diharapkan untuk tidak hanya menuntut hak dan melupakan atau tidak melaksanakan kewajibannya sama sekali. Sikap dan tindakan manusia yang semata-mata hanya menuntut haknya tanpa melaksanakan kewajibannya akan mengarah pada pemerasan atau perbudakan terhadap orang lain.

Adil atau keadilan juga dapat berarti suatu tindakan yang tidak berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak, memberikan sesuatu kepada orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya. Bertindak secara adil berarti mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan yang salah, bertindak jujur dan tepat menurut peraturan dan hukum yang telah ditetapkan serta tidak bertindak sewenang-wenang.

Menurut Aristoteles, keadilan dibedakan atas lima jenis.

  1. KEADILAN DISTRIBUTIF

    Keadilan distributif ialah keadilan yang berhubungan dengan jasa, kemakmuran, atau keberadaan menurut kerja, kemampuan, dan kondisi/keberadaan seseorang. Misalnya, si A mempunyai tinggi badan 190 cm dengan berat badan 95 kg. Si B memiliki tinggi badan 150 cm dengan berat badan 40 kg. Keadilan distributif berarti membagi sesuai dengan apa yang pantas dengan kondisi dan keadaan orang tersebut. Ukuran kain yang diperuntukkan guna menjahit setelan jas si A tentu tidak sama dengan si B. Kendati pun si A kita beri kain yang lebih lebar dan panjang dari si B, bukan berarti tindakan itu tidak adil. Contoh lain, Otniel yang bergelar Doktor (S-3) dan Anhar yang buta huruf tidaklah mungkin digaji sama ketika mereka bekerja pada satu intitusi yang sama. Dengan demikian, keadilan distributif boleh juga dikatakan sebagai keadilan proporsional. Ukuran keadilan di sini bukan terletak pada kesamaan gaji atau barang, tetapi sesuai proporsinya. Keadilan ini sering dihubungkan dengan pemimpin dan orang yang dipimpinnya.

  2. KEADILAN KOMUTATIF

    Keadilan komutatif ialah keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa seseorang. Keadilan ini boleh disebut keadilan hak asasi, suatu keadilan yang secara alami dimiliki manusia. Misalnya, semua orang berhak untuk hidup. Jikalau seseorang dengan atau tanpa sengaja merampas hak hidup seseorang atau membatasi hak hidup seseorang, ia telah melanggar hak orang lain dan bersalah menurut keadilan komutatif. Contoh lain, seseorang berhak untuk menyatakan pendapat. Jika seseorang melarangnya untuk berpendapat atau membatasi pendapat orang lain dengan mengintimidasi, berarti ia telah melanggar hak asasi orang lain. Satu contoh lagi, setiap orang berhak untuk memeluk agama yang diyakininya. Jika seseorang memperlakukan orang yang tidak seagama dengan dia secara semena-mena, atau (bahkan) secara paksa dan kekerasan meniadakan hak tersebut, ia telah bersalah dan bertindak tidak adil. Perusakan, penutupan, dan pembakaran gedung ibadah merupakan bentuk kasar dari citra diri seseorang yang tidak memiliki keadilan, apalagi kalau semua agama dalam negara itu mendapat hak yang sama. Keadilan ini sangat penting untuk dihormati dan dijalankan. Namun kenyataannya, keadilan ini semakin lama semakin tidak dihormati. Hak-hak asasi manusia umumnya menyangkut hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga, hak untuk beragama, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk menyatakan pendapat, dan hak untuk tidak boleh dihukum sebelum ada petunjuk atau bukti yang sah. Dari keterangan ini dapat ditarik banyak sekali contoh yang lain yang dapat dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

  3. KEADILAN KODRAT ALAM

    Keadilan kodrat alam adalah keadilan yang bersumber pada hukum kodrat alam. Manusia yang hidup di tepi pantai umumnya mendapat mata pencaharian dari hasil laut dan pantai, juga hal-hal yang dapat bertumbuh kembang di sekitar pantai. Masyarakat yang hidup di gunung akan mendapat pencaharian di sawah, ladang, dan hasil-hasil gunung lainnya. Itu sudah menjadi kodrat alam. Papua memiliki kekayaan tambang bumi, namun di sisi lain pertanian di sana tidak terlalu baik. Sedangkan di Jawa, keadilan tampak dari masyarakatnya yang agraris, di mana sawah-sawah dan hasil kebun lainnya merupakan mata pencaharian andalan. Namun, tambang bumi seperti minyak bumi relatif kecil. Hal ini sudah menjadi keadilan alam.

    Jika diimplementasikan lebih jauh, sudah seharusnya masyarakat Papua, misalnya, juga berhak mendapat porsi yang proporsional dari kekayaan alam Papua. Kekayaan alam Papua harus juga ditujukan bagi masyarakat Papua, bukan hanya diambil semuanya untuk orang luar Papua. Ini sudah kodrat alam. Keserakahan menyebabkan orang mengeruk kekayaan bumi dari pulau tertentu tanpa mempedulikan untung untuk penduduk asli yang tinggal di pulau itu.

  4. KEADILAN KONVENSIONAL

    Keadilan konvensional adalah keadilan yang mengikuti warga negara sebab keadilan ini didekritkan melalui suatu kekuasaan. Setiap warga negara berhak memperoleh haknya sebagai warga negara. Sebagai contoh adalah pesta rakyat yang disebut pemilu (pemilihan umum). Setiap warga negara berhak memilih dan dipilih. Setiap warga negara berhak secara bebas untuk berserikat dengan partai atau golongan yang cocok dan disukainya.

  5. KEADILAN HUKUM

    Menurut Prof. Notonegoro, keadilan yang disebutkan oleh Aristoteles perlu ditambah dengan keadilan legalitas atau keadilan hukum. Keadilan hukum boleh disebut keadilan undang-undang karena keadilan ini berpegang pada undang-undang atau aturan-aturan hukum yang berlaku. Seseorang yang melanggar aturan hukum atau undang-undang dikenai hukuman atau denda sesuai dengan aturan undang-undang atau hukum yang berlaku tersebut. Keadilan hukum ini memiliki tujuan untuk mengatur tatanan dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga seseorang harus mengakui dan memberlakukan manusia sesamanya sesuai dengan martabatnya tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, keturunan, jenis kelamin, maupun kedudukan sosial. Hal ini berarti seorang anggota masyarakat harus mengembangkan sikap saling mengasihi dan menghormati, tenggang rasa atau tepa selira dan tidak semena-mena terhadap anggota masyarakat yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan tujuan keadilan hukum adalah keadilan sosial.

    Plato mendefinisikan keadilan sebagai "the supreme virtue of the good state" (kebajikan tertinggi dari negara yang baik). Sebuah negara dapat diukur tingkat kebaikannya dari sudut bagaimana negara tersebut menjalankan keadilan dan menata masyarakatnya sehingga berlaku adil. Orang yang adil dikatakannya sebagai orang yang memiliki disiplin pribadi, di mana segala perasaan hatinya dikendalikan oleh akal sehat ("the self disciplined man whose passions are controled by reason").

    Seorang filsuf dari Cina bernama Kong Hu Cu menuturkan keadilan sebagai, "Bila anak sebagai anak, ayah sebagai ayah, raja sebagai raja, masing- masing melaksanakan kewajibannya, maka itulah keadilan." Keadilan menurutnya ditunjukkan dari apakah seseorang berkarya atau bertindak sesuai dengan kemampuan, jabatan atau keadaannya.

    Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari keadilan dan kejujuran. Manusia memiliki keinginan untuk berbuat adil, bersikap jujur, dan berusaha untuk tidak berbuat kecurangan karena keadilan itu telah tertanam di hati nurani manusia. Akan tetapi, karena dosa, hal tersebut merupakan keinginan manusia yang sering diabaikan. Bahkan manusia tidak mampu berbuat adil dan jujur seratus persen. Yang ada adalah kecurangan, tipu muslihat, pembalasan dendam, dan sikap tidak peduli terhadap sesama asalkan ia berjalan sesuai dengan keinginannya sendiri atau memperoleh keuntungan. Dengan demikian, terdapat kesenjangan antara keinginan untuk berbuat baik dan adil dengan kenyataan dalam tindakan perbuatan dalam hidupnya. Meskipun demikian, kesenjangan yang terjadi dapat pula menimbulkan daya kreativitas manusia, yakni daya atau kemampuan untuk menciptakan hasil-hasil seni, misalnya sastra, musik, drama, film, filsafat, dan sebagainya. Dengan demikian, dalam kehidupan manusia banyak dijumpai karya seni yang melukiskan keadilan, kejujuran, kecurangan, pemulihan nama baik, dan pembalasan. Karya tersebut menjadi peringatan dan pelajaran bagi manusia sehingga manusia menjadi manusiawi. Namun demikian, belenggu dosa menyebabkan manusia tidak mampu melakukan seperti apa yang dilihatnya.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keadilan [Indeks 00000]

Bab VI. Manusia dan Keadilan [Daftar Isi 00006]
00027 A. Pengertian Keadilan
00028 B. Makna Keadilan
00029 C. Perintang Dalam Mewujudkan Keadilan
00030 D. Keadilan Menurut Alkitab
00031 E. Apakah Manusia Adil?
00032 F. Manusia dan Keadilan Allah

B. Makna Keadilan

Keadilan menuntut suatu tindakan dan perbuatan yang tidak berat sebelah atau memihak salah satu pihak tertentu, serta memberikan hak dan kewajiban kepada setiap orang. Di samping itu, adil berarti mengetahui mana yang baik, mana yang benar, jujur dan bertindak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

Dalam masalah hukum, keadilan merupakan sesuatu yang pokok sehingga setiap orang harus merasakan keadilan, meskipun terdapat perbedaan-perbedaan tidak menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak memperoleh keadilan.

Dari uraian tersebut dapat dirinci bahwa ciri atau sifat keadilan adalah

  • adil (just),
  • bersifat hukum (legal),
  • sah menurut hukum (lawful),
  • tidak memihak (impartiel),
  • sama hak (equal),
  • layak (fair),
  • wajar secara moral (equitable), dan
  • benar secara moral (righteous).

Berdasarkan ciri atau sifat keadilan tersebut, pengertian adil ternyata memiliki makna ganda yang perbedaan di antaranya relatif kecil. Hal tersebut sangat perlu dipahami dan diperhatikan apabila sifat adil itu akan diterapkan, misalnya pada cita-cita bangsa Indonesia yang ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Memperjuangkan dan menegakkan keadilan merupakan kenyataan yang sulit diwujudkan. Namun, keadilan selalu didambakan oleh setiap manusia. Karena keadilan merupakan satu keseimbangan antara hak dan kewajiban. Pemberian sembako bagi orang miskin dapat menolong mereka dari kelaparan dalam jangka waktu beberapa hari, namun mereka akan kembali dalam keadaan semula sebagai orang miskin yang membutuhkan. Hal ini tidak dapat digolongkan menuju perlakuan adil karena keadilan/perlakuan adil bukan soal apa yang dapat diperbuat kepada orang lain, tetapi juga dengan apa keseluruhan ini dapat dirasakan sebagai suatu keadilan.

Pendidikan keadilan dalam suatu keluarga tentunya sangat menentukan pembentukan ke arah rasa kebersamaan dan sepenanggungan (solidaritas). Perasaan tidak mau tahu terhadap orang lain merupakan penyebab ketidakadilan dan solidaritas yang semakin menipis. Oleh karena itu, pendidikan tentang keadilan dalam keluarga harus ditekankan agar anggota keluarga memiliki rasa solidaritas yang tinggi.

Suatu bentuk keadilan akan semakin memudar pada kelompok masyarakat yang majemuk. Sebaliknya, akan lebih tebal pada masyarakat yang sederhana. Rasa adil juga merupakan tindakan untuk memperlakukan orang lain yang sedang menderita sama dengan diri sendiri. Konkretnya, rasa adil atau solidaritas tidak hanya merupakan cita-cita atau suatu hal yang idealis tetapi harus mewujudnyatakan dalam tindakan konkret.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keadilan [Indeks 00000]

Bab VI. Manusia dan Keadilan [Daftar Isi 00006]
00027 A. Pengertian Keadilan
00028 B. Makna Keadilan
00029 C. Perintang Dalam Mewujudkan Keadilan
00030 D. Keadilan Menurut Alkitab
00031 E. Apakah Manusia Adil?
00032 F. Manusia dan Keadilan Allah

C. Perintang Dalam Mewujudkan Keadilan

  1. RINTANGAN DOSA

    Inilah rintangan utama yang menjadi dasar bagi rintangan lainnya. Dosa menyebabkan manusia, yang diciptakan Allah untuk saling menghormati dan berlaku adil dengan sesamanya, menjadi manusia yang egois, tidak peduli, dan tidak mau tahu tentang orang lain. Dosa menyebabkan manusia menjadi pribadi yang ingin menjatuhkan bahkan merugikan orang lain. Dosa menyebabkan seseorang hanya mementingkan haknya saja tanpa mengerjakan kewajibannya secara bertanggung jawab. Kebiasaan ini akan menjadi kebiasaan masyarakat apabila semua orang bertindak demikian. Jika masyarakat sudah tidak peduli dengan sesamanya, keadilan dalam masyarakat tersebut akan sulit sekali terjadi. Selain itu, dosa juga menyebabkan manusia tidak mampu untuk berbuat adil, seadil-adilnya. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila dalam pertandingan olah raga kelas dunia sekalipun, wasit sebagai pengadil sering kedapatan kurang adil karena sangat dipengaruhi oleh subjektivitas dan interesnya.

  2. RINTANGAN KEBUDAYAAN DAN BAHASA

    Perbedaan kebudayaan dan bahasa merupakan faktor penyebab lainnya. Perbedaan ini mempersulit manusia untuk dapat mengerti atau mempertimbangkan adil tidaknya klaim-klaim manusia lainnya yang tidak sebudaya atau sebahasa dengan satu kelompok masyarakat tersebut. Misalnya, suku, ras, agama, bangsa dan negara. Seorang Kristen, misalnya, tidak memperoleh hak yang sama di satu negara yang mayoritas masyarakatnya adalah non-Kristen. Akibatnya, hak-hak orang Kristen dikebiri sedemikian rupa dengan mengangkat isu bahwa Kristen adalah minoritas dan non Kristen adalah mayoritas. Isu minoritas dan mayoritas sudah menekankan bahwa yang mayoritas wajib diperlakukan dan diperhatikan lebih baik/banyak daripada yang minoritas. Hal ini dimungkinkan sebab manusia tidak akan pernah begitu pandai untuk melihat dan merasakan kebutuhan orang lain (juga kelompok lain) secara tajam seperti ketika ia memerhatikan dirinya atau kelompoknya sendiri.

  3. RINTANGAN VESTED INTERESTED

    Rintangan "vested interested" atau kepentingan yang telah diperjuangkan dapat berupa pertentangan politis, ekonomis, golongan atau kelas dalam masyarakat. Setiap manusia atau kelompok manusia cenderung untuk membenarkan dirinya sendiri dan memihak kepada kelompoknya sendiri. Hal ini menyebabkan seorang anggota kelompok sulit menerima kebenaran dari pihak lain. Untuk memecahkan persoalan tersebut tidak cukup dengan menggunakan persuasi moral dan argumentasi rasional, meski pada saat-saat tertentu kedua hal itu perlu dipakai. Persoalan tersebut biasanya dapat dipecahkan dengan perang, pertikaian, kompromi politik atau ekonomi, pertemuan permufakatan pada taraf yang lebih tinggi dan mendalam. Atau bisa juga dengan dipaksakannya perdamaian oleh pihak ketiga yang lebih kuat dan berkuasa daripada kedua pihak yang bertikai.

  4. RINTANGAN KEKUASAAN.

    Orang-orang yang berkuasa, seperti para pimpinan organisasi, perusahaan, bahkan pemimpin negara sekalipun, termasuk pimpinan gereja/yayasan Kristen, tidak selalu dapat menggunakan wewenangnya dengan tepat dan adil. Keinginan untuk menguasai membuat seseorang yang berkuasa meneruskan kekuasaannya sehingga mereka tidak ingin mundur dari jabatannya. Bahkan waktu kekuasaan itu akan berakhir mereka dapat menggunakan segala cara asal tetap berkuasa. Orang-orang demikian akan semakin otoriter dalam menjalankan kekuasaannya karena sementara ia memimpin, sementara itu juga ia takut kehilangan kekuasaannya. Keadilan tampaknya tergantung dari subjektivitas pemegang kekuasaan. Sementara pihak bawah yang hendak memperjuangkan keadilan sering ditekan oleh alat-alat kekuasaan.

    Untuk mewujudkan keadilan, keinginan setiap orang atau kelompok masyarakat perlu sekali diatur dan dikontrol dengan aturan-aturan yang dibuat dan disepakati bersama dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air. Misalnya, waktu maksimal seseorang boleh memegang kekuasaan selama sebanyak- banyaknya dua periode kepemimpinan. Satu periode kepemimpian di Indonesia adalah lima tahun. Di Amerika satu periode adalah empat tahun. Jika periode itu sudah berakhir, seorang pemimpin harus dengan sukarela melepaskan jabatannya. Tetapi, sekali lagi karena dosa, pemegang kekuasaan mungkin sekali untuk mengabaikan aturan-aturan tersebut atau bahkan mengubah dan menghilangkan aturan-aturan tersebut selagi ia berkuasa.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keadilan [Indeks 00000]

Bab VI. Manusia dan Keadilan [Daftar Isi 00006]
00027 A. Pengertian Keadilan
00028 B. Makna Keadilan
00029 C. Perintang Dalam Mewujudkan Keadilan
00030 D. Keadilan Menurut Alkitab
00031 E. Apakah Manusia Adil?
00032 F. Manusia dan Keadilan Allah

D. Keadilan Menurut Alkitab

Dalam Alkitab kata "adil" paling sedikit digunakan sebanyak 154 kali. Keadilan menurut Alkitab sangat berkaitan erat dengan kebenaran dan kesucian, yang tentunya berhubungan pula dengan Tuhan. Artinya, keadilan hanya dapat dilakukan oleh seseorang apabila ia hidup dalam kebenaran dan kesucian. Sebaliknya, keadilan yang dilakukan tidak akan melanggar norma-norma kebenaran dan kesucian. Yang menjadi ukuran kebenaran adalah firman Allah dan juga hukum atau undang-undang yang dibuat yang tidak bertentangan dengan firman Allah. Yang menjadi ukuran kesucian adalah kehendak Allah. Maksudnya, apakah suatu tindakan itu tidak melanggar dan bertentangan dengan kehendak Allah. Semakin baik hubungan orang dengan Allah, semakin adil pula tindakan orang tersebut. Keadilan menurut Alkitab mengandung makna kejujuran, tidak memandang muka, membela hak orang lemah, mendatangkan perdamaian atau sejahtera, pembawaan diri dalam memperlakukan orang lain, yang semua itu akan membawa hidup damai sejahtera bagi sesama atau dalam kehidupan bermasyarakat, bagi diri sendiri di hadapan Tuhan.

Istilah-istilah yang menunjukkan keadilan dalam Alkitab menunjukkan arti dari keadilan yang dimaksud oleh Alkitab. Istilah-istilah tersebut dijelaskan di bawah ini.

  1. "MISYPAT"

    Istilah ini berarti cara yang benar bagi seseorang dalam pembawaan diri dan sikap yang benar dalam menghadapi atau memperlakukan orang lain. Cara dan sikap ini dapat dipaksakan dan diatur dalam hukum. Artinya, boleh dibuat aturan-aturan dalam pengungkapan kedua arti tersebut dan tentu dalam hubungan hidup sosial bermasyarakat. Istilah ini pun digunakan untuk membuat keputusan yang tepat di saat yang sukar (Kej 18:19; Kel 21:1; 23:6; 28:15; Ula 4:1; 6:19; 10:18; 17:8-9; 2Sa 8:15; Ayu 8:3; Maz 19:11; 103:6; 105:5; Yes 1:17; 49:4; Yer 51:9; Hos 5:1, dll.).

  2. "TSEDAQA"

    Istilah ini berarti lurus atau sesuai dengan ukuran sesuatu yang diterima. Seorang hakim harus mengadili sesuai dengan aturan atau ukuran yang sudah diterima atau disepakati, bukan berdasar atas pengaruh seseorang atau tekanan dari pihak tertentu. Dalam perkembangannya, istilah ini mengarah kepada kehendak Tuhan. Maksudnya, oleh karena ukuran tertinggi dalam hidup dan kehidupan manusia diturunkan dari Allah, keadilan tidak dapat dipisahkan dari kehendak dan hukum-hukum Tuhan dan tindakan-tindakan yang diakibatkannya. Oleh karena itu, istilah "tsedaqa" menjabarkan ukuran susila yang dipakai Allah untuk mengukur tindak-tanduk manusia. Ukuran susila tersebut dapat berarti bagaimana seseorang bertingkah laku di dalam masyarakat, termasuk di dalamnya ketika ia menghadapi orang yang miskin dan yang membutuhkan perhatian dan pertolongannya. Istilah ini juga berarti pemeliharaan Allah dan ganjaran yang diberikan sebagai akibat manusia melaksanakan keadilan dan kebenaran (Kej 30:33; Ima 19:36; Ula 16:18-20; 25:15; Ayu 9:2; 37:23; Maz 23:3; 36:7; 89:14; Zef 3:5, dll.).

  3. "DIKAIOSUNE"

    Kata yang sepadan dengan kata "tsedaqa" dalam Perjanjian Lama ini terdapat dalam Perjanjian Baru. Dikaiosune lebih banyak diterjemahkan dengan kebenaran, tetapi tidak jarang pula diterjemahkan dengan keadilan. Dalam pemikiran Paulus, keadilan, dan kebenaran yang dilakukan oleh manusia mustahil memenuhi standar Allah. Oleh karena itu, manusia perlu mendapat anugerah Allah. "Dikaiosune" berarti penyesuaian dengan hukum. Artinya, manusia perlu terus menyesuaikan hidupnya sehingga berpadanan dengan hukum, khususnya hukum ilahi (Mat 3:15; 5:20; 1Ko 1:30; 2Ko 3:9; 6:7; Ibr 1:9; dan banyak di surat Roma).

  4. "EMET"

    Istilah ini berasal dari Perjanjian Lama yang menghubungkan keadilan dengan sifat dapat dipercayainya seseorang. Kata ini juga menghubungkan keadilan dengan kesetiaan Allah. Dengan kata lain, istilah ini menunjuk kepada kehidupan seseorang dalam menjalankan kebenaran. Hal ini tampak dalam kesetiaan yang ditunjukkan kepada Allah. Kesetiaan terhadap Allah dan kebenaran-Nya menjadi dasar bagi seseorang dalam relasinya dengan sesama dan dunia ini (Maz 31:6; 57:4; 108:4; 119:89, 151; 146:6; Ula 17:4; 1Ra 10:6).

  5. "ALITHEA"

    Istilah ini sering dihubungkan dengan kebenaran hukum. "Alithea" merupakan duduk perkara yang nyata dan dikuatkan dengan saksi-saksi yang mendukungnya (contohnya dalam pengadilan). Kata ini juga dapat berarti kebenaran dan keadilan yang sejati. Artinya, sesuatu yang sungguh-sungguh benar. Sekali lagi melalui kata ini, menunjukkan bahwa keadilan berhubungan dengan kebenaran bahkan kebenaran sejati (Yoh 3:21; 4:23; 8:32, 44; 14:6, 17; dll.).



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keadilan [Indeks 00000]

Bab VI. Manusia dan Keadilan [Daftar Isi 00006]
00027 A. Pengertian Keadilan
00028 B. Makna Keadilan
00029 C. Perintang Dalam Mewujudkan Keadilan
00030 D. Keadilan Menurut Alkitab
00031 E. Apakah Manusia Adil?
00032 F. Manusia dan Keadilan Allah

E. Apakah Manusia Adil?

Manusia dapat saja menjalankan kebenaran dan keadilan, namun sangat terbatas sekali. Kebenaran dan keadilan yang dilakukan oleh manusia tanpa Allah adalah satu bentuk usaha yang dilakukan oleh manusia demi sejahteranya hidup bermasyarakat dan juga demi kepentingan diri sendiri atau harga diri sendiri. Alkitab mencatat bahwa tidak seorang pun yang benar -- yang adil dan benar, seorang pun tidak (Rom 3:23). Jika di dalam diri seseorang tidak terdapat kebenaran dan keadilan, bagaimana mungkin ia dapat menjalankan kebenaran dan keadilan dengan tepat? Apa yang dilakukan oleh manusia tanpa Allah sifatnya subjektif. Apalagi jika tindak tanduknya dapat mendatangkan keuntungan bagi dirinya atau kelompoknya. Manusia harus terlebih dahulu menerima kebenaran dan keadilan dari Allah agar dapat menjalankan hidupnya dengan benar dan adil. Adapun kebenaran dan keadilan dari Allah hanya di dapat dalam iman kepada Yesus Kristus. Keadilan yang sesuai dengan ukuran hukum manusia dan ukuran ilahi merupakan keadilan yang dapat diterima oleh manusia yang bergantung pada Kristus (Rom 5:17, 18; 1Ko 1:30; 2Ko 5:21).

Banyak hakim, pengacara, dan aparat hukum yang telah diambil sumpahnya untuk menjalankan keadilan dengan benar dan menjunjung supremasi hukum. Namun ternyata, mereka tidak dapat menjalankan keadilan dengan bertanggung jawab. Apalagi posisinya mendatangkan untung yang besar bagi mereka. Fakta ini dapat dilihat dalam kenyataan hidup memperjuangkan keadilan di Indonesia juga di mana saja. Akar dari hal ini ialah karena orang-orang hukum tersebut tidak memiliki hubungan pribadi dengan Allah secara benar. Kebenaran tidak hanya berdasarkan benar atau salah, tetapi juga berdasarkan ada tidaknya bukti, padahal bukti-bukti sudah dilenyapkan. Keadilan itu juga tergantung dari siapa yang diadili sehingga sifatnya subjektif sekali.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Keadilan [Indeks 00000]

Bab VI. Manusia dan Keadilan [Daftar Isi 00006]
00027 A. Pengertian Keadilan
00028 B. Makna Keadilan
00029 C. Perintang Dalam Mewujudkan Keadilan
00030 D. Keadilan Menurut Alkitab
00031 E. Apakah Manusia Adil?
00032 F. Manusia dan Keadilan Allah

F. Manusia dan Keadilan Allah

  1. Kebenaran dan keadilan sejati merupakan anugerah Allah bagi manusia yang berhubungan dengan-Nya. Semakin seseorang berhubungan secara benar dengan Allah, semakin ia dapat berlaku benar dan adil. Kendati demikian, untuk memenuhi hukum Allah, manusia tidak akan mampu menjalankan kebenaran Allah secara konsekuen dan tepat jika tidak disertai anugerah Allah. Saya ambil contoh gereja. Seharusnya gereja menjadi salah satu tempat di mana orang dapat bertemu dengan keadilan, namun nyatanya -- karena mungkin tidak sungguh punya hubungan dengan Allah secara pribadi maupun berkelompok, di gereja banyak ditemukan ketidakadilan. Ada seorang rohaniawan di gereja yang memperoleh fasilitas dan hak yang tidak sama dengan rohaniawan lain di gereja yang sama hanya karena tidak sealmamater dengan Gembala Sidang atau dengan rohaniawan pendiri gereja tersebut. Contoh lain, ada yang tidak memperoleh perlakuan yang sama hanya karena perbedaan suku. Kalau sudah demikian, kemungkinan orang-orang di tempat itu tidak secara dalam mengenal sifat keadilan Allah. Di mana Allah semakin dikenal dan dikasihi, di sanalah seharusnya keadilan dan kebenaran akan dinyatakan.

  2. Manusia pada akhir zaman nanti akan menghadapi pengadilan terakhir Allah. Pengadilan Allah akan didasarkan pada apa yang dibuat oleh manusia, tetapi juga atas imannya kepada Yesus Kristus sebagai jalan pembenaran (Wah 20:11-15). Penghakiman oleh Yesus Kristus adalah suasana di mana keadilan tidak dapat diselewengkan dan dipelintir, seperti yang terdapat dalam dunia fana ini. Ia adalah satu-satunya Hakim yang adil dan benar, yang akan menyatakan keadilan-Nya bagi manusia. Setiap manusia perlu siap dan dipersiapkan guna menghadapi hari penghakiman tersebut.

  3. Manusia wajib mengusahakan kebenaran dan keadilan semaksimal dan semampu mungkin. Manusia sulit, jika tidak dapat dikatakan mustahil, untuk hidup benar dan adil secara konsekuen dan konsisten. Namun, hubungannya dengan Tuhan seharusnya mendorong manusia untuk mengupayakan kebenaran dan keadilan yang maksimal. Orang percaya tidak boleh membiarkan ketidakadilan terus-menerus terjadi di depan matanya. Orang Kristen seharusnya menaruh peduli demi terciptanya kebenaran dan keadilan dalam lingkungannya. Alangkah menyedihkan jika pengikut Kristus justru menjadi penyebab terjadinya ketidakadilan dalam lingkungannya. Karena manusia nanti akan menghadapi pengadilan Allah yang terakhir, maka sebaiknya manusia perlu mengupayakan dan menjalankan kebenaran dan keadilan di dalam hidupnya.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Cinta Kasih [Indeks 00000]

Bab VII. Manusia dan Cinta Kasih [Daftar Isi 00006]
00033 A. Pengertian Kasih
00034 B. Manusia Butuh Kasih
00035 C. Jenis Kasih

"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa Malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna" (1Korintus 13:1-2)

A. Pengertian Kasih

Kasih merupakan kata dengan definisi yang sangat kompleks dan beragam. Dalam Oxford Dictionary, "kasih" berarti 'pengertian dan perhatian yang mendalam terhadap suatu objek, perasaan menyembah Tuhan, perasaan ingin berbuat baik terhadap sesuatu objek, berkenan terhadap sesuatu'. Dari definisi tersebut tampak perbuatan kasih itu bersumber dari dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu yang baik bagi yang dikasihinya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kasih sebagai perasaan rindu, perasaan sangat ingin memiliki, rasa sangat suka, rasa sayang terhadap sesuatu, perasaan tertarik, dan juga perasaan birahi terhadap lawan jenis. Definisi tersebut tampak sangat bergantung dari objek ekstern yang memengaruhi seseorang.

Dalam Alkitab ada beberapa istilah yang menggambarkan kasih, yaitu sebagaimana dijelaskan berikut ini.

  1. "AHEF"

    "Ahef" berasal dari bahasa Ibrani. Ini adalah kata yang paling umum digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menggambarkan ungkapan pribadi yang paling dalam dari kepribadian sekaligus hubungan pribadi paling akrab dan dekat. Kata ini juga digunakan untuk menjelaskan dorongan oleh dua insan berbeda kelamin yang di dalamnya tidak ada rasa pengekangan atau najis. Kata ini juga digunakan untuk hubungan-hubungan pribadi tanpa ada kaitannya dengan dorongan seksual. Dalam perkembangannya kata ini, akhirnya berarti kekuatan dari dalam yang mendorong untuk melakukan sesuatu tindakan yang mendatangkan kegembiraan, memperoleh objek yang membangkitkan hasrat, atau dalam hal pribadi untuk melakukan pengorbanan diri demi kebaikan orang yang dikasihi, dan ketaatan yang tulus (Kej 22:2; 27:4; 37:3; Ima 19:18, 34; Ula 6:5; 1Sa 20:17-42; Ams 18:21; 20:13; dan banyak dalam Kidung Agung). Definisi tersebut lebih banyak menekankan dorongan dalam diri seseorang untuk kebaikan baik bagi objek kasihnya maupun bagi dirinya sendiri.

  2. "FILEO"

    "Fileo" adalah bahasa Yunani yang digunakan untuk menunjukkan kasih atau dorongan yang penuh perhatian terhadap seseorang. Kata ini umumnya digunakan untuk menunjukkan rasa simpati di antara orang-orang yang memiliki hubungan akrab dan baik. Sederhananya, kata ini merupakan kasih persaudaraan dan yang mendatangkan kegembiraan (Yoh 11:3, 36; Wah 3:19; Mat 6:5, dll.).

  3. "STERGO"

    Ini adalah istilah Yunani yang berarti perhatian, khususnya dalam hubungan orang tua dan anak. Kata ini juga digunakan untuk menyebut kasih di antara seorang warga negara terhadap tanah airnya. Definisi tersebut mengandung indikasi hormat, pengabdian, yang lahir secara alami, atau yang melekat bersamaan dengan lahirnya seseorang.

  4. "EROS"

    "Eros" adalah istilah Yunani yang menggambarkan ekspresi rindu dan birahi di antara lawan jenis. Kata ini sering digunakan dalam hubungan suami istri yang saling mengharapkan, mengidamkan, birahi.

  5. "AGAPE"



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Cinta Kasih [Indeks 00000]

Bab VII. Manusia dan Cinta Kasih [Daftar Isi 00006]
00033 A. Pengertian Kasih
00034 B. Manusia Butuh Kasih
00035 C. Jenis Kasih

B. Manusia Butuh Kasih

Allah adalah kasih. Ia menciptakan manusia dengan kasih-Nya, oleh karena itu manusia juga tidak dapat dipisahkan dari kasih. Manusia diciptakan dengan kebutuhan yang besar akan kasih dan hal-hal yang setara dengan itu. Manusia pun diciptakan dengan kemampuan yang besar untuk membagi kasih. Abraham Maslow berpendapat bahwa manusia memiliki kebutuhan yang mendalam akan kasih. Manusia akan mendambakan hubungan penuh kasih sayang dan ia akan berusaha keras untuk mencapai kebutuhan ini. Ia menambahkan bahwa tanpa kasih, pertumbuhan dan perkembangan kemampuan manusia akan terhambat. Jelas kasih merupakan unsur yang sangat penting dalam hidup manusia. Oleh karena itu, manusia harus memahami kasih. Manusia harus mampu mengajarkan, menciptakan, dan mengamalkannya. Kebutuhan kasih manusia meliputi kasih yang memberi dan menerima. Jika tidak, dunia ini akan hanyut oleh gelombang permusuhan dan kebencian. Menurut Carl Rogers, manusia merindukan keadaan dikasihi, yaitu keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati.

Paulus menekankan bahwa manusia yang hidup dengan sedikit atau tanpa kasih sebenarnya adalah manusia yang tidak dibutuhkan dan karena itu tidak berguna (1Ko 13:1-3). Apa yang dikatakannya mengandung indikasi bahwa sebenarnya dunia tanpa kasih menyebabkan kekacauan dalam hubungan antarsesama dan akhirnya kekacauan dunia secara umum. Ia mengemukakan ciri-ciri kasih yang sesungguhnya sangat didambakan oleh setiap orang pada setiap lapisan dan kebudayaan. Kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak sombong, sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, hidup dalam kebenaran, tidak bersukacita pada ketidakadilan, menutupi segala sesuatu dan percaya, berharap serta sabar menanggung segala sesuatu. Jika semua manusia berusaha mengejar hal-hal yang demikian dan mewujudkannya dalam hidup bersosial dan bermasyarakat, tentu akan tercipta pribadi-pribadi manusia yang bersahaja dan membentuk masyarakat yang adil dan sentosa serta damai.

Orang-orang yang dibesarkan dengan sedikit kasih dari orang tuanya dan biasa ditolak dalam masyarakat akan menjadi orang-orang yang menyusahkan dirinya dan juga masyarakat di sekitarnya. Fakta telah menunjukkan betapa anak-anak berubah menjadi pribadi yang jahat karena orang tua kurang menunjukkan kasih padanya. Orang-orang yang berasal dari keluarga yang berantakan ("broken home") paling rentan untuk menjadi penjahat, pelacur, pelaku seks di luar nikah, terjebak dalam narkoba, dan sebagainya. Sebaliknya, orang-orang yang dibesarkan dengan kasih yang cukup akan lebih berpeluang untuk menjadi orang- orang yang produktif dan memperlakukan orang lain dengan lebih baik. Kasih adalah dambaan setiap manusia. Itulah sebabnya di balik perintah Yesus yang dikenal dengan hukum kasih terdapat kebutuhan yang besar dari setiap orang akan kasih (Mat 22:37-40). Karena itulah pengikut Yesus perlu membagikan kasih kepada dunia yang sudah haus akan kasih. Paulus juga menekankan bahwa kasih adalah yang paling utama. Itulah ia mengatakan bahwa di antara iman, pengharapan dan kasih, yang terbesar ialah kasih (1Ko 13:13).



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Cinta Kasih [Indeks 00000]

Bab VII. Manusia dan Cinta Kasih [Daftar Isi 00006]
00033 A. Pengertian Kasih
00034 B. Manusia Butuh Kasih
00035 C. Jenis Kasih

C. Jenis Kasih

  1. KASIH TERHADAP SESAMA

    Salah satu alasan Tuhan menempatkan Hawa di sisi Adam adalah agar Adam dapat mengasihi Hawa sama seperti Allah yang mengasihi dirinya. Selain itu, Allah juga bertujuan sebaliknya, supaya Adam juga memperoleh kasih dari Hawa. Allah berfirman, "Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja" (Kej 2:18). Ungkapan Allah ini menjelaskan bahwa sesungguhnya manusia butuh sesamanya karena sesungguhnya manusia tidak dapat hidup tanpa sesamanya. Manusia perlu sesamanya agar ia tidak kesepian, agar dirinya dimengerti, sebagai objek kasih dirinya, dan sebagai penolong baginya untuk menjalankan tugas yang Allah berikan baginya. Tanpa kasih dari sesamanya yang berasal dari Tuhan, pribadi manusia menjadi tidak utuh.

    Selanjutnya, dalam keberdosaan, manusia tidak mampu lagi mengasihi sesamanya dengan baik, tulus, dan murni. Tidaklah mengherankan jika disebutkan bahwa manusia adalah serigala bagi sesamanya. Manusia cenderung untuk berbuat jahat dan tidak hormat pada sesamanya. Namun, bagi setiap orang yang telah ditebus oleh darah Yesus, ia memiliki kesanggupan untuk menjalankan salah satu hukum yang terutama yaitu, "Kasihilah sesamamu manusia." Dan kasih itu tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia (Rom 13:10). Berdasarkan pengertiannya yang mendalam dari ajaran Alkitab, Philip Yancey mengatakan bahwa kasih tidak menyetujui dosa, tetapi menghargai orang berdosa. Ia menambahkan bahwa kasih itu diberikan secara cuma-cuma pada mereka yang tidak layak menerimanya dan tidak ada yang tidak bisa diampuninya. Artinya, bagaimanapun keadaan seseorang, kejahatan seseorang, tidak boleh membatasi kita untuk tetap mengasihi mereka. Seperti Yesus mengasihi kita yang berdosa, yang meskipun setelah hidup dalam kasih-Nya kita masih tetap jatuh bangun dalam keberdosaan, Ia tetap mengasihi kita dengan setia.

    Pokok kasih terhadap sesama dapat dibagi menjadi beberapa bagian, sebagaimana dipaparkan berikut ini.

    1. Kasih terhadap lawan jenis
      Kasih ini sering disebut dengan pacaran. Seseorang tertarik terhadap lawan jenis dan akhirnya sepakat untuk pacaran. Biasanya kasih ini muncul karena ketertarikan secara fisik (wajah yang cantik, tubuh yang indah, badan yang atletis, dsb.). Setelah itu, ketertarikan dengan melihat kepribadian pasangannya seperti sikapnya yang bertanggung jawab, budi pekertinya yang luhur, rendah hati, sikapnya yang pantang menyerah, dsb.

      Buku ini memang tidak membahas khusus tentang pacaran, namun yang menjadi prinsip adalah pertama, jika seseorang mengasihi hanya sebatas pada ketertarikan fisik, kasihnya bukanlah kasih yang tulus dan benar. Biasanya setelah bercumbu-cumbuan dan (maaf) berhubungan seperti suami istri, kekasihnya terutama wanita akan ditinggalkan dengan berbagai alasan. Memang ada juga yang setelah melihat kepribadian orang yang dikasihinya lalu ia memutuskan hubungan. Kasih dalam berpacaran seharusnya kasih yang melihat sampai kedalaman hati seseorang dan kepribadian, tidak berhenti pada ketertarikan fisik.

      Kedua, carilah pasangan yang seiman. Paulus mengingatkan, "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya" (2Ko 6:14). Peringatan ini tentu beralasan, yakni agar orang percaya tidak terhambat imannya, bahkan meninggalkan imannya. Kemudian agar terjadi kebahagiaan dalam hidup rumah tangga karena mempunyai satu pemimpin, yaitu Yesus.

      Ketiga, berhati-hatilah terhadap nafsu seksual dan unsur-unsur yang membangkitkannya. Sentuhan, belaian, ciuman sering dilandasi oleh nafsu birahi, atau juga sering mengakibatkan nafsu birahi yang tak tertahankan. Bagaimanapun juga, seks di luar nikah ditentang oleh Tuhan. Kaum pria umumnya memiliki tangan yang "kreatif" terhadap tubuh wanita dan jika dibiarkan "berkreasi terus", sampai titik tertentu wanita akan membiarkan dirinya dinistai dan menyerahkan kehormatannya. Oleh karena itu, dalam berpacaran, wanita harus menyediakan "proyek" agar kreativitas tangan pacarnya tidak tertuju kepada anggota tubuhnya. Misalnya, lelaki perlu diberi pekerjaan atau diajak main halma, dan sebagainya. Kontrol dalam pacaran seharusnya dipegang oleh masing- masing, baik laki maupun perempuan. Namun dalam hal ini, perempuanlah yang seharusnya memegang prinsip yang teguh. Bujuk rayu lelaki yang meminta pembuktian cinta sampai kepada hubungan fisik itu adalah bujuk rayu setan yang menggunakan lelaki tersebut. Jadi berhati-hatilah. Sebaliknya, kaum pria yang menghormati pacarnya adalah mereka yang menghormati tubuh teman wanitanya.

    2. Kasih Terhadap Keluarga
      Salah satu kodrat yang tidak dapat ditolak manusia adalah bahwa ia dilahirkan dalam satu keluarga. Keluarga dibentuk oleh Tuhan karena Ia menginginkan manusia belajar mengasihi bermula dalam satu keluarga. Jika seseorang dapat begitu saling mengasihi dalam keluarga, di masyarakat atau lingkungan manapun ia berada ia akan tetap menjadi pribadi yang lebih mampu mengasihi. Mengapa demikian? Karena dalam satu keluarga kita tidak dapat menutupi segala emosi kita. Orang yang kita kasihi dalam satu keluarga adalah juga orang yang sering kita kecewakan, kita nyatakan amarah kita, kita nyatakan benci kita, dan sebagainya, sekaligus sebagai orang yang kita kasihi dan rindukan.

      Apabila orang bisa tetap mengasihi secara benar dalam satu keluarga, dalam keadaannya yang positif maupun negatif, itulah hal yang dikehendaki Kristus.

      Prinsip-prinsip yang penting dalam satu keluarga yang bisa tetap mengasihi dan akan berbahagia adalah pertama, harus ada hati yang mengampuni dengan mengingat pengampunan Kristus kepada kita yang berlaku tiap-tiap saat, tiap-tiap hari. Kasih-Nya selalu baru tiap pagi dan tidak memperhitungkan kesalahan dan pelanggaran kita terhadap-Nya. Kasih-Nya jauh mengatasi segala dosa kita. Kasih Kristus yang seperti itulah yang harus ada pada setiap anggota keluarga.

      Kedua, harus ada sikap saling menerima. Sikap dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang selalu tampak dalam keluarga merupakan sikap yang perlu dipertahankan. Kita dapat bertahan dalam sikap seperti ini dengan mengingat bahwa Tuhan menerima kita apa adanya.

      Ketiga, harus mengikuti aturan-aturan. Aturan yang dimaksud adalah aturan-aturan dari firman Tuhan, seperti istri harus tunduk pada suami, suami harus lembut dan mengasihi istri, anak-anak harus hormat dan taat kepada orang tua, orang tua jangan menyakiti hati anak-anak dan menuntun mereka untuk mengenal kasih Yesus. Semua itu harus dilakukan dalam kasih Kristus dan semuanya ditujukan seperti untuk Tuhan (Kol 3:18-23). Selain itu, ikutilah aturan-aturan yang telah dibuat dan disepakati bersama dalam keluarga. Jika semua anggota menuruti aturan yang telah disepakati bersama tersebut, jalannya keluarga akan dapat lebih baik dari pada tidak menuruti aturan tersebut.

    3. Kasih Terhadap Semua Orang
      Kasih ini meliputi sikap terhadap saudara seiman (misalnya, Fili 2:1-10), orang-orang yang dekat dengan kita, maupun terhadap orang-orang yang jauh, bahkan musuh kita sekalipun (misalnya, Mat 5:38-48). Prinsipnya tetap sama, yakni mengasihi seperti Kristus mengasihi kita yang berdosa. Kita mengasihi mereka karena kasih kita terhadap Kristus. Yesus telah memberi teladan untuk mengasihi orang- orang berdosa, orang- orang yang butuh penghiburan, orang-orang yang membutuhkan uluran tangan. Bahkan Ia menandaskan agar kasih terhadap semua orang sebagai salah satu bukti kasih kepada Yesus yang menjadi pokok penghakiman pada hari terakhir (Mat 25:31-46).

    4. Kasih Terhadap Tanah Air
      Tuhan berfirman melalui Yeremia, "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu" (Yer 29:7). Indikasi untuk mengasihi tanah air muncul juga dari Paulus yang berkata, "Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada ditetapkan oleh Allah" (Rom 13:1). Tuhan menghendaki orang percaya untuk mengasihi tanah airnya. Cinta tanah air meliputi pengabdian, perhatian, dan tenaga untuk turut menciptakan keadilan dan kesejahteraan negara, serta turut serta dalam pembangunan bangsa.

    5. Dalam peperangan Inggris melawan Perancis di Trafalgar, pasukan Inggris porak poranda akibat serangan pasukan Napoleon Bonaparte. Mereka patah semangat untuk bertempur karena harapan menang tipis sekali. Melihat keadaan itu Admiral Nelson panglima pasukan Inggris yang juga telah terluka, bangkit dan berseru, "Rigth or wrong England is my country, fight!" Mendengar semboyan itu pasukannya bangkit kembali. Ini adalah sikap yang terpuji. Pahlawan-pahlawan Indonesia pun banyak yang telah berjasa untuk negeri ini karena mereka sungguh-sungguh mencintai tanah airnya. Kontribusi aktif dan konkrit wajib diberikan oleh seorang warga negara apalagi jika ia sudah mengenal Kristus. Lagu "Padamu Negeri" merupakan salah satu lagu yang mengungkapkan cintah tanah air. Mari kita perhatikan kata-katanya. "Padamu negeri kami berbakti. Padamu negeri kami mengabdi. Padamu negeri kami berjanji. Bagimu negeri jiwa raga kami. Renungkanlah dan amalkanlah untuk tanah air tercinta."

  2. KASIH TERHADAP TUHAN

    Manusia diciptakan untuk dapat menerima kasih Tuhan dan juga untuk mampu mengasihi Tuhan penciptanya. Tuhan ingin manusia mengasihi, menghormati, menaati, dan beribadah kepada-Nya. Ia menjadi marah dan menghukum orang yang tidak mengasihi Dia seperti yang diterima oleh manusia pertama yang memilih untuk taat kepada Iblis dan mengabaikan Dia.

    Keberdosaan menghalangi manusia untuk tetap mempunyai kerinduan mengasihi Dia. Jika manusia ingin datang dan mencari Tuhan, cara dan tujuan serta status keberdosaan manusia membuat kasih itu tidak mampu mendekati Tuhan, penciptanya yang kudus. Manusia hanya bisa mengasihi Tuhan dengan benar jika ia berada dalam kehendak Tuhan. Itu sebabnya Tuhan sendiri datang kepada manusia dan memungkinkan manusia untuk dapat mengasihi Tuhan kembali. Yesus berkata, "Tidak seorang pun datang kepada Bapa (Tuhan Allah) kalau tidak melalui Aku." Ketika kerinduan manusia untuk mengasihi Tuhan terpuaskan, ia akan memperoleh ketenangan dan kedamaian sejati dari Tuhan. Perkataan Daud adalah kebenaran bahwa sesungguhnya manusia perlu mengasihi Tuhan di dalam hidupnya. Perkataan itu ialah, "Hanya dekat Allah saja kiranya aku tenang" (Maz 62:2).

  3. KASIH TERHADAP DIRI SENDIRI

    Semua manusia mempunyai kemampuan yang besar untuk mengasihi diri sendiri. Namun, di sini saya membedakannya dengan sifat mementingkan diri sendiri. Di dalam kasih tidak ada satu pun yang jahat dan tidak bertentangan dengan unsur-unsur kasih yang lain. Itu berarti apa pun yang dilakukan oleh manusia tidak boleh mengakibatkan penderitaan yang sejati bagi dirinya sendiri. Dosa itu nikmat dan menyenangkan, namun sifatnya semu dan sangat sementara. Bahkan setelah itu, manusia akan menderita karenanya. Itu berarti apa pun yang mengakibatkan kesenangan dari dosa bukanlah kasih.

    Kasih terhadap diri sendiri yang sejati adalah kasih yang merawat dirinya sehingga tetap dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani. Apabila seseorang terlibat dalam kejahatan walaupun dalam usaha mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri, itu bukanlah kasih terhadap diri sendiri karena setelah itu manusia dikejar dosa. Semakin seseorang mengasihi Tuhan dan sesamanya, ia akan semakin mampu mengasihi dirinya sendiri secara utuh dan benar.

    Untuk menjalankan hidup yang penuh kasih, manusia harus terlebih dahulu menerima kasih dari Tuhan yang telah memedulikan, merendahkan diri, dan yang menyelamatkannya. Walau tak jarang Tuhan pun mengganjar kita karena kasih-Nya, tetapi Ia sendiri pula yang akan membalut luka bekas ganjaran itu. Charles Spurgeon pernah berkata, "Sepasti Tuhan menempatkan anak- anak-Nya dalam tungku pembakaran, sepasti itu pulalah Ia akan menyertai mereka di dalamnya."



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kebutuhannya [Indeks 00000]

Bab VIII. Manusia dan Kebutuhannya [Daftar Isi 00006]
00036 A. Kebutuhan Jasmani
00037 B. Kebutuhan Rohani

"Allahku akan memenuhi segala keperluanmu/kebutuhanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus" (Filipi 4:19)

Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Oleh karena itu, kebutuhan manusia pun dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yakni kebutuhan yang berkaitan dengan jasmani dan kebutuhan yang berkaitan dengan rohani. Tentunya kebutuhan jasmani dan rohani memiliki kesatuan yang kait- mengkait karena sesungguhnya manusia itu adalah kesatuan dari tubuh jasmani dan rohani.

A. Kebutuhan Jasmani

  1. KEBUTUHAN AKAN RUMAH.

    Manusia selalu membutuhkan rumah tempat tinggal. Dalam teori tentang kebutuhan manusia, kebutuhan akan rumah termasuk dalam kategori kebutuhan primer atau dasar. Tuhan pencipta sangat memerhatikan kebutuhan ini. Oleh sebab itu, Ia membuat Taman Eden, mendesainnya sedemikian rupa untuk tempat tinggal manusia (Kej 2:8, 15). Itu sebabnya sampai sekarang manusia selalu punya keinginan untuk memiliki rumah tinggal sendiri. Bisnis properti pun laku keras. Dalam tatanan modern seseorang harus membeli tanah atau rumah dengan harga yang tidak sedikit untuk mencukupi kebutuhan akan tempat tinggal. Bagi yang belum memiliki cukup uang, ia dapat sewa tempat tinggal sambil tetap berusaha dan berharap suatu hari nanti dapat memiliki rumah sendiri. Bagi orang yang tidak memiliki kesempatan untuk memiliki rumah sendiri, jangan khawatir dan berkecil hati. Percayalah pada Yesus. Ia menyediakan rumah bagi kita di Surga sana. Yesus berkata, "Di rumah bapa-Ku banyak tempat tinggal, ... Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu" (Yoh 14:1-2).

  2. KEBUTUHAN AKAN PAKAIAN

    Setelah peristiwa kejatuhan manusia dalam dosa sampai sekarang ini, manusia butuh akan pakaian. Kebutuhan ini juga termasuk kebutuhan primer atau dasar. Betapa baiknya Tuhan, kendatipun manusia sudah memberontak terhadap-Nya. Bahkan kebutuhan pertama akan pakaian pun dipenuhi oleh Tuhan. Alkitab mencatat, "Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk istrinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka" (Kej 3:21). Tidak jelas model pakaiannya seperti apa, namun harus menjadi pengakuan bahwa ilmu desain pakaian cikal bakalnya dari Allah pencipta. Sekarang, pakaian bukan lagi menjadi kebutuhan asal manusia berpakaian, tetapi sudah menjadi kebutuhan untuk prestise, gaya dan sebagainya.

  3. KEBUTUHAN AKAN MAKANAN

    Manusia pasti membutuhkan makanan. Namun, kebutuhan manusia untuk makan jangan diselewengkan artinya menjadi manusia hidup untuk makan. Tujuan utama hidup manusia bukanlah makan, tetapi untuk mencapai tujuan utama (memuliakan Allah), manusia perlu makan. Kebutuhan paling hakiki dari manusia ini pun disediakan oleh Tuhan Allah Pencipta. Allah berfirman, "Lihatlah Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu" (Kej 1:29).

    Orang percaya harus yakin bahwa pemeliharaan Tuhan juga termasuk memenuhi kebutuhan akan makanan. Yesus berkata, "Janganlah khawatir akan hidupmu akan apa yang hendak kamu makan atau minum ..., pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan menuai ..., namun diberi makan oleh Bapamu yang di surga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? (Mat 6:25-26).

    Saat ini tidaklah mudah bagi kalangan tertentu untuk memenuhi kebutuhan akan makanan bagi keluarganya. namun, apabila ia bekerja keras dan berdoa, pastilah Tuhan akan membuka jalan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

  4. KEBUTUHAN AKAN SEKS.

    Bagi orang yang telah dewasa, seks merupakan kebutuhan biologis yang perlu dipenuhi. Seks diciptakan oleh Allah dengan keinginan agar manusia mengikuti aturan-Nya dalam soal seks. Dan karena Allah telah menciptakan manusia dengan kebutuhan akan seks, Ia pun menyediakan wadah agar manusia dapat berhubungan seks, yaitu pernikahan, kesatuan dalam berkat Allah. Alkitab mencatat, "Mereka keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu ..., kemudian manusia bersetubuh dengan Hawa istrinya, dan mengandunglah perempuan itu .... dengan pertolongan Tuhan" (Kej 2:25; 4:1). Seks bebas (free sex), selingkuh, seks pranikah, homoseksual, maupun lesbian sudah menjadi biasa pada zaman ini. Namun, itu semua mendatangkan kekejian bagi Allah. Manusia perlu mengendalikan nafsu seksualnya untuk kehormatan dan kebahagiaan dirinya sendiri dan untuk tetap mengikuti kehendak Tuhan. Sebelum manusia menikah, Tuhan menyediakan wadah agar manusia tidak jatuh dalam perzinahan yakni, mimpi basah pada lelaki dan menstruasi pada wanita.

  5. KEBUTUHAN AKAN ISTIRAHAT.

    Manusia tidak diciptakan untuk terus-menerus bekerja. Manusia harus bekerja, namun ia juga harus memerhatikan waktu-waktu istirahat. Alkitab mencatat bahwa Allah berhenti pada hari ketujuh. Itu bukan berarti bahwa Allah telah kecapaian sehingga tidak mampu lagi bekerja. Allah berhenti untuk memberi contoh pada manusia agar tidak semata-mata hidup untuk bekerja. Tuhan membuat manusia agar dapat tidur (Kej 2:21). Salah satu alasannya agar manusia dapat terus hidup panjang dan otot-otot yang rusak karena aktivitas otot boleh diganti kembali. Dengan demikian, ketika bangun manusia memiliki kesegaran kembali.

    Alasan Allah lainnya untuk berhenti pada hari ketujuh ialah agar manusia mengambil waktu relaksasi yang sangat berguna untuk tubuh. Tanah yang baik dan teras yang produktif adalah tanah yang tidak melulu ditanami padi dari waktu ke waktu. Harus ada tanaman selingan untuk menjaga kesuburan tanah itu. Demikian juga manusia tidak melulu mengerjakan banyak hal, tetapi perlu ada selingan untuk menyegarkan dirinya. Kesegaran itu bisa didapat dari waktu istirahat dan atau rekreasi. Selain itu, tujuan utama Allah berhenti bekerja pada hari ke tujuh ialah agar manusia memanfaatkan waktu itu untuk beribadah kepada-Nya.

    Zaman yang serba cepat ini sudah menyeret orang pada sifat kecanduan kerja yang pada akhirnya lupa akan istirahat, sedikit tidur, dan juga kurang memberi waktu untuk keluarga dan beribadah.

  6. KEBUTUHAN AKAN KESEHATAN

    Apa artinya banyak harta, tinggi kedudukan, dan memiliki segalanya kalau tubuh ini selalu sakit? Inilah kalimat yang mengingatkan manusia untuk turut memerhatikan kesehatannya. Kesehatan diperlukan untuk hidup manusia bahkan dalam ibadah dan pelayanan manusia di hadapan-Nya. Kendatipun akan mati, itu tidak berarti bahwa manusia boleh mengabaikan kesehatannya. Verkuyl menulis, "Yang diminta Tuhan dari kita ialah supaya kita ingin tetap sehat, dan untuk itu kita harus memelihara badan kita ..., supaya dengan badan yang sehat itu kita boleh hidup, bekerja, memberi, dan melayani selama Tuhan menghendaki." Tubuh kita adalah Bait Roh Suci, oleh karena itu kita wajib memelihara serta mengupayakannya untuk tetap sehat. Berkaitan dengan kesehatan adalah sangat perlu bagi kita untuk memerhatikan pola makan, olahraga, tidak mengonsumsi narkoba dan obat- obatan terlarang, serta mengupayakan semaksimal mungkin kesembuhan jika tubuh terserang penyakit. Itu semua adalah respons positif terhadap anugerah Allah.

    Sebagian orang Kristen suka menuding bahwa merokok itu merusak tubuh yang adalah bait Roh Suci.Padahal ia sendiri tidak menahan nafsu makannya dan mengonsumsi makanan yang membahayakan kesehatannya. Jika demikian, orang tersebut sebenarnya juga merusak tubuhnya sendiri. Mengupayakan kesehatan adalah bentuk mengasihi diri sendiri yang dikehendaki oleh Tuhan. Selain itu, untuk hidup sehat, manusia perlu menjaga bahkan mengupayakan kebersihan lingkungan. Tubuh sehat itu penting dan sangat berpengaruh. Mari kita ingat moto "Men Sana in Corpore Sano" yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kebutuhannya [Indeks 00000]

Bab VIII. Manusia dan Kebutuhannya [Daftar Isi 00006]
00036 A. Kebutuhan Jasmani
00037 B. Kebutuhan Rohani

B. Kebutuhan Rohani

  1. KEBUTUHAN AKAN KESELAMATAN

    Dosa menyebabkan manusia terpisah dari Allah sementara sesungguhnya manusia membutuhkan kedekatan dengan Allah. Manusia baru disebut manusia yang seutuhnya jika ia memiliki hubungan yang mesra dengan Allah penciptanya. Oleh karena itu, kebutuhan akan keselamatan adalah kebutuhan yang paling penting di atas semua kebutuhan manusia lainnya. Yesus Kristus menjadi jalan keselamatan agar manusia dapat berhubungan kembali dengan Allah pencipta. Manusia perlu percaya dan menerima karya keselamatan yang telah dikerjakan-Nya. Setiap insan pasti merindukan Surga, dan hal itu hanya bisa dicapai oleh orang yang sudah mendapatkan karya keselamatan di dalam Kristus.

  2. KEBUTUHAN AKAN FIRMAN TUHAN

    Untuk dapat menjalankan hidup yang berkenan kepada Allah di tengah-tengah dunia yang bengkok ini, manusia sangat membutuhkan firman Tuhan. Orang yang sungguh mencintai firman Tuhan dan berusaha melakukannya akan menjaga langkahnya untuk tetap bersih di hadapan Allah. Firman itu pelita bagi kaki manusia dan terang bagi jalannya (Maz 119:105). Selain itu, firman Tuhan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran, menyegarkan jiwa, memberi hikmat, menyukakan hati, membuat orang hidup adil, dan menuntun pada keselamatan (Maz 19:8-10; 2Ti 3:16). Yesus menekankan bahwa firman Tuhan adalah kebutuhan yang juga sangat penting. Ia berkata, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah" (Mat 4:4). Firman Tuhan bukan saja sangat berguna untuk kehidupan yang akan datang (surga), namun juga berguna bagi kehidupan saat ini. Dengan firman Tuhan, manusia dapat hidup berbahagia di hadapan Allah dan sesamanya.

  3. KEBUTUHAN UNTUK MELAYANI TUHAN

    Manusia diciptakan oleh Tuhan juga untuk melayani Dia dan melakukan pekerjaan Dia. Paulus berkata, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus, untuk melakukan pekerjaan baik (pelayanan) yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya" (Efe 2:10). Yesus menekankan bahwa melayani adalah kebutuhan manusia, bukan hanya kewajiban. Ia berkata, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya" (Yoh 4:34). Manusia yang sudah menerima keselamatan akan menderita jika ia tidak dapat melayani. Melayani artinya sangat luas dan bentuknya sangat komprehensif. Namun demikian, orang percaya akan mengambil bagian sesuai dengan karunia, proporsi, dan kesempatan yang diberikan kepada mereka masing-masing.

  4. KEBUTUHAN AKAN KASIH SAYANG

    Manusia membutuhkan kasih sayang dari keluarga, teman-teman, saudara sekandung, saudara seiman, dan yang utama kasih sayang dari Tuhan. Kasih Tuhan yang hebat sudah dicurahkan bagi setiap anak Tuhan. Inilah yang seharusnya mendorong manusia untuk secara proaktif dan terlebih dahulu mengasihi keluarga, teman, saudara bahkan musuh sekalipun. Manusia milik Kristus akan terlebih dahulu mengasihi seperti Kristus yang terlebih dahulu mengasihinya. Kebutuhan akan kasih sayang meliputi persahabatan, penerimaan, pengertian, penghiburan, perhatian, kepedulian, belas kasihan, empati, simpati, juga teguran yang membangun. Namun, jika seseorang merasa tidak ada yang mengasihinya, hendaklah ia tahu dan ingat akan kasih Tuhan yang selalu baru setiap pagi akan tercurah baginya. Selain itu, Yesus adalah sahabat terbaik bagi setiap orang yang berharap pada-Nya (Yoh 15:13-14).

  5. KEBUTUHAN AKAN PENGHARGAAN

    Tidak dapat disangkali bahwa manusia membutuhkan penghargaan. Sering dalam kehidupan sehari-hari karena tersinggung harga diri seseorang dapat memusuhi, mencelakakan, bahkan membunuh sesamanya. Orang yang bekerja dan menghasilkan uang sering kali dilandasi motivasi demi kehormatan harga diri. Tuhan pencipta sangat menghargai manusia dan itu diucapkan yaitu, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku, dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau ..." (Yes 43:4). Penghargaan itu pun tampak dalam karya keselamatan untuk manusia. Allah dapat saja berfirman untuk menyelamatkan manusia, tetapi Ia memilih mengorbankan anak-Nya sendiri sebagai korban tebusan yang membawa manusia terbebas dari maut yang kekal. Inilah penghargaan yang luar biasa dari Allah kepada kita yang sebenarnya tidak layak mendapatkannya. Pada sisi lain, Abraham Maslow berpendapat bahwa setiap orang memiliki kebutuhan akan penghargaan yang dibaginya menjadi dua, yakni pertama, harga diri yang meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Kedua, penghargaan dari orang lain yang meliputi prestis, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan. Jadi, manusia jelas membutuhkan penghargaan, baik yang datang dari Allah pencipta, sesama, bahkan harga diri sendiri.

    Manusia tidak akan pernah puas dengan apa pun yang di dapat untuk menunjang harga dirinya. Manusia baru puas jika ia memiliki persekutuan yang indah dengan Allah di dalam Yesus Kristus. Itulah sumber harga diri sejati. Mengapa di luar Kristus manusia tidak puas? Sebab dosa menyebabkan harga diri manusia rusak total sehingga tidaklah heran jika manusia disebut oleh Mark Twain mengidap penyakit yang kronis yang bernama tinggi diri dan rendah diri, dua-duanya adalah kesombongan. Manusia akan selalu memiliki perasaan tinggi diri jika berada di lingkungan yang ia anggap lebih rendah dari dia dan ia akan merasa rendah diri jika ia berada di lingkungan yang ia anggap jauh di atas dia. Perasaan ini sebenarnya tidaklah sehat sebab hal ini berarti ia belum menemukan harga diri sejati. Seorang murid Kristus akan dapat menerima dirinya apa adanya, tidak tergantung apakah lingkungannya lebih atau kurang dari dirinya. Pengikut Kristus yakin bahwa Tuhan memberi segala karunia pada setiap orang menurut rencana-Nya, dengan proporsi yang dikehendaki-Nya sendiri, semuanya berasal dari Allah. Hanya manusia yang telah ditebus oleh Kristuslah yang dapat berjuang dan menang atas segala kesombongan; apakah itu tinggi diri atau rendah diri, walau harus melalui proses yang Tuhan kehendaki.

  6. KEBUTUHAN AKAN AKTUALISASI DIRI.

    Istilah ini meminjam istilah yang digunakan oleh Maslow. Maslow berpendapat bahwa setiap orang harus berkembang sesuai dengan kemampuannya. Setiap manusia memiliki hasrat untuk makin menjadi diri sendiri sesuai kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Jika manusia dapat berkembang dan menjadi diri sesuai dengan kemampuannya, ia cenderung lebih berbahagia dan menikmati pekerjaan yang dilakukannya. Dalam perspektif Alkitab ditemukan bahwa Allah menciptakan manusia dengan segala potensi yang melekat padanya. Ini berarti manusia dapat menggunakan potensi dan karunia yang ada padanya dengan semaksimal mungkin untuk kemuliaan Allah. Sebaliknya, jika manusia tidak dapat mengembangkan potensi dan karunia yang ada padanya semaksimal mungkin, dirinya akan merasa terhambat dan tidak jarang mendatangkan penderitaan diri sendiri, tidak dapat berbahagia seutuhnya. Karena manusia memiliki kebutuhan aktualisasi diri, maka sering orang bekerja dan menjadi sukses adalah orang yang bekerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian juga orang yang memiliki talenta dan karunia baru akan merasa kebahagiaan surgawi ketika ia melibatkan diri dalam pekerjaan Tuhan.

  7. META KEBUTUHAN

    Manusia memiliki kebutuhan yaitu, apa yang disebut oleh Maslow sebagai meta kebutuhan. Meta kebutuhan ini juga diiringi dengan sifat untuk selalu ingin berkembang. Meta kebutuhan meliputi kebenaran, kebaikan, keindahan, sifat hidup, individualitas, kesempurnaan, sifat penting, kepenuhan, keadilan, ketertiban, kesederhanaan, sifat kaya, sifat penuh permainan, sifat tanpa usaha, sifat mencukupi diri, sifat penuh makna, dan sifat ingin tahu. Kebutuhan ini bukanlah kebutuhan primer, namun akan berpengaruh dalam kehidupan manusia. Semua kebutuhan akan memperoleh pemenuhan yang proporsional dari Tuhan, karena itu carilah Tuhan. Paulus memberikan dasar akan pernyataan tersebut. Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (Rom 8:32).



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Penderitaan [Indeks 00000]

Bab IX. Manusia dan Penderitaan [Daftar Isi 00006]
00038 A. Definisi Penderitaan
00039 B. Jenis Penderitaan
00040 C. Bagaimana Menghadapi Penderitaan
00041 D. Manfaat Penderitaan

"Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita" (Roma 8:18)

A. Definisi Penderitaan

Penderitaan dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta, "dhra" yang artinya menahan atau menanggung sesuatu yang menyakitkan dan tidak menyenangkan, yang terjadi baik secara jasmani ataupun rohani. Istilah Yunani yang sering menggambarkan penderitaan ialah "paskho" dan "thlipsis". "Paskho" sering digunakan untuk menunjukkan penderitaan Yesus, yakni penderitaan yang disebabkan oleh usaha pribadi yang hendak menanggung beban seseorang. Dalam hal Yesus, beban dosa semua manusialah yang harus ditanggung. Selain itu, kata ini juga digunakan untuk menunjukkan tindakan seseorang yang menyebabkan orang lain menderita, yang juga menyebabkan penderitaan bagi dirinya sendiri (akibat perbuatannya tersebut). Adapun kata Yunani "thlipsis" umumnya digunakan untuk menunjukkan tekanan atau beban berat bagi hati orang. Kata ini juga dipakai untuk menjelaskan siksaan besar yang akan diterima setiap orang berdosa. Melalui ketiga istilah tersebut dapat dikatakan bahwa penderitaan itu berkaitan erat dengan tekanan atau beban berat yang menimpa seseorang karena sakit, dukacita, siksaan, dosa, dan sebagainya, yang bersumber dari luar seseorang maupun dari dalam diri orang itu sendiri.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Penderitaan [Indeks 00000]

Bab IX. Manusia dan Penderitaan [Daftar Isi 00006]
00038 A. Definisi Penderitaan
00039 B. Jenis Penderitaan
00040 C. Bagaimana Menghadapi Penderitaan
00041 D. Manfaat Penderitaan

B. Jenis Penderitaan

  1. PENDERITAAN KARENA DOSA

    Alkitab dengan jelas memaparkan bahwa penderitaan masuk ke dalam dunia sebagai akibat dari jatuhnya manusia ke dalam dosa, walaupun sekarang tidak dapat dikatakan bahwa semua penderitaan disebabkan semata-mata karena dosa. Tuhan berkata bahwa Adam dan Hawa akan mengalami bermacam penderitaan sebagai konsekuensi dosa yang mereka lakukan (Kej 3:15-19). Raja Saul yang gagah perkasa pun masuk ke dalam penderitaan yang berkepanjangan karena pemberontakannya kepada Tuhan (1Sa 15). Peristiwa kejatuhan Daud dalam dosa zina bersama Batsyeba telah membuatnya sangat menderita sehingga ia meminta kepada Allah agar Ia menghapus dosanya. Daud berseru, "Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku. Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku" (Maz 51:3, 4 dan seluruh ayat pasal ini). Baik Adam, Saul, maupun Daud, dan banyak tokoh Alkitab lainnya, semuanya menderita karena dosa. Dosa membuat seseorang diasingkan oleh Allah. Itulah penderitaan sejati. Selain itu, dosa menyebabkan manusia hanya melihat kegelapan. Sama seperti orang buta yang tidak dapat melihat, demikian pula orang berdosa menderita karena tidak mampu melihat terang Allah. Perbuatan dosa juga menyebabkan nurani manusia terus tertuduh, perasaan bersalah yang berkepanjangan, dan semua itu mendatangkan penderitaan batin.

  2. PENDERITAAN KARENA SAKIT

    Penyakit fisik juga dapat menyebabkan orang menderita. Seorang ibu menderita sakit kanker stadium empat. Kekayaannya habis untuk mengobati tubuhnya. Tubuhnya sendiri menderita kesakitan dan kondisinya semakin merosot akibat penyakit tersebut. Suami dan anak-anak yang sudah besar harus mengorbankan studi dan pekerjaannya demi mencari uang dan menyediakan waktu yang cukup banyak untuk istri dan ibu tersayang. Akhirnya, ibu ini meninggal dunia dan keluarga diwarisi hutang yang tidak sedikit. Sakit penyakit, apalagi yang berat dan berkepanjangan, akan menimbulkan penderitaan, baik bagi si penderita, maupun orang-orang di sekitarnya.

    Orang-orang yang memiliki cacat tubuh, apakah karena bawaan sejak lahir atau karena sesuatu musibah, juga memiliki penderitaan karena cacatnya. Penderitaan orang cacat lebih banyak mengena pada aspek psikisnya. Jadi, sebenarnya sakit dapat menyebabkan penderitaan baik fisik maupun psikis manusia. Ayub merupakan salah satu contoh tokoh Alkitab yang menderita karena sakit penyakit. Sakit dapat menghampiri siapa saja, di mana saja, dari golongan apa saja.

  3. PENDERITAAN KARENA ALAM

    Alkitab mencatat bahwa Adam dan Hawa akan bersusah payah, menderita dalam mencari makanan dari alam. "Terkutuklah tanah karena engkau. Dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu" (Kej 3:17). Dalam perspektif jauh dari iman, dapat saja orang mengatakan bahwa sepertinya Tuhan tidak adil. Ada kalanya alam yang satu jauh lebih subur, sedangkan tanah yang lain tandus. Seperti negara Etiopia dan Somalia mengalami tragedi kemanusiaan, yakni kelaparan yang berkepanjangan karena alam mereka tampaknya tidak bersahabat. Pada kesempatan lain, manusia dapat menderita karena bencana alam, apakah itu karena angin topan, banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan bermacam-macam gejolak alam lainnya. Akhirnya, manusia bertanya kepada Tuhan seperti yang dikutip dari lagu Ebiet G Ade, "Mengapa di tanahku terjadi bencana, mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang." Ada alam tertentu yang biasa terjadi gempa bumi sehingga penduduknya lebih siap siaga seperti negara Jepang misalnya, yang sering dilanda gempa bumi. Namun, tidak jarang juga bencana alam itu datangnya tiba-tiba tidak dapat diprediksi sebelumnya. Siap atau tidak siap, bencana alam selalu menghantui umat manusia dan itu dapat menimbulkan tragedi kemanusiaan, penderitaan yang hebat.

  4. PENDERITAAN KARENA DIRI SENDIRI

    Socrates yang mewakili dunia filsafat pernah mencoba menemukan apa yang sebenarnya menjadi sebab utama kegelisahan dan penderitaan manusia, ternyata ia mendapati bahwa kedua hal tersebut lebih banyak disebabkan oleh manusia tidak menyadari dirinya sendiri. Oleh karena itu, Socrates mengemukakan pernyataan yang amat terkenal, "Know your self," kenalilah dirimu sendiri dan engkau akan mendapatkan banyak kebahagiaan. Ilmu psikologi tampak searah dengan Socrates sehingga muncul ungkapan, "Be your self". Tidak menjadi diri sendiri membuat manusia sering frustasi, stres, dan mengalami banyak kegelisahan. Dunia hiburan mengatakan, "show your self" sebagai kunci sesungguhnya yang membuat orang dapat tampil secara maksimal. Agama-agama memiliki falsafah, "Give yourself" untuk menunjukkan bahwa diri sendiri adalah yang terbaik yang dapat diberikan kepada Tuhan. Ketika Yesus Kristus datang dan melihat bahwa persoalan diri merupakan persoalan besar yang dapat menghambat pertumbuhan seseorang, Ia berkata, "Deny yourself".

    Yesus Kristus waktu datang melihat bahwa diri sendiri adalah persoalan besar yang dapat menghambat seseorang sehingga Ia berkata, "Deny yourself" Orang tidak akan menderita karena apa yang terjadi, tetapi menderita karena pendapatnya sendiri tentang apa yang terjadi, demikian kata Montaigne.

    Ungkapan-ungkapan tersebut mempunyai garis lurus yang dapat disimpulkan bahwa diri sendiri adalah persoalan besar setiap manusia. Perasaan takut, khawatir, rasa bersalah yang tidak benar, sikap hati yang tidak mau mengampuni dan belajar melupakan kesalahan orang lain, kemalasan, iri hati, dan sebagainya adalah bentuk persoalan yang lebih banyak bersumber dari diri sendiri yang akhirnya menyita waktu, tenaga, pikiran bahkan harta dan membuat hidup tidak bergairah serta tidak menentu. Jika tidak segera diatasi, orang akan jatuh pada fobia, stres, depresi, frustasi, dan berbagai macam persoalan psikis lainnya, yang pada akhirnya dapat saja memengaruhi kondisi fisik orang itu sendiri. Sedikit introspeksi pada diri sendiri akan mengungkapkan fakta bahwa "you are your own most difficult problem", diri sendiri adalah masalah yang paling sulit bagi setiap manusia.

  5. PENDERITAAN KARENA SESAMA

    Manusia adalah serigala bagi sesamanya. Ungkapan ini hendak menjelaskan bahwa seseorang diri pun bisa mendatangkan kerugian bagi sesamanya demikian juga sebaliknya. Itu sebabnya dalam dunia politik pun tidak dikenal adanya kawan sejati, juga tidak ada musuh sejati. Yang ada hanyalah kepentingan sejati. Manusia dapat menderita karena perbuatan sesamanya, misalnya ditipu, diperas, dibunuh, difitnah, dilecehkan, disakiti, disiksa, dimanfaatkan, dan lain sebagainya. Persoalan bangsa, masyarakat dan sosial adalah persoalan antar manusia yang selalu hadir dalam kehidupan manusia, dan persoalan antarmanusia selalu bertambah pelik dan kompleks. Persoalan antarmanusia sering mendatangkan penderitaan yang berkepanjangan. Sumber dari persoalan antarmanusia adalah kesombongan dan sikap egois pada tiap-tiap orang yang sudah rusak total karena dosa. Dunia tiba-tiba diguncangkan aksi terorisme yang menabrakkan pesawat terbang di gedung tinggi WTC di New York dan juga di markas angkatan bersenjata Amerika di Pentagon. Aksi ini menelan korban lebih dari sepuluh ribu orang, mendatangkan kerugian secara material yang tidak sedikit, juga ikut mengguncangkan ekonomi dunia. Suatu tragedi kemanusiaan yang mengenaskan yang dilakukan oleh manusia yang sudah memendam kebencian. Pemerintah Amerika akhirnya mencanangkan perang terhadap teroris dan juga negara yang mencoba untuk melindungi teroris. Hal ini tentu juga membawa penderitaan banyak orang lagi.

  6. PENDERITAAN KARENA PERPISAHAN

    Perpisahan adalah kenyataan yang tidak dapat ditolak manusia. Semua manusia pasti pernah mengalaminya dan masih akan terus mengalaminya. Dengan orang-orang yang dekat, perpisahan itu mendatangkan kesedihan, perasaan bersalah, kesepian, atau dukacita yang membuat penderitaan tersendiri. Putus cinta merupakan penderitaan bagi yang mengalaminya. Ada lagu mengatakan, "lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati ini." Perpisahan karena meninggalnya orang yang dikasihi mendatangkan perasaan duka yang mendalam. Perpisahan yang terjadi karena suatu bencana atau peristiwa dapat menimbulkan penderitaan karena rindu yang mendalam untuk bertemu. Perceraian orang tua bisa menimbulkan kehancuran keluarga (broken home) bagi anak-anak. Perceraian akan merusak pribadi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Dengan kata lain, semua manusia pasti pernah dan masih akan menjumpai lagi penderitaan karena perpisahan.

  7. MENDERITA KARENA TUHAN

    Ada dua jenis penderitaan bila berkenaan dengan Tuhan. Pertama, penderitaan karena ujian dari Tuhan atau karena risiko mengikut Tuhan. Kedua, menderita karena menerima hukuman dari Tuhan. Namun, yang akan dibahas dalam pokok ini ialah penderitaan sebagai murid Kristus. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya, dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat" (Mat 5:10, 11). Dari delapan ucapan bahagia, bagian yang terakhir ini harus diakui telah membuat setiap murid Tuhan yang membaca atau mendengarkannya harus berhenti sejenak dan merenungkannya dengan serius. John Mac Arthur mengomentari ayat ini dengan berkata, "Mukadimah peraturan Tuhan dalam khotbah di bukit itu dipuncaki dengan kebenaran besar dan serius ini: mereka yang dengan setia hidup sesuai ketujuh ucapan bahagia yang pertama dijamin pada titik tertentu untuk mengalami yang kedelapan. Mereka yang hidup benar akan tak terhindarkan dianiaya karenanya."

    Setiap orang yang berkata, "Aku mau mengikut Engkau ke mana pun Engkau pergi" harus hertanya pada diri sendiri, "Siapkah saya menderita?" Kebenaran ini sangat mahal harganya. Bisa jadi harus dibayar dengan nyawa. Tetapi pengorbanannya itu sungguhlah mulia. Murid Yesus harus sampai pada kesiapan membayar harga itu demi Tuhan dan Juru Selamatnya. Seseorang mungkin berpikir bahwa orang-orang yang rendah hati, murni, dan suka damai akan disukai dan dihormati. Tetapi Yesus memperingatkan untuk mengharapkan hal yang sebaliknya. Yesus sedang berbicara bukan hanya mengenai penganiayaan biasa, tetapi penganiayaan oleh sebab kebenaran. Ini bukanlah penganiayaan yang dialami seseorang karena kesalahannya sendiri, yang memang sudah seharusnya ia tanggung, tetapi penganiayaan yang dialami seseorang oleh karena melakukan kehendak Tuhan. Penganiayaan yang tidak seharusnya ia tanggung, tetapi rela ditanggungnya demi kebenaran.

    Terhadap mereka inilah Tuhan berkenan. Yesus menyediakan Kerajaan Surga dan menghargai mereka yang punya hati seperti demikian. Sebagaimana komentar John Mac Arthur di atas, tidak seorang pun akan terhindar dari penganiayaan meskipun telah menjalankan perkataan Yesus di atas bukit itu. Penyiksaan terhadap misionaris, penghinaan, penghambatan karir karena iman Kristen, penolakan, pengasingan oleh teman-teman dan lingkungan, bahkan penganiayaan karena mengikut Kristus adalah konsekuensi yang bisa saja terjadi pada orang percaya.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Penderitaan [Indeks 00000]

Bab IX. Manusia dan Penderitaan [Daftar Isi 00006]
00038 A. Definisi Penderitaan
00039 B. Jenis Penderitaan
00040 C. Bagaimana Menghadapi Penderitaan
00041 D. Manfaat Penderitaan

C. Bagaimana Menghadapi Penderitaan

Biasanya orang yang mengalami penderitaan sering mengeluh. Padahal mengeluh bukanlah jalan yang baik untuk melepaskan diri dari penderitaan. Sebaliknya, dengan mengeluh beban penderiitaan yang dialami seseorang malah sering bertambah. Oleh karena itu, langkah yang bijaksana adalah dengan mengetahui bagaimana kita dapat bertahan menghadapi penderitaan. Prinsipnya ialah pertama, terimalah penderitaan sebagai konsekuensi hidup yang harus kita jalani. Alkitab berkata dengan gamblang bahwa setiap orang pasti mengalami penderitaan, tidak terkecuali pengikut Kristus (Rom 8:22-23). Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa semua makhluk sama-sama mengeluh. Kata mengeluh tersebut berarti merintih dengan amat sangat karena penderitaan hidup. Ditambahkan oleh Paulus dalam ayat tersebut bahwa sama seperti seseorang yang hendak melahirkan tidak mungkin lolos dari sakit bersalin, demikian juga setiap orang dari penderitaan. Banyak orang, termasuk orang Kristen, telah mencoba untuk menghindar dan mengabaikan penderitaan untuk mengenyahkan penderitaannya. Tetapi usaha-usaha tersebut justru akan melahirkan penderitaan yang baru sehingga beban penderitaan yang harus ia tanggung semakin banyak. Namun, suka atau tidak, setiap orang pasti berjumpa dengan penderitaan. Bagaimanapun jenis dan ukuran penderitaan seseorang, setiap orang pasti mempunyai bagiannya masing-masing. Dengan menerima penderitaan yang menjadi konsekuensi hidup yang harus dijalani, seseorang akan lebih dapat melihat cara-cara kreatif untuk mengatasi penderitaan yang sedang dialaminya. Ketabahan, ketekunan, serta semangat untuk berjuang mengatasi penderitaan selalu ada pada orang-orang tersebut.

Kedua, Tuhan pasti melihat dan menolong pengikut-Nya dalam penderitaan yang mereka alami. Yesus berjanji untuk menyertai kehidupan setiap orang percaya. Oleh karena itu, dalam penderitaan yang tidak gampang, Paulus dapat berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku" (Fili 4:13). Ada sebuah lagu yang sangat terkenal dan selalu menimbulkan ketenangan hati. Lagu itu berjudul "Yesus Sahabat Sejati" (oleh oknum plagiat Indonesia, lagu ini kemudian dijadikan lagu yang menggugah semangat kebangsaan, lagu itu berjudul "Kulihat Ibu Pertiwi sedang bersusah hati"). Mari kita lihat sejenak lagu tersebut dalam bahasa aslinya (Inggris).

What A Friend We Have In Jesus (by Joseph Scriven, 1819-1886)

What a Friend we have in Jesus, All our sins and griefs to bear!
What a privelege to carry, Everything to God in prayer!
O what peace we often forfeit, O what needless pain we bear,
All because we do not carry, Everything to God in prayer!
Have we trials and temptation? Is trouble any where?
We should never be discouraged, Take it to the Lord in prayer!
Can we find a friend so faithful, Who will all our sorrows share?
Jesus knows our every weakness, Take it to the Lord in prayer!
Are we weak and heavy laden, Cumbered with a load of care?
Precious saviour still our refuge, Take it to the Lord in prayer!
Do thy friends despise forsake thee?, Take it to the Lord in prayer!
In His arms He'll take and shield thee, Thou wilt find a solace there.

Joseph Scriven, pengarang lagu ini, berasal dari Irlandia. Ia seorang yang mengalami persahabatan dengan Yesus, yang selama hidupnya dipenuhi dengan banyak masalah dan penderitaan. Tahun 1840, ketika umurnya belum genap dua puluh tahun, calon istrinya meninggal akibat kecelakaan pada malam sebelum pemberkatan nikah mereka. Sesudah itu, kariernya di dunia militer harus kandas akibat kondisi tubuhnya yang terus memburuk.

Beberapa waktu kemudian ia pindah ke Kanada. Ia menjadi pelayan dari orang- orang yang tidak beruntung (orang-orang cacat dan kaum miskin). Setelah itu, dia mendapatkan calon istri lagi, tetapi tampaknya penderitaan adalah takdir dalam hidupnya. Kembali, sebelum pernikahan calon istrinya meninggal secara mendadak dengan sakit yang tiba-tiba (hanya sekitar beberapa menit). Persiapan pernikahan telah dilakukan, tetapi Tuhan menentukan hal yang berbeda. Ia adalah seorang yang sangat terpukul.

Selanjutnya, dalam masa-masa hidupnya, ia adalah orang yang kesepian, yang hampir selalu menerima ketidakadilan, serta terus-menerus dirundung sakit/problem kesehatan. Umur 67 tahun ia meninggal. Sebuah monumen kemudian didirikan untuk menghormati dia di Port Hope, Ontario -- USA.

Mengapa ia bisa tegar menjalani hidup yang tidak mudah, bahkan lebih daripada itu, menjadi kesaksian bagi banyak orang, menolong banyak sekali orang yang kesusahan, dan membawa banyak jiwa kepada Kristus? Ternyata (menurut banyak kesaksian), ia adalah orang yang begitu bersahabat dengan Tuhan Yesus, yang direfleksikan dalam kehidupannya sehari-hari dalam ibadah dan pergaulan dengan orang-orang pada umumnya. Selain itu, yang pasti, Yesus mengambil inisiatif dalam persahabatan tersebut. Lagu ini mulai mendunia sejak ditangani oleh komposer yang cukup handal pada zamannya, Charles Converse.

Daripada terus mengeluh karena penderitaan hidup kita, lebih baik kita datang dan berharap kepada Tuhan Yesus, dan kita akan merasa bahwa Ia sungguh sahabat yang sejati. Keyakinan bahwa Tuhan pasti menolong seorang yang menderita sehingga tidak putus asa, stres, maupun depresi bukanlah keyakinan yang keliru. Karena Tuhan Yesus, Sahabat sejati itu, akan menolong tepat pada waktu-Nya.

Prinsip yang ketiga, percayalah bahwa Tuhan mempunyai maksud dalam segala penderitaan yang kita alami. Paulus berkata, "Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah" (Rom 8:28). Allah yang mengizinkan penderitaan mampir dalam hidup kita, Ia pula yang merancang segala sesuatu untuk kebaikan kita. Apa pun penderitaan yang dialami oleh orang percaya tidak terlepas dari kontrol Allah. Bahkan Tuhan mampu mengubah keadaan yang terburuk sekalipun untuk mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya.

Yusuf adalah contoh nyata dalam Perjanjian Lama. Ia dibuang oleh saudara- saudaranya dan kemudian masuk dalam penderitaan demi penderitaan di tanah Mesir. Namun, melalui hal itu Tuhan mendatangkan suatu kenyataan sebaliknya, bahwa Yusuf akhirnya diangkat menjadi seorang penguasa di tanah Mesir. Akhirnya, ia pun dapat menolong saudara-saudaranya yang dulu telah membuangnya dengan penuh kebencian, namun kini datang dengan meminta bantuan pangan. Yusuf memiliki perspektif yang baik, bahwa Tuhan punya maksud di balik setiap penderitaan hidupnya. Seharusnya, ia dapat saja membalas saudara-saudaranya yang datang kepadanya. Sebaliknya, ia berkata, "Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan jangan menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu" (Kej 45:5). Yusuf yakin kendati orang berbuat jahat sekalipun terhadap dirinya, Allah dapat memanfaatkannya untuk mendatangkan kebaikan. Hal ini tampak dalam ucapannya, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar" (Kej 50:20).



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Penderitaan [Indeks 00000]

Bab IX. Manusia dan Penderitaan [Daftar Isi 00006]
00038 A. Definisi Penderitaan
00039 B. Jenis Penderitaan
00040 C. Bagaimana Menghadapi Penderitaan
00041 D. Manfaat Penderitaan

D. Manfaat Penderitaan

Apa pun sebab dan jenis penderitaan yang kita alami pasti akan bermanfaat jika kita menyerahkan itu semua ke dalam tangan Tuhan. Ovid berkata, "Pikullah segala penderitaan dengan penuh ibadah kepada Tuhan; penderitaan itu mungkin pada saatnya akan menguntungkan Anda."

Seorang rohaniawan pernah mengalami masa-masa sulit dalam pelayanan. Kesulitan itu lebih banyak karena disalahpahami oleh orang dan orang tersebut membentuk opini di kalangan lebih banyak orang. Rohaniawan itu menyadari bahwa opini tersebut juga bisa jadi tidak terlepas dari peran dan kesalahannya. Namun, keadaan bertambah semakin sulit karena apa pun yang dilakukannya hampir selalu dipandang negatif. Ia berdoa, namun tampaknya Tuhan tidak menjawab doanya.

Setelah memakan waktu yang tidak sedikit, ia memperoleh panggilan Tuhan untuk melayani di ladang misi. Ia tidak senang dengan panggilan itu, namun keadaan yang terjadi menggiring dia untuk akhirnya menjawab panggilan Tuhan. Akhirnya, ia tahu bahwa sesungguhnya Tuhan itu sudah menggerakkan hatinya sejak beberapa waktu sebelum masa-masa penderitaan. Namun, ia lebih mencintai kenyamanan hidup sehingga ia terus menolak panggilan tersebut. Jadi, sebenarnya penderitaan yang ia alami adalah sesuatu yang diizinkan oleh Tuhan agar ia menaati panggilan-Nya. Tuhan mengizinkannya berbuat salah, Tuhan yang mengizinkan orang untuk terus mencurigai dan memandang secara negatif. Semua itu untuk mendatangkan kebaikan. Oleh karena itu, kita harusnya memiliki keyakinan bahwa ada manfaat di balik setiap penderitaan.

Waktu kecil orang-tua saya suka berkata bahwa ada permata di balik air mata. Permata-permata di balik penderitaan itu antara lain dikemukakan di bawah ini.

  1. PENDERITAAN MEMPERDALAM DAN MEMPERHALUS WATAK KITA

    Musa adalah manusia yang paling lembut yang pernah ditulis dalam Alkitab. Kelembutan yang ditampilkannya tidak datang begitu saja. Ketika di tanah Mesir, Musa adalah orang yang cepat bereaksi dan gampang sekali marah. Hal itu tampak ketika ia membunuh tentara Mesir yang menganiaya orang Ibrani. Kemudian Tuhan membawanya ke padang gurun, jauh dari gemerlap kuasa dan kenikmatan seperti ketika ia masih di Mesir. Ia masuk dalam penderitaan sekaligus pendidikan Tuhan di padang gurun selama empat puluh tahun, sampai Tuhan memandang bahwa ia siap untuk menjadi pemimpin dan membawa bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Ia memimpin dengan penuh kesabaran dan kelembutan hati. Penderitaan yang dialami Musa telah membentuk karakter dan wataknya sebagai orang yang siap memimpin bangsa yang tegar tengkuk. Manusia -- seperti Musa ketika masih di Mesir -- suka menghakimi orang dengan keras dan menghukum sesamanya dengan kejam, baik lewat kata- kata yang menyakitkan, fitnah bahkan sampai kekerasan fisik. Namun, penderitaan menolong manusia untuk mengerti cara dan sikap dalam memperlakukan sesama.

  2. PENDERITAAN MENOLONG MANUSIA UNTUK DAPAT MELAYANI TUHAN LEBIH SUNGGUH

    Tak jarang penderitaan digunakan sebagai jalan untuk memperlengkapi seseorang untuk melayani Tuhan dengan lebih baik lagi. Lagu "God Will Make a Way" (Dia Buka Jalan), diciptakan oleh Don Moen setelah tragedi yang dialami keluarganya. Di suatu larut malam, Don Moen menerima telepon yang menyampaikan berita menyedihkan, bahwa adik iparnya telah kehilangan putra sulungya dalam suatu kecelakaan mobil. Craig dan Susan Phelps, dan keempat anak mereka sedang melakukan perjalanan dari Texas ke Colorado saat mobil mereka ditabrak oleh truk peti kemas. Pada saat tabrakan terjadi, semua anak mereka terlempar keluar dari mobil. Hanya mereka berdua saja yang masih di dalam mobil. Dengan susah payah mereka berdua mencari keempat anak mereka dan mengumpulkannya di suatu tempat. Keempat anak mereka mengalami Luka parah, tetapi sewaktu Craig (ia seorang dokter) mendapati Jeremy, anak itu telah meninggal karena patah leher sehingga tak ada lagi yang dapat dilakukan untuk menolongnya. Sewaktu Don Moen menerima kabar tersebut, beberapa jam kemudian ia berkata, "Saya merasa terguncang, tetapi besok saya harus terbang ke kota lain untuk melakukan rekaman sesuai dengan jadwal yang telah diatur beberapa minggu sebelumnya. Sekalipun saya tahu mereka berduka, saya tak dapat bersama mereka sampai satu hari sebelum pemakaman." Dalam penerbangan pagi itu Tuhan memberi suatu inspirasi lagu baginya dengan syair sebagai berikut, "God will make a way where there seems to be no way. He works in ways we cannot see. He will make a way for me". (Dia buka jalan saat tiada jalan, dengan cara yang ajaib Dia buka jalan ku.) Dasar dari lagu ini adalah Yesaya 43:19, "Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya?" Ya aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai dipadang belantara."

    Di kemudian hari, Susan menulis, "Kami melihat kebenaran dari ayat tersebut." Sewaktu teman-teman Jeremy mengetahui bahwa ia telah menerima Kristus sebelum ia meninggal, mereka mulai bertanya-tanya kepada orang tuanya masing-masing tentang suatu jaminan bahwa mereka dapat ke surga sewaktu mereka meninggal. Kecelakaan itu juga membawa berkat terselubung bagi Craig dan Susan karena sejak peristiwa itu, hubungan mereka dengan Tuhan semakin meningkat dan mereka masuk ke dalam pelayanan yang lebih lagi pada-Nya. Susan juga menceritakan, "Di hari kecelakaan itu sewaktu saya keluar dari mobil untuk menolong, anak saya, saya merasa bahwa putra sulung saya telah meninggal. Dan saya mempunyai pilihan untuk marah dan mengalami kepahitan atau secara total menerima semua rencana-Nya pada saya. Dan saya pun melihat buah dari semua pilihan saya itu, dan pilihan yang saya ambil, akan berulang secara terus-menerus. Saya merasa bahwa kematian putra saya tak sia-sia, begitu saya mengetahui di kemudian hari begitu banyak jiwa yang datang pada Tuhan karena tragedi ini. Benar! Ia telah membuka jalan bagi kami sekeluarga."

    Segera setelah "God Will Make A Way" masuk dapur rekaman, Don Moen menerima begitu banyak telepon, surat, dan kisah yang dibagikan mengenai tragedi yang mereka alami. Semua telepon dan surat yang masuk mempunyai tema yang sama, bahwa Tuhan telah membuka jalan bagi mereka saat mereka dalam keadaan putus harapan. Betapa Tuhan telah membawa mereka keluar dari situasi mereka yang tak ada harapan dengan memberi mereka kekuatan, iman, dan harapan baru untuk menghadapi kehilangan yang mereka alami. Kessaksian ini membuktikan sekali lagi bahwa Tuhan akan membuka jalan bagi mereka yang menaruh harapan kepada-Nya. Hal ini bukanlah suatu hal yang sia-sia.

  3. PENDERITAAN MEMBUAT MANUSIA LEBIH BERBELAS KASIHAN DAN BERPENGERTIAN

    Bagi orang-orang yang tidak mengenal Kristus, tidaklah dimungkiri jika penderitaan membuat seseorang bertambah keras dan kasar. Namun, penderitaan di dalam Kristus dapat membuat seseorang memiliki pengertian yang mendalam terhadap masalah yang dialami sesamanya. Ia akan lebih dapat berempati terhadap sesamanya. Rasul Paulus pernah meminta kepada Filemon agar dapat mengampuni dan menerima kembali Onesimus yang telah melarikan diri darinya. Bahkan Paulus meminta segala tanggungan Onesimus hendaknya dibebankan padanya. Suatu sikap penuh pengertian dari Paulus yang tidak tampak ketika ia baru melayani Yesus. Ketika ia baru mengadakan perjalanan misi bersama Barnabas dan Markus, Paulus meminta kepada Barnabas agar tidak mengikutkan Markus dalam perjalanan berikutnya sebab Markus tidak setia. Bahkan karena Barnabas masih mau membawa Markus, Paulus rela berpisah dari Barnabas, bahkan mereka berselisih dengan keras (Kis 15:35-41). Paulus, tampak kurang punya hati yang luas dari sikapnya terhadap Markus. Namun, setelah melewati banyak penderitaan dan pergumulan dalam melayani Tuhan, Paulus memiliki hati yang luas sehingga kepada Filemon, ia minta agar menerima kembali Onesimus yang berlaku hampir sama dengan Markus. Sering kali Tuhan melembutkan dan membuat seseorang penuh pengertian melalui penderitaan-penderitaan. Dengan penderitaan, terkadang seseorang mampu memahami kesedihan dan pergumulan sesamanya dengan lebih baik lagi.

  4. PENDERITAAN MEMBUAT MANUSIA YAKIN AKAN KEBOBROKAN DUNIA

    Penderitaan akan menyadarkan seseorang bahwa dunia yang didiami oleh manusia ini sarat dengan hal-hal yang menyesakkan hidup. Perpisahan, penganiayaan, kejahatan, tekanan hidup membuat seseorang terkadang tidak ingin hidup lebih lama lagi dalam dunia. Hanya di surga sajalah tidak ada penderitaan. Oleh karena itu, seorang Kristen akan terus merindukan surga dan memberitakan Injil yang akan membawa orang lain juga merindukan surga. Penderitaan seharusnya menolong manusia untuk menyadari betapa berharganya kesempatan hidup yang diberikan Tuhan, dan karena itu manusia dapat memanfaatkan waktu hidup yang berharga ini untuk menjalaninya bersama dengan Tuhan. Pujangga Jerman bernama Goethe pernah berkata, "Hanya dengan penderitaan hiduplah manusia belajar untuk menghargai kebaikan dan keindahan hidup."

  5. PENDERITAAN MEMBENTUK MANUSIA SEMAKIN SERUPA DENGAN KRISTUS

    Petrus berkata, "Sebab adalah kasih karunia, jika seorang sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untukmu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya" (1Pe 2:19-21). Bagi orang percaya, penderitaan adalah hak istimewa yang akan membentuk dan memberi kesempatan baginya untuk dibentuk semakin serupa dengan Kristus. Oleh karena itu, marilah tetap bersyukur di tengah berbagai penderitaan sambil terus berharap akan kasih karunia Allah di dalam penderitaan yang kita alami.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati [Indeks 00000]

Bab X. Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati [Daftar Isi 00006]
00042 A. Manusia Diciptakan untuk Hidup Kekal
00043 B. Kehidupan Setelah Kematian Tubuh

"Sesungguhnya aku mengatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata pada waktu bunyi nafiri yang terakhir." (1Korintus 15:51-52)

A. Manusia Diciptakan untuk Hidup Kekal

  1. PANDANGAN ALKITABIAH

    Cicero, filsuf Yunani yang kesohor itu, pernah berkata, "Dalam pikiran manusia ada suatu firasat tertentu akan kekekalan, dan ini berakar sangat dalam dan dapat dengan jelas dilihat pada orang-orang yang sangat jenius, dan mereka yang berjiwa paling mulia." Kebenaran Alkitab menunjukkan bahwa manusia selalu berhubungan dengan kekekalan. Allah yang kekal menciptakan manusia untuk maksud kekekalan. Artinya, bahwa manusia akan hidup selama- lamanya. Dosa telah menyebabkan manusia harus bertemu dengan kematian di dalam hidupnya. Namun, kematian bukan berarti bahwa manusia telah kehilangan esensi hidupnya, atau tidak dapat merasakan sama sekali sesuatu yang menimpa dirinya. Memang, tubuh yang mati tidak dapat merasakan cubitan atau pukulan dari sesamanya, tetapi orang yang mati rohnya dapat merasakan kesakitan di dalam tempat penantian seperti yang tampak jelas dalam catatan Lukas, yaitu tentang orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31). Orang kaya masuk dalam tempat penantian hukuman, sedangkan Lazarus masuk dalam tempat penantian untuk menerima upah pada waktu Yesus datang sebagai Hakim. Orang kaya merasakan kesakitan dan kepanasan, Lazarus merasakan hal yang menyenangkan. "Sesungguhnya, aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya tetapi kita semuanya akan diubah," demikian kata Paulus (1Ko 15:51). Orang yang tidak mengenal Tuhan sebenarnya juga memiliki pengetahuan bahwa kematian tidak mengakhiri segalanya. Naluri demikian tidak dapat diabaikan. Naluri itu membuktikan bahwa manusia pada hakikatnya bersifat rohani dan telah dikaruniai kemampuan untuk mengenal Allah. Seperti catatan Salomo, "Allah telah memberikan kekekalan dalam hati manusia" (Pengk 3:11).

  2. UNIVERSALISME

    Penganut paham universalisme atau orang yang punya pandangan searah menyatakan bahwa sesungguhnya Kristus datang ke dalam dunia ini untuk menyelamatkan semua orang. Salib Kristus adalah demonstrasi untuk membuktikan kuasa Yesus yang akan menyelamatkan semua manusia. Allah menciptakan manusia, jadi tidak mungkin Ia akan benar-benar meninggalkan dan membinasakan umat manusia. Karena itu, karya Kristus akan mendamaikan semua umat manusia dengan Allah. Artinya, tidak akan ada yang binasa selama-lamanya.

    Pandangan ini menggunakan beberapa ayat Alkitab berikut ini. Pertama, "Kristus itu harus tinggal di surga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu" (Kis 3:21). Ayat tersebut mereka katakan dengan menekankan frasa "segala sesuatu", yang bisa diartikan juga bahwa malaikat yang memberontak, yang telah menjadi setan pada akhirnya juga akan dipulihkan menjadi malaikat-malaikat surgawi. Kedua, "Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka" (2Ko 5:19). Ayat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya segala pelanggaran tidak akan diperhitungkan oleh Allah di dalam Kristus. Ketiga, "Segala lidah akan mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan" (Fili 2:11). Pada akhirnya, semua akan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan karena itu, semua manusia pasti akan diselamatkan.

    Penganut universalisme menafsirkan ayat-ayat Alkitab secara serampangan. Padahal ayat-ayat tersebut harus ditafsirkan dengan melihat ayat-ayat Alkitab yang lain. Karena di dalam Alkitab tidak ada pertentangan ayat, tetapi satu sama lain saling melengkapi dan mendukung. Jika benar bahwa pada akhirnya semua manusia akan diselamatkan, tidak ada ayat dalam Aikitab yang menuliskan sebaliknya. Sebaliknya, Alkitab sering menandaskan bahwa orang yang tidak percaya kepada Yesus sebagai jalan keselamatan akan mengalami kesengsaraan dalam hukuman Allah.

    Beberapa ayat tersebut di antaranya, pertama, "Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api" (Wah 20:15). Kedua, "Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah" (Yoh 3:18). Ketiga, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal" (Mat 25:41, 46).

    Alkitab menuliskan bahwa manusia yang tidak percaya pasti akan mengalami hukuman kekal. Jika demikian, ayat-ayat yang digunakan oleh kaum universalisme sebenarnya tidak ditafsirkan dalam konteks yang benar dan cara yang benar.

  3. PAHAM PEMUSNAHAN

    Paham pemusnahan percaya bahwa orang yang tidak bertobat nasibnya akan seperti binatang, yakni mereka akan dimusnahkan sama sekali sehingga tidak perlu ada neraka. Paham ini bersumber dari paham ateis dan materialisme yang menyimpulkan bahwa setiap yang mati, tidak akan lagi hidup setelahnya. Artinya, setelah mati roh manusia yang tidak percaya sebenarnya tidak ada lagi, atau sudah dimusnahkan. Paham ini keliru sebab Alkitab jelas mengungkapkan bahwa manusia memiliki alam kekekalan. Termasuk di dalamnya, Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa orang jahat akan dimusnahkan dan tidak dihukum.

  4. PAHAM YANG BERPENDAPAT ADA KESEMPATAN SETELAH MATI

    Paham ini percaya bahwa orang berdosa dapat mengalami pertobatan setelah kematian. Jika saudaranya atau kerabatnya mendoakannya, orang mati akan memiliki kemungkinan untuk diampuni dosanya dan mengalami pertobatan. Dengan demikian, ia tidak akan mengalami hukuman kekal. Pandangan ini juga tampak dalam ajaran reinkarnasi yang menyatakan bahwa manusia yang berkelakuan buruk akan berubah menjadi binatang atau sesuatu yang buruk sehingga dalam keadaan demikian diharapkan mereka akan menyadari kesalahannya serta memperbaiki kelakuannya. Dalam usaha memperbaiki kelakuan, orang yang telah bereinkarnasi akan berubah lagi menjadi baik bahkan dapat langsung diangkat dan bersatu dengan Allah.

    Pandangan universalisme, pemusnahan, dan paham yang percaya adanya kesempatan kedua sama sekali bukan merupakan ajaran Alkitab yang sehat. Selain itu, ajaran ini akan membuat manusia semakin tidak mengindahkan hukum-hukum Tuhan yang pada akhirnya dapat membuat orang bertambah jahat dan serakah. Sedangkan pemahaman akan ajaran Alkitab akan menolong orang untuk hidup bijaksana dan mengerjakan apa yang baik dan yang berkenan kepada Tuhan serta menjauhi yang jahat.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati [Indeks 00000]

Bab X. Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati [Daftar Isi 00006]
00042 A. Manusia Diciptakan untuk Hidup Kekal
00043 B. Kehidupan Setelah Kematian Tubuh

B. Kehidupan Setelah Kematian Tubuh

Rahasia yang selalu menjadi pertanyaan manusia adalah, apakah ada kehidupan setelah kematian. Kematian itu memang suatu misteri yang tidak dapat diselidiki oleh orang berilmu sekalipun. Bagi akal manusia, dunia yang akan datang itu penuh rahasia, di luar kemampuan manusia untuk menerobosnya. Tetapi bagi orang Kristen tidaklah demikian. Allah telah membuka tabirnya dalam terang firman-Nya. Rahasia setelah kematian itu dikemukakan dalam poin- poin di bawah ini.

  1. ROH MANUSIA MASUK KE TEMPAT PENANTIAN

    Alkitab menjelaskan bahwa orang yang mati, rohnya akan masuk ke dalam tempat penantian atau dunia orang mati. Tempat penantian atau dunia orang mati itu dibagi menjadi dua ruangan besar, yaitu pertama, bagi orang yang tidak percaya bahwa keselamatan hanya di dalam Yesus akan masuk ke dalam tempat penantian yang disebut dengan hades. Hades adalah tempat penantian, bukan neraka, tetapi sudah seperti neraka. Di tempat ini ada penderitaan akan nyala api. Orang-orang di dalamnya sudah merasakan penderitaan dan kesakitan yang hebat sambil menunggu penghakiman terakhir oleh Yesus Kristus, untuk kemudian mereka pasti dimasukkan ke neraka, tempat hukuman kekal itu. Orang yang masuk dalam hades pada waktu Yesus datang kedua kali akan dihakimi dan mereka akan menyesal bahwa selama hidupnya dalam dunia mereka tidak percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Waktu kedatangan Tuhan Yesus itu adalah saat yang paling mulia sehingga orang yang masuk dalam hades akan bertelut sambil tertunduk malu, menyesal, dan lidah mereka akan mengaku bahwa Yesus Kristus itu sungguh-sungguh Tuhan dan Juru Selamat.

    Kedua, tempat penantian upah surgawi. Tempat penantian ini berisikan orang-orang yang selama hidup di dalam dunia sungguh percaya kepada Yesus, melayani, dan rela berkorban demi kesaksian akan nama Yesus. Tempat ini disebut firdaus dan ini bukan surga. Surga itu baru dapat dirasakan oleh semua orang percaya ketika Yesus sudah datang kedua kali dan menjadi hakim yang adil (bdg. Wah 20:11-13). Alkitab mencatat bahwa surga yang sesungguhnya turun dari Allah segera sesudah hari penghakiman itu (Wah 21:1-3). Manusia yang ada dalam firdaus tidak akan merasakan kesakitan karena nyala api. Roh mereka sudah mengalami kesejukan dan kenyamanan sehingga boleh disebut, kendatipun firdaus bukan surga, tetapi sudah seperti surga. Di surga itulah orang percaya akan mengalami kenikmatan dan kebahagiaan kekal yang sejati, yaitu ketika roh manusia disatukan dengan tubuh yang sudah diperbarui dan menikmati anugerah kekal Allah itu. Sementara di firdaus, yang merasakan kenikmatan tersebut barulah roh manusia saja. Mereka menanti penghakiman Yesus dan mereka akan muncul dalam keadaan dibenarkan oleh Yesus Kristus. Penghakiman atas mereka yang berada di firdaus hanya untuk menunjukkan upah mereka masing- masing sesuai dengan seberapa efektif dan efisien usaha mereka dalam mendayagunakan karunia dan talenta yang Tuhan berikan ketika mereka hidup dalam dunia.

  2. ORANG MATI TIDAK DAPAT BERJUMPA DENGAN ORANG HIDUP

    Roh manusia yang sudah mati tidak mungkin dapat bertemu dengan manusia yang hidup. Ketika orang meninggal dunia, rohnya langsung dikuasai oleh Allah pencipta, karena itu roh tersebut tidak mungkin dapat bepergian semaunya seperti ketika hidup dalam dunia fana ini, seperti yang ditulis oleh Salomo, "Dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya" (Pengk 12:7).

    Pada kasus orang kaya dan Lazarus, ada sedikit tersirat bahwa roh manusia yang telah mati tidak mungkin dapat berpindah tempat, ia sudah merasakan kebahagiaan atau kesakitan (Luk 16:19-31). Jadi, manusia tidak dapat berubah menjadi setan, juga tidak dapat menjumpai sanak familinya yang masih hidup dalam dunia fana. Pengalaman banyak orang yang bertemu dengan roh sanak familinya yang sudah meninggal adalah pengalaman yang memang bisa terjadi. Namun, bukan berarti yang menjumpai manusia yang hidup adalah benar-benar sanak famili mereka. Itu adalah wujud setan yang hendak menipu manusia yang pada akhirnya tidak akan membawa manusia untuk dekat dengan Allah.

    Catatan Alkitab bahwa roh orang mati tidak dapat bertemu dengan orang hidup seharusnya membuat keluarga-keluarga yang saudaranya meninggal dunia tidak perlu lagi menyembahyangi orang yang telah meninggal tersebut, memberi sesuatu, bahkan merasa ketakutan akan diganggu oleh roh orang yang sudah meninggal. Memang, dalam kebudayaan tertentu ada yang berkeyakinan bahwa setelah orang mati, rohnya tidak langsung pergi ke tempat yang jauh. Sebagai contoh, jika seseorang mati/meninggal dunia, selama tiga hari pertama masih berdiam di dalam rumah, karena itu acara "slametan/syukuran" wajib diselenggarakan. Kemudian ada acara serupa untuk tujuh hari atau umumnya empat puluh hari. Karena sampai genap waktu empat puluh hari roh orang mati tersebut masih ada di sekitar rumah dan halaman/kampung. Setelah itu, ada peringatan seratus hari karena roh orang itu masih di sekitar kota di mana sebelumnya ia tinggal. Terakhir, ada acara seribu hari untuk melepaskan orang yang mati itu untuk pergi selama-lamanya karena selama waktu itu ia masih bergentayangan di bumi ini. Jikalau keluarga tidak mengadakan slametan, syukuran, atau bahkan dilegalisir secara Kristen, tidak mengadakan doa, dikhawatirkan roh orang mati tersebut akan marah dan dapat mengganggu, atau juga tidak akan tenang di alam "sana". Iman Kristen berkeyakinan bahwa roh orang mati tidak dapat bertemu dengan orang hidup.

  3. BUKANKAH ALKITAB PERNAH MENCATAT ORANG HIDUP BERTEMU ORANG MATI?

    Pada waktu Yesus sedang berdoa ditemani dengan para murid, para murid melihat suatu peristiwa mulia, yakni Yesus sedang bercakap-cakap dengan Elia dan Musa (Mat 17:3; Luk 9:30). Yesus, orang yang hidup itu, bertemu dengan Elia dan Musa yang sudah mati itu. Dalam konteks ini, pertanyaan di atas benar. Tetapi harus dicermati bahwa yang bertemu itu Yesus; walaupun Ia manusia, tetapi Ia juga Tuhan. Ia berkuasa atas dunia orang mati. Ia dapat saja bertemu dengan orang-orang di sana. Namun, bukankah para murid melihat mereka? Apakah itu berarti orang hidup dapat melihat orang yang sudah mati? Kasus ini seharusnya tidak dijadikan ukuran normatif. Alkitab pernah mencatat kasus-kasus khusus yang tidak akan pernah terulang kembali seperti contoh di atas.

    Ada kasus lain, yakni Saul bertemu dengan roh Samuel di Endor (1Sa 28). Kasus ini menarik dan cukup menjadi perdebatan di kalangan Kristen. Perdebatan itu terjadi di seputar pertanyaan apakah benar yang menjumpai Saul itu rohnya Samuel. Karena itu, mari kita perhatikan dua pandangan berikut.

    1. Bukan rohnya Samuel, tetapi setan yang menyamar

      Pandangan ini memiliki beberapa alasan. Pertama, Perjanjian Lama melarang dengan tegas: manusia tidak boleh berhubungan dengan arwah orang mati. Jika manusia melanggarnya, manusia akan dihukum berat oleh Tuhan (Ula 18:10-12; Ima 20:6, 27). Jika Allah telah melarang, tidak mungkin Samuel datang kepada Saul dengan menyatakan ulang apa yang Tuhan telah lakukan kepada Saul. Allah tidak mungkin berbicara melalui orang mati.

      Kedua, Allah yang berkuasa atas roh Samuel telah memutuskan hubungan dengan Saul, kendatipun Saul telah berusaha menjumpai-Nya dengan instrumen yang telah Allah sediakan (1Sa 28:6). Adalah suatu kemustahilan kalau Allah mengizinkan ditemui oleh Saul dengan cara-cara yang Ia sendiri tidak sukai. Allah berfirman, "Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah Tuhan Allahmu. (Ima 19:31; bdg. Ula 18:10-11).

      Ketiga, waktu itu perempuan peramal mengatakan bahwa ia melihat seorang berkerudung, lalu Saul sendirilah yang menyimpulkan bahwa itu Samuel. Jadi, sebenarnya tidak jelas siapa yang tampil kepada Saul. Ada kemungkinan, dalam kepanikannya saat itu, Saul salah menafsirkan. Kalau Alkitab kemudian mencatat dengan memakai nama Samuel, itu hanya menunjukkan bahwa itu hanyalah anggapan Saul.

      Keempat, bukti-bukti Alkitab yang lain tidak mendukung bahwa itu roh Samuel. Dalam Lukas 16:19-31, diceritakan bahwa orang yang sudah mati tidak dapat menjumpai orang yang masih hidup. Konteks yang ada di sini adalah orang mati di tempat penantian yang berbeda dapat saling melihat. Orang kaya itu meminta agar Abraham menyuruh Lazarus pergi menjumpai saudara-saudaranya. Mengapa ia tidak pergi sendiri dan memberitahukan kepada saudaranya? Jawabnya karena orang kaya itu sudah dapat merasakan bahwa ia tidak berdaya dan tidak mungkin pergi kepada saudaranya yang masih hidup. Kemudian ia berpikir bahwa Lazaruslah yang dapat pergi karena tidak sedang dalam hukuman. Kenyataannya, Lazarus tidak pergi, bukan karena tidak mau, tetapi ia tahu bahwa ia tidak akan bisa pergi. Pastilah seandainya bisa, Lazarus akan memperingatkan saudara-saudara orang kaya itu agar nasibnya nanti tidak sama dengan si kaya yang ada dalam penghukuman itu. Bukankah perbuatan memperingatkan orang jahat agar berbalik kepada Tuhan merupakan suatu tindakan mulia dan diperkenan oleh Tuhan? Namun demikian, tindakan untuk itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang masih hidup. Pengkhotbah 12:7 mencatat bahwa roh orang mati ada di tangan Tuhan. Jika roh manusia ada di tangan Tuhan yang berkuasa, dapatkah ia berjalan-jalan membebaskan diri dan menjumpai orang hidup sekehendaknya sendiri?

    2. Ada pandangan bahwa orang hidup berjumpa dengan orang mati

      Itu berarti yang dijumpai oleh Saul bisa jadi adalah benar roh Samuel. Beberapa alasan yang mendukung ialah, pertama, Jika ada larangan Tuhan bahwa manusia tidak boleh berhubungan dengan roh-roh orang mati, secara logika sederhana, hal itu bisa berarti bahwa manusia dapat saja berhubungan dengan orang mati, hanya hal seperti itu dilarang Tuhan. Maka, peristiwa Saul berjumpa dengan Samuel itu benar ada, tetapi pasti tidak disukai oleh Tuhan.

      Kedua, fakta pertemuan Yesus-Musa-Elia yang dapat dilihat kasat mata oleh para murid membuktikan bahwa sesungguhnya orang hidup dapat saja melihat orang yang sudah mati. Memang Elia, dicatat oleh Alkitab, bukan mati, tetapi diangkat naik ke Surga; "Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke Surga dalam angin badai" (2Ra 2:11). Namun, harus diingat bahwa Musa mati seperti yang dicatat dalam Ulangan 34:5; "Lalu matilah Musa, hamba Tuhan itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman Tuhan." Jika ada peristiwa dalam Alkitab demikian, tidak boleh orang berpendapat secara membabi buta bahwa tidak mungkin orang yang sudah meninggal dunia dapat dijumpai atau dilihat oleh orang yang masih hidup.

      Saya berpendapat bahwa pandangan pertama yang benar, tetapi saya tidak menyepelekan pandangan yang kedua. Tuhan itu besar dan tidak terjangkau oleh pikiran manusia. Karena itu, jika seandainya Ia mengizinkan roh orang mati untuk waktu yang sangat singkat bertemu dengan orang yang hidup, tentulah tujuannya adalah agar manusia memuliakan-Nya. Kasus Yesus bertemu Elia dan Musa, kasus Saul di Endor, bukan menunjukkan bahwa semua itu akan terjadi pada masa-masa sesudahnya. Larangan Tuhan agar tidak berhubungan dengan orang mati bukan berarti manusia dapat bertemu dengan orang mati, tetapi karena ada kebiasaan orang-orang pada konteks tersebut untuk selalu bertanya kepada arwah-arwah melalui peramal dan penenung sehingga Tuhan tidak ingin umat-Nya tersesat dengan cara yang tidak benar itu. Perilaku berdoa untuk minta petunjuk di depan kuburan, foto, atau debu dari seseorang yang sudah meninggal dunia, dan mendoakan arwah bukanlah sikap kristiani yang sejati. Melepas burung pada waktu pemakaman, meletakkan buah semangka agar dilindas oleh mobil pengangkut jenazah, dan sebagainya yang sarat dengan muatan mistik, termasuk memberi makanan atau sesajen, bukanlah cara yang muncul karena refleksi iman kristiani sejati. Tradisi-tradisi yang bertentangan dengan Alkitab hendaknya tidak lagi diteruskan oleh umat Tuhan yang sudah menerima karya keselamatan di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kekekalan (2): Surga dan Neraka [Indeks 00000]

Bab XI. Manusia dan Kekekalan (2): Surga dan Neraka [Daftar Isi 00006]
00044 A. Surga
00045 B. Neraka
00046 C. Kristus Jalan Penentu Kekekalan

"Hanya ada dua tujuan akhir bagi setiap manusia yakni; surga atau neraka, dan ini sangat ditentukan selama hidup dalam dunia ini."

A. Surga

  1. SURGA ADALAH SUATU TEMPAT

    Surga bukanlah suasana, juga bukan hasil pikiran atau daya khayal manusia. Surga adalah suatu tempat yang nyata seperti ketika kita bicara soal Jakarta, Surabaya, Malang, Bandung, Yogyakarta, Medan, Ujung Pandang, dan sebagainya. Alkitab menjelaskan bahwa surga ialah, pertama, tempat kediaman Tuhan Allah Pencipta, Allah Tritunggal. Musa berkata, "Jenguklah dari tempat kediaman-Mu yang kudus, dari dalam surga" (Ula 26:15). Salomo berdoa, "Dengarkanlah permohonan hamba-Mu dan umat-Mu Israel yang mereka panjatkan di tempat ini; bahwa Engkau juga mendengarnya di tempat kediaman-Mu di surga" (1Ra 8:30). Tuhan Yesus mengajar para murid untuk berdoa, "Bapa kami yang di surga" (Mat 6:9). Itulah tiga ayat dari 260 ayat Alkitab yang menunjukkan bahwa surga ialah tempat kediaman Allah, tempat Allah bertakhta, tempat Allah memerhatikan manusia yang hidup di dalam dunia ini.

    Kedua, surga adalah tempat yang Allah sediakan bagi umat yang berada dalam Yesus Kristus. Yesus berkata, "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal ... sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu" (Yoh 14:2). Penulis Ibrani mencatat, "Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam surga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita" (Ibr 9:24). Tidak kurang dari empat puluh ayat yang menyebutkan bahwa orang yang percaya kepada Yesus akan memperoleh tempat di surga.

    Di manakah letak surga yang sesungguhnya? Apakah surga itu dekat dengan Amerika, Asia, Eropa, Afrika, Australia, atau ada dalam jagad raya ini? Alkitab tidak pernah menjelaskan, ilmu pengetahuan manusia juga tidak akan mampu menemukannya. Mereka hanya mampu menemukan galaksi tata surya. Manusia dunia hanya menyebut suatu tempat yang indah itu sebagai "surga", namun sesungguhnya surga yang sejati jauh lebih indah dan tak dapat dilukiskan daripada "surga-surga" yang pernah dilihat manusia dalam bumi ini. Manusia baru tahu letak sesungguhnya dari surga setelah Tuhan Yesus membawa mereka ke sana. Orang percaya juga tidak tahu di mana letaknya yang pasti, tetapi mereka tahu bahwa mereka akan pergi ke sana.

  2. LUKISAN TENTANG SURGA

    Yohanes mendapat penglihatan dari Allah tentang surga, kemudian menulisnya dalam bahasa manusiawi untuk menggambarkan bagaimana bentuk surga itu. Kendatipun lukisan tentang surga itu mengandung banyak makna, tentu makna yang paling mendalam bukan menyangkut kebendaan. Mari kita lihat secara sederhana apa yang ditulis oleh Yohanes dalam Wahyu 21:9-22:5.

    Pertama, surga itu penuh dengan kemuliaan Allah dan cahayanya sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal. Allah yang bersemayam di surga memiliki tempat yang indah sekali. Bila orang kaya di dunia memiliki tempat-tempat dan rumah yang indah, megah, dan bagus, tidak heran bila surga sedemikian indah sebab Ia adalah Allah yang memiliki seluruh ciptaan. Yang paling penting di surga adalah kehadiran Allah. Berbahagialah manusia yang masuk ke surga, bukan karena kebendaan seperti yang tertulis, namun karena manusia dapat bersekutu kembali dengan Allah, berhadapan muka dengan muka. Selama di dunia, manusia terbatas sekali dalam persekutuannya dengan Allah. Di surga manusia mengalami kebahagiaan yang sempurna bersama Allah. Manusia pertama mengalami kebahagiaan bersekutu dengan Allah dengan cara demikian, dan saat seperti itu akan dapat dinikmati oleh semua orang percaya di surga. Kehadiran Allah tentu saja menggambarkan kekudusan di surga.

    Kedua, tembok-temboknya tinggi dan besar, dengan dua belas pintu gerbang yang bertuliskan nama dua belas suku Israel dan dua belas batu dasar bertuliskan nama kedua belas nama rasul Yesus. Ini simbol yang sulit ditafsirkan. Namun secara sederhana, hal itu bisa diartikan sebagai semua orang yang termasuk dalam bilangan umat-Nya dan berdiri di atas ajaran dan berita yang telah disebarkan mula-mula oleh kedua belas rasul, mereka itu akan masuk ke dalam surga. Selain itu, tembok juga bisa diartikan sebagai pemisah sehingga orang di dalam surga tidak melihat manusia yang masuk dalam neraka, sebaliknya penghuni neraka tidak dapat melihat kemuliaan surga (bdg. Wah 21:27; 22:15).

    Ketiga, benda-benda mahal seperti emas, batu yaspis, batu mirah, nilam, unam, sardis, ratna cempaka, lazuardi, kecubung, krisopras, beril, mutiara, melukiskan apa yang dibanggakan oleh manusia di dunia sudah tersedia di surga, bahkan jauh lebih kaya dan indah (Wah 21:18-21).

    Keempat, semua raja dan setiap orang akan sujud di hadapan takhta Anak Domba yang memancarkan cahaya kemuliaan (Wah 21:23-22:1). Lukisan ini merupakan fakta yang akan terjadi, dan semua orang yang tidak sujud menyembah Yesus, Anak Domba Allah itu, selagi dalam dunia, mereka akan menyesalinya karena ternyata Yesus itu benar-benar Raja di surga dan di bumi. Cahaya kemuliaan Yesus yang luar biasa menyebabkan benda-benda penerang tidak diperlukan lagi. Di hadapan Yesus, semua kegelapan dosa akan tersingkir dan tidak mampu mendekatinya.

    Kelima, sungai-sungai yang mengalir dan pohon-pohon kehidupan melukiskan keindahan surga dan pemandangan yang menyenangkan (Wah 22:1-2). Orang merasakan kepedihan dan penderitaan di dunia karena dunia yang berdosa. Namun di surga, semua itu telah sirna.

  3. SUASANA SURGA

    Memerhatikan lukisan tentang surga sebenarnya dapat membawa kita untuk membayangkan suasana yang menyenangkan, penuh dengan kemuliaan, dan kebahagiaan. Hal itu terjadi sebab dosa, air mata, kesakitan, kematian, sedih dan duka karena perpisahan, tidak ada di surga. Alkitab mencatat bahwa di surga tidak akan ada lagi laknat (Wah 22:3), segala sesuatu yang najis tidak akan masuk ke dalamnya (Wah 21:27), tidak ada lagi air mata (Wah 7:17), tidak ada lagi perkabungan, ratap tangis, dukacita, kesakitan, dan sebagainya (Wah 21:4).

  4. KEADAAN MANUSIA DI SURGA

    Pertama, manusia akan mengenakan tubuh kebangkitan, suatu tubuh yang memiliki kualitas surgawi, tidak akan terserang penyakit, dan tentu saja tubuh yang sangat indah dan baik. Paulus berkata, "Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa surgawi, .... Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa" (1Ko 15:49, 52).

    Kedua, setiap manusia di surga dapat saling mengenal. Yesus bercerita tentang orang kaya dan Lazarus, bahwa di alam sana, termasuk di surga, orang masih tetap dapat saling mengenal (Luk 16:19-31). Identitas pribadi tetap dibawa sampai ke surga. Jadi, seorang ibu dapat mengenal anaknya yang dulu sewaktu masih dalam dunia fana; seorang bapak dapat mengenal orang-tuanya, istrinya, anaknya, dan cucunya yang dulu sewaktu ia masih di dunia. Namun, bukan berarti di surga kita akan berkumpul dengan keluarga dan teman-teman sewaktu di dunia saja. Di surga semua menjadi bersaudara, kita dapat mengenal orang yang dahulu kita kenal, namun perasaan layaknya saudara atau sahabat seperti masih dirasakan di dunia sudah tidak ada lagi. Markus mencatat, "orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di surga" (Mar 12:25). Dalam keadaan telah diubahkan, semua penghuni surga menjadi satu keluarga besar di mana tingkat kualitas kasih satu sama lain sama tingkatannya.

  5. PEKERJAAN DI SURGA

    Surga adalah tempat bekerja, tetapi tanpa kutuk jerih lelah karena dosa. Allah pencipta adalah Allah yang senang bekerja sehingga Ia menciptakan manusia dengan karakter yang sama, yaitu senang bekerja. Jika pada mulanya Allah menjadikan manusia sebagai makhluk pekerja, di surga nanti manusia masih tetap bekerja, tetapi sama sekali jauh dari kutuk dan kejenuhan, dan akan selalu senang dan bahagia. Pekerjaan di surga, tentulah tidak dapat diketahui secara pasti, namun beberapa di antaranya dinyatakan oleh Alkitab. Pekerjaan manusia di surga tersebut ialah, selalu bersekutu dengan Tuhan dan dengan sesama, tanpa harus merasa curiga atau menimbulkan kebencian di sana. Pekerjaan lainnya ialah manusia akan selalu bernyanyi, memuji Tuhan, dan beribadah kepada-Nya (Wah 22:3). Di sana pun manusia akan tetap melayani Yesus Sang Raja siang dan malam (Wah 7:13-15). Jika di sebut melayani, tentu ada pekerjaan yang harus dikerjakan dan diselesaikan, hanya saja semua dengan anugerah dan kekuatan Tuhan. Tak ada keluh kesah dan kelelahan. Bentuk pekerjaan pelayanan itu seperti apa, Alkitab tetap berdiam; yang pasti Ia akan membagi hal ini dengan sebaik- baiknya.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kekekalan (2): Surga dan Neraka [Indeks 00000]

Bab XI. Manusia dan Kekekalan (2): Surga dan Neraka [Daftar Isi 00006]
00044 A. Surga
00045 B. Neraka
00046 C. Kristus Jalan Penentu Kekekalan

B. Neraka

  1. NERAKA ADALAH SUATU TEMPAT

    Neraka berasal dari kata "gehena" yang artinya semula ialah 'meratap', tempat penghukuman orang yang bersalah dan berdosa, tempat yang mendatangkan penderitaan dahsyat. Sebagaimana surga adalah suatu tempat, demikian juga dengan neraka. Hanya saja, neraka merupakan tempat siksaan dan penghuninya akan mengalami kesengsaraan besar dan kekal.

    Pertama, neraka adalah tempat Iblis, setan, dan para pengikutnya. Yohanes mencatat, "Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya" (Wah 20:10). Petrus menegaskan bahwa malaikat-malaikat yang berdosa dilemparkan ke dalam neraka (1Pe 2:4). Nasib Iblis dan para setan agak berbeda dari manusia. Sekali mereka memberontak terhadap Allah, tidak ada kesempatan bertobat, mereka pasti masuk neraka untuk disiksa.

    Kedua, neraka adalah tempat bagi orang yang menolak Yesus, tempat bagi orang-orang najis dan jahat. Wahyu 20:15 mencatat, "Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api (neraka) itu." Ayat ini sesuai konteks ayat sebelumnya yang menunjukkan bahwa orang-orang yang masuk kitab kehidupan adalah mereka yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan melakukan kehendak-Nya, tidak munafik dalam menjalankannya. Selanjutnya, Wahyu 21:8 mengatakan, "Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya (kepada Yesus), orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang- orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala- nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua."

  2. SUASANA NERAKA

    Neraka jelas merupakan tempat kengerian yang tiada taranya. Ratap tangis, kertakan gigi, jeritan yang menyayat hati, kepanasan dan kesakitan, kejijikan, ulat yang menggerogoti tubuh, merupakan gambaran yang akan terjadi di neraka. Gambaran yang melukiskan murka Allah dinyatakan kepada orang berdosa, Iblis dan malaikatnya. Suasana neraka yang seperti ini seharusnya membuat manusia yang masih hidup dalam dunia fana ini berlaku bijaksana untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Takutlah akan Dia karena Dialah satu-satunya yang berkuasa melemparkan orang dalam neraka. Lukas menegaskan, "Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka" (Luk 12:5).

  3. MANUSIA DI NERAKA

    Seperti gambaran di atas, manusia juga dapat saling mengenal, hanya saja tidak mungkin terjadi persekutuan yang indah karena masing-masing sibuk kesakitan. Penyesalan karena selama hidup dalam dunia tidak bertobat, tidak melakukan kehendak-Nya sungguh-sungguh akan menambah sakitnya penyiksaan neraka. Di neraka, tidak ada kesempatan lagi untuk bertobat dan dipindahkan ke surga. Hukuman ini sifatnya kekal, selama-lamanya. Sungguh tidak dapat dilukiskan penderitaan dan kesakitan yang akan dialami manusia penghuni neraka. Namun yang jelas, dosalah yang menghantarkan manusia sampai ke tempat yang sangat mengerikan ini.



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Manusia dan Kekekalan (II): Surga dan Neraka) [Indeks 00000]

Bab XI. Manusia dan Kekekalan (II): Surga dan Neraka [Daftar Isi 00006]
00044 A. Surga
00045 B. Neraka
00046 C. Kristus Jalan Penentu Kekekalan

C. Kristus Jalan Penentu Kekekalan

Yesus pernah berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh 14:6).

Tidak ada peristiwa lain di sepanjang masa yang lebih penting daripada kematian Kristus di kayu salib. Perbuatan-perbuatan penting lainnya dari Allah, seperti di dalam penciptaan, inkarnasi, kebangkitan, kedatangan kedua kali, penciptaan langit dan bumi yang baru, menjadi tidak ada artinya apabila Kristus tidak mati. Kematian Kristus tidak hanya merupakan inti pemberitaan Injil. Tanpa hal ini, doktrin-doktrin lain dari kristologi tidak mempunyai hubungan satu sama lain.

Kematian Kristus secara agung menyatakan kesucian, kebenaran, dan keadilan Allah, dan di sisi lain menyatakan kasih Allah yang mendorong kurban ini. Kematian Kristus mengerjakan karya keselamatan manusia dari hukuman Allah terutama, dari neraka. Secara umum bisa dikatakan bahwa ada tiga istilah yang penting berkaitan dengan kematian Kristus, yakni sebagai berikut.

  1. Penebusan (redemption): Galatia 3:13; 1Korintus 6:20; Efesus 1:7 dengan latar belakang Keluaran 21:30. Kata ini berarti pembayaran harga yang dituntut oleh Allah yang suci bagi kelepasan orang percaya dari penindasan, hukuman, dan perbudakan dosa. Konsep penebusan punya indikasi sebagai berikut: ada yang harus ditebus, ada oknum yang kepadanya tebusan tersebut dibayarkan, ada orang yang membayarkan tebusan tersebut, dan ada alat untuk membayar tebusan tersebut. Siapa atau apa yang harus ditebus? Setiap orang yang berdosa berada di bawah perbudakan dosa dan di bawah murka Allah. Perbudakan dosa dan murka Allah inilah yang membuat manusia menderita. Jadi, kita manusia yang berdosalah yang perlu ditebus (Kol 2:14; Rom 3:19). Siapa yang menerima tebusan tersebut? Allahlah yang menerima tebusan tersebut (Efe 5:2; bdg. Kej 8:20, 21). Kita ditebus dari kutuk hukum Taurat yang notabene dibuat oleh Allah (Gal 3:13). Jadi, kita bukan ditebus dari Iblis.

    Ada dua istilah penting yang dapat menjelaskan konsep ini. Konsep pertama ialah "propitiation", yakni menenteramkan melalui mempersembahkan kurban. Murka Allah berbalik dari seseorang. Konsep berikutnya ialah "expiation", yakni perbuatan yang membebaskan dari konsekuensi dosa. Siapakah yang membayarkan tebusan tersebut? Hanya Kristus. Dalam konteks Perjanjian Lama, seorang yang berdosa harus membawa kurban penebus dosa kepada Imam yang berhak menghadap Allah di tabut perjanjian. Jika itu berkaitan dengan dosa semua orang, harus ada Imam yang betul-betul kudus karena Allah adalah kudus (hanya yang kudus dan tak bercacat yang boleh menghadap Allah). Tidak ada satu manusia pun yang tidak di bawa kepada kutuk hukum Taurat, karena itu Kristus harus menjadi manusia dan menjadi satu-satunya Imam yang layak mempersembahkan kurban di hadapan Allah. Apa alat pembayaran tebusan tersebut? Tubuh dan darah Kristus sendiri (Efe 1:7; 1Ti 2:6; latar belakang Perjanjian Lama mengharuskan kurban sebagai penebus salah/dosa). Inilah yang menjadi dasar pengharapan; kita dapat bebas dari murka dan hukuman Allah. Kita bebas dari perbudakan dosa.

  2. Pendamaian (reconciliation): 2Korintus 5:18-21; Roma 5:8-21; Kolose 1:20-22; Efesus 2:14-16. Kata pendamaian menunjukkan bahwa sebenarnya ada oknum-oknum yang bermusuhan dan biasanya juga ada juru damai di antara oknum yang bermusuhan tersebut. Allah yang suci tidak mungkin didekati oleh orang yang berdosa. Sebab dosa adalah tindakan melawan kehendak dan ketetapan Allah secara sengaja. Jadi, orang yang berdosa adalah seteru atau musuh Allah.

    Allah dan manusia perlu didamaikan. Mengapa perlu didamaikan? Sebab manusia adalah bagian dari Allah, atau lebih jelasnya manusia diciptakan oleh Allah, milik Allah. Karena itu, Ia harus membawa kembali ciptaannya itu ke dalam tangan-Nya. Alasan berikutnya, manusia sesungguhnya tidak dapat hidup tanpa Allah. Manusia perlu bersekutu dengan Allah karena manusia memiliki unsur roh yang dihembuskan dari Allah Pencipta (Kej 2:7; Pengk 12:7). Artinya, manusia sesungguhnya dapat dikatakan sebagai manusia yang sejati apabila ia bersekutu dengan Allah, Penciptanya. Dalam perspektif inilah dasar pengharapan kristiani diletakkan, yakni kita boleh menghampiri dan bersekutu dengan Allah kembali karena pendamaian yang dilakukan oleh Kristus. Pendamaian ini menghapuskan segala aib dan dosa manusia karena semua itu telah ditanggung oleh juru damai yaitu, Yesus Kristus.

  3. Pemulihan. Manusia adalah gambar dan rupa Allah. Manusia yang berdosa adalah gambar Allah yang rusak. Persekutuan dengan Allah memungkinkan pemulihan kembali gambar Allah yang rusak itu. Hidup kita disempurnakan dari hari ke hari, dan pada waktu Yesus datang kedua kali, kita dinyatakan sempurna. Inilah dasar pengharapan kita, yakni dengan kematian Kristus kita diubahkan semakin lama semakin sempurna, semakin lama semakin baik di hadapan Allah. Proses ini mengandung unsur providensia/pemeliharaan Allah terhadap umat-Nya (Yoh 17:11; 1Te 5:23; 1Pe 1:5).

    Sebuah lagu yang alkitabiah ditulis, "Sedikit demi sedikit, tiap hari tiap sifat Yesus mengubahku. Sejak kutrima Dia masuk dalam hatiku Yesus mengubahku. Dia ubahku, oh Juru Selamat. Ku bukan seperti yang dulu-dulu lagi. Meskipun nampak lambat namun kutahu, kusemakin sempurna nanti." Lagu ini mengungkapkan kebenaran bahwa seseorang yang hidup bergaul dengan Allah di dalam Yesus Kristus, ia akan dipulihkan dari hari ke sehari menuju keserupaan dengan Yesus (1Yo 2:6).

    Yesus Kristus adalah penentu nasib kita dalam kekekalan. Apakah seseorang akan masuk dalam kekekalan di bawah hukuman Allah, yakni di neraka, ataukah seseorang akan masuk dalam kekekalan kemuliaan Allah di Surga? Petrus pernah berkhotbah, "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun

    juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan" (Kis 4:12). Karena itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa manusia akan masuk surga karena percaya pada Yesus Kristus, atau seseorang akan masuk dalam hukuman Allah di dalam neraka karena tidak percaya kepada Yesus Kristus Sang Penentu Kekekalan itu. Surga atau neraka ... di mana tempat kita kelak?



Manusia Dari Penciptaan Sampai Kekekalan -- Kepustakaan [Indeks 00000]

[Daftar Isi 00006]

KEPUSTAKAAN

Ball Ch. Ferguson, Surga (Bandung: Kalam Hidup, tt).
Berkhof, Louis, Teologi Sistematika: Doktrin Manusia (Jakarta: LRII, 1984).
Bromiley, GW, The International Standard Bible Encyclopedia (vol. IV) (Grand Rapids: WB Eerdmans, 1982).
Brownlee, Malcom, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997).
Calvin, John, Intitutio (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994).
Edwards, Paul, The Spiritual Intelligence Handbook (USA: Morris Publisher, 1999).
Goble, Frank G. Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta: Kanisius, 1987).
Goleman, Daniel, Kecerdasan Emosional (Jakarta: Gramedia, 1999).
Graham, Billy, Crusader Hymns & Hymn Stories (USA: Billy Graham Team, 1996).
Grenland and Marvin Meyers, Cultural Anthropology (Grand Rapids: Zondervan, 1982).
Hamilton, Victor, Genesis 1-17 (Grand Rapids: William Eerdmans, 1990).
Harris, Laird, Theological Word Book of The Old Testament (Chicago: Moody Press, 1988).
Hidayat, Nataatmaja, Dialog Manusia (Jakarta: YP2LPM, 1984).
Hughes, Philip, The True Image (Grand Rapids: William Eerdmans, 1989).
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara, 1979).
Moeliono, Anton, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, 1997).
Nida, Eugene. Customs and Cultures (Pasadena: William Carey. 1982).
Poerpowardjojo, Soerjanto. Sekitar Manusia (Jakarta: Gramedia, 1983).
Sukidi, SQ Lebih Penting Daripada IQ dan EQ (Artikel Harian Kompas, 28 September 2001, hlm. 35).
Stott, John, Isu-isu Global (Jakarta: OMF, 1994).
Tong, Stephen, Peta dan Teladan Allah (Jakarta: LRII, 1990).
Webster's, Webster's Super New Dictionary, 1997.
White, Mary and Jerry, Bekerja: Arti, Tujuan dan Masalahnya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998).
Wrigth, Norman, Quiet Times (Terjemahan) (Batam: Interaksara, 2000).
Van Vuuren, Nancy, Wanita dan Karier (Yogyakarta: Kanisius, 1994).
Yancey, Philip, Keajaiban Kasih Karunia (Batam: Interaksara, 1999).

Ke Atas


sabdaspace.org Tentang Kami | Kontak Kami | Bukutamu | Link |

Laporan Masalah/Saran | Disclaimer | Hak Cipta © 2005-2024 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) | E-mail: webmastersabda.org
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati