Kepemimpinan Ezra: Tobat Nasional

Seperti Ezra, seorang pemimpin Kristen harus menyelidiki firman Tuhan sebagai sebuah perenungan atau meditasi rohani melalui doa dan saat teduh setiap hari. Roh Kudus akan memberi kekuatan mental melalui doa-doa yang kita naikkan.

Sama seperti Ezra, pemimpin Kristen yang baik akan hancur hati -- meskipun bukan berarti berlarut-larut dalam kesedihan -- ketika melihat jemaat atau orang-orangnya jatuh dalam dosa. Dari hati yang hancur itulah muncul doa yang tulus kepada Tuhan.

Ezra bin Seraya adalah seorang ahli kitab yang mahir dalam Taurat (Ezra 7:6; Nehemia 8:3). Ia memahami segala perintah dan ketetapan Tuhan bagi orang Israel (Ezra 7:11). Ia juga seorang imam, pemimpin doa dan ibadah (Ezra 7:11). Di Persia, tempat bangsa Israel dibuang, Ezra dipercaya oleh raja Artahsasta (Artahsasta I) untuk menangani kehidupan bangsa Israel. Kedudukannya di pemerintahan Persia barangkali semacam Kepala Departemen Urusan Orang Yahudi.

Sama seperti raja Koresy dulu, Artahsasta sangat menghargai orang-orang Israel yang tinggal di negerinya. Bahkan, ia mendorong mereka untuk pulang dan membangun kembali Bait Allah di Yerusalem. Untuk itu, raja Artahsasta mengutus Ezra beserta rombongan orang-orang Israel untuk pulang ke Yerusalem pada tahun 458 SM.

Raja Artahsasta memandang Ezra sebagai pemimpin atau pemuka bangsa Israel. Karena itu, raja memfasilitasi perjalanan Ezra dan rombongan Israel tersebut. Artahsasta sangat baik, ia memberi Ezra segala yang diingininya (Ezra 7:6b). Raja memberikan banyak bantuan material dan finansial untuk pembangunan Rumah Tuhan di Yerusalem (Ezra 7:20). Dalam surat resminya, raja mengatakan bahwa ia telah memerintahkan semua bendaharanya untuk membantu keuangan yang Ezra perlukan (Ezra 7:21).

Sebagai seorang pemimpin kepercayaan, Ezra diberi wewenang oleh raja untuk mengangkat pemimpin-pemimpin lainnya. Artahsasta memberinya tugas dan otoritas: "..., hai Ezra, angkatlah pemimpin-pemimpin dan hakim-hakim sesuai dengan hikmat Allahmu yang menjadi peganganmu, supaya mereka menghakimi seluruh rakyat yang diam di daerah seberang sungai Efrat, yakni semua orang yang mengetahui hukum Allahmu...." (Ezra 7:25)

Kepemimpinan Ezra sendiri sangat menonjol di kalangan orang-orang Israel yang merindukan tanah air mereka itu. Dengan penuh kewibawaan, Ezra menghimpun orang-orang Israel dan memimpin mereka untuk pulang (Ezra 7:28b).

Bangsa Israel menghormati Ezra sebagai seorang pemimpin dalam pengajaran firman Tuhan. Mereka mengakui kepakaran Ezra dalam [pengetahuan tentang] Taurat. Mereka menghormati urapan jawatan sebagai pengajar yang Tuhan berikan kepada hamba-Nya itu. Setelah pendirian tembok kota Yerusalem selesai, Ezra mengajarkan Taurat kepada seluruh rakyat sehingga mereka menjadi sadar dan bertobat (Nehemia 8:1-10:39).

Kehidupan Doanya

Ezra pastilah seorang pemimpin yang memiliki kehidupan doa yang kuat. Alkitab mencatat bahwa tangan Tuhan melindunginya (Ezra 7:6c) dan Allah begitu melimpahkan kemurahan atas kehidupan dan pelayanan kepemimpinannya (Ezra 7:9). Orang yang dekat dan mengandalkan Tuhan pasti diberkati-Nya secara khusus.

Kehidupan doa Ezra, dalam arti hubungan akrabnya dengan Tuhan, dibangun di atas dasar firman Tuhan. Ezra memiliki tekad yang sangat kuat untuk meneliti Taurat Tuhan (Ezra 7:10). Ezra melakukan penyelidikan itu tidak semata-mata sebagai sebuah studi atau riset ilmiah karena ia seorang pakar Taurat, tetapi juga sebagai perenungan atau meditasi rohani sehari-hari karena ia seorang imam.

Belakangan ini banyak pemimpin Kristen mengambil studi lanjut (S-2 atau S-3) di bidang teologi, baik teologi sebagai ilmu murni ataupun ilmu terapan. Tetapi, sering kali pendalaman firman Tuhan melalui studi seperti itu hanya untuk menambah ilmu dan tingkat kemampuan akademis, tidak ada hubungannya dengan kehidupan doa. Seorang pemimpin Kristen juga harus menyelidiki firman Tuhan sebagai sebuah perenungan atau meditasi rohani melalui doa dan saat teduh setiap hari.

Sebelum memimpin bangsa Israel pulang ke Yerusalem, Ezra melakukan tindakan berikut ini: "Aku menguatkan hatiku, karena tangan Tuhan, Allahku, melindungi aku" (Ezra 7:28b). Ezra memantapkan hati, pikiran, dan mental, sebelum menjalankan kepemimpinannya. Dari kalimat itu, tampak bahwa Ezra memohon kekuatan yang dari Tuhan. Demikian juga pemimpin Kristen masa kini, Roh Kudus akan memberi kekuatan mental melalui doa-doa yang kita naikkan.

Spirit doa Ezra sangat terlihat dari tindakannya menggerakkan umat Israel untuk berdoa puasa secara massal. Karena telah memperoleh banyak harta serta dukungan moral dari raja Artahsasta, Ezra merasa malu meminta lagi bantuan pengawalan militer dari kerajaan Persia itu (Ezra 8:22). Di sisi lain, ia menyadari bahwa perjalanan pulang menuju Yerusalem sangat berisiko, apalagi rombongannya besar dan membawa banyak barang berharga.

Ezra percaya bahwa Tuhan sanggup melindungi perjalanan pulang mereka. Karena itu, Ezra memaklumkan doa puasa, memerintahkan umat Israel untuk merendahkan diri dan memohon perlindungan dari Tuhan (Ezra 8:21). Ada kalanya kita tidak bisa lagi meminta bantuan manusia. Dalam hal ini, seorang pemimpin dituntut untuk mengandalkan Tuhan, bergantung pada perlindungan-Nya yang ajaib.

Doa Pertobatan

Ezra melihat bahwa orang-orang Israel yang pulang itu sudah menyimpang dari perintah Tuhan. Sampai-sampai para imam pun telah mengambil perempuan kafir menjadi istri-istri mereka. Perilaku menyimpang dari perintah Tuhan itu merupakan kekejian di hadapan Allah Israel (Ezra 9:1-2, 14).

Melihat dosa itu, Ezra berkabung, tulisnya: "Ketika aku mendengar perkataan itu, maka aku mengoyakkan pakaianku dan jubahku dan aku mencabut rambut kepalaku dan janggutku dan duduklah aku tertegun." (Ezra 9:3) Seorang pemimpin sejati akan hancur hati ketika rakyat atau jemaatnya jatuh di dalam dosa.

Hancur hati merupakan modal dasar bagi sebuah doa yang berkenan. Sering kali pemimpin Kristen tidak merasa bersalah apa pun ketika ada anak buahnya yang jatuh dalam dosa. Ia tidak menyesal karena gagal membina domba-dombanya. Pemimpin Kristen yang baik akan hancur hati -- meskipun bukan berarti berlarut-larut dalam kesedihan -- ketika melihat jemaat atau orang-orangnya jatuh dalam dosa. Dari hati yang hancur itulah muncul doa yang tulus kepada Tuhan, sama seperti Ezra yang kemudian berdoa memohonkan pengampunan bagi umat Israel.

Sangat menarik jika kita mencermati reaksi Ezra kepada kaum Israel yang berdosa itu. Ia tidak marah, dongkol, atau kecewa kepada mereka. Ezra bukan tipe pemimpin yang suka menghakimi, menuduh, dan mempersalahkan orang-orangnya. Tetapi, Ezra juga sangat merindukan pertobatan kaumnya itu.

Ezra adalah seorang pemrakarsa kebangunan rohani. Akan tetapi ia mempertobatkan orang bukan dengan khotbahnya yang berapi-api; ia mempertobatkan orang banyak melalui doa yang dinaikkannya dengan penuh penghayatan mendalam. Ia tidak berdiri di podium untuk menyampaikan khotbah, tetapi ia berdiri di depan jemaah untuk menaikkan doa-doa penyesalan (Ezra 9:5-15). Ezra berlutut, mengoyakkan pakaian dan jubahnya, lalu menadahkan tangannya ke hadirat Tuhan, serta menaikkan doa-doa penyesalan (Ezra 9:5).

Apa yang terjadi kemudian? Sementara Ezra berdoa dan mengaku dosa sambil menangis, umat Israel berbondong-bondong datang dalam jumlah yang sangat besar. Orang-orang itu menangis keras-keras (Ezra 10:1). Terjadilah pertobatan nasional dan pembaharuan komitmen kepada Tuhan. Terkadang pemimpin Kristen tidak perlu berkhotbah untuk menyadarkan kesalahan jemaatnya; mereka cukup berdoa, dan Roh Kudus menjamah setiap orang sehingga mereka pun bertobat.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Kategori Bahan Indo Lead: 
Jenis Bahan Indo Lead: 
File: 

Komentar