Ujian Iman

Ketika masih kanak-kanak, saya tidak suka dengan kisah Abraham yang pergi ke Gunung Moria untuk mengurbankan putranya, Ishak. Mengapa Allah menyuruh Abraham melakukan hal itu? Saya juga anak tunggal dalam keluarga, dan saya tidak ingin hal semacam itu terjadi pada saya! Orang tua saya berkata bahwa saat itu Allah sedang menguji iman Abraham. Dan, ia berhasil melewati ujian itu. Bahkan, ketika pisau sudah tergenggam di tangannya, Abraham masih memercayai Allah (Kejadian 22:8-10). Ia telah belajar bahwa Allah dapat dipercaya.

Membuat pernyataan iman adalah hal yang mudah. Ujian yang sebenarnya adalah ketika Allah meminta kita untuk mempertaruhkan milik kita yang paling berharga. Bagi Abraham, masalahnya adalah mengenai ketaatan. Pada masa kini, seorang wanita karier bergaji tinggi dipecat karena menolak meninggalkan standar imannya. Dan, seorang pendeta diusir dari gerejanya karena menaati firman Allah yang menyuruhnya berbicara tentang rasisme di tengah jemaatnya.

Bukankah seharusnya orang-orang tersebut mendapat penghargaan karena mereka telah melakukan hal yang benar? Ujian iman yang terberat sesungguhnya adalah ketika kita merasa Tuhan tidak menghargai kesetiaan kita.

Mungkin saat ini Anda sedang diminta untuk mengembalikan kepada Allah sesuatu yang menurut perasaan Anda telah diberikan-Nya bagi Anda. Belajarlah untuk melihat bahwa ujian ini adalah suatu peluang untuk menyatakan iman Anda kepada Pribadi yang selalu memegang janji-Nya itu -- bahkan ketika Anda tidak dapat memahaminya sekalipun. HWR

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Nama publikasi: e-RH
Penulis: HWR
Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2000/01/08/
File: 

Komentar